I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak diantara koordinat 110 o o Bujur Timur,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 132 TAHUN 2016 T E N T A N G

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul. Alokasi Kebutuhan, Pupuk Bersubsidi, Sektor Pertanian.

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. membuka unit usaha syariah yang pada akhirnya melakukan spin off (pemisahan).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEADAAN UMUM KABUPATEN BANTUL. Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan, 75 desa, dan 933 dusun. Secara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 229 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG BESARAN UANG PERSEDIAAN PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi berasal dari kata co dan operation, yang mengandung arti kerjasama untuk mencapai tujuan (Widiyanti dan

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 123 TAHUN 2013 TENTANG PENUNJUKAN BAPAK/IBU ASUH PENANGGULANGAN KEMISKINAN KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL,

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

I. PENDAHULUAN. penting bagi masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena produk yang di

KEADAAN UMUM DAERAH. dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 157 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan satu dari. sekian banyak lembaga keuangan yang terbentuk dari program-program

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 143 TAHUN 2015 TENTANG

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di pulau Jawa, antara

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

Gbr.1 Jaringan di Ruang Sekpri Bupati

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul. Unit pelaksana, satuan polisi pamong praja, kecamatan.

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun untuk memperjelas tentang

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1978 TENTANG BADAN USAHA UNIT DESA/KOPERASI UNIT DESA ( BUUD/KUD ) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode

SKRIPSI WINARSIH B FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Ketersediaan pangan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 55 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KECAMATAN SE- KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 148 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

INVENTARISASI DAERAH IRIGASI PROGRAM WISMP APL I STATUS PROVINSI / KABUPATEN

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah salah satunya berasal dari Dana Alokasi

BUPATI BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 150 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

BAMBANGLIPU A. DATA PEMILIH NAMA DAN TANDA TANGAN ANGGOTA KPU KABUPATEN/KOTA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

PERANAN KOMODITI PERTANIAN UNGGULAN TIAP KECAMATAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan berkelanjutan secara terus menerus.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

ABSTRAK MODERNISASI PERTANIAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP SOSIAL EKONOMI PETANI DI DIY TAHUN Oleh: Lestari Eka Pratiwi

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan ekonomi, pendidikan dan teknologi di Indonesia adalah kecenderungan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pemukiman yang sehat. Terwujudnya suatu kondisi lingkungan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ).

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. penetapan tarif sewa Rusunawa Tamanan Banguntapan. Berdasarkan latar belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 205 A TAHUN 2011 TENTANG

POTENSI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GULA SEMUT DI KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 112 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN INTENSIFIKASI TEMBAKAU RAKYAT TAHUN 1980

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

DATA PUAP / LKMA KABUPATEN BANTUL

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dasar hukum koperasi adalah UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1 yang menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Selanjutnya di dalam penjelasan dikemukakan antara lain bahwa kemakmuran rakyatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang, yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Dalam hubungan ini koperasi sangat penting guna menumbuhkan potensi ekonomi rakyat dalam rangka mewujudkan kehidupan yang demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan. Indonesia mendapatkan julukan sebagai negara agraris karena mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian, baik on-farm ataupun off-farm. Akan tetapi, julukan tersebut tidak serta merta mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki sektor pertanian yang kuat, unggul, dan bersaing. Negara agraris hanya dipandang sebagai julukan atas kondisi demografis penduduk, tanpa ada keinginan kuat dari pemimpin dan penyelenggara negara untuk mengokohkannya. Rata-rata petani di Indonesia hanya memiliki luasan lahan kurang dari 0,5 ha. Kepemilikan luas lahan tersebut diprediksi akan terus berkurang seiring meningkatnya aktifitas sosial ekonomi manusia, yaitu kebutuhan akan tempat tinggal, sistem pewarisan tanah, dan lain sebagainya. Di sisi lain pada kegiatan pertaniannya, petani menghadapi berbagai kendala dari mulai on-farm hingga offfarm. Pada on-farm, kendalanya adalah: (1) harga saprotan (bibit, obat-obatan tanaman, dan pupuk) yang fluktuatif, (2) sulitnya menjangkau kredit, dan (3) faktor iklim, yaitu kekeringan dan banjir. Sementara itu, kendala pada off-farm adalah: (1) rendahnya produktivitas, (2) rendahnya harga jual, (3) heterogenitas kualitas produksi, (4) rendahnya aksesbilitas petani terhadap pasar, dan (5) masuknya produk impor ketika masa panen. Kendala yang dihadapi oleh petani pada saat ini juga merupakan kendala yang dihadapi oleh petani pada masa lalu. Ketika itu, untuk mengatasi berbagai kendala pada sektor pertanian, pemerintah menerapkan berbagai program agar mampu menghasilkan formulasi terbaik, salah satunya adalah Bimas Gotong Royong. Namun, sama halnya seperti program-program lainnya yang pernah dilakukan, pelaksanaan Bimas Gotong Royong dianggap kurang berhasil, karena 1

pengembalian kredit yang berupa bahan/padi menimbulkan berbagai masalah yang sulit diawasi. Belajar dari kegagalan tersebut, pemerintah mencoba untuk melibatkan para petani melalui koperasi di bawah Menteri Sekretaris Negara. Direktur Jendral Koperasi diberi tugas untuk melibatkan peran koperasi agar Bimas juga merupakan programnya, dan bukan hanya program pemerintah (Soenarjo, 1995). Atas inisiatif Bank Indonesia dan BRI yang didukung oleh Departemen Pertanian dan Direktorat Jendral Koperasi, maka mulai tahun 1969/1970 di Daerah Istimewa Yogyakarta diadakan Pilot Proyek Bimas yang disempurnakan dengan sistem Unit Desa atau disingkat Pilot Proyek Bimas Unit Desa. Sebagai tindak lanjut atas inisiatif tersebut, maka kemudian pada tanggal 11 Februari 1971 diterbitkan Surat Keputusan Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 33 tentang Pembentukan Badan Usaha Unit Desa (BUUD). BUUD merupakan badan kerjasama antara primer-primer koperasi pertanian yang ada dalam wilayah unit desa, kecuali ditentukan lain oleh badan pembina bimbingan masyarakat (Bapem Bimas) DIY. Tugas utama BUUD adalah untuk membantu para petani produsen dalam mengatasi masalah proses produksi (termasuk kredit dan ketentuan bagi hasil), penyediaan sarana produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil produksi. Dalam melaksanakan tugasnya, BUUD bertanggungjawab kepada primer koperasi-koperasi pertanian dan Bapem Bimas DIY (Soenarjo, 1995). BUUD terus menunjukkan perkembangan positif dalam aktivitasnya, di antaranya adalah (1) dalam situasi langkanya pupuk, BUUD dapat mendistribusikan pupuk sampai ketangan petani. Harga pupuk yang diperdagangakan di luar BUUD sangat tinggi, sedangkan petani dengan melalui BUUD dapat menerima pupuk dengan harga yang ditentukan oleh pemerintah, (2) pada tahun 1972, saat dunia sedang dilanda kekurangan pangan, BUUD di Yogyakarta telah berhasil mengadakan pengadaan pangan melalui dolog setempat, dan (3) ditinjau dari aspek sosial, keberadaan BUUD dapat diterima masyarakat. Sementara dari aspek ekonomis, keberadaan KUD dapat dipertanggungjawabkan (Anonim, 1995). Kinerja positif BUUD tersebut ditanggapi langsung oleh Presiden, hingga akhirnya diterbitkan Instruksi Presiden No. 4 tahun 1973 tentang Unit Desa. Tindak lanjut dari Inpres tersebut adalah meleburnya seluruh koperasi pertanian/koperasi desa dalam satu wilayah unit desa menjadi koperasi unit desa (KUD). 2

Menurut Hadisapoetro (1975), KUD merupakan koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk dari desa-desa yang berada dalam satu wilayah kecamatan. KUD dikukuhkan sebagai koperasi tunggal pedesaan berdasarkan Inpres No. 4 tahun 1984. Pada saat itu KUD berperan pokok menyalurkan sarana produksi, pengadaan pangan, penyalur kredit, pemasaran hasil pertanian dan sebagainya (Waluyati et al., 2012). Status sebagai koperasi tunggal pedesaan yang disandang KUD tidak bertahan lama, karena pada tahun 1998, diterbitkan Inpres No. 18 tentang Pengembangan Koperasi. Dengan diberlakukannya Inpres tersebut, maka legitimasi KUD sebagai satu-satunya koperasi di pedesaan menjadi gugur. Secara tidak langsung, pemerintah telah membuka kesempatan seluas-seluasnya kepada masyarakat untuk membentuk dan mengelola koperasi tanpa batasan wilayah kerja, dan koperasi diberikan kesempatan untuk lebih mandiri dan bebas melakukan aktivitasnya, lebih-lebih dengan berkembangnya iklim demokrasi di kalangan masyarakat, maka tidak perlu ada campur tangan pemerintah (Subandi, 2009). Ketika mengalami amalgamasi pada tahun 1973, seluruh koperasi pertanian yang terdapat di dalam satu wilayah unit desa melebur menjadi koperasi unit desa. Momentum tersebut tidak bertahan lama, karena ketika Inpres No. 18 tahun 1998 diterbitkan, masyarakat mulai mendirikan berbagai jenis koperasi di wilayahnya, khususnya pedesaan. Salah satu koperasi yang didirikan tersebut adalah koperasi pertanian. Seiring berjalannya waktu, koperasi pertanian dan koperasi unit desa berjalan seiringan namun dengan tanggung jawab yang berbeda. Koperasi pertanian pada umumnya hanya menaungi anggota dalam tingkat desa, sementara koperasi unit desa menaungi anggota dalam tingkat wilayah unit desa atau saat ini lebih dikenal dengan tingkat kecamatan. Keberhasilan koperasi adalah terwujudnya tingkat efisiensi pelayanan yang optimal bagi anggota, dengan kata lain anggota koperasi dapat merasakan manfaat jasa pelayanan yang dihasilkan koperasi. Sitio (2001) dalam Rosyidha (2013) menyebutkan bahwa secara umum koperasi diukur untuk melihat perkembangan atau pertumbuhan (growth) koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan (jumlah koperasi per propinsi, jumlah koperasi per kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif dan non aktif), keanggotaan, volume usaha, permodalan, asset dan sisa hasil usaha. sedangkan Wirasasmita menjelaskan bahwa ukuran keberhasilan usaha koperasi 3

tidak semata-mata dengan ukuran efisiensi koperasi sebagai perusahaan, akan tetapi dengan ukuran efisiensi dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota dengan dampak-dampaknya yang bersifat sosial. Tabel 1.1 Jumlah Koperasi Pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta Kabupaten Jumlah Bantul 38 Gunungkidul 46 Kulon Progo 34 Sleman 35 Jumlah 153 Sumber : Disperindagkop DIY, 2014 Tabel 1.1 merupakan tabel koperasi tani yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Koperasi tani tersebut terdiri dari koperasi pertanian dan koperasi unit desa. Untuk jumlah koperasi di Kabupaten Bantul sebesar 38, jumlah koperasi ini berada dalam urutan kedua setelah Kabupaten Gunungkidul yaitu sebesar 46. Dari 38 koperasi yang terdapat di Bantul salah satunya adalah koperasi pertanian Cinta Manis yang letaknya berada di Kecamatan Sewon. Tabel 1.2 Nama-nama Koperasi Pertanian di Kabupaten Bantul Kecamatan Koperasi Pertanian Kecamatan Koperasi Pertanian Srandakan Sedyo Makmur Taruna Karya Manunggal Sedyo Rukun Tani Maju Jetis Sumber Makmur Sanden Sarono Mulyo Basuki Tani Makmur Amrih Lestari Sido Makmur Bangkit Sejahtera Ngudi Makmur Utami Kretek Rukun Lestari Mekar Sari Tani Maju Imogiri Timbul Lestari Pundong Makmur Giri Makmur Kembang Lestari Sinar Rukun Bambanglipuro Rukun Sedyo Manuggal Dadi Makmur Piyungan Sidomulyo Pandak Tani Manunggal Ngudi Mulyo Banguntapan Ngudi Makmur Ngudi Rahayu Bantul Andini Mulya Gemah Ripah Harapan Makmur Sewon Gapoktan Luwes Dlingo Sumber Makmur Cinta Manis Pleret Karya Agung Kasihan Tirto Manunggal Sumber : Disperindagkop DIY, 2014 4

Koperasi Cinta Manis Pendowoharjo Sewon Bantul merupakan koperasi berprestasi tingkat nasional dari DIY. Pada tahun 2009 Koperasi Cinta Manis mendapatkan dana akselerasi untuk petani tebu di wilayah Provinsi DIY senilai 16 miliar rupiah. Ribuan petani tebu di Provinsi DIY telah menikmati dana tersebut dalam bentuk kredit untuk bongkar ratun, pengeprasan, dan perluasan. Setiap petani minimal memperoleh kredit 4,7 juta rupiah untuk bongkar ratun per hektar, 3,08 juta rupiah untuk pengeprasan per hektar, dan 4,7 juta rupiah untuk perluasan per hektar. Setiap petani dibebani bunga kredit 7 persen yang dibayarkan setelah panen. Dalam Rapat Anggota Tahunan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Bantul memberikan penghargaan kepada KPRT Cinta Manis sebagai salah satu koperasi yang dinyatakan sehat. 2. Rumusan Masalah Secara makro, pertumbuhan koperasi dilihat dari banyaknya jumlah koperasi dan banyaknya jumlah anggota koperasi. Apabila jumlah koperasi meningkat, maka jumlah anggota koperasi juga akan ikut meningkat. Hal ini mengingat bahwa koperasi didirikan oleh minimal 20 orang, sehingga peningkatan jumlah koperasi akan berbanding lurus dengan peningkatakn jumlah anggota. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan koperasi pertanian di DIY. Meskipun mengalami peningkatan yang signifikan dari sisi jumlah koperasi, di sisi lain jumlah anggota justru mengalami penurunan sebanyak 1.092 orang dari tahun 2011 ke tahun 2012. Koperasi sebagai salah satu badan usaha harus melakukan pelayanan untuk anggotanya. Pelayanan merupakan salah satu daya tarik bagi seseorang untuk menjadi anggota koperasi tersebut dan mendorong anggota yang pasif menjadi aktif. Hal ini dikarenakan anggota akan memiliki pandangan bahwa menjadi anggota koperasi akan mendapatkan keuntungan yang banyak dari layanan-layanan yang diberikan oleh koperasi. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: a. Bagaimana kualitas layanan koperasi pertanian Cinta Manis di Kabupaten Bantul? b. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi layanan koperasi pertanian Cinta Manis di Kabupaten Bantul? 5

3. Tujuan Penelitian a. Mengetahui kualitas layanan koperasi pertanian. b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi layanan dalam koperasi pertanian. 4. Manfaat Penelitian a. Bagi mahasiswa untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Strata 1 (S1) pada program studi Agribisnis jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. b. Bagi petani dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam menunjang usahataninya. c. Bagi pemerintah dan instansi terkait digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan dalam peningkatan kinerjakinerja koperasi DIY untuk layanannya. d. Bagi peneliti lain dapat digunakan sebagai bahan untuk mengkaji permasalahan yang sama. 6