9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah dambaan suatu keluarga dalam suatu perkawinan yang sah, baik itu sebagai generasi penerus ayah dan ibunya. Anak adalah harta dunia yang sekaligus juga merupakan rahmat dan cobaan dari Allah SWT. Pada anak banyak dibebankan harapan khususnya sebagai orang yang kelak memelihara orang tuanya di kemudian hari. Anak sebagai fitrah Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapatkan perawatan sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita bangsa yaitu mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. Setiap anak dapat atau mampu memikul tanggungjawabnya di masa depan, maka perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara normal baik jasmani, rohani maupun sosial. Namun demikian terdapat pula keadaan dimana kelahiran seorang anak dalam suatu keluarga tidak selamanya merupakan suatu kebahagiaan. Hal ini biasanya terjadi apabila seorang wanita yang tidak bersuami melahirkan anak. Anak yang lahir dari seorang wanita yang tidak mempunyai suami atau laki-laki yang bukan suaminya dinamakan anak luar kawin. Hukum adat mengenal bermacam-macam anak, yaitu anak sah, anak kandung, anak angkat, anak tiri dan anak yang lahir di luar perkawinan. Oleh karena pengertian yang berbeda-beda itu, maka sebaiknya diuraikan sesuai dengan klasifikasi, yaitu: 9
10 a. Anak sah Ialah anak yang dilahirkan dari pernikahan yang sah menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. b. Anak kandung Ialah anak yang dilahirkan dari kandungan ibu dan ayah biologisnya. c. Anak angkat Ialah seorang anak yang bukan keturunan dari suami istri, namun ia diambil, dipelihara dan diperlakukan seperti halnya anak keturunannya sendiri, sehingga antara anak yang diangkat dan orang yang mengangkat anak timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama seperti yang ada antara orang tua dan anak kandung sendiri. d. Anak Tiri Ialah anak kandung istri janda atau dari suami duda yang mengikuti tali perkawinan. e. Anak yang lahir di luar perkawinan Ialah anak yang lahir dari seorang wanita yang tidak mempunyai suami atau anak yang mempunyai bapak dan ibu yang tidak terikat dalam suatu ikatan perkawinan yang sah. 1 KUHPerdata membedakan antara anak sah dan anak tidak sah atau anak luar kawin. Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah, sedangkan anak yang tidak sah atau anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah antara kedua orang tuanya. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Namun demikian, dalam Pasal ini tidak disebutkan adanya suatu tenggang waktu untuk menentukan sah atau tidaknya seorang anak. Adapun seorang anak yang dilahirkan dari suatu perkawinan yang sah mempunyai kedudukan yang jelas terhadap hak-haknya termasuk hak mewarisnya. 2 1 Sri Wahyuni, Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat Di Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali, Skripsi, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang, 2006, hal 28-29. 2 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut; Perundangan, Hukum adat, dan Hukum Agama, Erlangga, Jakarta, 2003, hal. 133.
11 Di dalam KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 berlaku prinsip bahwa keturunan yang sah didasarkan atas suatu perkawinan yang sah. Dalam Pasal 250 KUHPerdata dinyatakan bahwa anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si suami sebagai ayahnya. Dengan demikian, anak yang lahir atau dibesarkan selama perkawinan walaupun dari benih orang lain adalah anak dari suami ibunya yang terikat dalam perkawinan. 3 Kehadiran seorang anak di luar perkawinan akan menjadikan suatu permasalahan yang cukup memprihatinkan baik bagi seorang wanita yang melahirkan maupun bagi lingkungan masyarakat setempat. Dengan adanya anak lahir di luar perkawinan itu akan menimbulkan banyak pertentangan-pertentangan di antara keluarga maupun di dalam masyarakat mengenai kedudukan hak dan kewajiban anak tersebut. Kondisi dari pertentangan tentang kedudukan anak luar kawin ini kemudian semakin mengemuka tatkala Mahkamah Konstitusi pada hari Jumat tanggal 17 Februari 2012 mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi tentang kedudukan anak luar kawin ini menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji dalam bentuk skripsi khususnya dalam kaitannya pencatatan kelahiran anak dalam kaitannya dengan hubungan anak dengan orang tuanya. 3 Ibid., hal. 135.
12 Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara baru dalam struktur kelembagaan negara Republik Indonesia yang dibentuk berdasakan amanat Pasal 24 C jo Pasal III Aturan Peralihan Perubahan UUD 1945. 4 Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul pada abad ke-20. Ditinjau dari aspek waktu, negara kita tercatat sebagai negara ke-78 yang membentuk MK sekaligus merupakan negara pertama di dunia pada abad ke-21 yang membentuk lembaga ini. 5 Pasal 24C Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 menetapkan bahwa Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court) merupakan salah satu lembaga negara yang mempunyai kedudukan setara dengan lembaga-lembaga negara lainnya, seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden, Mahkamah Agung (MA), dan yang terakhir terbentuk yaitu Komisi Yudisial (KY). Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan salah satu lembaga yudikatif selain Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 6 Mahkamah Konstitusi selanjutnya akan disebut dengan (MK) mengabulkan sebahagian permohonan pengujian. MK menyatakan Pasal 43 ayat (1) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur hubungan hal. 18. 2012. 4 Ikhsan Rosyada Parluhutan Daulay, Mahkamah Konstitusi, Rineka Cipta, Jakarta, 2006, 5 http://www.scribd.com/doc/87187719/mahkamah-konstitusi, Diakses tanggal 8 Nopember 6 Ibid.
13 keperdataan anak di luar perkawinan bertentangan dengan UUD 1945. Permohonan pengujian Pasal dimaksud diajukan oleh Machica Mochtar, artis yang menikah secara siri dengan Mantan Menteri Sekretaris Negara di Era Orde Baru Moerdiono. Machica memohonkan agar Pasal 2 ayat (2) yang mengatur masalah pencatatan perkawinan dan Pasal 43 ayat (1) yang mengatur status keperdataan anak luar kawin dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum dengan segala akibatnya. 7 Putusan ini tentunya menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, bagi pihak yang mendukung menilai putusan ini merupakan terobosan hukum yang progresif dalam melindungi anak, sedangkan bagi pihak yang kontra mengkhawatirkan putusan ini merupakan afirmasi dan legalisasi terhadap pernikahan siri maupun perbuatan zina, kumpul kebo. 8 Apabila dilihat dari pertimbangan hukumnya, maka kekhawatiran pihak yang kontra terhadap putusan ini sebenarnya tidak beralasan. Justru putusan ini memberikan pesan moral kepada laki-laki untuk tidak sembarangan melakukan hubungan seks di luar pernikahan, karena ada implikasi yang akan dipertanggungjawabkan akibat perbuatannya tersebut. MK bermaksud agar anak yang dilahirkan di luar pernikahan mendapatkan perlindungan hukum yang memadai, karena pada prinsipnya anak tersebut tidak berdosa karena kelahirannya di luar kehendaknya. Anak yang dilahirkan tanpa memiliki kejelasan status ayah 7 Kementerian Hukum dan HAM, Kantor Wilayah Sumatera Utara, Kedudukan Anak Luar Nikah Pasca Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010, http://sumut.kemenkumham.go.id/berita-utama/399-kedudukan-anak-luar-nikah-pasca-putusan-mknomor-46puu-viii2010, Diakses tanggal 4 Juni 2012. 8 Ibid.
14 seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan stigma di tengah-tengah masyarakat. Hukum harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinannya masih dipersengketakan. 9 B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah keberadaan pencatatan kelahiran anak dalam kaitannya dengan status hukum anak? b. Bagaimanakah akibat hukum lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-8/2010 tanggal 27 Pebruari 2012 terhadap status hukum anak? c. Apakah permasalahan penerapan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-8/2010 dalam kaitannya status hukum anak? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui keberadaan pencatatan kelahiran anak dalam kaitannya dengan status hukum anak. 2. Untuk mengetahui akibat hukum lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-8/2010 tanggal 27 Pebruari 2012 terhadap status hukum anak. 9 Ibid.
15 3. Untuk mengetahui permasalahan penerapan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-8/2010 dalam kaitannya status hukum anak. D. Manfaat Penulisan Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas penelitian ini diharapkan dapat memberikan faedah sebagai berikut : a. Dari segi teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran mengenai perkembangan hukum keperdataan dalam kaitannya dengan kedudukan anak luar kawin dari aspek keperdataan. b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan kepada berbagai pihak tentang upaya perlindungan hukum terhadap anak luar kawin. E. Metodologi Penulisan Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Sifat/materi penelitian Sifat penelitian ini adalah normatif atau penelitian hukum doktriner, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (data sekunder) atau penelitian hukum perpustakaan. 10 2. Sumber data Sumber data penelitian ini berasal dari data sekunder. Data sekunder yakni didapatkan dengan melakukan pengumpulan referensi yang berkaitan dengan objek 10 Ediwarman, 2010, Monograf, Metodologi Penelitian Hukum, Medan: Program Pascasarjana Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara, halaman 24.
16 atau materi penelitian yang meliputi: a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti. c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum dan kamus Bahasa Indonesia, dan internet. 3. Alat pengumpul data Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen dan penelusuran kepustakaan. 4. Analisis data Untuk mengolah dan menganalisis data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, peneliti pada kesempatan pertama membaca dan meringkas putusan MK yang menjadi fokus dari studi ini. Setelah itu peneliti melakukan inventarisasi peraturaan terkait, khususnya dalam KUHPerdata UU No. 1 Tahun 1974, UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Setelah itu peneliti melakukan komparasi/perbandingan antara putusan MK dimaksud dengan perundang-undangan terkait.terakhir, peneliti mengumpulkan hasil temuan yang di dapat.
17 F. Keaslian Penulisan Adapun penulisan skripsi yang berjudul mengenai Aspek Hukum Pencatatan Kelahiran Anak Dan Kaitannya Dengan Hubungan Anak Dan Orang Tuanya ( Studi Putusan Mahkamah Konsitusi No. 46/PUU-VIII/2010) belum pernah ditulis dan belum pernah ada pembahasan sebelumnya. Hal ini didasarkan penelusuran yang dilakukan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan perpustakaan. Akan tetapi dari ada hasil penelitian terdahulu yang bahasanya hampir bersamaan, yaitu : 1. Skripsi yang disusun oleh Bambang S Adi Putra dengan judul Status Anak Luar Kawin Ditinjau Dari Hukum Perdata Dan Hukum Islam. 2. Skripsi yang disusun oleh Benedicta Arsita dengan judul Kedudukan anak Luar Kawin Dalam Pewarisan Menurut Hukum Perdata Dan Hukum Islam. 3. Skripsi yang disusun oleh Riki Syahputra dengan judul Tinjauan Hukum Terhadap Hak Dan Kewajiban Anak Dan Orang Tua Ditinjau Dari Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawainan Dan Hukum Islam. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian: Bab I. Pendahuluan Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian
18 pada umumnya yaitu, Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metodologi Penulisan, Keaslian Penulisan serta Sistematika Penulisan. Bab II. Pencatatan Kelahiran Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Pengertian Pencatatan Kelahiran Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Tujuan Pencatatan Kelahiran Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Kendala Dalam Pelaksanaan Pencatatan Kelahiran Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 serta Pencatatan Kelahiran Menurut KUHPerdata. Bab III. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-8/2010 Tanggal 27 Pebruari 2012. Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang Pengertian dan Latar Belakang Lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-8/2010 Tanggal 27 Pebruari 2012, Tujuan Dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-8/2010 Tanggal 27 Pebruari 2012 serta Substansi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU- 8/2010 Tanggal 27 Pebruari 2012. Bab IV. Pencatatan Kelahiran Anak Dalam Kaitannya Dengan Status Hukum Anak Terhadap Orang Tuanya. Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap Keberadaan Pencatatan Kelahiran anak Dalam Kaitannya Dengan Status Hukum Anak, Akibat Hukum Lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi
19 Nomor: 46/PUU-8/2010 Tanggal 27 Pebruari 2012 serta Permasalahan Penerapan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-8/2010 Tanggal 27 Pebruari 2012 Dalam Kaitannya Status Hukum Anak. Bab V. Kesimpulan dan Saran Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran.