BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Usaha Baju Sisa Import Awul-awul Berkembangnya gaya fashion di negara kita, memang tidak dapat dihindari lagi. Dari model terkenal, artis ibukota hingga pejabat serta kaum jelata pun masih menjadikan fashion sebagai salah satu hal penting dalam kehidupannya. Mulai dari produk fashion yang memiliki brand besar dengan harga fantastis, produk brand Cina atau produk lokal yang murah, hingga produk barang bekas import pun mampu menjadi peluang besar di dunia bisnis fashion. Masuknya sandang sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia, tak lepas pula dengan perkembangan fashion yang ada. Bermula dari kebutuhan saja, kini kebutuhan fashion telah beralih fungsi sebagai keinginan manusia. Jadi saat ini banyak orang membeli baju atau pakaian juga dipengaruhi rasa ingin yang sering muncul seiring dengan perubahan musim model yang ada. Hal ini pula yang menjadi dasar pertimbangan awal para pelaku bisnis pakaian import, untuk membuka usaha tersebut. Tidak semua orang mampu untuk membeli baju atau pakaian yang memiliki brand terkenal dengan harga mahal. Usaha baju import menjadi salah satu solusi bagi semua orang yang ingin tetap fashionable dengan barang bekas import yang rata-rata dijual dengan harga yang relatif murah. Rata-rata peminat baju import adalah para remaja yang senang berburu produk brand luar negeri dengan harga murah. Selain itu banyak konsumen dari kalangan menengah ke bawah yang mencari busana yang lebih murah dari harga yang ada di toko baju baru.
4.1.1 Sejarah Usaha Baju Sisa Import Awul-Awul Di Salatiga sendiri sekarang ini banyak bermunculan pedagang baju sisa import awul-awul semakin banyak, yang awalnya hanya ada di Pasar Raya II kini muncul lagi beberapa kios seperti di Tingkir, Mrican, Soka (depan terminal lama), dan Blotongan (batas kota Salatiga). Para pedagang merupakan saudara sekampung di Dumai, Riau yang kemudian merantau ke Jawa (2002) berdagang baju sisa import. Sebelum masuk ke Jawa Tengah mereka memulai di Jakarta (1990) di Pasar Senin dilanjut daerah Bandung (1992) kemudian baru memasuki area Jawa Tengah. 4.1 Gambar suasana tempat penjualan pakaian sisa impor Awul- Awul di depan Terminal Lama, Soka Blotongan. Sumber : Data Primer, 2012 Feri Ramadhani (39 tahun) sebagai pemilik usaha penjualan Baju Sisa Import di depan Terminal lama Soka, Salatiga ini sudah lama menggeluti bidang usaha ini. Awal mulanya ia berjualan di Magelang, kemudian pindah ke Salatiga di Mrican kemudian sekarang membuka kios sendiri yang sekarang ditempati ini. Uda Feri begitu sering ia dipanggil berasal dari Riau, sudah hampir 2 tahun ia membuka lapak dan sekarang memiliki + 7 pegawai yang berasal dari Madiun dan ada beberapa yang masih memiliki hubungan kekerabatan. 1 Usaha penjualan baju sisa import semacam ini merupakan sebuah tradisi turun-temurun dari tanah asal yaitu Riau. Rata-rata orang yang berjualan baju sisa 1 Hasil wawancara pada tanggal 26 Juni 2012 pukul 18.30 2 Hasil wawancara pada tanggal 26 Juni 2012 pukul 18.30
import di Salatiga, masih memiliki hubungan darah karena mereka juga berasal dari satu kampung halaman. 4.1.2 Mekanisme Barang Dagangan Baju Sisa Import Para pedagang mendapatkan barang dari distributor di Bandung yang sebenarnya berasal dari Riau karena memang dekat dengan pelabuhan dan merupakan distributor utama. Jadi dari situ mendapat kemudahan dalam pengiriman barang yang berwujud bal / karung besar yang berisikan pakaian sisa import. Barang yang banyak dijual oleh para pedagang di Salatiga merupakan barang import dari Korea, Jepang, Singapore dengan alasan harga belinya relatif terjangkau. Harga setiap karung besarnya berbeda bergantung pada jenis barang yang dipesan, misalnya secara standar semua barang harga belinya berkisar Rp. 3.000.000 Rp. 16.000.000 per-karung-nya (berdasar kualitas barang, walaupun tidak semuanya berisikan barang bagus). 2 barang-barang dagangan ini kami dapet dari suplier yang langsung diantar ke tempat kami berjualan, prosesnya pun biasanya kami meminta barang sesuai dengan kelasnya (kelas 1, kelas 2, kelas 3). Barang datang dalam kondisi karungan (bal), setelah itu kami sortir sendiri... (Feri Ramadhani), Pedagang Awul-awul, 2 Juni 2012, Salatiga) Setelah barang dibeli dari distributor kemudian para pedagang memilah isi barang disesuaikan dengan kondisi karena ada barang yang benar-benar bagus (masih ber-label) dengan barang yang kualitas sedang dan jelek. Peletakan barang atau men-display barang pun berbeda dan berpengaruh pada harga jual, misalnya untuk barang dengan kualitas bagus (super) berada di atas dengan harga jual mulai dari Rp. 20.000 Rp 100.000, barang berkualitas sedang berada di bawah dengan harga jual Rp. 15.000 50.000, sedangkan barang berkualitas rendah (terdapat cacat) harga jual Rp. 5.000 Rp. 20.000. Tetapi tidak berlaku untuk jaket kulit karena per-potong untuk sebuah jaket kulit mulai Rp. 2
100.000 Rp. 400.000, tergantung pada kondisi barang. Untuk barang yang cacat/sobek biasanya diletakkan di tumpukan meja besar dan dijual obral dari harga Rp. 5.000,- sampai Rp. 20.000,- dan obralan itu merupakan salah satu strategi untuk menarik pelanggan. Tidaklah semua barang-barang yang dijual laku semua, salah satu cara untuk menghabiskan barang dagangan tersebut adalah dengan meng-obral atau menjualnya kembali di pasar malam yang diadakan setiap daerah, tentunya dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan di toko atau tempat mereka berjualan. Jenis barang yang dijual pun beragam, seperti kaos, kemeja, blazer, jaket, tas, gorden, bed cover dengan kualitas yang tidak kalah jauh dengan produk baru yang dijual di toko pada umumnya. Kita bisa mendapatkan barang bagus dan berkualitas asalkan kita teliti dan pandai memilih barang yang kita inginkan 4.2 Karakteristik Konsumen Pakaian Awul-awul Jual beli baju impor' atau 'baju bekas' tumbuh subur di daerah sub-urban perkotaan, karena karakter konsumennya yang ingin tampil serba branded dengan biaya yang ekonomis. Para konsumen pun seringkali rela berdesak-desakkan, untuk mencari baju atau aksesoris yang mereka inginkan di tempat tersebut. Di Salatiga sendiri, kemunculan pasar pakaian import ini tidak berjalan merata. Pasar baju bekas di Jakarta, Bandung dan Jogja, lebih dulu muncul daripada di Salatiga. Toko baju bekas di sini lazim disebut dengan toko 'baju impor', karena memang baju-baju bekas itu asalnya dibawa dalam karung-karung besar dari pelabuhan. Di Salatiga, para penjual mendapatkan barang-barang tersebut dari Bandung dengan distributor utama di Riau. Dari hasil pengamatan penelitian awal, penulis kemudian berhasil menemukan konsumen-konsumen di Salatiga yang rutin membeli pakaian-pakaian import bekas ini. Peneliti menggunakan 4 informan kunci untuk dijadikan obyek wawancara terkait
dengan upaya disonansi kognitif terhadap informasi-informasi mengenai pakaianpakaian bekas import ini. Peneliti melakukan wawancara ketika mengunjungi tempat-tempat penjualan pakaian-pakaian bekas yang ada di Salatiga. Kota Salatiga, di kalangan pemakai pakaian bekas memang cukup terkenal karena memiliki beberapa gerai penjualan pakaian bekas import. Bahkan penulis juga menemukan beberapa di antara pembeli berasal dari luar kota Salatiga, seperti Semarang, Boyolali, Solo dan sebagainya. Maraknya penjualan pakaian bekas import ini tidak lepas dari tingginya permintaan konsumen yang hampir setiap hari memenuhi tempat penjualan pakaian bekas import tersebut. Beberapa pedagang mengaku sering mendapat permintaan yang cukup banyak serta bermacam-macam dari konsumen, sehingga menuntut mereka untuk terus memenuhi stok dagangannya. Konsumen yang datang ke pedagang awul-awul di Salatiga tidak hanya berasal dari dalam kota saja, dari hasil wawancara penulis dengan beberapa konsumen, ada yang berasal dari kabupaten Semarang, Kabupaten Boyolali bahkan dari beberapa kota seperti Semarang. Selain itu, konsumen pakaian bekas ini terdiri dari remaja hingga orang tua dari segala lapisan sosial ekonomi. Kebanyakan diantara mereka tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi saja namun juga aspek mode karena apabila sedang beruntung. Mereka akan menemukan pakaian dengan merk terkenal dan model serta kondisinya masih bagus. Rata rata peminat baju sisa import adalah para remaja yang senang berburu produk brand luar negeri dengan harga murah. Selain itu banyak konsumen dari kalangan menengah ke bawah yang mencari busana yang lebih murah dari harga yang ada di toko baju baru. Pakaian sisa import merupakan satu fenomena yang cukup menarik karena saat ini berdasarkan pengamatan peneliti di kota Salatiga, hampir setiap hari di tempat
penjual awul-awul ini dipadati oleh para pengunjung yang ingin membeli pakaian bekas tersebut. Hadirnya beberapa pedagang awul-awul yang menjamur di Kota ini, membuat Salatiga menjadi pusat penjualan awul-awul karena sekarang ini semakin bertambah. 4.3 Profil Informan Konsumen Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada 4 informan yang benarbenar mau menjawab pertanyaan secara terbuka. Informan penelitiannya adalah sebagai berikut. 4.3.1 Informan Pertama Informan pertama bernama Ovie berusia 19 tahun, berasal dari Makasar, Sulawesi Selatan yang merupakan seorang mahasiswa fakultas Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Solo. Berdasarkan hasil observasi, Ovie sudah menggeluti dunia Baju Sisa Import Awul-awul sejak kelas 2 SMA. Menurut pengalamannya, ini merupakan pertama kalinya ia berbelanja di Salatiga karena sebelumnya ia kesulitan untuk menemukan tempat penjualan Baju Sisa import di Solo dan biasanya ia lebih sering pergi ke Yogyakarta, di mana memang terdapat banyak toko penjualan Baju Sisa Import. 4.3.2 Informan Kedua Informan kedua bernama Koko Haryono berusia 27 tahun berasal dari Salatiga, merupakan pegawai swasta di Kendal dan ia mempunyai profesi sampingan sebagai rapper yang identik dengan pakaian model besar atau longgar. Dari situlah ia gemar membeli dan memakai baju Sisa Import Awul-Awul yang bisa dibilang merupakan kebutuhan wajibnya sebagai rapper yang lekat dengan baju ber-merk di kalangan teman se-profesinya, seperti merk Dicckies, Roca Wear, Academic. Ia menggemari hal tersebut sejak SMP. Di sisi lain kakaknya merupakan salah satu
penjual Baju Sisa Import Awul-Awul jadi memudahkan dia untuk mendapatkan akses barang-barang ber-merk. 4.3.3 Profil Informan Ketiga Informan ketiga bernama Putri Riski berusia 24 tahun berasal dari Salatiga. Sudah sejak SMA dia gemar membeli dan menggunakan Baju Sisa Import Awul- Awul. Ia merupakan penggila fashion atau pengikut mode tetapi dengan asumsi menurutnya bahwa tampil stylist/fashionable tidak perlu mahal. Menurut pengalamannya, ia selalu mencoba mendatangi tiap penjual baju Sisa Import Awul-Awul di Salatiga, dari semua tempat yang paling sering ia datangi adalah di depan Terminal Lama Salatiga karena memang di situ merupakan tempat penjualan paling luas dan besar. Selain tempat paling luas, barang-barangnya pun juga paling lengkap di antara yang lain maka dari itu ia menjadi pelanggan tetap. 4.3.4 Profil Informan Keempat Informan keempat bernama Putut Setyoko berusia 22 tahun berasal dari Ampel. Awal ia menyukai dan mulai membeli barang sisa impor awul-awul ketika ia duduk dibangku SLTP. Bermula dari ajakan ibunya yang awalnya ia hanya melihat lihat saja kemudian ia membeli dan menjadi ketagihan sampai sekarang. Dari semua baju yang dimilikinya, sebagian besar merupakan baju sisa impor awul-awul. Pemuda bergaya rock n roll ini mengakui style yang ada pada dirinya sekarang ini terilhami oleh band luar yaitu Gun n Roses.