III. KERANGKA PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

INTEGRASI SPASIAL PADA PASAR MINYAK GORENG DI INDONESIA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis dan Sumber Data

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

3 KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang struktur dan kinerja industri telekomunikasi seluler. Bab ini juga akan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

Bab 10 Struktur Pasar: Pasar Persaingan Sempurna, Monopoli & Monopolistik. Ekonomi Manajerial Manajemen

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG


III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi industri dalam arti sempit adalah kumpulan perusahaan yang

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Materi Minggu 2. Pengaruh Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi

TEORI PASAR. Pengantar Ilmu Ekonomi

III. KERANGKA TEORITIS

Pertemuan Ke 5. Bentuk Pasar

ekonomi Kelas X STRUKTUR PASAR K TSP & K-13 A. PENGERTIAN DAN FUNGSI PASAR B. STRUKTUR PASAR Tujuan Pembelajaran

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun

BAB II URAIAN TEORITIS

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Persaingan Monopolistik dan Oligopoli. Abd. Jamal, S.E., M.Si

ASIMETRI HARGA BERAS DI PASAR INTERNASIONAL DAN INDONESIA AMINATUS SOFIAH

IV. METODE PENELITIAN

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali diperkenalkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul Wealth of

BAB I PENDAHULUAN. lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter. perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca

ARI SUPRIYATNA A

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat

TEORI PASAR (STRUKTUR PASAR)

Teori Dasar Permintaan, Penawaran dan Keseimbangan

BAB VI Struktur Pasar

PENAWARAN DAN PERMINTAAN PRODUK PERTANIAN. Lecture note : Tatiek Koerniawati

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. terdahulu oleh Arifatul Chusna (2013) dalam penelitiannya Pengaruh Laju

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun ke tahun dapat mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena

PENGARUH GUNCANGAN HARGA KEDELAI INTERNASIONAL TERHADAP HARGA KEDELAI DOMESTIK KANTI RAHMILLAH

BAB II TINJAUAN LITERATUR

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

ekonomi Kelas X INTERVENSI PEMERINTAH DALAM KESEIMBANGAN PASAR K-13 Semester 1 Kelas X IPS SMA/MA Kurikulum 2013 A.

Keseimbangan Umum. Rus an Nasrudin. Mei Kuliah XII-2. Rus an Nasrudin (Kuliah XII-2) Keseimbangan Umum Mei / 20

ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA BERAS PETANI-KONSUMEN DI INDONESIA TESIS

INTEGRASI PASAR CPO DUNIA DAN DOMESTIK

EKONOMI INDUSTRI (Pertemuan Pertama)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Aplikasi Penawaran dan Permintaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

III. PEMASARAN HASIL PERTANIAN. pertemuan III 1

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. (costless) karena pembeli (costumer) memiliki informasi yang sempurna dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Transkripsi:

23 III. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Teori Harga Harga merupakan sinyal utama yang menjadi arah bagi pengambilan keputusan produsen, konsumen dan dan pelaku pemasaran dalam pasar. Menurut Kohls & Uhl (2002), harga merupakan hasil dari interaksi antara permintaan dan penawaran yang berlangsung pada pasar yang bersaing sempurna. Harga optimal akan terjadi dimana manfaat yang diperoleh oleh pembeli barang atau jasa tersebut sama dengan marginal cost dari penjual. Secara kuantitatif, cara yang dapat digunakan dalam penentuan harga komoditas tertentu dalam pasar adalah melalui analisis permintaan dan penawaran. Analisis ini juga merupakan alat peramalan kualitatif yang digunakan untuk melihat tren pada pasar bersaing. Pendekatan yang dilakukan dalam analisis ini adalah dengan menggunakan kurva permintaan (demand) pasar dan kurva penawaran (supply) pasar. 3.1.1 Kurva Permintaan dan Penawaran Pasar Kurva permintaan pasar adalah kurva yang menggambarkan jumlah total barang yang diinginkan dan dapat dibeli oleh konsumen pada setiap tingat harga yang mungkin, dengan asumsi harga barang lain yang berkorelasi, pendapatan, iklan, dan variabel lain tidak berubah (Baye, 2010). Hukum permintaan (Law of demand) menyatakan bahwa hubungan antara harga barang dengan jumlah permintaan bersifat kebalikan dimana semakin tinggi harga barang maka semakin sedikit jumlah permintaan terhadap barang tersebut. Dengan demikian kurva permintaan mempunyai slope negatif (menurun). Setiap titik pada kurva permintaan menggambarkan jumlah barang yang diminta pada setiap tingkatan harga. Perubahan harga akan menyebabkan perubahan kuantitas barang yang diminta oleh konsumen atau yang dikenal dengan Law of Demand (Gambar 6a). Namun demikian, permintaan suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut. Menurut Baye (2010), beberapa faktor seperti iklan, pendapatan, harga barang lain yang berkorelasi, populasi penduduk dan harapan konsumen akan menyebabkan perubahan permintaan (demand) yang dapat

24 menggeser keseluruhan titik pada kurva permintaan. Faktor-faktor tersebut disebut demand shifter. Pergeseran kurva ke kanan disebut peningkatan permintaan, dan sebaliknya pergeseran kurva ke kiri disebut penurunan permintaan. Harga Harga P x P x P x D D D Q x Kuantitas Q x Q x Kuantitas Gambar 6a Kurva Permintaan Gambar 6b Pergeseran Kurva Permintaan Kurva penawaran pasar adalah sebuah kurva yang menggambarkan jumlah total suatu barang yang akan diproduksi oleh seluruh produsen dalam pasar yang bersaing pada setiap tingkat harga, dengan asumsi harga input, teknologi dan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi penawaran tidak berubah (Baye, 2010). Sebagaimana konsep dalam hukum permintaan, perubahan harga suatu barang akan mengubah jumlah yang ditawarkan. Kenaikan (penurunan) harga barang dan faktor-faktor lain tetap akan meningkatkan (menurunkan) jumlah barang yang ditawarkan. Hal ini dikenal sebagai Hukum Penawaran (Law of Supply). Kondisi ini mengakibatkan bentuk kurva permintaan mempunyai slope positif. Variabel yang dapat mempengaruhi posisi kurva penawaran disebut supply shifter, yang terdiri dari harga input, tingkat teknologi yang digunakan dalam berproduksi, jumlah perusahaan dalam pasar, pajak dan harapan produsen (Baye, 2010). Perubahan faktor-faktor tersebut akan menggeser kurva penawaran. Jika kurva bergeser ke kanan disebut kenaikan penawaran, dan sebaliknya jika kurva bergeser ke kiri disebut penurunan penawaran.

25 Harga Harga S S S P x P x P x Q x Kuantitas Q x Q x Kuantitas Gambar 7a Kurva Penawaran Gambar7b Pergeseran Kurva Penawaran 3.1.2 Keseimbangan Pasar Keseimbangan harga dalam pasar yang bersaing ditentukan oleh interaksi yang terjadi antara seluruh penjual dan pembeli dalam pasar. Melalui konsep permintaan dan penawaran pasar dapat disimpulkan bahwa harga suatu barang pada pasar yang bersaing ditentukan oleh interaksi permintaan pasar dan penawaran pasar untuk barang tersebut. Gambaran mengenai keseimbangan pasar dapat dilihat pada Gambar 8 berikut. Harga Surplus S P H P C P L Shortage D Q 0 Q e Q 1 Kuantitas Sumber : Baye (2010) Gambar 8 Kurva Keseimbangan Pasar Dari Gambar 8 kita dapat melihat bagaimana penentuan harga pada pasar yang bersaing. Pada tingkat harga P L, akan terjadi kekurangan barang (shortage)

26 karena jumlah barang yang ditawarkan produsen lebih sedikit dari jumlah barang yang diminta konsumen. Dalam situasi shortage, secara alami akan terjadi kenaikan harga. Ketika harga naik dari P L menjadi P e, produsen memperoleh insentif untuk menaikkan jumlah barang yang ditawarkan dari Q 0 menjadi Q e. Sementara itu, seiring kenaikan harga barang, konsumen akan mengurangi pembeliannya. Ketika harga mencapai P e, maka jumlah barang yang diminta sejumlah Q e. Pada tingkat harga ini, jumlah barang yang ditawarkan produsen sama dengan jumlah barang yang diminta konsumen. Pada kondisi sebaliknya ketika harga mencapai P (surplus) barang karena jumlah barang yang ditawarkan produsen lebih banyak daripada jumlah barang yang dapat dibeli konsumen pada tingkat harga tersebut. Ketika terjadi suplus, secara alami akan terjadi penurunan harga menuju harga dimana jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah barang yang diminta. Jika keseimbangan pasar digambarkan sebagai perpotongan kurva permintaan dan kurva penawaran, maka menurut (Baye, 2010) secara matematis keseimbangan pasar dapat dituliskan dalam persamaan berikut : Q d (P e ) = Q s (P e )... (3.1) H, terdapat kelebihan Dimana Q d (P) adalah jumlah barang yang diminta pada tingkat harga P Q s (P) adalah jumlah barang yang ditawarkan pada tingkat harga P Pe adalah harga keseimbangan 3.2 Konsep Integrasi Pasar Integrasi pasar merupakan sebuah konsep dimana harga-harga pada pasar yang terpisah secara spasial atau pasar yang merupakan level yang berbeda dalam suatu supply chain digerakkan oleh mekanisme penawaran dan permintaan. Integrasi antar pasar antara lain dapat diindikasikan oleh terjadinya pergerakan barang, jasa dan faktor produksi antar pasar. Pengetahuan tentang integrasi pasar berguna sebagai dasar pengambilan kebijakan berdasarkan respon suatu pasar terhadap perubahan harga yang terjadi pada pasar yang lain (Rapsomanikis, 2004).

27 Secara garis besar, ada dua jenis integrasi pasar, yaitu integrasi vertikal dan integrasi spasial. Integrasi vertikal adalah keterpaduan antar pasar yang masingmasing merupakan level yang berbeda dalam supply chain. Sementara integrasi spasial merupakan keterpaduan antar pasar yang terpisah secara spasial. Transmisi dan informasi yang berjalan antar pasar mengakibatkan harga komoditas tertentu bergerak secara bersama-sama pada beberapa pasar. Menurut Leuthold&Hartman (1979) dalam Aji (2009) sistem pemasaran dikatakan berjalan efisien jika pasar menggunakan harga masa lalu (past price) secara tepat dalam penentuan harga saat ini (current price determination). Salah satu metode dalam analisis integrasi pasar adalah melalui pendekatan distributed lag auto regression sebagaimana yang dikembangkan oleh Ravallion (1986). Asumsi dasar yang digunakan dalam metode ini adalah bahwa respon ekonomi merupakan reaksi dari fungsi masa lalu sehingga integrasi pasar diestimasikan dengan memasukkan kelambanan (lag) dari variabel dependen dan variabel-variabel lain ke dalam persamaan. Melalui pendekatan ini dalam analisis integrasi pasar dapat diketahui pasar yang bertindak sebagai pasar acuan dan pasar pengikut (pasar yang merespon perubahan yang terjadi pada pasar acuan). 3.2.1 Hukum Persamaan Harga (Law of One Price) Konsep persamaan harga adalah sebuah teori yang mengacu kepada keterkaitan harga komoditas tertentu yang diperdagangkan pada dua pasar atau lebih. Pada pasar yang efisien, seharusnya hanya ada satu harga dari suatu komoditas tertentu dan tidak dipengaruhi lokasi perdagangannya berlangsung (Persson, 2008). Menurut Kohl&Uhl (2002), hukum persamaan harga muncul dari perilaku profit-seeking dalam pemasaran dan perdagangan komoditas. Ketika terjadi kenaikan harga suatu komoditas pada pasar tujuan (pasar konsumen) maka perbedaan harga antara kedua pasar menjadi lebih besar dari biaya transfer. Hal ini dilihat oleh trader sebagai peluang untuk menaikkan profit sehingga pelaku perdagangan akan meningkatkan volume perdagangan dari pasar produsen. Sebagai respon dari adanya insentif profit, trader akan membeli komoditas di wilayah asalnya dengan harga yang lebih tinggi dan mengurangi harga pada pasar

28 tujuan. Setelah seluruh proses adjustment berlangsung, perbedaan harga antara dua pasar akan kembali kepada tingkat biaya transfernya. Dimisalkan harga suatu komoditas pada dua pasar yang terpisah secara spasial adalah P 1t dan P 2t dan biaya transfer dari pasar 1 ke pasar 2 adalah sebesar c, maka hubungan antara kedua harga tersebut adalah : P1t = P 2t + c... (3.2) Jika hubungan dua harga berlangsung menurut persamaan (3.2) diatas, maka kedua pasar tersebut terintegrasi sehingga dalam jangka panjang terdapat keseimbangan antara kedua harga. Meskipun demikian, dalam jangka pendek beberapa hal dapat terjadi yang menyebabkan hubungan antara kedua harga tersebut menyimpang dari kondisi diatas. Jika persamaan (3.2) menggambarkan hubungan harga yang memenuhi law of one price secara penuh, maka untuk hubungan hubungan antara dua harga yang berada dalam kondisi yang tidak sepenuhnya memenuhi law of one price menurut Fackler&Goodwin (2001) di dalam Rapsomanikis (2004) digambarkan melalui persamaan : P 1t - P 2t =λ c... (3.3) dimana λ adalah konstanta yang besarnya antara 0 dan 1 Kondisi (3.3) merupakan kondisi arbitrase spasial yang dapat menggambarkan hubungan yang lemah dalam law of one price (hubungan yang kuat digambarkan pada persamaan (3.2). Dalam hal ini, harga mungkin mengalami penyimpangan dari kondisi law of one price, namun adanya arbitrase spasial akan menyebabkan perbedaan harga antara kedua harga akan bergerak mendekati biaya transfer. Dengan demikian integrasi pasar dapat diinterpretasikan melalui pendekatan kointegrasi. Jika dua harga pada dua pasar yang terpisah secara spasial terkointegrasi maka kedua harga tersebut bertendensi untuk bergerak bersamasama dalam jangka panjang menurut suatu persamaan linier. Dalam jangka pendek kedua harga mungkin bergerak sendiri-sendiri, sehingga guncangan pada satu pasar tidak langsung ditransmisikan ke pasar yang lain. Adanya arbitrase spasial menyebabkan penyimpangan yang terjadi pada jangka pendek akan dikembalikan kepada keseimbangan jangka panjangnya.

29 Dalam sebuah pasar, penyimpangan dari hukum satu harga harus bersifat sementara. Dalam kenyataanya, perbedaan harga seringkali berbeda dengan keseimbangan pada hukum satu harga, dimana nilai rasio harga suatu pasar dengan pasar lain ditambah biaya transfer lebih besar atau lebih kecil dari 1. Pada pasar yang efisien, hanya akan terjadi sedikit penyimpangan dari law of one price. Terjadinya guncangan (shock) di suatu tempat membutuhkan waktu untuk didifusikan ke pasar yang lain. Seberapa lama penyimpangan terjadi salah satunya tergantung dari derajat kompetitif suatu pasar. Hal lain yang berpengaruh adalah kemajuan teknologi informasi. Pasar komoditas yang ditunjang transmisi informasi, inventori dan tidak adanya barrier to entry hanya mentoleransi penyimpangan yang pendek dan bersifat sementara. 3.2.2 Model Keseimbangan Spasial Tomek&Robinson (1990) memperkenalkan suatu model untuk menggambarkan proses integrasi antara pasar yang mempunyai excess demand dan pasar lain yang mengalami excess supply terhadap suatu komoditas tertentu. Melalui model ini dapat diduga harga yang terjadi pada masing-masing pasar dan jumlah komoditi yang diperdagangkan. Perdagangan antar pasar yang berpotensi mengalami defisit dan pasar yang berpotensi mengalami surplus dianalisa dengan pendekatan kurva penawaran dan permintaan dari masing-masing wilayah (Gambar 8). Kurva excess supply pasar A dan kurva excess demand pasar B dapat berubah sesuai perubahan permintaan dan penawaran pada masing-masing pasar. Jika diasumsikan tidak ada biaya transfer dan biaya lain dalam perdagangan antara pasar A dan pasar B, maka kuantitas perdagangan dari pasar A ke pasar B adalah sebesar Q 1 E dengan tingkat harga sebesar P E. Volume perdagangan (XY) antara pasar A dan pasar B akan semakin menurun jika biaya transfer (TC) semakin besar. Jika biaya transfer lebih besar dari P B P A maka perdagangan antara pasar A dengan pasar B tidak akan berlangsung. Adanya hambatan perdagangan baik yang berupa hambatan tarif dan non tarif akan memperbesar biaya transfer. Jika biaya transfer melebihi selisih harga PB P A maka pedagang tidak akan memperoleh keuntungan dari perdagangan

30 antar pasar tersebut. Hal ini berakibat tidak ada transfer excess supply dah excess demand antar pasar sehingga harga pada masing-masing pasar akan bergerak secara individual. Harga (P) Harga (P) Harga (P) ES S A P E 2 Excess Supply Pasar A P B S B P E P A D A P E 1 Excess Demand Pasar B ED D B Pasar A (Potensial Surplus) Kuantitas Q E Kuantitas Kuantitas Harga (P) Transfer Cost (TC) Pasar B (Potensial Defisit) P A - P B T C X Y Q E 2 Q E 1 Gambar 9 Kurva perdagangan antara wilayah potensial surplus dan wilayah potensial defisit (Sumber : Tomek&Robinson, 1990) 3.3 Konsep Transmisi Harga Perubahan harga pada suatu pasar dapat mempengaruhi efisiensi alokasi sumber daya. Transmisi perubahan harga dari suatu pasar ke pasar yang lain menyebabkan terjadinya integrasi antar pasar, baik secara vertikal maupun horizontal. Transmisi harga merupakan sebuah proses dimana perubahan harga pada suatu pasar akan diteruskan dan direspon oleh pasar lain, baik secara vertikal (antara tingkatan dalam satu supply chain), antar pasar yang terpisah secara spasial, maupun transmisi harga yang bersifat cross product (transmisi harga suatu komoditas dengan komoditas yang berbeda tetapi terkait dalam satu lini produksi).

31 Analisis transmisi harga vertikal dilakukan untuk menguji hubungan antar harga pada tingkatan yang berbeda dalam sebuah supply chain. Transmisi harga vertikal dapat menggambarkan perilaku persaingan harga dalam pasar yang merefleksikan efisiensi pelaku pasar pada setiap tingkatan dalam melaksanakan fungsinya. Transmisi harga horizontal berlangsung antara pasar yang terpisah secara geografis, baik antar negara maupun antar wilayah dalam suatu wilayah negara. Studi mengenai transmisi harga horizontal menjadi semakin penting karena globalisasi perdagangan yang menyebabkan perekeonomian semakin terbuka sehingga gejolak harga dunia akan ditransmisikan kepada harga domestik, atau gejolak harga yang terjadi pada negara pengekspor akan ditransmisikan kepada pasar di negara pengimpor. Informasi mengenai transmisi harga horizontal untuk komoditas yang bersifat pokok akan bermanfaat dalam pengambilan kebijakan yang terkait stabilisasi harga komoditas tersebut. 3.3.1 Transmisi Harga Asimetris Pada pasar yang terintegrasi, perubahan harga pada salah satu pasar akan ditransmisikan secara langsung dan penuh kepada harga pada pasar yang lain. Hal ini sesuai dengan law of one price. Sebaliknya jika perubahan harga tidak langsung ditransmisikan, tetapi setelah beberapa waktu, maka transmisi tidak berlangsung penuh pada jangka pendek, namun baru akan penuh dalam jangka panjang sebagaimana implikasi kondisi arbitrase. Perbedaan transmisi harga antara jangka panjang dan jangka pendek serta kecepatan penyesuaian harga menuju keseimbangan jangka panjangnya penting untuk mengetahui derajat integrasi antar pasar pada jangka pendek (Rapsomanikis et al, 2004) Proses transmisi harga dari satu pasar ke pasar lainnya memperlihatkan kecenderungan terjadinya transmisi yang asimetris (asymmetric price transmission). Sangat jarang transmisi harga berlangsung secara simetris. Hal ini mendasari kesimpulan Peltzman (2000) di dalam Meyer&Taubadel (2002) bahwa teori ekonomi yang standar seringkali tidak tepat karena adjustment harga yang berlangsung asimetris seringkali tidak diperhitungkan implikasinya.

32 Menurut Meyer&Taubadel (2002), Asymmetric Price Transmission (APT) dapat terjadi karena respon yang berbeda dalam hal magnitude transmisi atau kecepatan transmisi. Tipe-tipe APT dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Asimetri menurut magnitude dan kecepatan transmisi Gambar 10 APT berdasarkan magnitude dan kecepatannya (Sumber : Meyer & Taubadel, 2002) Gambar 10 diatas menggambarkan hubungan antara P in (harga yang berubah terlebih dulu) dengan P out (harga yang dipengaruhi). Pada gambar di sebelah kiri, ketika P in mengalami kenaikan, P out merespon dengan kenaikan harga sebesar kenaikan P in, namun sebaliknya ketika P in mengalami penurunan harga, P out merespon dengan besaran (magnitude) tidak sebesar penurunan harga P in. Gambar di sebelah kanan menggambarkan kecepatan transmisi yang berbeda, yaitu ketika Pin mengalami kenaikan harga, respon kenaikan Pout terjadi seketika. Sebaliknya ketika Pin mengalami penurunan harga, Pout baru merespon penurunan harga tersebut setelah jeda waktu sebesar t1+n t 1. APT juga dapat merupakan kombinasi dari asimetri dalam hal magnitude dan sekaligus kecepatan transmisinya sebagaimana dalam Gambar 10 ditunjukkan bagaimana terdapat perbedaan magnitude sekaligus kecepatan transmisi ketika terjadi kenaikan P in dan penurunan P in.

33 Gambar 11 APT kombinasi magnitude dan kecepatan transmisi (Sumber : Meyer & Taubadel, 2002) 2. Asimetri Positif dan Negatif Gambar 12 APT tipe positif dan negatif (Sumber : Meyer&Cramon-Taubadel, 2002) Klasifikasi transmisi harga ini adalah dengan melihat perbedaan kecepatan respon terhadap kenaikan dan penurunan harga input. APT positif terjadi jika P out lebih merespon kenaikan P in daripada penurunan P in. Sebaliknya APT negatif terjadi jika P out lebih merespon penurunan P in daripada kenaikan P in. Menurut Meyer&Taubadel (2002), transmisi harga asimetris dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : 1. Keberadaan market power Dalam sektor pertanian, produsen dan konsumen dihubungkan oleh rantai pemasaran yang melibatkan banyak pihak dimana setiap tingkatan dalam rantai pemasaran mempunyai konsentrasi yang berbeda. Keberadaan market power dapat menyebabkan APT positif maupun negatif. Dalam banyak kasus, petani (produsen) dihadapkan pada pasar yang lebih terkonsentrasi pada level pengolahan dan pemasaran sehingga memungkinkan pedagang perantara untuk mempergunakan market power. Hal ini akan menyebabkan APT positif, dimana kenaikan harga input yang menyebabkan penurunan marjin pemasaran akan ditransmisikan lebih cepat dan lebih lengkap daripada penurunan harga input. Sebaliknya market power juga dapat menyebabkan APT negatif jika perusahaan yang berada pada pasar oligopoli lebih mengkhawatirkan kehilangan market share jika menaikkan harga. 2. Biaya Penyesuaian/Adjustment Cost

34 Biaya penyesuaian adalah biaya yang muncul ketika suatu perusahaan menaikkan atau menurunkan output produksi atau harga produknya. Jika biaya yang muncul tersebut asimetris terhadap terjadinya kenaikan atau penurunan kuantitas produk atau harga produk, maka penyesuaian akan berlangsung asimetris. 3. Intervensi Pemerintah Intervensi pemerintah dapat mengakibatkan APT jika pelaku pasar mempunyai keyakinan jika perubahan harga yang terjadi hanya bersifat sementara karena adanya intervensi. Misalnya kebijakan penetapan harga dasar oleh pemerintah menyebabkan pedagang dan pengecer mempunyai keyakinan bahwa jika terjadi penurunan harga akan mengundang intervensi pemerintah sehingga kenaikan harga akan lebih bersifat permanen. 3.3.2 Metode Pengujian Transmisi Harga Asimetris Pengujian terhadap asimetri pada transmisi harga telah mengalami perkembangan yang cukup lama. Pengujian secara empiris pada awalnya dilakukan melalui pendekatan dengan model irreversible demand function yang pertama kali diperkenalkan oleh Farrell pada tahun 1952 (Meyer&Taubadel, 2002). Metode ini bertujuan untuk melihat respon perubahan harga yang ditimbulkan ketika harga input atau harga yang mempengaruhi mengalami kenaikan dan penurunan. Tweeten et al (1969) di dalam Meyer&Cramon- Taubadel (2002) mengembangkan metode ini dengan menggunakan variabel dummy untuk membedakan variabel harga input menjadi dua yaitu variabel harga naik dan variabel harga turun. Metode ini selanjutnya dikembangkan oleh Houck (1977) dan Ward (1982) dengan memasukkan lag dari variabel eksogennya sehingga diperoleh persamaan : P out t = α + (β + j D + P in t-j+1) + (β - j D - P in t-j+1) + γ t... (3.4) Dimana P in : harga input; P out t : harga output; P out t = P out t - P t-1 D + adalah dummy kenaikan harga input; D - adalah dummy penurunan harga input Dalam perkembangan selanjutnya, pengujian transmisi harga asimetris di lakukan dengan pendekatan kointegrasi yang pertama kali diperkenalkan oleh out

35 Taubadel&Fahlbusch (1996). Model yang digunakan dalam metode ini adalah error correction model (ECM) yang diperluas dengan memasukkan asymmetric adjustment terms. Langkah pengujian dengan metode ini diawali dengan mengestimasi persamaan kointegrasi antara kedua series harga. Jika terbukti adanya kointegrasi, lag residual dari persamaan kointegrasi (μ t-1 ) dipisahkan ke dalam fase positif dan negatifnya sehingga diperoleh persamaan : Pt out =α+ (β + j D + P in t-j+1) + (β - j D - P in t-j+1)+γ + ECT + t-1 +γ - - ECT t-1 +εt (3.5) Dimana Pi,t dan P j,i adalah pasangan harga yang terkointegrasi ECT = error correctiom term, yaitu lag error yang ada pada setiap persamaan jangka panjang masing-masing pasangan harga ECT + t-1 = ECT t-1 >0; dan ECT - t-1 = ECT t-1 <=0 Beberapa penelitian menggunakan metode ECM untuk menganalisis terjadinya Asymmetric Price Transmission (APT), seperti yang Vavra&Goodwin (2005) yang menganalisis terjadinya transmisi harga asimetris pada industri peternakan sapi dan ayam di Amerika Serikat. Metode ECM juga digunakan oleh KPPU (2010) dalam menilai terjadinya APT pada industri minyak goreng untuk melihat struktur pasarnya dan mendeteksi adanya praktek monopoli. Sementara itu Commision of The European Communities/CEC (2009) menggunakan metode ini untuk menilai transmisi harga sepanjang rantai pasok susu dan ham di sejumlah negara anggota EU. 3.4 Struktur Pasar Struktur sebuah pasar ditentukan oleh beberapa faktor yaitu jumlah perusahaan atau penjual yang beroperasi dalam pasar tersebut, ukuran relatif setiap perusahaan dalam pasar yang akan menentukan konsentrasi pasar, penguasaan teknologi, serta kemudahan sebuah perusahaan untuk dapat masuk atau keluar dari pasar (Baye, 2010). Menurut Nicholson (2004), struktur pasar suatu komoditas dapat berbentuk monopoli, duopoli, oligopoli, persaingan monopolistik dan persaingan sempurna. Struktur pasar suatu komoditas akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam menetapkan harga jual dan margin keuntungan.

36 Sebuah pasar persaingan sempurna mempunyai beberapa ciri-ciri antara lain dalam pasar tersebut terdapat banyak penjual dan pembeli yang masing-masing mempunyai ukuran relatif kecil dalam pasar, perusahaan yang berada dalam pasar tersebut menghasilkan produk yang homogen, setiap penjual dan pembeli mempunyai informasi yang sama dan adanya kemudahan untuk memasuki dan meninggalkan pasar (Baye, 2010). Banyaknya penjual dalam pasar tersebut menyebabkan tidak ada satu pun perusahaan yang dapat mempengaruhi harga. Pada pasar persaingan sempurna, harga ditentukan oleh interaksi antara penjual dan pembeli di dalam pasar. Setiap perusahaan harus menetapkan harga pada harga pasar karena jika harga berada di atas harga pasar maka konsumen akan membeli dari perusahaan lain yang menetapkan harga lebih rendah sehingga dalam pasar persaingan sempurna, setiap perusahaan merupakan price taker. Pasar monopoli merupakan struktur pasar yang sangat berlawanan dengan pasar persaingan sempurna, dimana pada pasar ini hanya terdapat satu perusahaan yang merupakan penjual tunggal. Kondisi ini menyebabkan perusahaan mempunyai kekuatan pasar yang lebih besar dibandingkan ketika terdapat perusahaan lain yang ikut berkompetisi dalam pasar. Dalam stuktur pasar ini, perusahaan merupakan price taker dimana kurva permintaan yang dihadapi oleh perusahaan merupakan permintaan pasar. Dalam kenyataan, pasar pada umumnya mempunyai struktur diantara pasar persaingan sempurna dan pasar monopoli, yaitu persaingan monopolistik dan oligopoli. Pada pasar persaingan monopolistik terdapat banyak penjual dan pembeli sebagaimana pasar persaingan sempurna, tetapi masing-masing perusahaan menghasilkan produk yang mempunyai sedikit perbedaan dari perusahaan lain. Perusahaan pada pasar persaingan monopolistik mempunyai kekuatan untuk mengontrol harga, tetapi ketika perusahaan menaikkan harga akan ada sebagian konsumen yang beralih kepada produk dari perusahaan lain. Pasar oligopoli dicirikan oleh adanya sejumlah kecil perusahaan besar yang menguasai pasar. Tidak terdapat batasan pasti berapa jumlah perusahaan dalam pasar yang dikategorikan pasar oligopoli, namun menurut Baye (2010) pada umumnya terdapat 2-10 perusahaan dalam pasar oligopoli. Produk yang dihasilkan oleh setiap perusahaan dapat berupa produk yang sejenis sebagaimana

37 pasar persaingan sempurna, atau produk yang terdiferensiasi sebagaimana pada pasar persaingan monopolistik. Dalam pasar oligopoli, strategi pemasaran yang diterapkan setiap perusahaan tidak hanya berdampak pada profit perusahaan tersebut, tetapi juga mempengaruhi profit perusahaan lain dalam pasar sehingga dalam pasar terdapat saling pengaruh antar perusahaan. Keputusan suatu perusahaan untuk menaikkan atau menurunkan harga produknya harus mempertimbangkan respon perusahaan lain terhadap perubahan harga tersebut agar menghasilkan keputusan yang optimal. 3.5 Market Power Market power adalah kemampuan yang dimanfaatkan salah satu pihak dalam pasar untuk mempengaruhi pasar dan perilaku pasar dalam bentuk kemampuan untuk mempengaruhi harga atau mengontrol permintaan, aliran barang, kualitas, fungsi pemasaran dan perilaku perusahaan lain dalam pasar. Market power adalah salah satu karakteristik dari pasar yang tidak terlihat secara fisik namun dapat dirasakan. Keberadaannya tidak dapat diamati secara langsung sehingga tidak benar-benar dapat diukur secara presisi. Market power muncul dari proses pemasaran, seperti dari kontrak pembelian dan perilaku perusahaan. Menurut Kohls & Uhl (2002), beberapa faktor yang dapat menyebabkan munculnya market power adalah : 1. Ukuran, jumlah dan konsentrasi perusahaan dalam pasar. Semakin besar ukuran suatu perusahaan pada umumnya relatif mempunyai kekuatan pasar yang semakin besar dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan besar dalam pasar yang terkonsentrasi akan mempersempit peluang perusahaan lain dalam proses tawar menawar dengan perusahaan tersebut. 2. Kontrol terhadap suplai barang. Faktor ini merupakan faktor utama munculnya market power yang dimiliki oleh pihak dalam pasar yang secara efektif dapat mengontrol jumlah barang yang akan diproduksi dan yang akan ditawarkan ke pasar 3. Informasi yang tidak seimbang.

38 Informasi merupakan kekuatan yang dapat digunakan untuk memperoleh manfaat dalam situasi pasar tertentu. Perusahaan yang mempunyai informasi terbanyak akan mempunyai kekuatan yang lebih besar dalam pasar. 4. Diferensiasi produk. Perusahaan dengan produk terdiferensiasi dapat mengatur permintaan menjadi lebih menguntungkan dibandingkan perusahaan yang menghasilkan produk yang homogen. 5. Kekuatan finansial. Perusahaan yang memiliki kemampuan finansial yang besar mempunyai kemampuan untuk bertahan dalam kompetisi dibandingkan perusahaan yang lebih lemah. 3.6 Kerangka Pemikiran Penelitian Sistem perdagangan yang terbuka mendorong terjadinya integrasi pasar dunia dengan pasar domestik. Dampak dari pasar CPO internasional dan domestik yang terintegrasi akan menyebabkan fluktuasi harga CPO di tingkat dunia akan ditransmisikan ke harga CPO domestik yang akhirnya akan berdampak terhadap fluktuasi harga minyak goreng domestik. Dalam rangka stabilisasi harga minyak goreng, pemerintah memandang perlunya upaya untuk menjaga agar fluktuasi harga di tingkat dunia tidak menimbulkan dampak yang terlalu besar terhadap harga CPO domestik melalui kebijakan penetapan pajak ekspor minyak sawit dan produk turunannya. Penetapan pajak ekspor CPO merupakan intervensi pemerintah yang akan menyebabkan perubahan transfer cost antara Indonesia sebagai negara pengekspor dengan negara importir yang pada akhirnya akan mempengaruhi integrasi pasar dunia dengan pasar domestik. Harga CPO dan minyak goreng dibentuk oleh keseimbangan permintaan dan penawaran pada masing-masing pasar. Meskipun merupakan dua fungsi harga yang berbeda, namun dalam jangka panjang dapat terbentuk keseimbangan antara harga kedua komoditas tersebut. Jika hal ini berlangsung maka pasar CPO dan minyak goreng menjadi terintegrasi sehingga perubahan harga CPO akan ditransmisikan kepada harga minyak goreng sawit pada pasar minyak goreng

39 domestik. Jika integrasi berlangsung sempurna maka informasi harga akan ditransmisikan antara kedua pasar, sebaliknya integrasi yang tidak berlangsung sempurna akan menyebabkan distorsi informasi sehingga perubahan harga CPO tidak sepenuhnya ditransmisikan ke harga minyak goreng. Integrasi yang tidak sempurna dapat mengakibatkan pengambilan keputusan yang keliru oleh pelaku pasar minyak goreng. Struktur industri kelapa sawit di Indonesia menunjukkan adanya konsentrasi dimana terdapat sejumlah kecil perusahaan yang menguasai lebih dari 50% areal kelapa sawit di Indonesia. Di samping itu, karakteristik industri kelapa sawit di Indonesia adalah adanya integrasi vertikal yang kuat antara prosesor CPO dengan pengolahan minyak goreng sawit. Integrasi vertikal yang dilakukan sebagian besar industri minyak goreng sawit menyebabkan industri minyak goreng tidak hanya menggunakan informasi harga CPO domestik dalam menentukan harga minyak goreng, namun juga harga CPO internasional. Kedua faktor tersebut dapat mendorong munculnya market power pada industri minyak goreng sawit yang dapat mempengaruhi efisiensi pasar. Salah satu indikasi adanya market power adalah timbulnya transmisi harga asimetris, yaitu jika industri minyak goreng memberikan respon yang berbeda antara ketika harga CPO mengalami kenaikan dan ketika harga CPO turun. Salah satu indikasi integrasi yang tidak sempurna adalah terjadinya transmisi harga asimetris (Asymmetric Price Transmission/APT). APT terjadi jika harga minyak goreng merespon secara berbeda antara ketika terjadi kenaikan harga CPO dan ketika terjadi penurunan harga CPO. Jika harga minyak goreng merespon kenaikan harga lebih cepat atau dengan magnitude yang lebih besar dibandingkan ketika terjadi penurunan harga CPO maka hal ini akan merugikan konsumen. Keberadaan APT juga akan mengindikasikan adanya market power yang dimanfaatkan salah satu pelaku pasar. Secara spasial, harga minyak goreng di Indonesia menunjukkan adanya disparitas antar wilayah. Hal ini merupakan konsekuensi dari biaya transportasi yang dibutuhkan dalam distribusi minyak goreng dari wilayah produsen ke wilayah konsumen. Jika pasar minyak goreng antar wilayah terintegrasi secara spasial, maka perbedaan harga antar wilayah hanya merupakan representasi dari

40 biaya transfer tersebut (biaya bongkar muat dan biaya angkut) sebagaimana law of one price. Sebaliknya jika integrasi tidak berjalan sempurna, perbedaan harga antar wilayah menjadi lebih besar akibat adanya biaya lain seperti adanya adjustment cost. Integrasi yang tidak sempurna dapat menggambarkan pasar yang belum berjalan efisien, yang menyebabkan surplus konsumen dapat berkurang. Transmisi harga spasial yang berlangsung antara pasar acuan dengan pasar lokal dapat menggambarkan efisiensi dalam pemasaran minyak goreng antar wilayah. Berdasarkan uraian diatas, alur pemikiran penelitian ini digambarkan pada Gambar 13 berikut : Konsentrasi Industri Kelapa Integrasi Vertikal d i Penerapan Pajak Ekspor CPO Harga CPO Internasional Harga CPO Domestik Harga Minyak Goreng Domestik Integrasi Spasial Integrasi Vertikal CPO- Minyak Goreng Regulasi Distribusi Minyak Goreng Harga Minyak Goreng di Wilayah Produsen Harga Minyak Goreng di Wilayah Konsumen Integrasi Spasial Minyak Goreng : Arah transmisi harga Gambar 13 Kerangka Pemikiran Penelitian