BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. nyata yang sedang dihadapi farmasi klinik saat ini terutama karena adanya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta orang atau 8,05 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Persentase keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk usia lanjut tumbuh lebih cepat daripada kelompok umur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

mendapatkan 5,7% KTD, 50% diantaranya berhubungan dengan prosedur operasi (Zegers et al., 2009). Penelitian oleh (Wilson et al.

DRUG RELATED PROBLEMS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memperbaiki kualitas dan merupakan prinsip dasar dalam pelayanan pasien

BAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan air dalam bentuk urine (Stein, 2007). Gagal Ginjal Kronik (GGK)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan jaringan. Orang yang menderita DM

BAB I PENDAHULUAN. keluaran klinik yang diharapkan. Kesalahan pemberian obat (drug administration)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009).

7 STANDAR KESELAMATAN PASIEN

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMs PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG TESIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bagaimana Penulisan SOAP oleh Farmasi? Tim KARS

BAB I PENDAHULUAN. (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global. World Health Organization. pembedahan pada tahun Di negara bagian AS yang hanya berpopulasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu organisasi

PROGRAM KERJA BIDANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Healthcare Associated Infections (HAIs) telah banyak terjadi baik di

BAB I PENDAHULUAN. oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keselamatan pasien telah menjadi isu global yang sangat penting dilaksanakan oleh setiap rumah sakit, dan

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap pelayanan kesehatan, dimana dimasa lalu pelayanan. diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan semakin meningkat. Istilah infeksi nosokomial diperluas

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS. Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Community Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyakit saluran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan salah satu intervensi medis yang paling efektif, jika

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelamatkan pasien. Untuk menjalankan tujuannya ini, rumah sakit terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang termasuk bidang kesehatan. Peralatan kedokteran baru banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu hal yang mendapat perhatian penting adalah masalah konsep keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan formal yaitu di puskesmas, rumah sakit, dan di apotek. Permasalahan

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kompetensi, Mutu Layanan dan Keselamatan Pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

BAB 1 PENDAHULUAN. Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. naiknya kadar glukosa darah karena ketidakmampuan tubuh untuk. memproduksi insulin (IDF, 2015). DM adalah suatu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada dirinya. Menurut

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, padat profesi dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memberikan pelayanan keperawatan (Ballard, 2003). Kesalahan dalam proses

IDENTIFIKASI KESALAHAN PENGOBATAN (MEDICATION ERROR) PADA TAHAP PERESEPAN (PRESCRIBING) DI POLI INTERNA RSUD BITUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kejang berulang disebabkan oleh pelepasan sinkron berulang, abnormal, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

RUS DIANA NOVIANTI J

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1. Masalah umum hasil pemeriksaan laboratorium

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Insidensi penyakit gagal ginjal kronik semakin. meningkat dengan sangat cepat. Hal ini tidak hanya

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1438/Menkes/per/IX/ 2010 tentang standar pelayanan kedokteran Bab V pasal 10 ayat 4 berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan yang memiliki fungsi yang

90 Januari Februari Maret Target Capaian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Morbiditas dan mortalitas karena penggunaan obat merupakan masalah nyata yang sedang dihadapi farmasi klinik saat ini terutama karena adanya Adverse Drug Events (ADEs), efek seperti ini dapat meningkatkan biaya perawatan secara bermakna (Aslam, 2003). Menurut Nebeker et al (2004), kejadian tentang reaksi obat yang tidak diharapkan (Adverse Drug Events) adalah respon yang tidak diharapkan terhadap terapi obat dan mengganggu atau menimbulkan cedera pada penggunaan obat dosis normal. Adverse Drug Events ada yang berkaitan dengan efek farmakologi/mekanisme kerja (efek samping) dan ada yang tidak berkaitan dengan efek farmakologi contohnya syok anafilaksis pada penggunaan antibiotik golongan penisilin (reaksi hipersensitivitas), mengantuk pada penggunaan klorfenilramin maleat (Departemen Kesehatan, 2008). Berdasarkan analisis kejadian berisiko dalam proses pelayanan kefarmasian, reaksi obat yang tidak diharapkan (Adverse Drug Events), kesalahan pengobatan (Medication Errors) dan reaksi obat yang merugikan (Adverse Drug Reaction) menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien yang memerlukan pendekatan sistem untuk pengelolaan, mengingat kompleksitas keterkaitan kejadian antara kesalahan merupakan hal yang manusiawi (to err is human) dan proses farmakoterapi yang sangat kompleks. Faktor lain yang 1

mempengaruhi terjadinya risiko obat tersebut adalah multifaktor dan multiprofesi yang kompleks, jenis pelayanan medik, banyaknya jenis dan jumlah obat per pasien, faktor lingkungan, beban kerja, kompetensi karyawan, kepemimpinan dan sebagainya (Departemen Kesehatan, 2008). The Institute of Medicine (IOM) memperkirakan tidak kurang dari 1,5 juta kejadian yang tidak diharapkan karena kesalahan penggunaan obat (preventable ADE) terjadi tiap tahun di Amerika Serikat (Aspden et al., 2006). Winterstein et al (2002) mengidentifikasi tidak kurang dari 50% preventable ADE meliputi penggunaan antikoagulan yang tidak tepat, dosis opioid berlebihan dan ketidaktepatan dosis serta monitoring insulin. Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengamati ADEs pada pasien yang menjalani pengobatan, ratarata ditemukan 5% pasien yang masuk rumah sakit, disamping itu pada pasien yang dirawat 10-20% di antaranya mengalami ADEs selama menjalani perawatan, sehingga sekitar 50% dari pasien ini akan tinggal lebih lama di rumah sakit (Aslam, 2003). Berdasarkan laporan IOM tentang kejadian merugikan yang dialami pasien, disebutkan bahwa insiden yang berhubungan dengan pengobatan menempati urutan utama. Disimak dari aspek biaya, kejadian 459 ADEs dari 14.732 kejadian bernilai sebesar $348 juta, senilai $159 juta yang dapat dicegah (265 dari 459 kejadian). Sebagian besar tidak menimbulkan cedera namun menimbulkan konsekuensi biaya. Penelitian terbaru menunjukkan 2% dari pasien masuk rumah sakit mengalami ADEs yang berdampak meningkatnya Length Of 2

Stay (LOS) 4,6 hari dan meningkatkan biaya kesehatan $4.7000 dari setiap pasien yang masuk rumah sakit (Departemen Kesehatan, 2008). Kane-Gill et al (2010) meneliti ADEs di Intensive Care Unit (ICU) menyatakan MEs terjadi pada 106 per 1000 hari pasien dan terjadi pada banyak tahap. Preventable ADE 0,6% - 29% yang paling sering adalah alergi penicillin (13-116/1000 hari pasien) dan non-preventable ADE dua kali lebih besar daripada preventable ADE meliputi perdarahan akibat antithrombotik dan gagal ginjal akibat toksik pengobatan. Faktor risikonya adalah lingkungan ICU, populasi pasien risiko tinggi, pengobatan dengan obat-obat risiko tinggi menyebabkan bahaya (high alert drug), dan infus IV, akibatnya berdampak pada kematian, kerusakan organ, menambah LOS dan biaya (2,3-4,8 hari @$3400/hari). Studi yang dilakukan Bagian Farmakologi Universitas Gadjah Mada (UGM) antara 2001-2003 menunjukkan bahwa MEs terjadi pada 97% pasien ICU antara lain dalam bentuk dosis berlebihan atau sebaliknya, frekuensi dan cara pemberian yang tidak tepat atau keliru (Departemen Kesehatan, 2008). The Institute for Healthcare Improvement (IHI) menemukan 19% pasien peri-operative dan 55% pasien ICU mengalami kejadian merugikan. Seynaeve et al (2011) dalam sebuah studi retrospektif meneliti ADEs pada pasien ICU di Antwerp University Hospital menggunakan global trigger tool yang disesuaikan dengan lingkungan perawatan kritis, menemukan 230 kejadian ADEs terjadi pada 79 pasien ICU dan terjadi pada 175 dari 1009 hari pasien dianalisis. Kejadian yang paling umum adalah hipoglikemia, prolonged activated partial thromboplastin time dan hipokalemia. Penelitian ini menyatakan obat-obat high 3

alert merupakan obat dengan frekuensi tinggi digunakan pada pasien dengan sakit kritis dan mempunyai risiko tinggi penyebab bahaya jika digunakan tidak sesuai prosedur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien ICU sering terkena ADEs yang berpotensi membahayakan. Danish Medicines Agency (2011) mengidentifikasi kelompok obat dengan frekuensi terbanyak menyebabkan ADEs yang serius antara lain, antibiotik (amoxicillin, ceftriaxone, cefuroxime, ciprofloxacine, gentamicin, nevirapine, penicillin), antidepresan (SSRI), antipsikotik (haloperidol, quetiapine, zuclopenthixol), antithrombotik dan antikoagulan (acetylsalicylic acid, clopidogrel, enoxaparin, phenprocoumon, tinzaparin, warfarin), benzodiazepines (midazolam, triazolam), sitostatik (carboplatin, daunorubicin, etoposide, 5- fluorouracil, methotrexate), diuretik (furosemide, thiazide diuretik), insulin, NSAIDs, opioid kuat (morphine, oxycodone). United States Department of Health and Human Service (2012) menemukan 4 golongan obat high alert memiliki dampak terbesar menyebabkan bahaya karena sering digunakan yaitu insulin, antikoagulan, narkotik dan sedatif. Farmakologi obat, kompleksitas dosis, dan berbagai produk insulin berkontribusi terhadap potensi error dan terkait bahaya. Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling umum dari terapi insulin dan merupakan efek samping yang sangat sering terjadi di rumah sakit di seluruh dunia, bahkan ketika rumah sakit menggunakan protokol dan pedoman, efek samping terus terjadi. Penyesuaian dosis tidak memperhitungkan stres yang disebabkan oleh penyakit atau prosedur medis, atau ketika pasien mungkin tidak memiliki cukup makanan/asupan kalori. 4

Antikoagulan karena kurangnya panduan dosis dan pemantauan yang tepat dapat menyebabkan bahaya 4% preventable ADE dan 10% potensial ADEs. Warfarin umumnya terlibat dalam ADEs karena kompleksitas dosis dan pemantauan, kepatuhan pasien, interaksi dengan sejumlah obat dan diet yang dapat mempengaruhi aktivitas obat. Overdose atau underdose opioid berhubungan dengan depresi pernafasan atau kontrol nyeri yang buruk adalah faktor umum dalam adverse event. Bahaya bisa terjadi pada penggunaan sedatif jika tidak memiliki proses untuk menangani situasi darurat seperti depresi pernafasan dan arrest, obat sedatif menyumbang 42% preventable ADEs. Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi, dan terbukti memiliki kontribusi besar dalam menurunkan insiden/kesalahan. Upaya untuk menjamin keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangatlah kompleks dan banyak hambatan. Salah satu strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien adalah dengan mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event), membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event serta mengurangi efek akibat adverse event (Departemen Kesehatan, 2008). Dari latar belakang di atas bahwa ADEs menempati urutan utama insiden berisiko terhadap keselamatan pasien. Lingkungan perawatan kritis, dan pengobatan dengan high alert adalah faktor risiko terjadinya ADEs, serta ditemukannya 4 obat high alert yang mempunyai dampak terbesar menyebabkan bahaya, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul : Analisis Adverse Drug Events (ADEs) Pada Penggunaan Obat-Obat High Alert Di 5

Intensive Care Unit (ICU) Dan Cardiac Intensive Care Unit (CICU) Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana insidensi ADEs pada penggunaan obat-obat high alert yang meliputi obat antikoagulan, insulin, narkotik/opioid, dan sedatif di ICU dan CICU Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta? C. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang ADEs di ICU yang telah dilakukan sebelumnya diantaranya yaitu : 1. Kane-Gill et al (2010) tentang ADEs di ICU. Penelitian ini menjelaskan kejadian reaksi obat yang tidak diharapkan di unit perawatan intensif dengan melacak kejadian yang tidak diharapkan per 1000 hari serta biaya perawatan akibat kejadian tersebut. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa MEs terjadi pada 106 per 1000 hari pasien dan terjadi pada banyak tahap, preventable ADE 0,6% - 29% dan non-preventable ADE dua kali lebih besar daripada preventable ADE meliputi perdarahan akibat antithrombotik dan gagal ginjal akibat toksik pengobatan. Faktor risikonya adalah lingkungan ICU, populasi pasien risiko tinggi, pengobatan dengan high alert, dan infus IV, akibatnya berdampak pada kematian, kerusakan organ, menambah LOS dan biaya (2,3-4,8 hari @$3400/hari). 6

2. Seynaeve et al (2011) tentang Adverse Drug Events in Intensive Care Unit: A Cross-Sectional Study of Prevalence and Risk Factors. Penelitian ini bertujuan untuk menilai karakteristik ADEs pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif dan menentukan dampak keparahan penyakit dan beban kerja keperawatan pada prevalensi kejadian. Penelitian ini dilakukan secara cross sectional berdasarkan analisis retrospektif sistem manajemen data pasien kualitas tinggi, pada penelitian ini prevalensi ADEs diukur menggunakan global trigger tool yang disesuaikan untuk lingkungan perawatan kritis, sedangkan klasifikasi ADEs berdasarkan 9 kriteria National Coordination Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCC MERP). Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa 230 ADEs terjadi pada 79 pasien ICU dan terjadi pada 175 dari 1009 hari pasien dianalisis. Kejadian paling umum adalah hipoglikemia, perpanjangan tromboplastin time, dan hipokalemia. Dari kejadian yang terjadi, 96% diklasifikasikan menyebabkan bahaya sementara dan 4% menyebabkan komplikasi. Keparahan penyakit dan beban kerja perawat signifikan lebih tinggi pada hari ketika satu atau lebih ADEs terjadi. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah peneliti menganalisis ADEs secara retrospektif terhadap rekam medik pasien yang menggunakan obat high alert di ICU/CICU RS. Panti Rapih, berdasarkan trigger tool ADEs dan ICU adverse event terhadap 4 golongan obat high alert yaitu, antikoagulan, insulin, narkotik/opioid dan sedatif. 7

D. Tujuan Penelitian Menganalisis insiden ADEs pada penggunaan obat-obat high alert yang meliputi obat antikoagulan, insulin, narkotik/opioid, dan sedatif di ICU dan CICU Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. E. Manfaat Penelitian 1. Untuk RS. Panti Rapih Yogyakarta, penelitian ini sebagai dokumen insiden keselamatan pasien untuk pembelajaran awal mencegah kejadian yang sama terulang kembali. 2. Untuk peneliti, penelitian ini merupakan pengalaman yang berharga sebagai ilmu yang melatih peneliti sebagai farmasi klinik dalam upaya untuk menjamin keselamatan pasien yang menerima pengobatan dengan obat risiko tinggi (High alert drugs). 8