BAB 1 PENDAHULUAN. 2011). Retardasi mental juga memiliki kecerdasan dibawah rata-rata anak normal pada

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN KONSEP DIRI ORANG TUA DENGAN ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak berkelainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, sakit dapat menyebabkan perubahan fisik, mental, dan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan

LAMPIRAN KUESIONER. Nama responden : Jenis kelamin : Laki-laki (L)/ Perempuan (P) Usia responden. a) <40. b) c) >60

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tork, et al (dalam Ramawati, 2011) setiap orangtua. menginginkan anak yang sehat dan mandiri. Namun, pada kenyataannya

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam. dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti anak normal

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka. Salah satu tugas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan manusia (Ramawati, 2011). Kemampuan merawat diri adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. dan ini dapat dijadikan petunjuk terjadinya menopause. Ada 3 periode menopause,

BAB I PENDAHULUAN. atau mengalami hambatan perkembangan, contohnya anak dengan retardasi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada retardasi mental. Anak dengan down sindrom memiliki kelainan pada

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara umum pengertian kekerasan seksual pada anak adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai tahapannya

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak bayi atau

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam belajar dapat diketahui dari prestasi yang dicapai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT kepada setiap orangtua. Setiap orangtua akan merasa bahagia jika

GAMBARAN TINGKAT IQ TERHADAP KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME DI SLB BIMA KOTA PADANG TAHUN 2011 OLEH NOVERY HARIZAL BP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama

BAB I PENDAHULUAN. bersekolah. Umur anak sekolah dasar adalah antara 6-12 tahun.masa keserasian bersekolah ini

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi berbagai permasalahan yang sangat mendasar, terutama dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. keluarga lain, pengalaman dini belajar anak khususnya sikap sosial yang awal

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniarsih, 2014 Perilaku sosial remaja tunadaksa yang menggunakan jejaring sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Juanita Sari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia, salah satu dampak

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan terbesar orang tua adalah adanya kehadiran anak. Anak yang tumbuh sehat merupakan harapan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan mental yang

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

BAB I PENDAHULUAN. adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Mereka adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan sesuai kebutuhan masing-masing, dimana retardasi mental itu adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak dengan rentang usia 0-6 tahun, pada masa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan sebuah kewajiban bagi manusia. Dalam proses

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI DESA CELEP KECAMATAN KEDAWUNG KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak didiknya. Aktivitas kegiatan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa

PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.

[SEKOLAH KHUSUS AUTIS DI YOGYAKARTA]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar

BAB I PENDAHULUAN. Anak retardasi mental memperlihatkan fungsi intelektual dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Luar Biasa bertujuan untuk membantu peserta didik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak pra sekolah adalah anak yang berumur bulan, pada masa ini

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengarah pada suatu perkembangan jasmani maupun rohani. Perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB1 PENDAHULUAN. Setiap individu merupakan manusia sosial, sehingga setiap individu dituntut

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan anak untuk optimalisasi bagi perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB IV ANALISIS TENTANG PROSES PENANAMAN NILAI NILAI AGAMA ISLAM PADA SISWA TAMAN KANAK KANAK DI R.A TARBIYATUL ISLAM

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retardasi mental merupakan kelemahan jiwa dengan intelegensi yang kurang dari masa perkembangan sejak lahir atau masa anak-anak (Choiriyyah, Nugraha, dan Nugraheni, 2011). Retardasi mental juga memiliki kecerdasan dibawah rata-rata anak normal pada umumnya dan memiliki hambatan dalam bidang penyesuaian diri maupun interaksi sosial (Novitasari, 2012). Anak yang mengalami retardasi mental membutuhkan perhatian khusus dari orang tua berupa membantu anak retardasi mental agar timbul sikap percaya diri untuk berkomunikasi kepada orang tua maupun orang lain, serta dapat mandiri terhadap perawatan dirinya. Kepercayaan diri orang tua juga sangat penting untuk membantu atau merawat anaknya yang mengalami retardasi mental, faktor-faktor yang dapat membangkitkan rasa kepercayaan diri orang tua anak retardasi mental adalah faktor lingkungan, faktor harga diri, dan faktor sikap (Listiyaningsih & Dewayani, 2009). Hasil penelitian kualitatif Benny, Nurdin, dan Chundrayetti (2014) dari ketiga partisipan (ibu) yang menjadi subyek penelitian, didapatkan 1 diantaranya yang memenuhi seluruh aspek dalam penerimaanya terhadap anak yang mengalami retardasi mental, penelitian menemukan bahwa faktor terbesar yang melatarbelakangi penerimaan ibu adalah faktor agama. Gangguan perkembangan paling umum terjadi adalah retardasi mental. Angka kejadian retardasi mental diberbagai negara berkembang secara umum berkisar 1-3% setiap populasi (Risnawati dkk, 2010). Retardasi mental di Amerika berjumlah 9,1/1000 orang (Ndraha,2014) dan di negara China sebanyak 9,3/1000 orang (Maulik, 2013). 1

Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penyandang cacat di Indonesia adalah sebesar 2.126.785 jiwa. Retardasi mental sendiri berjumlah 345.815 jiwa atau berkisar 0,016%. Provinsi Sumatera Utara sendiri terdapat jumlah penyandang cacat pada tahun 2010 adalah 118.603 jiwa dan retardasi mental berjumlah 19.284 jiwa (Novitasari, 2010). Hasil sensus penduduk Indonesia tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah anak retardasi mental sebesar 22,07% dari 439 ribu anak cacat yang tersebar di seluruh kota dan kabupaten di Indonesia (Data Kementrian Pemberdayaan Perempuan, 2011). Jumlah populasi anak retardasi mental menempati paling besar yaitu 66.610 anak di banding jumlah anak dengan kecacatan lainnya. Penelitian terbaru Riskesdas, di Indonesia retardasi mental pada usia 24-59 bulan di Indonesia merupakan persentase tertinggi ketiga yaitu 0,14% menurut angka kecacatannya dan hasil ini masih tercatat dari tahun 2010-2013 (Riskesdas, 2013). Tingginya angka kejadian retardasi mental tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja, anak-anak retardasi mental harus mendapatkan pendidikan yang baik terutama dari keluarga sehingga mereka lebih mandiri minimal untuk aktivitas sehari-hari. Namun pada kenyataannya tidak semua keluarga dapat menerima kondisi kelainan yang dialami anaknya (Benny dkk., 2014). Anak retardasi mental inilah salah satu yang dapat menimbulkan kecemasan pada keluarga. Keluarga dengan anak retardasi mental akan mengalami banyak permasalahan akibat keberadaan anak tersebut, terutama seorang ibu dapat mengalami kecemasan dan perilaku penolakan terhadap anaknya yang mengalami retardasi mental (Benny dkk., 2014). Kecemasan memiliki anak retardasi mental menjadi ketakutan yang nyata dialami oleh keluarga khususnya seorang ibu adalah ketakutan melahirkan bayi dengan kecacatan (Petik D et al. 2012). Kecemasan ini setara dengan penelitian Norhidayah, Wasilah, dan Husein (2013) menunjukkan bahwa salah satu permasalahan kecemasan ditinjau dari segi 2

paritasnya, dengan adanya ketakutan tentang resiko berulangnya kelainan retardasi mental pada anak berikutnya. Sedangkan menurut penelitian Hastuti (2004) menunjukkan bahwa permasalahan yang banyak dialami oleh orang tua khususnya seorang ibu dari anak retardasi mental adalah mengacu pada tingkah laku dan emosi anak retardasi mental, masalah keuangan, kemandirian anak, dan masa depan anak retardasi mental yang sering membuat orang tua merasa cemas. Hasil penelitian Tsuraya (2013) kecemasan pada orang tua yang memiliki anak speech delay ditinjau dari setiap aspek kecemasan secara umum tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua sudah bisa menerima anaknya dan tidak mengalami kecemasan terhadap anak speech delay meskipun kadang orang tua sulit menjaga anak. Data aspek fisik didapat 48% yang berada di cemas ringan, aspek psikis diperoleh cemas ringan 57%, dan dari segi aspek kognitif 40% didapat cemas ringan. Data ini menunjukkan orang tua memiliki cemas ringan. Kondisi keluarga yang memiliki anak retardasi mental juga dapat mempengaruhi konsep diri keluarganya. Konsep diri yang melibatkan citra tubuh, ideal diri, harga diri, peran, dan identitas diri dapat menjadi positif ataupun negatif (Salbiah, 2003). Sesuai hasil penelitian Widiyanto dan Afif (2013) keluarga yang memiliki anak retardasi mental merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia. Keluarga dengan anak retardasi mental mengalami gangguan konsep diri citra tubuh karena adanya anggapan masyarakat sekitar bahwa keluarga atau orang tua yang memiliki anak retardasi mental merupakan keluarga dengan gen yang tidak baik sehingga menghasilkan keturunan yang tidak baik (retardasi mental). Kelainan kromosom adalah penyebab yang paling sering teridentifikasi. Harga diri yang kurang pada orang tua dengan anak retardasi mental disebabkan munculnya perasaan malu bertemu dengan orang lain karena mempunyai anak 3

retardasi mental dan tidak dapat menjadikan anak retardasi mental sebagai suatu kebanggaan. Serta orang tua seringkali merasa jenuh dan rapuh menghadapi anak retardasi mental. Menurut Listiyaningsih dan Dewayani (2009) keluarga dengan anak retardasi mental memiliki kepercayaan diri yang kurang, ditinjau dari ketidak nyamanan dengan kondisinya, juga dapat menyebabkan kurang memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan anaknya. Kepercayaan diri yang rendah akan menyulitkan orang tua untuk merawat anak, bahkan dapat juga menyembunyikan anak dengan tidak disuruh bermain dengan anak-anak lainnya agar tidak dicemooh oleh orang lain. Menurut Tuegeh, Rompas, dan Ransun (2012) peran terpenting dalam memandirikan anak yang mengalami retardasi mental adalah keluarga terutama seorang ibu. Ibu berperan sebagai mengasuh dan mendidik anak. Selain itu ibu mempunyai peran sebagai pengurus rumah tangga dan orang yang paling dekat atau yang paling sering berhubungan dengan anak dalam keluarga, sehingga sikap ibu merupakan faktor yang penting dalam perkembangan anak, khususnya anak yang mengalami retardasi mental. Data yang diperoleh dari SLB C Yayasan Pembinaan Anak Cacat kota Medan pada tahun 2015, jumlah anak retardasi mental yang di didik di SLB C Yayasan Pembina Anak Cacat kota Medan adalah sebanyak 67 anak retardasi mental dan hanya 61 yang aktif berada di sekolah dasar (SD). Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti Gambaran Konsep Diri dan Kecemasan Keluarga yang Memiliki Anak Retardasi Mental di YPAC kota Medan. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi : 4

a. Gambaran konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental di YPAC kota Medan. b. Gambaran kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di YPAC kota Medan. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Bagaimana gambaran konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi menta di YPAC kota Medan? b. Bagaimana gambaran kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di YPAC kota Medan? 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : a. Praktek Keperawatan Meningkatkan wawasan serta kemampuan perawat dalam memberi asuhan keperawatan yang lebih komprehensif dan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pelayanan pada keluarga. b. Pendidikan keperawatan Meningkatkan pengetahuan mahasiswa perawat dan dijadikan sebagai wahana pembelajaran nantinya dalam menerapkan asuhan keperawatan komunitas dalam memahami dan meningkatkan konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental. c. Penelitian keperawatan 5

Dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti, sehingga penelitian ilmiah yang diperoleh kiranya dapat dikembangkan untuk penelitian dimasa mendatang dan dapat digunakan sebagai sumber informasi awal bagi penelitian keperawatan tentang gambaran konsep diri dan kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di YPAC kota Medan. d. YPAC kota Medan Dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan dan mempertahankan motivasi dan pelayanan kepada keluarga atau orang tua selaku pengasuh dasar anak retardasi mental. e. Keluarga yang memiliki anak retardasi mental Dapat digunakan sebagai tempat komunikasi dan curahan hati orang tua dan sebagai bahan masukan untuk membimbing dan merawat anak retardasi mental dengan baik. 6