PENGEMBANGAN PECINAN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA WARISAN BUDAYA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT (LOCAL COMUNITIES) TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG

BAB II KAJIAN TEORI...

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENATAAN KORIDOR JALAN GANG PINGGIR SEBAGAI PEDESTRIAN MALL PECINAN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. bersifat unik, karena pariwisata bersifat multidimensi baik fisik, sosial,

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut sejarah Cina kuno dikatakan bahwa orang-orang Cina mulai

SENTRA BATIK TULIS LASEM Nanda Nurani Putri BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

STUDI PERAN STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN SARANA PRASARANA REKREASI DAN WISATA DI ROWO JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. TABEL 1.1 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE OBJEK WISATA KOTA BANDUNG Jumlah. Jumlah Tahun.

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA TIRTO ARGO DI UNGARAN

BAB I PASAR SENI DI WAIKABUBAK SUMBA BARAT NTT ARSITEKTUR TRADISIONAL SEBAGAI ACUAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kawasan yang memiliki m nilai arti kesejarahan ataupun aupun nilai seni

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ragam budaya yang berbeda satu sama lain. Keragaman budaya ini

BAB I PENDAHULUAN. peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negarad, pariwisata

SEA SIDE HOTEL DI KAWASAN WISATA PANTAI PANGANDARAN

LaporanPerancangan Gedung Convention Centre di Kawasan Wisata Pantai Senggigi Lombok

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian

PERSEPSI WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP ATRAKSI PARIWISATA AIR DI KAWASAN GILI TRAWANGAN TUGAS AKHIR

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang

BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR 135. LP3A - Beachwalk Mall di Tanjung Pandan, Belitung

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

MUSEUM NEGERI JAWA BARAT SRI BADUGA DI BANDUNG (Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernacular)

LKPJ WALIKOTA SEMARANG AKHIR TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. baik kepada seluruh pelaku pariwisata dan pendukungnya. Dengan adanya

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

KECENDERUNGAN PASAR JOHAR SEBAGAI OBYEK WISATA BELANJA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

JURNAL TUGAS AKHIR JUDUL PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL PERAHU WARAG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

Maharani Isabella_

PERDA TENTANG KARAKTER KHAS BANGUNAN DAN KAWASAN DIKOTA SOLO oleh: Bimo Hernowo

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN TEPIAN TELUK GILIMANUK SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

IMPLEMENTASI INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR

BAB 1 PENDAHULUAN. terbentuklah Kabupaten Natuna dengan kota Ranai sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Wukirsari Sebagai Desa Penghasil Kerajinan Tangan

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

Presentasi SAKIP. Kabupaten Magetan SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

PASAR IKAN DAN PASAR FESTIVAL IKAN DI SUNDA KELAPA

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

REKREASI AIR DI SUB-KAWASAN WISATA BUKIT CINTA RAWA PENING KABUPATEN DATI II SEMARANG

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 metro.koranpendidikan.com, diakses pada 1 Maret 2013, pukul WIB

STUDI PREFERENSI WISATAWAN TERHADAP JENIS MODA ANGKUTAN WISATA DI KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik

BAB II DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul. Kebudayaan daerah merupakan aset yang cukup penting bagi pengembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut.

ARAHAN BENTUK, KEGIATAN DAN KELEMBAGAAN KERJASAMA PADA PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA PANTAI PARANGTRITIS. Oleh : MIRA RACHMI ADIYANTI L2D

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir ini, pariwisata menjadi sebuah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN ± 153 % ( ) ± 33 % ( ) ± 14 % ( ) ± 6 % ( )

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk menarik wisatawan dan pengunjung lainnya (McIntosh : 4, 1972). Kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang menjadikan

STUDI SEGMENTASI PASAR DAN PENILAIAN ATRAKSI SEBAGAI MASUKAN BAGI PENINGKATAN ATRAKSI TAMAN WISATA BUDAYA JAWA TENGAH PURI MAEROKOCO TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. wisata budaya. Dari berbagai potensi wisata yang dimiliki Jawa Tengah salah

Transkripsi:

PENGEMBANGAN PECINAN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA WARISAN BUDAYA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT (LOCAL COMUNITIES) TUGAS AKHIR Oleh: RIYANTO L2D000451 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2004

ABSTRAK Pengembangan kawasan Pecinan sebagai kawasan wisata budaya sebenarnya telah mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak, baik dari Pemerintah Kota Semarang sendiri maupun dari organisasi kemasyarakatan seperti Kopi Semawis yang selama ini berupaya mewujudkan kawasan Pecinan sebagai kawasan wisata. Melihat banyaknya dukungan tersebut upaya pengembangan yang ada perlu ditindaklanjuti secara nyata, namun sebelum merealisasikan kawasan Pecinan sebagai kawasan wisata budaya banyak hal yang harus diperhatikan baik dari segi kawasan itu sendiri (fungsi, potensi dan permasalahan kawasan secara fisk) maupun masyarakat yang ada di dalamya (karakteristik sosial budaya). Mengingat kondisi yang ada sekarang fungsi kawasan Pecinan selain sebagai pusat perdagangan juga merupakan kawasan hunian yang padat, di dalamnya terdapat masyarakat yang tinggal dan beraktfitas didalamnya selama 24 jam. Pengembangan yang ada nantinya tentu saja akan berpengeruh terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal di dalamnya, sehingga perlu adanya pengkajian mengenai kesiapan masyarakat setempat (local comunities) terhadap rencana pengembangan tersebut. Kesiapan masyarakat ini penting mengingat adanya trauma masyarakat keturunan Cina sebagai akibat kebijakan di masa Orde Baru dan juga mereka mempunyai karakter sosial budaya serta flosofi yang kuat dan masih bertahan sampai sekarang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam tahap awal ini adalah pengidentifikasian persepsi masyarakat setempat terhadap pengambangan kawasan Pecinan itu sendiri, sekaligus mengidentifikasi potensi dan permasalahan kawasan tersebut baik secara fsik maupun nonfisik. Hasil yang diharapkan adalah teridentifikasinya persepsi masyarakat setempat terhadap pengembangan kawasan Pecinan sebagai kawasan wisata warisan budaya beserta karakteristik sosial budaya yang ada. Tahapan yang dilakukan dalam upaya untuk memunculkan persepsi masyarakat tersebut dimulai dengan menemukenali potensi dan permasalahan kawasan baik secara fisik maupun nonfisik, kemudian indentifikasi karakteristik sosial budaya masyarakat yang dilanjutkan dengan pengidentifikasian persepsi masyarakat terhadap pengembangan kawasan Pecinan tu sendiri. Terakhir melakukan analisis terhadap persepsi masyarakat setempat yang dikaitkan dengan karakteristik sosial budaya masyarakat yang ada serta faktor-faktor dalam pengembangan potensi kawasan Pecinan sebagai kawasan wisata warisan budaya. Pada akhirnya persepsi tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam pengembangan kawasan. Dimana faktor-faktor tersebut dirumuskan dari kajian pariwisata yang dikaitkan dengan kondisi kawasan Pecinan dan masyarakat yang ada didalamnya. Analisis yang dilakukan dalam studi ini lebih kepada pendekatan yang bersifat kualitatif, dimana pada pendekatan ini penekanan analisis adalah pada ketajaman dan kepekaan berpikir analis dalam mengkaji suatu masalah atau kecenderungan yang terjadi di lapangan. Selanjutnya informasi yang berisi persepsi masyarakat terhadap pengembangan kawasan Pecinan secara keseluruhan serta dari kondisi kawasan Pecinan (fungsi kawasan) dan masyarakat yang ada didalamnya (karakteristik sosial budayanya) dianalis lebih lanjut sehingga muncul bagaimana sebenarnya minat dan tanggapan masyarakat setempat terhadap pengembangan yang ada beserta karakteristik sosial budayanya. Selanjutnya dari hasil analisis yang ada nantinya dapat menjadi dasar pertimbangan/arahan dalam pengembangan kawasan Pecinan sebagai kawasan wisata warisan budaya. Hasil yang ada bahwa kawasan Pecinan selain kaya akan potensi ragam warisan budaya juga menyimpan berbagai masalah yang berkaitan dengan adanya perkembangan fungsi kawasan dan karakter sosal budaya masyarakat beserta aktifitasnya. Oleh sebab itu kondisi kawasan baik secara fisik dan masyarakat yang ada didalamnya merupakan merupakan hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan dan mempengaruhi persepsi masyarakat dalam pengembangan Kawasan Pecinan sebagai kawasan wisata warisan budaya. Adapaun rekomendasi yang ada adalah dalam pengembangan kawasan Pecinan sebagai kawasan wisata warisan budaya harus memperhatikan unsur-unsur lokal yang ada. Pengembangan yang ada harus mampu mewadahi segala aktifitas masyarakat yang ada seperti aktifitas masyarakat yang sebagian besar adalah berdagang di dalam kawasan serta adanya aktifitas yang bersifat religius/upacara ritual. Sedangkan upaya nyata yang dapat dilakukan adalah pelibatan masyarakat setempat dalam menciptakan atraksi wisata, seperti wisata belanja dan pengembangan atraksi wsata yang bersifat religius. Kata Kunci: Wisata Warisan Budaya, Pecinan, Persepsi Masyarakat Setempat (local comunities)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Pecinan sebagai domain ekonomi kota memang telah dikenal umum, bahkan hampir setiap kota di Nusantara ini memiliki Pecinan yang berfungsi sebagai sentra ekonomi dan hunian. Sebagai sebuah komponen perkotaan yang memiliki keunikan dari segi etnisitas dan fungsi (dan latar belakang sejarah tentunya) selain perbedaan fisiknya, Pecinan ternyata menyimpan banyak keunikan, potensi dan masalah, baik dalam aspekaspek perkotaan, arsitektur, dan sosial budaya yang kesemuanya saling jalin menjalin (Sopandi, 2003:15). Pecinan sebagai kawasan kuno banyak mengandung nilai sejarah bagi perkembangan kota baik secara fisik maupun sosial budaya, ini terlihat dari peninggalan masa lalu yang sampai sekarang masih ada. Peninggalan tersebut dapat berupa struktur morfologi kota yang masih bertahan sampai sekarang, kemudian peninggalan berupa bangunan fisik seperti bangunan klenteng dan rumah tempat tinggal yang bercorak ke- Cinaan. Selain itu juga terdapat kebudayaan khas Pecinan yang merupakan percampuran antara budaya Cina dan lokal seperti seni tari, seni kerajinan maupun seni boga (makanan khas). Melihat potensi yang ada kawasan Pecinan sebagai salah satu unsur perkotaan dapat menjadi suatu pembentuk citra kota sekaligus sebagai aset yang dapat dikembangkan menjadi komoditas melalui pengembangan kawasan Pecinan sebagai kawasan wisata terutama wisata budaya. Kota Semarang merupakan salah satu kota yang mempunyai beranekaragam warisan budaya dari masa lalu yang sampai sekarang masih dapat dirasakan keberadaannya. Ragam warisan tersebut mulai dari zaman Kolonial yang dapat dilihat di sekitar kawasan kota lama Semarang, kemudian warisan budaya Timur Tengah yang masih kentara di kawasan Pekojan- Kauman dan tentu saja warisan budaya Cina yang nuasanya masih dapat dirasakan di kawasan Pecinan yang dimulai dari ujung utara Jalan Beteng- Pekojan-Jagalan-Pedamaran serta sejumlah gang antara lain Gang Baru, Gang Mangkok, Gang Pinggir, Gang Warung, Gang Tengah, Gang Besen dan lain-lain. Nuansa etnis Cina makin terasa dengan keberadaan Klenteng yaitu tempat sembahyang untuk umat Tridarma (Khong Hu Cu, Tao dan Budha). Kawasan Pecinan Semarang mempunyai kurang lebih

2 tujuh kelenteng yang letaknya tersebar di kawasan tersebut dan diantara ketujuh klenteng tersebut yang terbesar adalah Kelenteng Tay Kak Sie Gang Lombok. Keberadaan klenteng-klenteng tersebut merupakan salah satu keunikan yang dimiliki Pecinan Semarang dibandingkan dengan kawasan Pecinan lain di nusantara, bahkan ada yang menyebut kawasan Pecinan di Semarang sebagai surganya Pecinan di Indonesia dengan eksotika 1001 klenteng dimana hampir di setiap ujung gang di kawasan ini terdapat kelenteng yang masing-masing mempunyai keistimewaan tersendiri. Selain keberadaan klenteng, keunikan lain adalah masih banyak ditemukannya bangunan tempat tinggal yang bercorak ke-cinaan dengan bentuk atapnya yang khas dan ornamen-ornamen detail lainnya seperti bentuk konsol, daun pintu dan jendela. Ditinjau dari aspek struktur morfologinya Kawasan Pecinan Semarang yang merupakan kawasan hunian padat menunjukkan pola grid yang masih jelas dan tipologi kawasan ini menunjukkan dengan jelas sebagai kawasan perdagangan (the Chinnese business districts) (Kurniati, 2001: 30). Kawasan Pecinan Kota Semarang tidak hanya kaya dari segi arsitekturnya yang khas seperti bangunan klenteng, namun sekaligus kaya juga dengan berbagai atraksi budaya atau festival seperti Festival Sam Po, serta nuansa dan keberadaan pasar-pasar eksklusif di sekitar Gang Baru. Dikaitkan dengan kondisi yang ada sekarang fungsi kawasan Pecinan sebagai kawasan preservasi atau cagar budaya mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata terutama wisata budaya sehingga selain dapat mempertahankan fungsinya sebagai cagar budaya juga dapat bermanfaat bagi masyarakat sebagai tempat rekreasi alternatif, yaitu alternatif objek wisata yang sifatnya tradisional, orisinil dan unik serta sekaligus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Adanya kecenderungan masyarakat Semarang untuk melakukan kegiatan window shopping di pusat-pusat perbelanjaan atau mall-mall, serta masih sedikitnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Semarang 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa masih minimnya objek wisata yang menawarkan atraksi wisata yang menarik serta kurang dikembangkannya seni dan kebudayaan khas Semarang sebagai potensi wisata di Kota Semarang. Kondisi tersebut tentu saja mengakibatkan perkembangan pariwisata 1) hal ini dapat dilihat perbandingannnya dengan Kota Yogyakarta dalam hal tingkat hunian hotel dimana pada tahun 2002 tingkat hunian hotel di Kota Semarang adalah 1,5 sedang Kota Yogyakarta sebesar 2,0 ( Statistik Indonesia-BPS, 2002).

3 di Kota Semarang menjadi kurang optimal, oleh sebab itu perlu upaya pencarian objek wisata alternatif yang dapat dijadikan komoditas sekaligus image tersendiri bagi Kota Semarang, sehingga jika orang Semarang hendak berwisata ataupun orang luar Semarang datang ke Semarang maka mereka akan mendapatkan sesuatu yang tidak didapat di kota lain dan menjadikan mereka sering datang berkunjung ke Kota Semarang. Kurang berkembangnya pariwisata di Kota Semarang terutama atraksi wisata dan kebudayaan menjadikan kawasan Pecinan potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu alternatif objek wisata di Kota Semarang terutama sebagai kawasan wisata heritage (warisan budaya). Hal ini didukung pula oleh rencana Pemerintah Kota Semarang untuk merevitalisasi Kawasan Pecinan dan menjadikannya sebagai kawasan wisata budaya serta dari Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah yang telah mengadakan penelitian mengenai paket Wisata Pecinan Jawa Tengah, yang salah satunya Paket Eksotika 1001 Klenteng di Semarang. Dukungan terhadap upaya tersebut tidak hanya datang dari pihak pemerintah kota namun juga dari masyarakat, seperti Kopi Semawis (Komunitas Pecinan Semarang untuk Wisata). Kopi Semawis merupakan organisasi kemasyarakatan yang didalamnya terdapat unsur akademisi, budayawan, pengusaha maupun masyarakat keturunan Cina yang peduli akan nasib dan masa depan Kawasan Pecinan Semarang. Melihat banyaknya dukungan dari berbagai pihak manjadikan upaya pengembangan Kawasan Pecinan sebagai kawasan wisata perlu ditindaklanjuti secara nyata. Namun sebelum dikembangkan menjadi kawasan wisata warisan budaya perlu adanya identifikasi dan pembentukan karakter kawasan Pecinan. Selain itu juga perlu adanya penggalian budaya, upacara ritual, kesenian, hingga legenda yang mengiringi masuknya bangsa Tionghoa/Cina. Bahkan dengan pengkonsentrasian makanan khas Pecinan diharapkan bisa menarik wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Sehingga sebelum meresmikan kawasan Pecinan sebagai salah satu objek wisata kota, yang pelu dilakukan terlebih dahulu adalah mengaktifkan kegiatan yang berbudaya Cina, sehingga ketika orang berada di kawasan Pecinan seakan-akan mereka berada di Cina.(Darwis, 2003:32). Kondsi masyarakat Pecinan atau masyarakat setempat (local comunities) baik secara psikologis maupun sosial budaya, adalah satu hal yang penting untuk dipertimbangkan sebelum menjadikan kawasan Pecinan sebagai kawasan wisata. Hal ini dirasa penting karena adanya trauma masyarakat terhadap masa lalu dimana lebih dari tiga