BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS. pengetahuan tidak selalu ilmu. Pengetahuan memberikan kewenangan (authority

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Karena itu dari pengalaman dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Masa pubertas merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi remaja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan baik fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja (pubertas) merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa

BAB I PENDAHULUAN. paling sering menyebabkan wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai

BAB I PENDAHULUAN. terutama pada remaja putri yang nantinya akan menjadi seorang wanita yang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mengalami menstruasi atau haid. Menstruasi merupakan bagian dari proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT DISMENOREA DENGAN PENGGUNAAN ANALGETIK PADA SISWA SMPN 4 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN. Nurhidayati 1*)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses belajar untuk. membentuk kebiasaan hidup sehat (Mubarak, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dismenore didefinisikan sebagai nyeri perut bagian bawah ketika menstruasi.

BAB I PENDAHULUAN. Dismenore primer merupakan nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada

BAB I PENDAHULUAN. Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis

Hubungan kelebihan berat badan dengan dysmenorrhea primer pada mahasiswi Fakultas Kedokteran UNS

BAB I PENDAHULUAN dan 2000, kelompok umur tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta

BAB I PENDAHULUAN. produksi zat prostaglandin (Andriyani, 2013). Disminore diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Menstruasi merupakan perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orangorang

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu. Meskipun menstruasi adalah proses fisiologis, namun banyak perempuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa-masa yang akan dilalui dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian

BAB VI PEMBAHASAN. A. Pembahasan Univariat 1) Kejadian Dismenore Responden. yang tidak mengalami dismenore sebanyak 55 orang (55%).

PENGARUH DISMENORE TERHADAP AKTIVITAS PADA SISWI SMK BATIK 1 SURAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

STUDI EFEKTIVITAS LEAFLET TERHADAP SKOR PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DISMENOREA DI SMP KRISTEN 01 PURWOKERTO KABUPATEN BANYUMAS.

Menurut Manuaba (2010), terdapat beberapa teori pada dismenorea primer, yaitu: a) Obstruksi Servikal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DISMENOREA TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 1 MUARA KABUPATENTAPANULI UTARA TAHUN 2015

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA ( TAHUN ) TENTANG DYSMENORRHEA DI SMPN 29 KOTA BANDUNG

Daftar Pustaka : 21 ( ) Kata kunci: Dismenore, Intensitas dismenore, Senam dismenore

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan, yang disebabkan oleh berbagai keadaan atau peristiwa yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak. menuju masa dewasa. Banyak perubahan-perubahan yang terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja pada umumnya didefinisikan sebagai orang-orang yang mengalami

TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa pendapat tentang pengertian disminorhoe, antara lain: pertama dari masa haid. menjelang atau selama menstruasi

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir 90% wanita mengalami dismenore, dan 10-15% diantaranya

SATUAN ACARA PENGAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. waktu menjelang atau selama menstruasi. Sebagian wanita memerlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya nyeri saat haid atau dysmenorrhea dan disebut juga menstrual

BAB I PENDAHULUAN. Dismenore merupakan suatu gejala rasa sakit atau rasa tidak enak. diperut bagian bawah pada masa menstruasi sampai dapat menggangu

BAB I PENDAHULUAN. remaja yaitu perubahan perubahan yang sangat nyata dan cepat. Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dismenore adalah nyeri sewaktu haid. Dismenore atau nyeri haid biasanya

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DALAM MENGHADAPI DYSMENORRHEA PADA SISWI KELAS XI SMA NEGERI 3 SLAWI

BAB II TINJAUAN TEORI

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN. vagina. Terjadi setiap bulan kecuali bila terjadi kehamilan. Siklus menstruasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa. tidak adanya pembuahan (Andriyani, 2013).

2015 PERBED AAN TINGKAT D ISMENORE PAD A AKTIVITAS RINGAN, SED ANG, D AN BERAT ATLET WANITA KBB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah 28±7 hari, dengan lama menstruasi 4±2 hari. Jumlah darah yang keluar

EFEKTIFITAS SENAM DISMENORE DALAM MENGURANGI DISMENEORE PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN KARAWANG TAHUN 2013

PENGARUH DISMENOREA PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. 50% perempuan disetiap dunia mengalaminya. Dari hasil penelitian, di

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri haid atau dismenore merupakan keluhan yang sering dialami wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Haid adalah perdarahan dari kemaluan yang terjadi pada seorang wanita yang

Gangguan Hormon Pada wanita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

PENGARUH SENAM DISMENORE TERHADAP PENURUNAN DISMENORE PADA REMAJA PUTRI DI DESA SIDOHARJO KECAMATAN PATI

BAB II TINJAUAN TEORITIS. dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. perubahan biologis dan psikologis yang pesat dari masa kanak-kanak ke masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MAHASISWI KEPERAWATAN SI DALAM MENGATASI DISMENORE

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. menjadi lansia, yang masing-masing mempunyai kekhususan (Noorkasiani,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sakit (illness) merupakan keluhan (bersifat subyektif) yang dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum dan selama menstruasi bahkan disertai sensasi mual. 1 Dalam istilah

Kontrasepsi Hormonal (PIL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia yang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dismenore 2.1.1 Definisi Dismenore Dismenore berasal dari bahasa Yunani yaitu dys yang berarti sulit atau menyakitkan atau tidak normal. Meno berarti bulan dan rrhea yang berarti aliran. Sehingga dismenore didefinisikan sebagai aliran menstruasi yang sulit atau nyeri haid (Calis, 2011). Dismenore adalah rasa nyeri selama menstruasi yang ditandai dengan rasa kram di perut bawah (Simanjuntak, 2008). Dismenore adalah sakit saat menstruasi sampai dapat mengganggu aktivitas sehari-hari (Manuaba, 2001). Dismenorea didefinisikan sebagai nyeri haid yang sedemikian hebatnya sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari (Okparasta, 2003). 2.1.2 Epidemiologi Dismenore Dismenorea dapat dialami lebih dari setengah wanita yang sedang menstruasi, dan prevalensinya sangat bervariasi. Berdasarkan data dari berbagai negara, angka kejadian dismenorea di dunia cukup tinggi. Diperkirakan 50% dari seluruh wanita di dunia menderita dismenorea dalam sebuah siklus menstruasi (Calis, 2011). Pasien melaporkan nyeri saat haid, dimana sebanyak 12% nyeri haid sudah parah, 37% nyeri haid sedang, dan 49% nyeri haid masih ringan (Calis, 2011). Di Amerika Serikat diperkirakan hampir 90% wanita mengalami dismenorea dan 10-15% diantaranya mengalami dismenorea berat,yang menyebabkan mereka tidak mampu melakukan kegiatan apapun dan ini akan menurunkan kualitas hidup pada individu masing-masing. Bahkan di perkirakan para perempuan di Amerika kehilangan 1,7 juta hari kerja setiap bulan akibat dismenorea(calis, 2011). Di Pakistan diperkirakan 57% pelajar yang mengalami dismenore mempunyai efek terhadap pekerjaan mereka (Tariq, 2009).

Di Indonesia angka kejadian dismenorea primer sebesar 54,89% sedangkan sisanya adalah penderita tipe sekunder. Dismenorea menyebabkan 14% dari pasien remaja sering tidak hadir di sekolah dan tidak menjalani kegiatan sehari-hari (Calis, 2011). 2.1.3 Klasifikasi Dismenore Dismenore diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : 1. Dismenore primer Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan alat-alat genital yang nyata (Simanjuntak, 2008). Dismenore primer ini tidak berhubungan dengan penyebab fisik yang nyata (Morgan, 2009). Dismenore primer biasanya terjadi 6 bulan sampai 12 bulan setelah menars (Holder, 2011). Oleh karena itu, siklus haid pada bulan pertama setelah menars umumnya berjenis anovulatoar (tidak disertai dengan pengeluaran ovum) yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam (Simanjuntak, 2008). Biasanya 8-72 jam (Holder, 2011). Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha Simanjuntak, 2008). Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya (Polat, 2009). 2. Dismenore sekunder Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang dijumpai dengan adanya kelainan pada alat-alat genital yang nyata (Simanjuntak, 2008). Dismenore sekunder terjadi akibat berbagai kondisi patologis seperti endometriosis, salfingitis, adenomiosis uteri, dan lain-lain (Schwart, 2005). Dismenore sekunder sering terjadi pada usia >30 tahun, dimana rasa nyeri semakin bertambah seiring bertambahnya umur dan memburuk seiring dengan waktu (Benson, 2009). Karakteristik nyeri berbedabeda pada setiap siklus haid dimana nyeri haid terjadi dengan kelainan patologis panggul (Simanjuntak, 2008).

Dismenore diklasifikasikan juda secara klinis,yaitu : 1) Ringan Berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan kerja sehari-hari 2) Sedang Diperlukan obat penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya 3) Berat Perlu istirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, diare, dan rasa tertekan (Manuaba, 2001). 2.1.4 Etiologi dismenore Banyak teori telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab dismenore primer, tetapi patofisiologinya belum jelas dimengerti. Rupanya beberapa faktor memegang peranan sebagai penyebab dismenore primer, antara lain: a. Faktor kejiwaan : pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dismenore (Abedian, 2011). b. Faktor konstitusi : faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor tersebut di atas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenore. c. Faktor obstruksi kanalis servikalis : salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenore primer ialah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus dalam hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai sebagai faktor yang penting sebagai penyebab dismenore. Banyak wanita menderita dismenore tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi. Sebaliknya terdapat banyak wanita tanpa keluhan dismenore, walaupun ada stenosis servikalis da uterus terletak dalam hiperantefleksi atau hiperretrofleksi. Mioma submukosum bertangkai atau polip endometrium dapat menyebabkan dismenore karena otot-otot uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk mengeluarkan kelainan tersebut.

d. Faktor endokrin, pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan soal tonus dan kontraktilitas otot usus. Novak dan Reynolds yang melakukan penelitian pada uterus kelinci berkesimpulan bahwa hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus, sedangkan hormon progesteron menghambat atau mencegahnya. Tetapi, teori ini tidak dapat menerangkan fakta mengapa tidak timbul rasa nyeri pada perdarahan disfungsional anovulatoar, yang biasanya bersamaan dengan kadar estrogen yang berlebihan tanpa adanya progesteron. e. Faktor alergi, teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara dismenore dengan urtikaria, migraine atau asma bronkhiale. Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid (Simanjuntak, 2008). Penyebab dari dismenore sekunder biasanya disebabkan oleh kelainan-kelainan organik, misalnya : a. Rahim kurang sempurna karena ukurannya terlalu kecil b. Posisi rahim yang tidak normal c. Adanya tumor dalam rongga rahim, misalnya myoma uteri d. Adanya tumor dalam rongga panggul, terutama tumor fibroid, yang letaknya dekat permukaan selaput lendir rahim, adanya selaput lendir rahim di tempat lain (Endometriosis), bisa ditemukan di dalam selaput usus, di jaringan payudara atau di tempat lain. Pada waktu haid, jaringan selaput lendir yang di luar rahim juga seperti ikut terlepas dan berdarah seperti jaringan aslinya di dalam rahim. e. Penyakit-penyakit tubuh lain seperti tuberkulosa, kurang darah (anemia), buang air besar kurang lancar (constipation), postur tubuh yang terlalu kurus (Yatim, 2001). 2.1.5 Patofisiologi Dismenore biasanya terjadi akibat pelepasan berlebihan prostaglandin tertentu, prostaglandin-f2 α, dari sel-sel endomerium uterus. Prostaglandin-F2 α adalah

suatu perangsang kuat kontraksi otot polos miometrium dan konstriksi pembuluh darah uterus. Hal ini memperparah hipoksia uterus yang secara normal terjadi pada haid, sehingga timbul rasa nyeri hebat (Corwin, 2009). 2.1.6 Diagnosis dismenore 2.1.6.1 Diagnosis Dismenore primer Pada gadis perawan yang mengalami nyeri kram ringan cukup dilakukan pemeriksaan menyeluruh serta pemeriksaan genitalia untuk menyingkirkan kelainan duktus Mülleri obstruktif. Pada pasien yang lebih tua,terutama yang mengalami dismenore berat, sebaliknya dilakukan pemeriksaan pelvis menyeluruh (Schwartz, 2005). 2.1.6.2 Diagnosis Dismenore sekunder 1. Ultrasonografi : untuk mencari tahu apakah terdapat kelainan dalam anatomi rahim, misalnya posisi, ukuran, dan luas ruangan dalam rahim 2. Histerosalphingografi : untuk mencari tahu apakah terdapat kelainan dalam rongga rahim, seperti polypendometrium, myoma submukcosa, atau adenomyosis 3. Histerokopi : untuk membuat gambar dalam rongga rahim, seperti polyp atau tumor lain. 4. Laparoskopi : untuk melihat kemungkinan adanya endometriosis, dan penyakit-penyakit laindalam rongga panggul (Yatim, 2001).

2.1.7 Tatalaksana dismenore 2.1.7.1 Farmakologi a) Pemberian obat analgesik Dewasa ini banyak beredar obat-obat analgesik yang dapat diberikan sebagai terapi simtomatik. Jika rasa nyerinya berat, diperlukan istirahat di tempat tidur dan kompres panas pada perut bawah untuk mengurangi penderitaan. Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin, dan kafein. Obat-obat paten yang beredar di pasaran adalah novalgin, ponstan, acetaminopen, dan sebagainya (Simanjuntak, 2008). b) Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) NSAID menghambat sintesis prostaglandin dan memperbaiki gejala pada 80% kasus (Kabirian, 2011). Nasihatkan wanita untuk mengonsumsinya pada saat atau sesaat sebelum awitan nyeri 3 kali/hari pada hari pertama hingga ketiga (Sinclair, 2009). C) Terapi hormonal Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi. Tindakan ini bersifat sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa gangguan benar-benar dismenore primer, atau untuk memungkinkan penderita melaksanakan pekerjaan penting pada waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini dapat dicapai dengan pemberian salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi (Simanjuntak, 2008). Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya ovulasi dan menurunkan produksi prostaglandin karena atrofi endometrium desidual (Martinus, 2010). 2.1.7.2 Nonfarmakologi a) Penerangan dan nasihat Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dismenore adalah gangguan yang tidak berbahaya bagi kesehatan. Hendaknya diadakan penjelasan dan diskusi mengenai cara hidup, pekerjaan, kegiatan, dan lingkungan penderita. Kemungkinan salah informasi mengenai haid atau adanya tabu atau takhyul mengenai haid perlu dibicarakan. nasihat-nasihat mengenai makanan sehat,

istirahat yang cukup, dan olahraga mungkin berguna. Kadang-kadang diperlukan psikoterapi (Simanjuntak, 2008). Olahraga dapat mengurangi rasa nyeri oleh karena terkontrolnya emosional seperi suasana hati dan tekanan (Lafebvre, 2005) 2.2 Pengetahuan Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal dari kata tahu yang berarti: mengerti sesudah (melihat, mengalami). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2005). Menurut Bloom, pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, antara lain : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya dan merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan (menyimpulkan) secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara banar. 3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya), misalnya ; rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 2.3 Sikap Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, sikap adalah suatu perbuatan yang berdasarkan pada pendirian. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni 1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespons (responding), dimana memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2005).