BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI PADA MATERI GERAK MELINGKAR.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gilarsi Dian Eka Pertiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Disadari atau tidak, perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (Natural

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran di

I. PENDAHULUAN. Fisika merupakan ilmu fundamental yang menjadi dasar perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2016 PENGEMBANGAN MEDIA SIMULASI VIRTUAL PERPINDAHAN KALOR DAN PENGGUNAANNYA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA YANG BERORIENTASI PENGUBAHAN KONSEPSI SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan pembelajaran yakni membentuk peserta didik sebagai pebelajar

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PDEODE BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MOMENTUM, IMPULS DAN TUMBUKAN MELALUI TES DIAGNOSTIK EMPAT TAHAP PADA SISWA SMA KELAS XII

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017

PENGEMBANGAN ANIMASI SIMULASI KOMPUTER UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI PADA KONSEP INDUKSI ELEKTROMAGNETIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hamdani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Iqbal, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MODEL PEMBELAJARAN YANG MEMADUKAN PENDEKATAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DAN STRATEGI PROBLEM SOLVING UNTUK PERKULIAHAN FISIKA DASAR II

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini mata pelajaran sains (IPA) merupakan mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Yustina Jaziroh, 2014

BAB I 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum tujuan pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Hampir semua bidang pekerjaan di dunia telah dikendalikan

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan pondasi atau gerbang menuju pendidikan formal yang lebih

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 4 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat,

MODEL PEMBELAJARAN YANG MEMADUKAN PENDEKATAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DAN STRATEGI PROBLEM SOLVING UNTUK PERKULIAHAN FISIKA DASAR II

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang interaktif dan komprehensif di era teknologi informasi terus

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA

Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 12 No. 2 Desember 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pada proses pembelajaran matematika, siswa mempelajari konsep-konsep

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vika Aprianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran fisika adalah pembelajaran yang tidak mengabaikan hakikat

I PENDAHULUAN. Kimia yang merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melvie Talakua, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Fisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala alam yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI DI SMA KHADIJAH SURABAYA

KISI-KISI PENULISAN SOAL FISIKA SMA KELAS XII IPA ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL SMA NEGERI 16 SURABAYA

STUDI URUTAN KEGIATAN PEMBELAJARAN FISIKA (TEACHING-LEARNING SEQUENCE) & MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK GAYA DI SMA NEGERI 3 KUPANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Listrik-magnet memiliki peran sangat penting dalam kehidupan manusia.

Fisika Dasar II. : Sutrisno, Saeful Karim, Endi Suhendi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

FISIKA SEKOLAH 1 FI SKS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains,

BAB I PENDAHULUAN. Miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa akan mengganggu efektivitas

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Judul Pembuatan Media Pembelajaran Berbasis Web Dengan exe Pada Pokok Bahasan Listrik Dinamis Untuk SMA.

I. PENDAHULUAN. Setiap siswa mempunyai cara yang berbeda dalam mengkonstruksikan

I. PENDAHULUAN. kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

Satuan Acara Perkuliahan

PEMAHAMAN KONSEP SISWA SETELAH MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN ANIMASI FISIKA YANG TIDAK SESUAI FISIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

SILABUS MATA PELAJARAN FISIKA UNTUK SMK-MAK (PEMINATAN)

KISI-KISI PENULISAN SOAL FISIKA SMA KELAS XII IPA ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil kajian baik secara teoretik dan empirik ternyata bahwa,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam menentukan perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan memiliki peranan penting dalam membangun masa depan. Dalam hal ini proses pembelajaran dalam sains ikut serta dalam meningkatkan mutu pendidikan. Peran pembelajaran sains tersebut dikarenakan proses pembelajaran yang bersifat utuh berdasarkan hakekat sains. Hakekat sains adalah ilmu pengetahuan yang objek pengamatannya adalah alam dengan segala isinya. Sains adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh menggunakan metode-metode berdasarkan observasi. Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Mata pelajaran sains menuntut siswa untuk terampil dalam menerapkan konsep dan prinsip sains yang diperoleh sehingga menghasilkan siswa yang melek sains dan teknologi. Sasaran ini tercapai jika siswa aktif melakukan kegiatan praktis yang merupakan hasil dari pengetahuan yang diperolehnya. Belajar ipa mencakup dua dimensi, yaitu proses dan hasil. Belajar ipa tidak hanya sekedar mengingat saja apa yang telah dipelajari, tetapi juga harus memiliki konsepsi yang benar. Konsepsi yang dimiliki siswa sulit untuk diubah sebab konsepsi tersebut telah melekat kuat dan stabil di benak siswa walaupun konsepsi tersebut menyimpang dari konsepsi yang dikemukakan para ahli. Penyimpangan konsepsi ini yang disebut dengan miskonsepsi. Mursalin (2013) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Kesulitan siswa, mahasiswa calon guru maupun guru fisika untuk memahami suatu konsep dapat menimbulkan terjadinya miskonsepsi. Paul Suparno (2013: 4) menyebutkan cakupan miskonsepsi yaitu: 1) pengertian yang tidak akurat tentang konsep, 2) penggunaan konsep yang salah, 3) klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep, 4) pemaknaan konsep yang berbeda, 5) kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan 6) hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar. 1

2 Miskonsepsi yang dialami siswa dapat diketahui dengan cara mendiagnostik siswa dengan pemberian tes diagnostik. Menurut Depdiknas (2007: 2) Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki siswa. Jadi, tes diagnostik adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengetahui kelemahan siswa dimana hasil tes tersebut digunakan untuk memberikan tindak lanjut untuk mengatasi kelemahan siswa. Tujuan tes diagnostik adalah untuk mengetahui permasalahanpermasalahan yang dialami siswa, maka guru sebagai pendidik dapat melakukan tes diagnostik ini pada beberapa waktu. SMA Katolik Ign Slamet Riyadi Bojonegoro merupakan salah satu sekolah yang memiliki siswa dengan latar belakang yang beragam. Sekolah ini hanya memiliki satu kelas program IPA untuk kelas XII. Tabel 1.1 menunjukkan nilai ujian nasional mata pelajaran fisika di SMAK Ign Slamet Riyadi lima tahun terakhir. Tabel 1.1. Nilai ujian nasional mata pelajaran fisika Nilai UN Mata Pelajaran Fisika Tahun Pelajaran Tertinggi Terendah 2009 / 2010 2010 / 2011 2011 / 2012 2012 / 2013 2013 / 2014 9,25 9,75 9,50 10,00 9,75 8,00 6,50 7,50 7,5 4,25 Berdasarkan tabel 1.1 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara nilai tertinggi dan nilai terendah ujian nasional mata pelajaran fisika. Perbedaan mencolok yang terjadi hampir setiap tahun pelajaran ini menjadi persoalan yang cukup serius karena penguasaan konsep-konsep fisika akan mempengaruhi prestasi belajar mereka. Ketertarikan sebagian besar siswa SMAK Ign Slamet Riyadi dalam bidang sains terutama fisika rendah disebabkan anggapan mereka bahwa fisika adalah mata pelajaran sulit yang berisi rumus-rumus dan hitungan matematis saja. Keberhasilan siswa dalam mempelajari fisika selain ditentukan dari segi siswa, guru juga memegang peranan penting.

3 Kemampuan guru mengelola kegiatan belajar mengajar akan mempengaruhi tingkat keberhasilan siswa dalam penguasaan konsep fisika. Dalam mengajar diperlukan metode mengajar yang baik dan penguasaan konsep yang benar. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan terhadap guru fisika SMAK Ign Slamet Riyadi, ditemukan bahwa metode yang mereka gunakan dalam pembelajaran fisika adalah ceramah dan latihan soal. Pada konsep induksi elektromagnetik, guru tidak melakukan praktikum karena alasan keterbatasan waktu. Guru jarang menggunakan format representasi konsep yang berbeda bahkan media saat pembelajaran. Salah satu topik yang paling sulit dalam mata pelajaran fisika adalah listrik dan magnet. Rasto dkk (2011) menyebutkan bahwa dari hasil ujian nasional siswa tingkat SMA pada tahun 2007/2008, 2008/2009 dan 2009/2010 di Kabupaten Garut masih rendah pada materi pokok mekanika, gelombang, listrik magnet, dan fisika modern. Tidak jauh berbeda, hasil ujian nasional pada tahun-tahun yang sama di Kabupaten Tasikmalaya memperoleh pencapaian paling rendah pada materi mekanika dan listrik magnet. Dari hasil ujian nasional selama tiga tahun berturut-turut di dua kabupaten tersebut, listrik dan magnet masuk ke dalam daftar materi yang sulit untuk siswa. Induksi elektromagnetik terdapat dalam materi listrik dan magnet yang mana termasuk materi sulit. Hal ini dikarenakan terdiri atas konsep-konsep abstrak tiga dimensi yang saling berhubungan dan berubah dengan waktu, sehingga sulit bagi siswa untuk memahami (David S. Richards, 2010). Selain itu, bagi siswa pemula biasanya kewalahan dengan banyaknya variabel dan kompleksitas informasi kualitatif dan kuantitatif. Beberapa makalah memberikan bukti empiris yang kuat dan luas untuk mendukung pernyataan ini. Sebuah studi pemahaman konseptual siswa dalam listrik dan magnet oleh SJ Pollock dalam David S. Richards (2010) menunjukkan bahwa bahkan setelah beberapa model pembelajaran yang berbeda, siswa tidak dapat memperoleh lebih dari 50% yang benar pada pertanyaan yang berhubungan dengan hukum Faraday pada induksi elektromagnetik. Ini jauh lebih rendah daripada topik terkait lainnya, seperti medan listrik, magnetostatics, arus, tegangan, dan sirkuit. Albe, dkk (2001) melakukan penelitian yang memfokuskan pada penggunaan matematika dalam pembelajaran elektromagnetik dalam topik medan magnet dan fluks. Penelitian ini menemukan bahwa banyak siswa yang tidak memahami aspek-aspek penting dalam situasi fisika. Siswa mengalami kesulitan dalm menggunakan hubungan

4 dan model dalam fenomena kemagnetan (membangun hubungan antara konsep dan matematika). Lebih jauh lagi, ditemukan bahwa banyak siswa bermasalah dalam mengasosiasikan persamaan matematik (vektor, integral kalkulus) dengan deskripsi fisika mengenai medan magnet dan fluks. Siswa juga mengalami kesulitan dalam penggunaan persamaan dalam situasi dasar. Penelitian lain mengenai konsepsi alternatif pada induksi elektromagnetik dilakukan pernah dilakukan juga oleh Wai Meng Thong dan Richard Gunstone (2008). Dalam penelitiannya ditemukan beberapa konsepsi alternatif berdasarkan wawancara terhadap siswa. Konsepsi alternatif tersebut antara lain: 1) perubahan arus induksi sebanding dengan arus dalam solenoida, 2) keharusan adanya kontak antara fluks magnetik dan kumparan luar agar menimbulkan ggl induksi, 3) perbedaan potensial Coulomb atau elektrostatik dalam medan listrik induksi. David S. Richards (2010) memaparkan kesulitan siswa memahami konsepkonsep dalam induksi elektromagnetik dalam penelitiannya, antara lain: 1) dalam mempelajari mata pelajaran fisika konsep hukum Faraday pada induksi elektromagnetik, siswa membutuhkan waktu yang lebih karena dianggap sulit; 2) konsep medan magnet, fluks, dan induksi elektromagnetik dianggap sebagai penyebab potensial kesulitan siswa. Alasan untuk kesulitan ini disebabkan ketidakmampuan siswa untuk berpikir secara kualitatif maupun kuantitatif tentang konsep. Siswa berjuang untuk membedakan setiap elemen yang terlibat dalam induksi elektromagnetik dan tidak dapat menghubungkan setiap hubungan kausal antar komponen (Allen dalam David S. Richards, 2010). Dalam rangka meningkatkan pemahaman siswa mengenai induksi elektromagnetik, simulasi dinamis telah diciptakan untuk memberikan representasi konkret bidang tak terlihat dan menunjukkan bagaimana perubahan medan magnet berinteraksi dengan bahan sekitarnya. Induksi elektromagnetik merupakan bagian dari rangkaian pelajaran sains yang tidak lepas dari miskonsepsi. Konsep-konsep pada materi induksi elektromagnetik cukup kompleks karena memuat konsep-konsep abstrak yang saling berkaitan, sehingga memungkinkan terjadinya miskonsepsi. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa materi kemagnetan dan elektromagnetik banyak mengalami miskonsepsi, seperti telah dipaparkan di muka.

5 Prinsip dasar yang umumnya disepakati untuk mereduksi miskonsepsi antara lain sebagai berikut: (1) Sebelum mempelajari suatu konsep secara formal, siswa sudah memiliki pengetahuan atau pengalaman dengan topik itu, oleh karena itu yang baru dengan yang lama harus terangkai secara benar dalam otak siswa. (2) Pengetahuan dan pengalaman sudah menghasilkan struktur pengetahuan di dalam otak, tetapi belum tentu struktur ini benar, dan seringkali pra-konsepsi ini harus dibongkar. Jadi, guru harus sadar bahwa terkadang perlu membongkar sesuatu terlebih dahulu sebelum membangun lagi. (3) Agar terjadi proses belajar, siswa harus aktif. Menurut van den Berg (1991) salah satu metode mengajar yang sangat berguna untuk mengatasi miskonsepsi adalah demonstrasi. Demonstrasi dapat digunakan membantu siswa memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda. Dengan demonstrasi, pemikiran siswa dapat dibimbing oleh guru secara langsung, karena dipadukan dengan teori. Jika dalam demonstrasi ditunjukkan hasil yang bertentangan dengan intuisi siswa, maka akan menyebabkan konflik kognitif yang selanjutnya diharapkan siswa akan mengubah konsepsinya. Penggunaan animasi simulasi komputer sebagai strategi mereduksi miskonsepsi berdasarkan pada pertimbangan bahwa: (1) animasi simulasi merupakan model pembelajaran interaktif yang dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk mempelajari materi setiap saat, dapat diulang-ulang sampai memahami konsep, memandu dan menggugah untuk mengalami proses belajar secara mandiri, memahami gejala-gejala alam melalui kegiatan ilmiah, dan meniru cara kerja ilmuan dalam menemukan fakta, konsep, hukum atau prinsip-prinsip sains yang bersifat invisible; (2) siswa pada umumnya telah memiliki fasilitas komputer/laptop untuk mengakses program animasi simulasi seperti Macromedia Flash melalui internet; dan (3) keberhasilan hasil penelitian proses pembelajaran materi ipa melalui simulasi komputer dalam meningkatkan pemahaman konsep (McKagan, dkk, 2008; Ingerman, dkk, 2007). Menurut Ping-Kee Tao dan Richard F. Funstone (1999) yang meneliti mengenai Proses Perubahan Konseptual pada Gaya dan Gerak Selama Pembelajaran Fisika Berbantuan Komputer, diterangkan bahwa pengalaman pembelajaran menggunakan simulasi komputer diterima dengan baik oleh siswa dan dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran perubahan konsep yang dapat mendemonstrasikan pertentangan dengan konsepsi siswa yang ada.

6 Penelitian senada pernah dilakukan oleh A. Jimoyiannis dan V. Komis (2001) yang menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan pada simulasi komputer dapat membantu siswa dalam mengatasi kendala kognitif dan konsepsi alternatif mengenai gerak parabola. Dalam penelitian ini dijelaskan pula bahwa simulasi komputer dapat digunakan sebagai media pembelajaran alternatif sebagai sarana untuk memfasilitasi pemahaman siswa. Kevin T. Swain (2012) menyatakan bahwa Simulasi komputer merupakan teknik pembelajaran yang penting dimana dapat digunakan untuk mendemonstrasikan suatu topik atau proses yang terlalu panjang atau terlalu lebar dalam suatu pembelajaran di kelas. Simulasi memungkinkan siswa untuk memahami interaksi kompleks dari faktor fisik maupun lingkungan sosial. Sofia L. Tudor (2013) meneliti penggunaan multimedia dalam proses pembelajaran. Dari penelitiannya disimpulkan bahwa penggunaan multimedia dalam pembelajaran lebih efisien dibandingkan pembelajaran tanpa multimedia (konvensional). Pembelajaran menggunakan multimedia mampu meningkatkan pemahaman siswa, baik dari segi pengetahuan baru yang mereka dapat, kapasitas pemahaman siswa, maupun dalam interpretasi mereka. Ali Kolomuc, dkk (2012) melakukan suatu penelitian mengenai efek penggunaan animasi dalam pembelajaran untuk mengatasi konsepsi alternatif siswa pada pokok bahasan perubahan fisika dan kimia. Penelitian quasi-eksperimen ini melibatkan 80 siswa kelas 9. Hasil penelitian mengungkapkan beberapa konsep alternatif siswa berkaitan dengan perubahan fisika dan kimia. Dari hasil pretes dan postes yang dilakukan, penggunaan animasi dalam pembelajaran mampu mengurangi konsepsi alternatif siswa. Kesimpulan lain didapatkan bahwa penggunaan animasi lebih efektif dalam pembelajaran konsep perubahan fisika dan kimia dibandingkan pembelajaran konvensional. Yu-Lung Chen, dkk (2013) meneliti mengenai perbaikan miskonsepsi pada elektronik menggunakan simulasi dengan model perubahan konsep pada siswa. Penelitian ini menghasilkan suatu kesimpulan bahwa Pembelajaran perubahan konsep dapat memperbaiki miskonsepsi siswa secara efektif. Miskonsepsi pada dioda dan karakteristik semikonduktor dapat diperbaiki lebih dari 80% kasus. Sebaliknya,

7 hambatan dalam memperbaiki miskonsepsi siswa berkaitan dengan definisi dasar tegangan, analisis rangkaian, atau interaksi antara konsep dioda yang berbeda. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Mursalin (2013) yang meneliti mengenai penggunaan pendekatan simulasi PhET sebagai model remediasi miskonsepsi materi rangkaian listrik. Penelitian ini menghasikan suatu kesimpulan bahwa model simulasi PhET berbantuan lembar kerja dapat digunakan untuk meremediasi dan meminimalkan miskonsepsi mahasiswa calon guru fisika. Diane Noviandini (2013) menyatakan bahwa Metode umpan balik cepat menggunakan simulasi dan demonstrasi dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai konsep-konsep kinematika. Penggunaan metode ini efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan mereduksi miskonsepsi kinematika. Banyak penelitian menemukan bahwa simulasi komputer dapat membantu siswa untuk menghilangkan miskonsepsi. Dengan simulasi siswa dapat memanipulasi data, mengumpulkan data, menganalisis data dan mengambil kesimpulan, sehingga siswa dapat berproses sendiri membangun pengetahuannya (Paul Suparno, 2013). Penggunaan animasi simulasi komputer dapat membandingkan konsep-konsep siswa yang keliru dengan konsep-konsep yang disajikan dalam animasi simulasi komputer yang mereka lihat dan lakukan. Dengan demikian, jika siswa yang mengalami miskonsepsi menggunakan animasi simulasi komputer dalam pembelajarannya, maka ia akan mengalami konflik kognitif yang pada akhirnya akan dapat merubah konsepsi siswa yang salah tersebut. Mempertimbangkan alasan-alasan yang telah diuraikan, maka akan dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan animasi simulasi komputer serta mengetahui efektivitas penggunaan animasi simulasi komputer dan demonstrasi untuk mengurangi miskonsepsi siswa pada konsep induksi elektromagnetik. Adapun judul penelitian tersebut adalah Pengembangan Animasi Simulasi Komputer untuk Mereduksi Miskonsepsi pada Konsep Induksi Elektromagnetik. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

8 1. Saat memasuki pelajaran, siswa sudah mempunyai pengalaman dan memiliki konsepsi tersendiri, terhadap pelajaran yang akan diterima, dan beberapa siswa mengalami miskonsepsi. 2. Miskonsepsi biasanya melekat kuat pada pola pikir siswa dan sulit untuk diubah sehingga sangat mengganggu siswa dalam menerima konsep baru dan hal ini akan mengganggu proses belajar dia selanjutnya. 3. Terdapat perbedaan hasil belajar yang mencolok pada siswa dan diduga mengalami miskonsepsi. 4. Pembelajaran dilaksanakan sebagai upaya mengurangi atau memperbaiki miskonsepsi yang terjadi pada siswa, namun penggunaan animasi simulasi komputer sebagai sarana untuk mereduksi miskonsepsi siswa konsep induksi elektromagnetik masih jarang ditemui. 5. Konsep-konsep pada materi induksi elektromagnetik cukup kompleks karena memuat konsep-konsep yang saling berkaitan, sehingga memungkinkan terjadinya miskonsepsi. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah agar penelitian ini dapat mencapai tujuan, ruang lingkup, dan arahan yang jelas. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah: 1. Miskonsepsi yang akan diteliti adalah miskonsepsi konsep induksi elektromagnetik. 2. Penelitian dilakukan pada siswa kelas XII, tahun ajaran 2014/2015, SMA Katolik Ign Slamet Riyadi Bojonegoro. 3. Untuk menyeleksi siswa yang mengalami miskonsepsi dan mengetahui latar belakang konsep yang menyebabkan miskonsepsi digunakan tes diagnostik yang berupa soal pilihan ganda dengan alasan yang dilengkapi dengan skala CRI (Certainity of Response Index). 4. Metode pembelajaran menggunakan media animasi simulasi komputer serta demonstrasi.

9 D. Perumusan Masalah Masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan animasi simulasi komputer konsep induksi elektromagnetik yang baik serta bagaimanakah penggunaan animasi simulasi komputer dalam meremediasi miskonsepsi siswa. Pokok permasalahan tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian berikut ini. 1. Bagaimana profil miskonsepsi konsep induksi elektromagnetik yang dialami siswa? 2. Bagaimana cara pengembangan media animasi simulasi komputer konsep induksi elektromagnetik? 3. Apakah animasi simulasi komputer konsep induksi elektromagnetik memenuhi kriteria baik dilihat dari aspek materi dan aspek media? 4. Apakah pembelajaran menggunakan media animasi simulasi komputer dan demonstrasi mampu mereduksi miskonsepsi konsep induksi elektromagnetik siswa? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memperoleh profil miskonsepsi induksi elektromagnetik yang dialami siswa. 2. Mengembangkan animasi simulasi komputer konsep induksi elektromagnetik dengan langkah-langkah pengembangan media. 3. Mengembangkan animasi simulasi komputer konsep induksi elektromagnetik yang memenuhi kriteria baik dilihat dari aspek materi dan aspek media. 4. Mereduksi miskonsepsi konsep induksi elektromagnetik siswa melalui pembelajaran menggunakan animasi simulasi komputer dan demonstrasi. F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan Animasi simulasi komputer yang dikembangkan merupakan media pembelajaran untuk mereduksi miskonsepsi siswa konsep induksi elektromagnetik yang dikemas dalam bentuk CD (compact disc). G. Manfaat Penelitian Sebagai studi alamiah, studi ini memberi sumbangan konseptual utamanya kepada pendidikan fisika, di samping juga kepada studi pembelajaran fisika. Sebagai studi pendidikan fisika yang aplikatif, studi memberikan urunan substansial kepada

10 lembaga pendidikan formal maupun para guru/calon guru. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada bidang fisika terutama pengurangan/reduksi miskonsepsi fisika. Bentuk pembelajaran yang dipilih sebaiknya disesuaikan dengan kondisi di lapangan sehingga akan memaksimalkan tujuan yang ingin dicapai. 2. Manfaat Praktis Pada tataran praktis, penelitian ini memberikan sumbangan kepada lembaga pendidikan maupun sekolah dan memberi masukan pada dosen, guru dan calon guru fisika agar memperhatikan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelum memberikan konsep baru agar tidak terjadi miskonsepsi. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut, sehingga dapat memberikan sumbangan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan, khususnya fisika.