BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Beberapa Ahli. memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai positif dengan

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007:17) menjelaskan bahwa belajar

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antara individual dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Peningkatan Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif, Team Assisted Individualization

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan dimana para siswa (peserta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 02/Tahun XVIII/November 2014

BAB I PENDAHULUAN. agar memiliki kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan sikap terbuka. melahirkan generasi-generasi bangsa yang berintelektual.

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN COOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI KARYA SASTRA. Hesti Setya Harini*

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TGT PADA STANDAR KOMPETENSI PERBAIKAN SISTEM PENGAPIAN SISWA KELAS XI TKR 3 SMK NEGERI 6 PURWOREJO TAHUN AJARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

TINJAUAN PUSTAKA. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar, diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. proses yang disebut proses belajar-mengajar yang berlangsung dalam situasi belajarmengajar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa memahami konsep-konsep yang sulit dalam pemecahan masalah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

Oleh. Sarlin K. Dai Meyko Panigoro La Ode Rasuli Pendidikan Ekonomi

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dalam kehidupan manusia yang. memberikan bekal untuk menjalani kehidupan dan untuk menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. seseorang dengan lingkungan. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Make A Match 1

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. SD Negeri Tlahap terletak di Desa Tlahap Kecamatan Kledung Kabupaten

BAB II KAJIAN TEORETIS. pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa yang melakukan kegitan belajar. Keberhasilan kegiatan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban.

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. siswa

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapat tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya proses pembelajaran di dalam kelas. Pada proses pembelajaran, anak. untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan siswa secara optimal baik secara kognitif, afektif dan. kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika terdiri dari berbagai konsep yang tersusun secara hierarkis, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307).

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan kita ditandai pencapaian academic standard dan

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis Dalam proses mengerjakan latihan-latihan tersebutlah mulai berpikir bagaimana merumuskan masalah, merencanakan penyelesaian, mengkaji langkah-langkah penyelesaian, membuat dugaan bila data yang disajikan kurang lengkap diperlukan sebuah kegiatan berpikir yang disebut berpikir kritis. Apakah sebenarnya berpikir kritis itu? Anak yang mampu berpikir kritis akan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang tepat, menjawab pertanyaan secara orisinil, mengumpulkan berbagai informasi yang dibutuhkan secara efesien dan kreatif. Berpikir kritis sebagai berpikir untuk sampai pada pengetahuan yang tepat, sesuai dan dapat dipercaya mengenai dunia disekitar kita. Menurut Richard Paul (Kowiyah, 2012:176) memberikan definisi bahwa: berpikir kritis adalah model berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja, dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya. Menurut Edward Glaser mendifinisikan bahwa definisi di atas menjelaskan bahwa berpiki rkritis sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan 8

9 penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan simpulan-simpulan lanjutan yang diakibatkannya (Kowiyah, 2012:176-177). Enam Unsur Kecakapan Berpikir Kritis (1) Interpretasi (2) Analisis (3)Evaluasi Berpikir Kritis (4) Simpulan (5) Penjelasan (6)Pengaturan Diri Gambar 2.1 Unsur Kecakapan Berpikir Kritis Berikut adalah penjelasan skema dari keenam kecakapan berpikir kritis utama: (1) Interpretasi, menginterpretasi adalah memahami dan mengekpresikan makna dari berbagai macam pengalaman, situasi, data, penilaian prosedur atau kriteria. Interpretasi mencakup sub kecakapan mengkategorikan, menyampaikan signifikasi dan mengklarifikasi makna; (2) Analisis, menganalisis adalah mengidentifikasi hubungan inferensial dan aktual diantara pertanyaan-pertanyaan, konsep-konsep, deskripsi untuk mengekpresikan kepercayaan, penilaian dan pengalaman, alasan, informasi dan opini. Analisis meliputi pengujian data, pendeteksian argumen, menganalisis argumen sebagai sub kecapakan dari analisis; (3) Evaluasi, berarti menaksir kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi yang merupakan laporan atau deskripsi dari persepsi, pengalaman dan menaksir

10 kekuatan logis dari hubungan inferensial, deskripsi atau bentuk representasi lainnya. Contoh evaluasi adalah membandingkan kekuatan dan kelemahan dari interpretasi alternatif; (4) Simpulan, berarti mengidentifikasi dan memperoleh unsur yang diperlukan untuk membuat kesimpulan-kesimpulan yang masuk akal, membuat dugaan dan hipotesis, mempertimbangkan informasi yang relevan dan menyimpulkan konsekuensi dari data; (5) Penjelasan, berarti mampu menyatakan hasil-hasil dari penalaran seseorang, menjustifikasi penalaran tersebut dari sisi konseptual, metodologis dan konstektual; (6) Pengaturan Diri, berarti secara sadar diri memantau kegiatankegiatan kognitif seseorang, unsur-unsur yang digunakan dalam hasil yang diperoleh, terutama dengan menerapkan kecakapan di dalam analisis dan evaluasi untuk penilaiannya sendiri. Tahapan-tahapan berpikir kritis menurut Achmad (Uzwah, 2009) adalah: 1. Keterampilan menganalisis Keterampilan menganalisis merupakan keterampilan menguraikan sebuah struktur kedalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. 2. Keterampilan mensintesis Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keterampilan menganalisis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut siswa untuk

11 menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaanya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit didalam bacaannya. 3. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut siswa untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Keterampilan ini bertujuan agar siswa mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru. 4. Keterampilan menyimpulkan Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian atau pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian atau pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut siswa agar mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap, sampai kepada suatu struktur baru yaitu sebuah kesimpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara yaitu deduksi dan veluksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.

12 5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai mengharapkan siswa agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu. Dalam taksonomi belajar, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. B. Pembelajaran Sejarah Usman berpendapat bahwa pembelajaran merupakan sebuah proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik, yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mncapai tujuan tertentu (Hamid, 2014: 207). Sudjana 1928 Proses pembelajaran merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran, yang satu sama lainnya saling berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan. Adapun yang termasuk dalam komponen pembelajaran adalah tujuan, bahan, metode, alat, dan penilaian (Hamid, 2014: 207). Pembelajaran merupakan kombinasi yang tersusun atas unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat dilihat dari kebutuhan siswa, mata pelajaran dan guru. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang hendak dicapai, dan dikembangkan dan diapresiasikan. Berdasarkan mata pelajaran yang ada dalam petunjuk

13 kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa, dan guru harus mampu menulis dan memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna, dan dapat terukur (Hamalik, 1999:76). Pembelajaran sejarah sudah dilakukan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Dalam pendidikan dasar dan menengah acuan kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013, dimana dalam kurikulum memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan berbagai kemampuan peserta didik, mengembangkan materi sesuai dengan situasi dan kondisi anak sehingga pembelajaran sejarah lebih konstektual dan bermakna. Selain itu juga membuka dominasi kajian pada sejarah lokal sehingga mampu menerobos batas antara teori dan kenyataan, peserta didik langsung mengenal lingkungan masyarakatnya, mengembangkan pembelajaran aktif dan kreatif serta mendorong keterampilan yang bersifat inkuiri (Waryo, 2011: 3). Robert Douch menyatakan bahwa dalam pembelajaran sejarah, peserta didik dapat melihat langsung kehidupan yang nyata, bukan hanya sekedar mendapatkan materi pembelajaran yang abstrak (Douch, 1967).Untuk mencapai aspirasi ini, pembelajaran sejarah dapat bersumber dari pengalaman kehidupan siswa sehari-hari. Kedekatan emosional siswa dengan lingkungannya merupakan sumber belajar yang berharga bagi terjadinya proses pembelajaran dikelas (Waryo, 2011: 5). Model pengajaran yang tepat untuk pembelajaran sejarah akan menambah semangat generasi muda untuk menggali segala potensi bangsa

14 dan negara sehingga muncul kebanggan terhadap bangsanya sendiri. Belajar sejarah dapat mengkonsepkan kehidupan sesuai dengan perjalanan waktu yang terjadi dengan menempatkan diri kita didalamnya. Menanamkan rasa bangga terhadap pembelajaran sejarah bukanlah hal yang mudah, diperlukan berbagai upaya untuk membuat pembelajaran sejarah disukai oleh generasi muda. Pembelajaran sejarah seharusnya tidak hanya sebagai wahana pengembangan kemampuan intelektual dan kebanggaan masa lampau saja (Hasan, 1996), tetapi justru kejadian pada masa lampau harus dijadikan sebagai guru yang baik untuk memperbaiki kehidupan dimasa sekarang. Pembelajaran bukan sekedar nama dan tanggal, tetapi menyangkut penilaian, kepedulian dan kewaspadaan. Dengan pembelajarah sejarah kita diperkenalkan kepada hal-hal yang tidak dialami dan dilihat sebelumnya, sehingga diperlukan pendidik/pengajar yang dapat membantu generasi muda melihat masa lalu yang tidak pernah kita alami sebagai kulit luar dari persoalan-persoalan penting yang tetap ada hingga saat ini. Sebenarnya generasi muda tertarik dengan pembelajaran sejarah apabila pendidikan tersebut dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga generasi muda mendapatkan gambaran yang utuh terhadap pembelajaran sejarah dan tujuan dari pembelajaran sejarah. Keberhasilan suatu proses pendidikan sebetulnya sangat tergantung dari generasi mudanya itu sendiri. Generasi muda yang memasuki program studi pendidikan sejarah pada umumnya dikarenakan oleh faktor ketertarikan terhadap sejarah karena

15 pemilihan jurusan ditentukan sendiri oleh generasi mudanya (Waryo H. S., 2011: 9-10). C. Cooperative Learning dan Tipe Diskusi Kelompok 1. Cooperative Learning a. Pengertian Cooperative Learning Pembelajaran kelompok merupakan model pembelajaran yang akhirakhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Slavin mengemukakan dua alasan, pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan ketrampilan. Dari dua alasan tersebut maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan (Sanjaya, 2006:238). Salah satu model dari pembelajaran kelompok adalah pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tetapi sebelum masa belakangan ini, model ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti tugastugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian selama

16 dua puluh tahun terakhir ini telah mengidentifikasikan model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam mata pelajaran. Mulai dari matematika, membaca, menulis sampai pada ilmu pengetahuan ilmiah, mulai dari kemampuan dasar sampai pemecahan masalah-masalah yang kompleks. Lebih daripada itu, pembelajaran kooperatif juga dapat digunakan sebagai cara utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran. Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama praktik pendidikan. Salah satunya berdasarkan penelitian dasar (yang dirangkum dalam buku Robert E. Slavin, 2005) yang mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, dan juga akibat-alibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintregasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk mencapai hal-hal semacam itu. Sebagaimana model pembelajaran lainnya, cooperative learning memiliki tujuan, langkah dan lingkungan belajar dan sistem pengelolaan yang khas. Tujuan cooperative learning adalah untuk meningkatkan partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran, memfasilitasi peserta

17 didik dengan pengalaman sikap kepemimpinan, membuat keputusan dalam kelompok dan berinteraksi serta belajar bersama-sama dengan peserta didik yang memiliki latar belakang yang berbeda. Ciri-ciri model pembelajaran cooperative learning tampak sebagai berikut: (1). Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu teman dan saling bekerja sama. (2). Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok. (3). Adanya kelompok heterogen. (4). Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergulir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok. (5). Adanya keterampilan sosial yang diberikan ke dalam kelompok, misalkan: kepemimpinan, kemampuan komunikasi, dan mempercayai orang. (6). Guru terus melakukan monitor melalui observasi dan melakukan intervensi jika ada masalah dalam kerja sama antar anggota. b. Konsep Cooperative Learning Slavin, Abrani, dan Chambers (Sanjaya, 2006:242) berpendapat bahwa pembelajaran melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif, dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.

18 Perpektif sosial artinya bahwa melalui pembelajaran kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, dimana setiap anggota kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan. Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya. Karakteristik model pembelajaran kooperatif menurut Sanjaya sebagai berikut: 1) Pembelajaran Secara Tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pelajaran. Untuk itulah kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim. Setiap kelompok bersifat heterogen. Artinya, kelompok terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling

19 memberi dan menerima, sehingga diharapkan setiap anggota dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok. 2) Didasarkan pada Manajemen Kooperatif Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif, misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mnecapai tujuan itu dan lain sebagainya. Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui test maupun non-test. 3) Kemauan untuk Bekerja Sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama

20 perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masingmasing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu. Misalnya, yang pintar perlu membantu yang kurang pintar. Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyamaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok. 2. Tipe Diskusi Kelompok Diantara bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif yang paling lama dan paling banyak digunakan adalah diskusi kelompok. Misalnya, kebanyakan guru ilmu pengetahuan ilmiah menggunakan kelompok laboratorium kooperatif, dan banyak guru ilmu sosial dan bahasa inggris yang menggunakan kelompok-kelompok diskusi. Pekerjaan kelompok dalam mempersiapkan kelompok diskusi adalah memastikan bahwa tiap anggota kelompok berpartisipasi. Apabila ingin agar kelompok membuat laporan tertulis, maka sangat penting juga bagi tiap anggotanya untuk mempunyai bagian tugas yang dibagi dengan baik, supaya semua pekerjaan (dan pembelajaran) ditanggung oleh satu orang anggota saja.

21 Adalah penting untuk memilih seorang pemimpin dari kelompok diskusi. Orang ini harus dipilih berdasarkan kemampuan organisasional dan kepemimpinannya, dan bukan hanya berdasarkan pada kinerja akademiknya saja. Pemimpin ini harus memastikan bahwa tiap orang berpartisipasi dan bahwa kelompok tetap mengerjakan tugas (Slavin, 2005:252). Salah satu cara yang bagus untuk membuat setiap anggota tim berpartisipasi adalah dengan membuat supaya setiap orang menuliskan sebuah opini atau gagasan sebelum mulai diskusi. Anggota kelompok dapat membacakan keuntungan dan kerugian mereka kepada kelompoknya, dan diskusinya dapat berfokus pada daftar tiap anak secara bergantian. Kunci dari prosedur ini adalah bahwa apabila semua siswa menyatakan sebuah pendapat, mereka akan mempunyai komitmen terhadap diskusi kelompok dan jauh lebih besar kemauannya untuk berpartisipasi didalamnya. Sebagai tambahan untuk partisipasi yang lebih besar, tugas pokok lainnya dalam mempersiapkan sebuah kelompok diskusi adalah fokus. Tak ada yang lebih buruk daripada sebuah diskusi yang tanpa tujuan. Pekerjaan kelompok harus diekspresikan dengan jelas. Apabila menginginkan kelompok menuliskan laporan, pastikan bahwa tiap siswa berpartisipasi. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan membagi laporan tersebut ke dalam bagian-bagian yang ditulis oleh siswa yang berbeda. Kelompok akan membantu tiap anggotanya

22 dengan memberi saran-saran untuk perencanaan, membuat konsep, merevisi, dan meyunting bagian mereka (Slavin, 2005: 252-254). D. Penelitian Yang Relevan Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang telah dilaksanakan oleh Nur Laely Mukarromah tahun 2013, dengan judul Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIIA SMP Ma Arif NU 3 Purwokerto dalam Pembelajaran Matematika melalui Pembelajaran Kooperatif dapat disimpulkan bahwa: Pembelajaran matematika melalui pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIIA SMP Ma Arif NU 3 Purwokerto. Hal ini dibuktikan dengan hasil tes kemampuan berpikir kritis dengan rata-rata nilai seluruh siswa dalam kelas siklus I 54,94, pada siklus II 67,13, dan pada siklus III 75,13. Dari keterangan tersebut ada kesamaan dari beberapa variabel penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian milik Nur Lerly Mukarromah (2013). Peneliti melakukan jenis penelitian tindakan kelas yang sama, dengan tujuan sama yaitu kemampuan berpikir kritis siswa dengan model kooperatif. Hanya saja peneliti cukup menggunakan 2 siklus, sedangkan Nur Lely menggunakan 3 siklus. Tetapi dari rata-rata nilai pada setiap siklusnya, penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan yang dilakukan oleh Nur Laely sama-sama meningkat pada setiap siklusnya. Hasil tes evaluasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti dibuktikan dengan rata-rata

23 nilai pada siklus I yaitu sebesar 66,25 dan setelah dilakukan tahap sama pada siklus II meningkat menjadi 80,15. E. Kerangka Pikir Peningkatan mutu pendidikan di sekolah banyak dipengaruhi dari berbagai faktor yang ada dilingkungan sekolah tersebut. Salah satunya adalah kualitas dari pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Siswa yang tidak suka dengan pembelajaran sejarah cenderung pasif, dan hasil belajar yang meliputi afektif, kognitif, dan psikomotor yang rendah. Cooperative learning menekankan siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar dimana siswa dibentuk dalam suatu kelompok yang mana anggota kelompok bersama-sama mempelajari dan saling mengungkapkan pendapatnya masing-masing, maka dalam hal ini siswa dituntut untuk dapat berpikir kritis, bahkan sekritis mungkin dalam melaksanakan pembelajaran melalui cooperative learning ini. Pembelajaran Sejarah Cooperative Learning tipe Diskusi kelompok Bepikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah Gambar 2.2. Kerangka Berpikir Apabila diuraikan bagan diatas menjelaskan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan perlakuan atau kelas eksperimen menggunakan model cooperative learning tipe diskusi kelompok akan menghasilkan produk belajar siswa yaitu kemampuan berpikir kritis.

24 Pembelajaran sejarah terbiasa dilakukan dengan ceramah yang membuat peserta didik bosan dan kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Disini, peserta didik mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif/cooperative learning tipe diskusi kelompok dimana peserta didik dituntut untuk melaksanakan tugas dengan bekerja sama bersama anggota kelompok yang berasal dari teman sekelasnya. Dengan model pembelajaran ini siswa lebih banyak berinteraksi dengan teman anggota kelompoknya, serta saling membantu dan dalam memecahkan masalah atau tugas dikelompoknya. Semua anggota kelompok wajib mengetahui dan paham akan tugas yang diberikan dan dikerjakannya. Dalam melaksanakan pembelajaran sejarah dengan model cooperative learning tipe diskusi kelompok tersebut, semua anggota kelompok saling menyumbangkan pemikirannya untuk menjawab/menyelesaikan tugas kelompoknya. Pemikiran yang disumbangkan adalah pemikiran yang kritis. Karena tujuan dari cooperative learning tipe diskusi kelompok disini adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Jadi dari pelaksanaan pembelajaran dengan ceramah diganti dengan model pembelajaran kooperatif yang kemudian dapat menciptakan siswa untuk dapat berpikir kritis mengenai tugas yang diberikan bersama teman sekelompoknya. F. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka pikir diatas, peneliti mempunyai hipotesis tindakan dengan menerapkan model cooperative learning tipe diskusi

25 kelompok dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah di kelas XI teknik pemesinan 3 SMK Negeri 2 Purwokerto.