1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
6 STRATEGI MITIGASI TSUNAMI

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

5 GENANGAN AKIBAT TSUNAMI

No Tanggal Posisi Keterangan Pantai Iboih, daerah wisata, tipologi pantai berpasir, slope 2 derajat. Batu pasir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semakin jelas dengan disahkannya peraturan pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2007 berupa PP No 64 Tahun 2010 tentan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko tinggi

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS TINGKAT BAHAYA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Hindia-Australia yang lazim

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

KETENTUAN PERANCANGAN KAWASAN PESISIR SEBAGAI MITIGASI TSUNAMI (Studi Kasus: Kelurahan Weri-Kota Larantuka-Kab. Flotim-NTT) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

dan ~erkembangnya berbagai ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

VI. SIMPULAN DAN SARAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

KEMAMPUAN EKOSISTEM MANGROVE DALAM MEREDUKSI TSUNAMI DI TELUK LOH PRIA LAOT PULAU WEH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Gambar 1.1. Indonesia terletak pada zona subduksi (

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Alhuda Rohmatulloh

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

GEMPA DAN TSUNAMI GEMPA BUMI

Masyarakat perlu diberikan pelatihan mengenai caracara menyelamatkan diri saat bencana terjadi. Sebenarnya di Indonesia banyak perusahaan tambang dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BUPATI BANGKA TENGAH

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Weh yang berada di barat laut Aceh merupakan pulau kecil yang rentan akan bencana seperti gempabumi yang dapat diikuti dengan tsunami, karena pulau ini berada pada zona gempabumi. Di sisi lain Pulau Weh memiliki potensi sumberdaya alam hayati seperti terdapatnya Taman Nasional Alam Laut dan sumberdaya nonhayati seperti panas bumi di Jaboi, Pulau Weh juga berada dijalur pelayaran internasional, dengan demikian perlu memperhatikan bahaya geologi yang bekerja di daerah tersebut. Bentuk bahaya geologi yang terjadi adalah gempabumi yang dapat menimbulkan tsunami. Hal ini disebabkan karena secara geologi Indonesia terletak pada jalur tumbukan antar 3 lempeng yaitu Lempeng Eurasia di utara-barat, Lempeng Pasifik di timur dan Lempeng Indo- Australia di selatan (Gambar 1), kedua lempeng bergerak relatif ke barat dan ke utara terhadap Eurasia. Lempeng Indo-Australia bergerak miring terhadap lempeng Sumatera (yang merupakan bagian dari lempeng Eurasia), dengan kecepatan 50-60 cm per tahun dan kemiringan dari zona penujaman sekitar 12 o, terjadi penurunan permukaan dasar laut di tempat pertemuan lempeng tersebut sehingga menimbulkan gelombang laut/tsunami yang merambat dan menerjang pantai. (Lay et al. 2005; Natawidjaya 2003; Prawirodirjo 2000). Bencana gempabumi yang terjadi 26 Desember 2004 sumber gempabumi berada sekitar 250 km barat daya Banda Aceh dengan kedalaman pusat gempa sekitar 45 km (Borreo 2006), dengan kekuatan gempa 9,1-9,3 MW atau 9,3 SR yang terjadi di dasar samudera menyebabkan terjadinya tsunami (Lay et al. 2005; USGS 2004). Akibat dari bencana tersebut menewaskan 300.000 orang penduduk baik yang tinggal di wilayah Aceh dan laut Andaman dikenal sebagai Bencana yang terdasyat di Dunia tahun 2004 (Meltzner et al. 2005; Subarya et al. 2006). Kejadian bencana selalu menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi, karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya. Bencana gempa bumi yang terjadi disertai dengan tsunami mengakibatkan beberapa wilayah pesisir rusak seperti Pulau Weh, Banda Aceh, Meulaboh, Simeulue dan Pulau Nias. `

2 U Sebagaimana diketahui wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu wilayah yang unik secara geologis, ekologis, dan merupakan domain biologis yang sangat penting bagi banyak kehidupan di daratan dan di perairan termasuk manusia (Beatley et al. 1994). Namun wilayah pesisir rentan akan bencana alam, sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana untuk mengeliminasi kerusakan jiwa dan materi. Keterangan Kecepatan gerak dari lempeng Kecepatan gerak dari lokasi tempat pengukuran monumen GPS antara tahun 1989 dan 2002 Gambar 1. Dinamika umum tektonik Indonesia diperlihatkan oleh respon Kep. Indonesia terhadap pergerakan relatif tiga lempeng bumi dari data GPS (Bock 2003) Salah satu wilayah pesisir yang memiliki sumberdaya hayati dan rentan akan bencana gempa bumi dan tsunami adalah Pulau Weh. Pulau Weh memiliki keanekaragaman terumbu karang, ikan hias dan panorama pesisir pantai menjadi daerah objek tujuan wisata bahari. Lokasi yang memiliki keaneka ragaman hayati berada di Pulau Rubiah sehingga berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 928/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 perairan Pulau Rubiah dengan luas 26 km 2 ditetapkan menjadi Taman Laut sedangkan di Pulau Weh

3 khususnya di sekitar Km Nol yang berada di ujung Barat Laut Pulau Weh ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam seluas 13 km 2. Daya tarik wisata bawah laut seperti berbagai jenis terumbu karang, menjadi rusak akibat bencana gempa bumi dan tsunami. Kerusakan yang umum terjadi adalah terangkatnya terumbu karang, terumbu karang patah dan pecah karena gelombang. Kerusakan tidak hanya di ekosistem pantai, mangrove dan terumbu karang tetapi juga diikuti dengan kerusakan infrastruktur. Kerusakan infrastruktur terjadi di kawasan wisata bahari sekitar pantai Iboih dan Pulau Rubiah. Bentuk kerusakan umumnya berupa rusaknya dermaga, bungalow, pertokoan dan kedai makan. Berdasarkan saksi mata gelombang tsunami menerjang pesisir pantai terjadi sebanyak tiga kali, dengan variasi tinggi gelombang datang (run up) antara 2 m sampai 5 m dan daerah genangan/inundasi sejauh 30 m hingga 50 m dari garis pantai dan kedalaman inundasi antara 50 cm hingga 1 m. Kerusakan ekosistem sumberdaya alam seperti contohnya terumbu karang, tampak beberapa koloni terumbu karang ditemukan ada yang patah, terbalik dan mati tertutup sedimen. Komunitas karang yang paling banyak mengalami kerusakan adalah karang keras. Umumnya kerusakan terumbu karang terjadi pada lapisan yang tidak padat, mudah lepas dan berada di lereng. Dapat pula terjadi di perairan yang dangkal berada di cekungan antara dua pulau, terumbu karang rusak lebih besar dibandingkan yang berada di perairan lepas contoh di sekitar Pantai Iboih (Baird et al. 2005). Morfologi cekungan dasar laut yang terletak diantara dua pulau, menyebabkan energi yang dihempaskan semakin tinggi ketika mencapai teluk dan lekukan pantai, berkumpulnya energi gelombang yang berasal dari laut lepas ketika gelombang masuk celah yang sempit (Diposaptono dan Budiman 2008). Selanjutnya kerusakan ekosistem mangrove akibat gelombang tsunami terjadi di sekitar pantai Lam Nibong, pantai Lhut dan Teupin Layee. Kondisi mangrove tampak ada yang tumbang, patah, tercabut dari akarnya dan hanyut. Jenis mangrove yang terdapat di lokasi tersebut antara lain Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Xylocarpus granatum, Bruguiera sexangula dan Bruguiera gymnorrhiza. Pasca tsunami masyarakat di sekitar

4 Pantai Iboih menanam mangrove spesies Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa dan Rhizophora apiculata, sesuai dengan keberadaan habitat mangrove sebelumnya. Penanaman mangrove merupakan bantuan dari Japan Red Cross bekerja sama dengan PMI. Tujuan utama dari penanaman mangrove adalah untuk perlindungan pantai dari tsunami. Dengan memperhatikan kondisi kerusakan akibat gempabumi dan tsunami maka penataan wilayah pesisir perlu berbasis mitigasi bencana sesuai dengan pasal 56 Bab X dalam UU No. 27 tahun 2007 yang berisi: Dalam menyusun rencana pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu, Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah wajib memasukkan dan melaksanakan bagian yang memuat mitigasi bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan jenis, tingkat dan wilayahnya. Oleh karena itu penelitian ini membahas Strategi Mitigasi Pemanfaatan Ruang Pesisir Pantai Timur Pulau Weh Berbasis Ekosistem Mangrove. 1.2 Perumusan Masalah Pulau Weh dengan luas 153 km 2 dikategorikan sebagai pulau kecil dengan tipologi pulau komposit, merupakan pulau yang rentan akan bencana gempabumi dan tsunami karena berada di daerah zona gempa. Namun Pulau Weh memiliki sumberdaya alam terumbu karang, ikan hias yang beraneka ragam dan vegetasi mangrove sehingga menjadi salah satu daerah objek wisata alam baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Terjadi kerusakan ekosistem sumberdaya alam dan infrastuktur akibat bencana gempabumi yang diikuti dengan tsunami. Tsunami dengan tinggi gelombang datang (run up) 3m-5m yang menerjang pesisir timur Pulau Weh menimbulkan genangan/inundasi. Penyebaran genangan di wilayah tersebut menggenangai semua jenis tutupan lahan. Luas sebaran genangan diperoleh dengan pendekatan model builder salah satu aplikasi dari ARCGIS 9.3 ESRI. Upaya mitigasi yang dilakukan untuk mereduksi genangan berbasis pada peningkatan kerapatan ekosistem mangrove.

5 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendapatkan sebaran genangan/inundasi akibat tsunami dan upaya strategi mitigasi dalam mereduksi genangan. Reduksi genangan dilakukan dengan cara mengoptimalkan kerapatan dan ketebalan ekosistem mangrove. Tujuan utama tersebut dapat dicapai melalui tujuan antara, yaitu: 1. Memetakan tutupan lahan, mengidentifikasikan kerusakan pemanfaatan lahan dan memetakan ekosistem mangrove akibat genangan tsunami di TWA Alur Paneh, Pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1, Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2, Pantai Lhut dan Pantai Lhok Weng 1/Lam Nibong, kemudian menspasialkan ekosistem tersebut, 2. Membuat model sebaran genangan tsunami berdasarkan tinggi gelombang datang (run up) dan tingkat kerentanan akan bahaya tsunami, 3. Menyusun strategi mitigasi untuk mereduksi bahaya tsunami dengan mengoptimalkan daya dukung lokal diantaranya meningkatkan kerapatan ekosistem mangrove dan memperluas areal ekosistem mangrove. Manfaat penelitian ini adalah : 1. Melengkapi data dan informasi tentang pemanfaatan yang sesuai dengan kondisi fisik geografi Pulau Weh, 2. Tersedianya analisis spasial mitigasi bencana yang dapat digunakan dalam penataan ruang di daerah rawan bencana. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian 1) Pengamatan deskriptif terdiri dari: a. Ekosistem mangrove meliputi tegakan dan kerapatan, b. Pengambilan sampel tanah di ekosistem mangrove untuk mengetahui penyebaran komposisi tanah yang berkorelasi terhadap habitat mangrove, c. Geologi meliputi struktur geologi dan jenis batuan penyusun pantai, d. Geomorfologi pantai meliputi kemiringan pantai atau kelerengan pantai, jenis pantai/tipologi pantai. Hasil pengamatan dilakukan untuk analisis wilayah pesisir yang rentan terhadap bencana tsunami. 2) Analisis komposisi tanah untuk mengetahui substrat dasar di ekosistem mangrove,

6 3) Pengolahan data mangrove untuk mendapatkan komposisi jenis mangrove dan kerapatan vegetasi mangrove, 4) Pengolahan peta berbasis spasial dengan menggunakan PJ dan SIG untuk mengetahui sebaran kerusakan ekosistem dan daerah-daerah rawan bencana di wilayah pesisir. Hasil olahan analisis spasial akan menghasilkan zonasi pemanfaatan berbasis ekosistem mangrove dan mitigasi, 5) Membuat peta spasial wilayah yang rentan terhadap bencana dan membuat zonasi daerah mitigasi dengan memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai pelindung terhadap tsunami, 6) Penerapan skenario optimum dalam pengelolaan sumberdaya pesisir pulaupulau kecil yang rawan bencana. Adapun kerangka pemikiran Strategi Mitigasi Pemanfaatan Ruang Pesisir Pantai Timur Pulau Weh Berbasis Ekosistem Mangrove tertera pada Gambar 2. 1.5 Kebaharuan Penelitian (Novelty) Pulau Weh merupakan pulau kecil yang memiliki luas 153 km2, berada pada jalur gempa sehingga Pulau Weh rentan terhadap bahaya gempabumi yang dapat diikuti dengan tsunami. Dengan memperhatikan karakteristik Pulau Weh maka penelitian ini melakukan upaya mitigasi tsunami berbasis pada tipologi pantai, vegetasi mangrove dan vegetasi pantai. Strategi mitigasi di pulau kecil mengkombinasikan ke tiga unsur di atas, karena keberadaan vegetasi mangrove di pulau kecil yang memiliki ketebalan dan kerapatan relatif lebih rendah dibandingkan dengan pulau besar. Ekosistem mangrove di lokasi penelitian berada pada tipologi pantai berbatu, berpasir dan berlumpur yang mempunyai kemampuan berbeda satu sama lain dalam mereduksi tsunami. Berdasarkan hal tersebut ekosistem mangrove merupakan faktor yang berperan dalam mereduksi tsunami sesuai dengan kapasitasnya. Oleh karena itu penelitian ini menitik beratkan tentang kajian strategi mitigasi tsunami berbasis ekosistem mangrove dalam aplikasi pemanfaatan ruang.

7 Penelitian yang telah dilakukan di Pulau Weh meliputi berbagai aspek seperti penataan ruang dengan pendekatan grid, penataan ruang di wilayah perbatasan, terumbu karang sebelum dan sesudah bencana tsunami, penataan ruang pada wilayah perbatasan dan penentuan kawasan wisata dengan pendekatan cell based modelling. Adapaun ikhtisar peneliti terdahulu tertera pada Tabel 1.

8 Gambar 2. Kerangka pemikiran pemanfaatan ruang berbasis mitigasi bencana

Tabel 1. State of the art dari hasil peneliti terdahulu No Peneliti Topik Kelebihan Kekurangan 1 Edyanto (1998) Pengelolaan lahan di pulau kecil. Memperhatikan faktor fisik, proses pengelolaan lahan dibagidalam grid ukuran 1x1 km 2 Tim P3K DKP (2004) Perencanaan tata ruang pulau kecil di wilayah perbatasan 3 Campbell et al. (2006) Ekologi terumbu karang pasca tsunami dan rehabilitasi 4 Husnayen (2008) Penentuan kawasan wisata bahari di Pulau Weh dan tingkat kerentanan 5 Purbani (2011) Pemanfaatan pesisir timur Pulau Weh yang rentan akan bahaya tsunami dan mitigasi dengan ekosistem mangrove Analisis menggunakan 4 faktor: Natural Resourches, Prosperity Approach, Environmnet Approach dan Security Approach Pengamatan sebelum dan sesudah pasca tsunami. Aplikasi model penentuan pariwisata menggunakan cell based modelling. Model genangan akibat tsunami di modelkan dengan model builder, Mitigasi tsunami dengan ekosistem mangrove Bersifat kualitatif, subyektif dan ukuran grid kurang rinci Tidak membahas tata batas kewenangan daerah baik antar kabupaten/kota di dalam satu provinsi dan tata batas antar provinsi. Perlu pengamatan berkala agar dapat diketahui kondisi terumbu karang. Parameter kesesuaian zona pariwisata tidak mempertimbangkan faktor musim. Kerentanan mengacu pada SOPAC yang tidak sesuai dengan kondisi Indonesia, Formula yang digunakan menggunakan dengan tinggi gelombang datang (run up) 3M. Sedangkan penelitian menggunakan tinggi gelombang datang (run up) 30 M, perlu dievaluasi kembali. 9 9