BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

2016, No c. bahwa Menteri Perdagangan melalui surat Nomor: 330/M- DAG/SD/4/2016 tanggal 14 April 2016 hal Permohonan Perubahan Peraturan Menter

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

: Institute Of Southeast Asian Studies

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa melintasi batas-batas suatu negara atau territorial suatu negara ke territorial negara lainnya (M. Ali Purwito, 2010 : 4). Perdagangan internasional mengakibatkan negara-negara melakukan usaha guna mempermudah akses pasar mereka melalui suatu perdagangan bebas. Perdagangan bebas (free trade) adalah suatu perdagangan antar negara, baik yang berkenaan dengan impor maupun ekspor yang tidak dibatas-batasi atau di intervensi dengan pengenaan tarif, kuota, subsidi, kontrol nilai tukar dan lain-lain batasan dan intervensi yang merupakan proteksi dan menghambat arus perdagangan (Munir Fuady, 2004: 3). Indonesia resmi menjadi bagian dalam sistem perdagangan internasional dengan diratifikasinya Agreement Establishing The World Trade Organization (WTO Agreement) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization. WTO merupakan sebuah organisasi internasional yang mengawasi aturan perdagangan internasional, termasuk di dalamnya kebijakan perjanjian perdagangan bebas, penyelesaian sengketa perdagangan dan sebagai forum negosiasi perdagangan antar anggota. Ratifikasi Indonesia atas WTO Agreement menyebabkan Indonesia terikat pada aturan perdagangan internasional yang ada dalam WTO. Setiap kebijakan perdagangan yang dibuat oleh Indonesia tidak boleh melanggar ketentuan-ketentuan WTO dan tidak boleh merugikan negara anggota lainnya. Terdapat beberapa aturan bagi negara anggota WTO antara lain setiap negara harus membuka pasarnya, hambatan perdagangan, baik berupa tarif impor maupun non-tarif harus dikurangi hingga akhirnya dihapuskan (Kossi Ayenagbo, 2011: 16). Aturan WTO mengenai kewajiban liberalisasi pasar, penurunan dan atau penghapusan hambatan tarif maupun non-tarif terdapat dalam Article II GATT, khusus produk pertanian diatur pula secara spesifik dalam Article 4 AoA. Regulasi perdagangan impor diatur dalam Article X GATT serta Article 1 dan 3 The Agreement on Import Licensing Procedures /Import Licensing Agreement 1

(ILA). Perkembangannya, perdagangan Indonesia tidak hanya terbatas pada keanggotaan Indonesia dalam WTO saja, melainkan juga keanggotaan Indonesia dalam organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yaitu, Assosiation of South East Asian Nations (ASEAN). Konferensi Tingkat Tingi (KTT) ASEAN ke-14 di Thailand Desember 2008 menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan dalam kerjasama tingkat regional ASEAN. Pada KTT ini semua negara-negara ASEAN meratifikasi Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dan sepakat Piagam ASEAN memasuki tahap entry to force, sehingga tiga pilar ASEAN Community yang meliputi ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) akan segera diimplementasikan dan ditargetkan terintegrasi penuh pada Tahun 2015 sesuai hasil KTT di Cebu pada tahun 2007 (Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2011: 1). Dalam kaitannya dengan perdagangan internasional, ASEAN menetapkan tarif bea masuk barang yang berlaku khusus di tingkat regional ASEAN, yaitu sebesar 0%-5% sesuai dengan jadwal penurunan tarif masing-masing negara anggota ASEAN serta meminimalisir hambatan non-tarif dan menggantinya dengan hambatan tarif. Hal ini tercantum dalam AEC Blueprint poin free flow of goods. Kesepakatan-kesepakatan di atas menyebabkan semakin liberalnya perdagangan barang internasional. Hal ini mendorong negara-negara untuk membuat kebijakan perdagangan guna melindungi sektor-sektor strategis yang ada di masing-masing negara. Salah satu sektor perdagangan stategis Indonesia adalah sektor pertanian, terutama komoditas beras. Salah satu bukti strategisnya sektor pertanian dan keterikatan Indonesia pada aturan WTO ditunjukan dengan diratifikasinya The National Schedules of Commitments (Jadwal Komitmen Nasional) oleh Indonesia. Setiap negara anggota WTO mendapatkan jadwal yang memuat berbagai hal terkait dengan konsesi, komitmen dan lain-lain untuk masing-masing mata tarif produk pertanian. Khusus untuk Indonesia disebut Schedule XXI. Hambatan tarif yang diterapkan pada produk pertanian jauh lebih bervariasi dan jauh lebih tinggi, rata-rata lebih dari 70 persen. Tingkat tarif terikat rata-rata untuk pertanian akan berkurang 24 persen sebelum tahun 2005, dengan 2

penurunan minimal 10 persen per batas tarif ( XXI). Di tingkat regional ASEAN, produk beras Indonesia termasuk dalam kategori Highly Sensitive List (HSL) dalam CEPT Agreement. List of Highly Sensitive Products Indonesia tercantum dalam annex 1 dari Protocol on the Special Arrangement for Sensitive and Highly Sensitive Products. Beras sebagai bagian dagian dari produk pertanian masuk ke dalam The Priority Integration Sectors (PIS). PIS merupakan sektor yang dinilai sangat strategis dalam perekonomian seluruh negara anggota ASEAN dan memperoleh prioritas untuk diintegrasikan (Article 2 Paragraph 1.a. The ASEAN Framework Agreement For The Integration of Priority Sectors). Berdasarkan alasan di atas, maka pemerintah Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 9/MPP/Kep/1/2004 tentang Ketentuan Impor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 368/MPP/Kep/5/2004. Salah satu klausul dalam aturan ini memuat larangan impor beras pada saat musim panen. Kemudian larangan impor ini dipertegas pengaturannya dalam Surat Keputusan/SK Departemen Perdagangan No. 1718/M- DAG/XII/2005 mengenai tata niaga impor beras untuk melindungi petani pada saat musim panen. Dalam sidang Agreement on Import Licensing Procedure (ILA) WTO, tanggal 30 April 2009, Thailand mengajukan keberatannya atas SK tersebut dan meminta penjelasan tertulis Indonesia akan diberlakukannya larangan impor beras pada saat musim panen dalam kebijakan tata niaga impor Indonesia. Thailand menganggap bahwa kebijakan larangan impor beras pada musim panen demi melindungi petani ini tidak merujuk ketentuan WTO mengenai hambatan non-tarif yang berlaku (Sulistyo Widyanto, 2011: 3). Pada perkembangannya, Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 9/MPP/Kep/1/2004 tentang Ketentuan Impor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 368/MPP/Kep/5/2004 tentang Ketentuan Impor Beras dinyatakan tidak berlaku oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 11 April 2008 dan digantikan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor (Permendag) 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendag 3

Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012. Namun, ketentuan mengenai larangan impor beras pada saat musim panen masih tetap ada dalam Pasal 3 ayat (3) Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras, sedangkan SK Departemen Perdagangan No. 1718/M-DAG/XII/2005 mengenai tata niaga impor beras untuk melindungi petani pada saat musim panen belum dicabut atau dinyatakan tidak berlaku dan Thailand sampai saat ini belum menerima jawaban tertulis atas pertanyaan yang mereka sampaikan melalui WTO mengenai larangan impor beras pada saat musim panen dalam kebijakan tata niaga impor Indonesia. Kebijakan terebut masih tetap dipertahankan Indonesia akibat banyaknya beras impor murah yang masuk ke Indonesia sebagai akibat dari komitmen liberalisasi perdagangan di WTO pada umumnya maupun dalam rangka perwujudan AEC pada khusunya, dikhawatirkan produk beras domestik dari petani Indonesia tidak mampu bersaing (Rahmat Ahadin, 2013 : 4), sedangkan mayoritas penduduk Indonesia bekerja di bidang pertanian. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama pada tahun 2014 paling banyak terdapat pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan yaitu sejumlah 40.833.052 jiwa (http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1). Berdasarkan penjelasan di atas maka menjadi menarik untuk dikaji mengenai apakah kebijakan larangan impor beras pada saat musim panen dalam tata niaga impor indonesia melanggar aturan WTO dan bagaimana alternatif penyelesaian keberatan Thailand atas larangan impor beras saat musim panen di Indonesia guna menghindari berkembangnya permasalahan ini setelah AEC resmi diimplementasikan. Berkaitan komitmen Indonesia untuk mengimplementasikan AEC, disamping guna meningkatkan kesejahteraan petani dan mencapai ketahanan pangan, seperti yang tercantum dalam Permendag Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras, peraturan impor dan ekspor beras dapat dikatakan sebagai salah satu usaha menciptakan stabilitas ekonomi dan memperluas akses pasar beras Indonesia di ASEAN (Sulistyo Widyanto, 2007: 6). Disamping itu, Indonesia merupakan negara terbesar di ASEAN, 60% penduduk ASEAN berada di Indonesia dengan total penduduk Indonesia sekitar dua ratus lima puluh juta jiwa, konsumsi domestik merupakan fundamental perekonomian 4

terkuat maka tidak heran, sektor-sektor yang berkembang di Indonesia adalah sektor-sektor yang sangat erat kaitannya dengan konsumsi domestik seperti komunikasi, retail dan perdagangan, khususnya perdagangan beras sebagai salah satu komoditas utama dalam sektor pertanian Indonesia (http://dv.fk.ugm.ac.id/index.php/berita/637-era-pasar-bebas-asean-pekerja-asingdiminta-bisa-berbahasa-indonesia). Dengan diimplementasikannya AEC maka, pada Tahun 2015 akan berlaku pula ASEAN Single Market (pasar tunggal ASEAN), dimana setiap barang dari negara manapun yang masuk ke Indonesia tidak dapat dikatakan semata-mata masuk ke negara Indonesia saja melainkan masuk ke ASEAN karena negara-negara ASEAN telah sepakat untuk menyatukan pasar menjadi pasar tunggal ASEAN. Berdasarkan fakta diatas tentunya menjadi penting bagi Indonesia untuk menerapkan kebijakan yang dapat melindungi dan mengembangkan akses pasar sektor-sektor perdagangan strategis yang ada di Indonesia, termasuk dalam hal ini sektor pertanian khususnya komoditas beras. Oleh sebab itu, penelitian hukum ini akan mengkaji dampak peraturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. Penelitian yang pernah membahas mengenai kebijakan perdagangan beras Indonesia, yaitu tesis yang ditulis oleh Eric Dodge and Sinafikeh Gemessa dari Hardvard University pada Tahun 2012 dengan judul Price Stabilization dan jurnal Centre for Non-Traditional Security (NTS) Studies, S. Rajaratnam School of International Studies, vol. 1 karya Sally Trethewie and J. Jackson Ewing yang berjudul t to the Association of Perbedaan penelitian hukum ini dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah, penelitian yang dilakukan Eric Dodge dan Sinafikeh Gemessa berfokus pada pengaruh kebijakan perdagangan beras Indonesia terhadap ketahanan pangan di Indonesia serta tanggapan atas kebijakan tersebut dan penelitian yang dilakukan oleh Sally Trethewie and J. Jackson Ewing berfokus pada hubungan kebijakan beras di negara-negara ASEAN (termasuk Indoesia) dengan kesepakatan mengenai mekanisme kebijakan beras di ASEAN, sedangkan penelitian ini difokuskan pada 5

harmonisasi aturan WTO, ASEAN, dan nasional Indonesia mengenai impor dan ekspor beras serta dampaknya terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. Berdasarkan pemaparan di atas maka disusun Penulisan Hukum dengan judul Larangan Impor Beras Indonesia Ditinjau dari Ketentuan World Trade Organization dan Dampaknya Terhadap Akses Pasar Beras Indonesia di B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengaturan larangan impor beras saat musim panen di Indonesia melanggar ketentuan WTO? 2. Bagaimana penyelesaian keberatan Thailand atas larangan impor beras saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia? 3. Bagaimana dampak peraturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan ASEAN Economic Community? C. Tujuan Penelitan Penelitian harus memiliki tujuan yang jelas sehingga mampu memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut.terdapat dua macam tujuan yang dikenal dalam penelitian, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif.tujuan objektif merupakan tujuan yang berasal dari penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan subjektif berasal dari penulis. Adapun tujuan objektif dan subjektif yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui pengaturan larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia melanggar ketentuan WTO atau tidak. b. Untuk mengetahui penyelesaian keberatan Thailand atas larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia. c. Untuk mengetahui dampak peraturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. 6

2. Tujuan Subjektif a. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar sarjana hukum pada bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Sebuah penelitian dapat memberikan manfaat bagi pengetahuan terutama ilmu hukum baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penulis adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yaitu manfaat penulisan hukum ini yang berkaitan dengan pengembangan ilmu hukum. Manfaat teoritis dari tulisan ini adalah sebagai berikut: a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya serta Hukum Organisasi Perdagangan Internasional pada khususnya. b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur mengenai larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia dan alternatif penyelesaian keberatan Thailand atas larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia serta dampak peraturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC, serta dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitianpenelitian sejenis untuk tahap berikutnya. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang berkaitan dengan pemecahan masalah, sebagai berikut: a. Menjadi wahana untuk mengembangkan penalaran dan pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian 7

Perdagangan Republik Indonesia terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum khususnya Hukum Organisasi Perdagangan Internasional (HOPI). E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Ciri-ciri dari penelitian hukum normatif adalah berawal dari adanya kesenjangan dalam norma atau asas hukum, tidak menggunakan hipotesis, menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Ada dua syarat yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan adalah peneliti harus terlebih dulu memahami konsep dasar ilmunya dan metodologi penelitian disiplin ilmunya (Johnny Ibrahim, 2006: 26). Di samping itu, karena penelitian ini mengkaji permasalahan hukum internasional, terdapat 2 dua aspek yang harus dipahami dalam mengkaji permasalahan hukum internasional, yaitu tipe (jenis) hukum yang akan diteliti dan bahan-bahan hukumnya (Marci Hoffman and Mary Rumsey, 2007: 1). Pemahaman tersebut digunakan untuk mempermudah peneliti menjawab permasalahan hukum yang diteliti. Konsep ilmu hukum dan metodologi yang digunakan di dalam suatu penelitian hukum memainkan peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya (Johnny Ibrahim, 2006: 28). Ciri-ciri dari penelitian hukum normatif adalah berawal dari adanya kesenjangan dalam norma atau asas hukum, tidak menggunakan hipotesis, menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum skunder. Penelitian hukum (legal research) adalah suatu proses untuk menemukan kebenaran koherensi, yaitu menemukan apakah aturan hukum yang ada sudah sesuai dengan norma 8

hukum, apakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum dan apakah tindakan seseorang sudah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2013 : 47).. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum ini adalah preskriptif. Preskripsi itu harus timbul dari hasil telaah yang dilakukan, tetapi preskripsi yang diberikan harus koheren dengan gagasan dasar hukum yang berpangkal dari moral (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 69-70). Memberikan preskripsi mengenai yang seharusnya merupakan esensial dari penelitian hukum, karena untuk hal itulah dilakukan penelitian tersebut dilakukan. Baik untuk keperluan praktik hukum maupun untuk penulisan akademis, preskripsi yang diberikan menentukan nilai penelitian tersebut. Berpegang kepada karakteristik ilmu hukum sebagai ilmu terapan, preskripsi yang diberikan bukan merupakan sesuatu yang telah diterapkan atau yang sudah ada (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 251). Penelitian hukum ini akan menganalisis Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras melanggar ketentuan GATT, AoA, ILA, atau tidak dan alternatif penyelesaian pengajuan keberatan Thailand atas larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia serta dampak Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. Hasil dari penelitian ini memuat saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan Republik Indonesia guna mengatasi pengajuan keberatan Thailand atas larangan impor beras saat musim panen di Indonesia dan saran kepada Pemerintah Indonesia untuk memperluas akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. 3. Pendekatan Penelitian 9

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah (dengan interpretasi) materi muatan semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2013 : 133). Pendekatan perundang-undangan ini digunakan untuk mengkaji Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras berdasarkan ketentuan WTO. Pendekatan konseptual (conceptual approach) dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada (Peter Mahmud Marzuki, 2013 : 177). Pendekatan konseptual digunakan untuk menjelaskan bahwa larangan impor beras saat musim panen di Indonesia tidak melanggar ketentuan WTO karena didalam ketentuan WTO dengan menggunakan konsep Safeguard yang merupakan pengecualian dari ketentuan WTO dan proses penyelesaian keberatan Thailand atas larangan impor beras pada saat musim panen di Indonesia dalam sidang ILA tanggal 30 April 2009, serta dampak aturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. 4. Jenis dan Sumber Penelitian Sumber-sumber penelitian diperlikan guna menjawab isu hukum. Penelitian hukum ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif, yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks, kamuskamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 181). Bahan hukum primer akan menjadi dasar dari jawaban atas rumusan masalah yang dipaparkan, kemudian bahan hukum sekunder akan melengkapi dan memperkuat jawaban yang dipaparkan dalam tulisan ini. Bahan hukum primer yang dgunakan, yaitu : 10

a. Agreement Establishing The World Trade Organization, 1994 (Perjanjian tentang Persetujuan WTO); b. Agreement on Import Licensing Procedure (Perjanjian tentang Prosedur Tata Niaga Impor); c. Agreement on Agriculture (Perjanjian Bidang Pertanian); d. Agreement on Safeguard 1994; e. General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 (Perjanjian tentang Tarif dan Perdagangan Internasional 1994); f. ASEAN Economic Community Blueprint (Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN); g. ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA); h. Common Effective Preferential Tariff (CEPT); i. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006; j. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; k. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pengesahan ASEAN Trade In Goods Agreement; l. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 37/M- Dag/Per/9/2008 tentang Surat Keterangan Asal (Certificate Of Origin) Terhadap Barang Impor yang dikenakan Tindakan Pengamanan (Safeguard); m. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor (Permendag) 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012; n. Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN. Bahan hukum sekunder yang akan dipergunakan penulis adalah buku-buku, jurnal, dan teks mengenai Hukum Internasional, khususnya terkait dengan Hukum Organisasi Perdagangan Internasional, ASEAN Economic Community, akses pasar Indonesia terhadap beras, serta 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Studi kepustakaan (library research) adalah penelitian 11

yang datanya diambil terutama atau seluruhnya dari kepustakaan (buku, dokumen, artikel, laporan, koran dan lain-lain sebagainya) (Irawan Soehartono, 2000: 65). Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder kemudian diinventarisasi dan diklasifikasikan dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar pertimbangan untuk menjawab permasalahan hukum yang sedang dihadapi (F. Sugeng Istanto, 2007: 56). Dalam hal ini penulis menganalisis tentang larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia melanggar ketentuan WTO atau tidak dan alternatif penyelesaian permasalahan larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia serta dampak peraturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Penelitian ini menggunakan metode deduksi. Menurut F.Sugeng Istanto, metode deduksi adalah suatu cara mengungkap kebenaran dengan mengukur sesuai atau tidaknya antara suatu spesies dengan genusnya (F.Sugeng Istanto, 2007: 36). Metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor kemudian premis minor. Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa untuk penalaran hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian ditarik kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 89). Premis mayor dalam penulisan ini adalah ketentuan hukum, yaitu : ILA, GATT, AoA, AEC Blueprint dan premis minornya adalah fakta hukum adanya larangan impor beras pada saat musim panen dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012. Silogisme dari penelitian ini adalah Indonesia mnetapkan larangan impor pada saat musim panen yang dimuat dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M- DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012, peraturan ini dinilai oleh Thailand tidak merujuk pada aturan WTO. Dalam 12

kaitannya dengan AEC, ketentuan impor dan ekspor beras Indonesia memiliki pengaruh terhadap akses pasar beras Indonesia di ASEAN. Berdasarkan ketentuan tersebut akan dibahas apakah larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia melanggar ketentuan WTO dan bagaimana alternatif penyelesaian permasalahan larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia serta dampak peraturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. 13