BAB I PENDAHULUAN. itu perkembangan mobilitas yang disebabkan oleh kepentingan maupun keperluan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan penerbangan tumbuh dengan pesat banyak perusahaan atau maskapai

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan (ibid, 1998:7).

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. terakhir di Indonesia. Sejumlah armada bersaing ketat merebut pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhannya adalah transportasi udara. Transportasi udara merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan manusia dalam melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. air, misalnya sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan. 2

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat transportasi untuk mempermudah mobilisasi. Dari berbagai

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat.

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Khusus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan angkutan udara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia serta perubahan zaman dengan dilihat dari arus globalisasi di

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

Kata kunci :Upaya Hukum, Transportasi udara

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Privat Law Vol. V No. 1 Januari-Juni

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG PADA TRANSPORTASI UDARA NIAGA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengguna jasa. yang percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan.

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

TANGGUNG JAWAB PT. POS INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENGIRIMAN PAKET POS DI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dikenal bukan hanya angkutan darat dan angkutan laut tetapi ada juga

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

PERLINDUNGAN KONSUMEN SEBAGAI PENGGUNA JASA PENERBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB I PENDAHULUAN. mempererat hubungan antar bangsa. Pentingnya transportasi tersebut

BAB I P E N D A H U L U A N. pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan laut ini. Tetapi karena

PROSES PEMBERIAN GANTI RUGI TERHADAP KERUSAKAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN MELALUI UDARA DI BANDARA NGURAH RAI

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

Pertanggungjawaban Pengangkutan Udara Komersial dalam Perspektif Hukum Penerbangan di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha,

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit Citra Aditya Bhakti,

PENGANGKUTAN ORANG (Studi tentang perlindungan hukum terhadap barang bawaan penumpang di PO. Rosalia Indah)

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

PENGANGKUTAN BARANG (Studi Tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Kereta Api dalam Penyelengaraan Melalui Kereta api Oleh PT Bimaputra Express)

Oleh : LANUGRANTO ADI NUGROHO C

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG PADA TRANSPORTASI UDARA NIAGA PADA BANDARA SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR

geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia jika dilihat secara geografis merupakan negara kepulauan yang terdiri atas beribu - ribu pulau besar dan kecil serta sebagian besar lautan, selain itu perkembangan mobilitas yang disebabkan oleh kepentingan maupun keperluan yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan serta usahanya saat ini semakin meningkat pula. Melihat keadaan tersebut membuat pengangkutan baik darat, laut maupun udara sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai sarana yang dapat menjangkau setiap wilayah negara sehingga dapat memperlancar kegiatan serta usaha masyarakat. Hal tersebut membuat semakin menjamurnya penyedia jasa angkutan dengan beraneka ragam alat angkut baik darat, laut maupun udara sehingga masyarakat dapat memilih sesuai dengan kebutuhannya, dengan ditunjang kemajuan teknologi yang semakin pesatnya perkembangan alat angkut melalui udara yang merupakan pengangkutan antar pulau yang cepat, efesien dan ekonomis dibandingkan dengan alat angkut lainnya, sehingga membuat perusahaan - perusahaan penerbangan terus bermunculan, dengan demikian pengangkutan udara mempunyai peran yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena harus mampu menjadi jembatan penghubung dan

2 membuka daerah - daerah terpencil di dalam negeri, yaitu sarana untuk pemerataan disegala bidang. Perusahaan pengangkutan udara yang melihat peluang tersebut haruslah tetap memperhatikan unsur - unsur penunjang serta fasilitas - fasilitas keselamatan penerbangan untuk melindungi keselamatan pemakai jasa angkutan baik penumpang maupun barang sebagai tindakan pencegahan apabila terjadi hal - hal yang dapat menimbulkan kerugian - kerugian besar yang tidak diharapkan oleh perusahaan. Perusahaan pengangkut udara pengirim barang juga memiliki resiko - resiko seperti rusak dan kehilangan barang sebagian atau seluruhnya atau keterlambatan sampainya barang, dan bagi penumpang resikonya seperti mengalami keterlambatan, bagasi yang hilang atau rusak, hingga kemungkinan kehilangan nyawa atau luka - luka apabila terjadi kecelakaan. Hal ini menimbulkan msalah pertanggungjawaban bagi pihak pengangkut dalam mengatasi kerugian - kerugian yang mungkin timbul, sehingga resiko pengirim barang dan penumpang baik sebagian atau seluruhnya dapat beralih kepada pengangkut dan menjadi resiko berupa tanggungjawab pengangkut. 1 Usaha pengangkutan udara tidak akan lepas dari resiko - resiko, kerugian - kerugian, hingga bahaya kematian akibat kecelakaan sehingga menyebabkan masalah tanggungjawab ini tidak akan pernah hilang akan tetapi tetap ada dan 1 E. Suherman, 1979, Hukum Udara Indonesia dan Internasional, Alumni, Bandung, hal. 52.

3 terus berkembang selama adanya kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat udara maupun peristiwa - peristiwa lainnya seperti kehilangan dan rusaknya barang atau bagasi bagi pengirim barang, penumpang, maupun pihak - pihak yang lain sepanjang terdapat perjanjian angkut terhadap pihak pengangkut, baik untuk pengangkutan udara lintas internasional secara umum maupun lintas dalam negeri atau domestik secara khusus. Dalam hukum pengangkutan, kewajiban pengangkut antara lain mengangkut penumpang dan/atau barang dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan, memberikan pelayanan yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya kerugian yang menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan lain-lain. Sedangkan kewajiban penumpang adalah membayar ongkos pengangkutan yang besarnya telah ditentukan, menjaga barang-barang yang berada dibawah pengawasannya, melaporkan jenis - jenis barang yang dibawa terutama barang barang yang berkategori berbahaya, mentaati ketentuan - ketentuan yang ditetapkan pengangkut yang berkenaan dengan pengangkutan. Hak dan kewajiban para pihak tersebut biasanya dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian pengangkutan. 2 Perjanjian pengangkutan merupakan suatu perikatan dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain sedangkan pihak lainnya, menyanggupi untuk membayar 2 E. Saefullah Wiradipradja, 2006, Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 25, Jakarta, hal. 5-6.

4 ongkosnya. Ketentuan tentang pengangkutan tersebut juga berlaku di dalam kegiatan pengangkutan atau transportasi udara, dalam hal ini pengangkut atau maskapai penerbangan berkewajiban untuk mengangkut penumpang dengan aman dan selamat sampai di tempat tujuan secara tepat waktu, dan sebagai konpensasi dari pelaksanaan kewajibannya tersebut maka perusahaan penerbangan mendapatkan bayaran sebagai ongkos penyelenggaran pengangkutan dari penumpang. 3 Dalam praktik kegiatan transportasi udara niaga sering kali pengangkut tidak memenuhi kewajibannya secara baik dan benar atau dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi. Beberapa kasus atau fakta yang dapat dikategorikan sebagai bentuk wanprestasi oleh pengangkut adalah tidak memberikan keselamatan dan keamanan penerbangan kepada penumpang yaitu, berupa terjadinya kecelakaan pesawat yang mengakibatkan penumpang meninggal dunia dan/atau cacat, penundaan penerbangan atau delay, keterlambatan, kehilangan atau kerusakan barang bagasi milik penumpang, pelayanan yang kurang memuaskan, informasi yang tidak jelas tentang produk jasa yang ditawarkan dan lain - lain. Setiap kecelakan penerbangan selalu menimbulkan kerugian bagi penumpang yang tentu saja melahirkan permasalah hukum, khususnya berkenaan dengan tanggung jawab perusahaan penerbangan atau pengangkut (carrier) terhadap penumpang dan pemilik barang baik sebagai para pihak dalam perjanjian 3 Ridwan Khairandy, 2006, Tanggung Jawab Pengangkut dan Asuransi Tanggung Jawab Sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 25, Jakarta, hal. 20-21.

5 pengangkutan maupun sebagai konsumen, selain itu persoalan lain bagi konsumen adalah adanya keterlambatan pelaksanaan pengangkutan udara yang terkadang melebihi batas toleransi. Tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap permasalahan tersebut. 4 Menurut ketentuan peraturan perundang - undangan apabila terjadi peristiwa atau keadaan yang menimbulkan kerugian bagi penumpang maka pengangkut bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang dialami penumpang, akan tetapi dalam pelaksanaannya konsumen atau penumpang mengalami kesulitan untuk memperjuangkan hak - haknya sebagai konsumen. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu adanya upaya pemberdayaan konsumen yang menggunakan jasa transportasi udara oleh berbagai pihak yang kompeten. Pada prinsipnya kegiatan pengangkutan udara merupakan hubungan hukum yang bersifat perdata akan tetapi mengingat transportasi udara telah menjadi kebutuhan masyarakat secara luas maka diperlukan campur tangan pemerintah dalam kegiatan pangangkutan udara yaitu menentukan kebijakankebijakan atau regulasi yang berhubungan dengan kegiatan pengangkutan udara sehingga kepentingan konsumen pengguna jasa transportasi udara terlindungi. Meskipun perjanjian pengangkutan pada hakekatnya sudah harus tunduk pada pasal-pasal dari bagian umum dari hukum perjanjian Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata), akan tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan 4 Abdulkadir Muhammad, 1994, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, Cet. II, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 34.

6 khusus yang bertujuan untuk kepentingan umum membatasi kebebasan dalam hal memabuat perjanjian pengangkutan, yaitu meletakkan berbagai kewajiban khusus kepada pihaknya pengangkut yang tidak boleh disingkirkan dalam perjanjian. Berkenaan dengan hal tersebut menurut Sri Redjeki Hartono, negara mempunyai kewajiban untuk mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berhadapan harus dapat dipertemukan dalam keselarasan dan harmonisasi yang ideal. Untuk itu, negara mempunyai kewenangan untuk mengatur dan campur tangan dalam memprediksi kemungkinan pelanggaran yang terjadi dengan menyediakan rangkaian perangkat peraturan yang mengatur sekaligus memberikan ancaman berupa sanksi apabila terjadi pelanggaran oleh siapapun pelaku ekonomi. Perangkat peraturan dapat meliputi pengaturan yang mempunyai tujuan sebagai berikut: 5 1. Menjaga keseimbangan semua pihak yang kepentingannya berhadapan 2. Memberikan sanksi apabila memang sudah terjadi sengketa dengan cara menegakan hukum yang berlaku 3. Menyiapkan lembaga penyelesaian sengketa dan hukum acaranya. Selama ini dikenal ada beberapa model hukum perlindungan konsumen, Pertama adalah memformulasikan perlindungan konsumen melalui proses legislasi (undang-undang); kedua melakukan pendekatan secara holistic, yaitu 5 Sri Redjeki Hartono, 1995, Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa, Hukum Laut Internasional, Cet. I, Mandar Maju, Bandung, hal. 12.

7 bahwa secara khusus ada undang-undang yang mengatur masalah perlindungan konsumen, sekaligus menjadi payung undang-undang sektoral yang berdimensi konsumen, selanjutnya bahwa undang-undang perlindungan konsumen adalah undang-undang tersendiri yang dipertegas lagi dalam undang - undang sektoral. Suatu sistem perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan udara adalah suatu sistem yang terdiri dari peraturan perundang - undangan dan prosedur yang mengatur semua aspek yang baik langsung maupun tidak langsung mengenai kepentingan dari konsumen jasa angkutan udara, perlindungan konsumen merupakan perlindungan hukum total akan memberikan perlindungan pada penumpang mulai dari taraf pembuatan pesawat udara sampai pada saat ia telah selamat sampai di tempat tujuan, atau kalau mengalami kecelakaan, sampai ia atau ahli warisnya yang berhak memperoleh ganti rugi dengan cara yang mudah, murah dan cepat. Unsur - unsur perlindungan konsumen jasa angkutan udara secara lengkap meliputi berbagai aspek antara lain aspek keselamatan; aspek keamanan; aspek kenyamanan; aspek pelayanan; aspek pertarifan dan aspek perjanjian angkutan udara. Dalam menentukan pertanggungjawaban perusahaan penerbangan tentunya harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, sehingga dapat ditentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab, hal-hal yang dapat dipertanggungjawabkan, bentuk - bentuk pertanggungjawaban, besar ganti kerugian dan lain - lain. Pada kegiatan penerbangan komersil atau transporatsi udara niaga terdapat beberapa ketentuan yang berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut udara terhadap penumpang baik yang bersumber pada hukum

8 nasional maupun yang bersumber pada hukum internasional. Ketentuan hukum nasional yang secara khusus mengatur tentang kegiatan penerbangan saat ini adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, dan beberapa peraturan pelaksananya, sedangkan ketentuan yang secara khusus mengatur tentang kegiatan penerbangan komersial domistik adalah Luchtvervoer ordonantie (Stbl. 1939:100) atau ordonansi 1939 yang biasa disingkat OPU 1939. Di dalam OPU ini ditegaskan tentang tanggung jawab pengangkut. Sedangkan ketentuan hukum internasional yang terkait erat dengan kegiatan penerbangan sipil adalah Konvensi Warsawa 1929. Secara historis, dasar hukum tuntutan ke maskapai bila terjadi kecelakaan ialah Konvensi Chicago 1944, yang merupakan hasil penggabungan Konvensi Paris 1919 (Convention Relating to the Regulation of Aerial Navigation) yang ditandatangani 27 negara, Konvensi Pan Amerika 1927 yang berlaku di negaranegara bagian Amerika, dan Konvensi Liberia Amerika 1929 yang merupakan perjanjian penerbangan di negara - negara Amerika Latin. Ketentuan hukum penerbangan lain yang tidak kalah pentingnya ialah Konvensi Warsawa 1929, yang mengatur pertanggungjawaban maskapai dalam penerbangan internasional. Konvensi Warsawa ini menjadi tonggak sejarah munculnya prinsip presumption of liability dan limitation of liability. Kedua prinsip itu pada intinya menyatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita penumpang, kecuali jika pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian (kecelakaan) tersebut bukan karena kesalahannya. Bila tidak, maskapai harus memberikan ganti rugi dengan sejumlah uang pengganti.

9 Prinsip tanggung jawab mutlak menetapkan bahwa maskapai selalu bertanggungjawab atas kerugian yang timbul selama penerbangan, dan tidak bergantung pada ada tidaknya unsur kesalahan di pihak maskapai. Kecuali dalam hal kerugian yang disebabkan oleh keterlambatan, dengan syarat maskapai harus membuktikan bahwa keterlambatan itu disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional, sebagaimana diatur di Pasal 146 UU No. 1 Tahun 2009. prinsipnya yang menjadi inti pokok dari isi perjanjian pengangkutan Pada adalah segala perbuatan pemberian dan penerima jasa yang berhubungan dengan hak& kewajiban itu bersifat timbal balik, maksudnya hak dari satu pihak merupakan kewajiban dari pihak lain. Aspek yuridis terpenting dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan udara ialah soal tanggung jawab atas kerugian - kerugian yang di luar perhitungan sehingga sering terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan. Adanya hubungan saling ketergantungan antara pihak pengangkut dengan konsumen selaku pengguna jasa, seharusnya mampu menempatkan kesetaraan kedudukan antara pihak pengangkut dengan pihak konsumen. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan membuat skripsi yang berjudul Tanggung Jawab Pengangkut Udara Terhadap Kecelakaan Penumpang dan Kerusakan atau Kehilangan Barang Dalam Kegiatan Angkutan Udara Berdasarkan Undang - Undang No. 1 Tahun 2009.

10 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka ada beberapa masalah yang akan dibahas dalam menulis skripsi ini, yaitu : 1. Bagaimanakah tanggung jawab pengangkut udara terhadap kecelakaan penumpang karena kehilangan atau kerusakan barang dalam kegiatan angkutan udara? 2. Bagaimanakah cara menentukan besarnya ganti kerugian atas kecelakaan penumpang dan kehilangan atau kerusakan barang dalam kegiatan angkutan udara? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Tanggung jawab pengangkut udara meliputi tanggungjawab terhadap penumpang, barang dan bagasi. Pengangkutan udara terhadap penumpang, barang dan bagasi berlaku prinsip tanggungjawab Presumption of Liability dan Limitation of Non Liability dan Limitation of Liability. Bredasarkan hal tersebut, penulisan skripsi ini akan membatasi pembahasan mengenai tanggungjawab perusahaan pengangkutan udara yang meliputi : - Tanggungjawab pengangkutan udara terhadap penumpang dan barang serta hal - hal yang memiliki keterkaitan dengan tanggungjawab pengangkutan udara.

11 - Cara pengajuan pelaksanaan besarnya ganti rugi yang diakibatkan adanya resiko kejadian - kejadian dalam pengangkutan udara yang merugikan penumpang. 1.4 Tujuan Penelitian a. Tujuan umum 1. Tujuan umum dari penulisan ini berupaya untuk mengetahui pentingnya masalah tanggungjawab dari perusahaan angkutan udara bagi para pemakai jasa angkutan udara. 2. Berupaya untuk melakukan pengembangan dan tanggung jawab pengangkut udara terhadap kecelakaan penumpang, kerusakan atau kehilangan barang dalam kegiatan angkutan udara. b. Tujuan khusus 1. Untuk memahami data sejauh mana tanggungjawab perusahaan pengangkutan udara terhadap kerugian yang timbul akibat resiko - resiko yang akan terjadi dalam pengangkutan udara itu sendiri. 2. Berupaya untuk memberikan pemahaman secara mendalam mengenai pertanggungjawaban pengangkut udara serta penyelesaian terhadap permasalahan yang dihadapi didalam kegiatan angkutan udara.

12 1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Dalam penulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian/bahan penelitian lebih lanjut serta menambah informasi mengenai tanggungjawab pengangkutan udara dan pelaksanaan besarnya ganti rugi dalam masalah - masalah yang terjadi di dalam pelaksanaan kegiatan angkutan tersebut. b.manfaat praktis Dengan adanya penulisan ini diharapkan pula dapat digunakan sebagai suatu masukan dan memberikan informasi kepada pihak - pihak yang terlibat di dalam kegiatan pelaksanaan angkutan udara, baik pihak pengangkut itu sendiri maupun pihak penumpang. 1.6 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir Landasan teoritis dan kerangka berpikir mempunyai peranan yang sangat penting karena dipakai sebagai landasan berpijak dalam suatu usaha pemecahan masalah yang akan diangkat juga dalam memilih konsep - konsep yang tepat. Menurut H.M.N. Purwosujipto definisi umum tentang perjanjian pengangkutan adalah sebagai berikut : 6 Perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk 6 H.M.N. Purwosujipto, 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Cet. II, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 22.

13 menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan lain tertentu dengan selamat sedangkan pengirim mengikatkan diri dengan membayar biaya pengangkutan. Definisi diatas menyatakan bahwa perjanjian pengangkutan hanya meliputi perjanjian antara pengangkut dan pengirim saja, tidak termasuk perjanjian antara pengangkut dengan penumpang, dengan kata lain meliputi perjanjian pengangkutan barang, sedangkan menurut Abdul Kadir Muhammad memberikan definisi mengenai perjanjian pengangkutan adalah Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau penumpang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan pengirim atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. 7 Definisi diatas menyatakan bahwa pihak - pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah pengirim dan pengangkut dalam pengangkutan barang, pengangkut dan penumpang dalam pengangkutan penumpang. Perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara pengangkut dengan orang yang menikmati jasa pengangkutan udara, jadi perjanjian ini dapat dinikmati oleh orang pribadi dan juga oleh pihak - pihak pengirim barang. 7 Ibid, h. 45.

14 Terdapat 4 prinsip tanggungjawab pengangkutan yang digunakan dalam pengangkutan udara, yaitu : 1. Prinsip Presumption of Liability yaitu pengangkut selalu dianggap bertanggungjawab untuk kerugian yang ditimbulkan pada penumpang, barang dan bagasi. 2. Prinsip Presumption of Non Liability yaitu pengangkut tidak selalu bertanggungjawab untuk kerugian yang ditimbulkan pada bagasi tangan. 3. Prinsip Absolute Liability yaitu pengangkut pengusaha pesawat udara tidak melepaskan diri dari tanggungjawab dengan alasan apapun juga, kecuali dalam hal kerugian yang ditimbulkan oleh penumpang itu sendiri. 4. Prinsip Limitation of Liability yaitu tanggunjawab pengangkut terbatas sampai limit tertentu. Transportasi sebagai salah satu penggerak kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia membentuk jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh peran sektor transportasi. Karenanya sistem transportasi perlu diperhatikan secara serius agar mampu menghasilkan jasa transportasi yang handal, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara terpadu, tertib, lancar,

15 aman, nyaman dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia, barang serta jasa. Bagi masyarakat transportasi memiliki manfaat yang sangat besar, yaitu sangat berperan dalam mendukung segala bentuk aktifitas sehari, atau dapat dikatakan transportasi memiliki banyak dimensi dan urgensi. Pentingnya peran dan fungsi transportasi tersebut sebab terkait dengan mobilitas masyarakat dengan berbagai bentuk kepentingan dan keperluan hidup, misalnya kepentingan bisnis, pendidikan, pariwisata, kegiataan pemerintahan dan lain-lain. Salah satu bentuk transportasi adalah transportasi udara, jenis moda transportasi ini dewasa ini sedang mengalami perkembangan pesat. Transportasi melalaui udara merupakan alat transportasi yang mutakhir dan tercepat dengan jangkauan yang luas. Ada beberapa kelebihan transportasi melalui udara, yaitu antara lain : 8 1. Faktor kecepatan (speed), hal ini karena pada transportasi udara menggunakan pesawat terbang yang memiliki kecepatan. 2. Keuntungan kedua dari angkutan udara adalah bahwa jasanya dapat diberikan untuk daerah - daerah yang tidak ada permukaan jalannya seperti daerah - daerah penggunungan, berjurang-jurang; 3. Untuk angkutan yang jaraknya jauh maka lebih menguntungkan dengan angkutan udara; 4. Adanya keteraturan jadwal dan frekuensi penerbangan. 8 Rustian Kamaluddin, 2003, Ekonomi Transportasi:Karekteristik, Teori Dan Kebijakan, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 75.

16 Dalam kegiatan penerbangan yang paling terpenting adalah faktor keselamatan merupakan syarat utama bagi dunia penerbangan, di samping faktor kecepatan dan kenyamanan. Namun rupanya akhir-akhir ini faktor keselamatan ini kurang mendapat perhatian, baik dari sisi pemerintah, perusahaan penerbangan, maupun masyarakat pengguna jasa angkutan sendiri. Regulasi yang tidak jelas, kurangnya pengawasan, dan lemahnya dalam penegakkan hukum, menyebabkan banyak pesawat yang secara tehnis tidak atau kurang laik terbang dapat memperoleh izin untuk terbang. Di samping itu juga penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasaran penerbangan kurang mendapat perhatian yang serius. Demikian halnya dengan birokrasi dan koordinasi yang tidak pernah sembuh dari penyakitnya. Apabila pengawasan dan penegakkan hukum dilaksanakan secara sungguh-sungguh, mungkin tidak perlu ada pengumuman secara terbuka tentang daftar perusahaan penerbangan yang tidak memenuhi syarat keselamatan penerbangan, yang dampaknya sangat luas, ibarat membuka aib sendiri. Dewasa ini jumlah perusahaan penerbangan domestik demikian banyak, perusahaan baru bermunculan seperti jamur di musim hujan ( termasuk munculnya perusahaan penerbangan daerah sebagai akibat dari otonomi daerah ). Hal itu menyebabkan persaingan menjadi sangat ketat sehingga menjurus ke arah persaingan tidak sehat. Salah satu contohnya adalah dengan perang tarif, berlomba dalam mengenakan tarif murah. Dengan tarif murah dimaksudkan untuk menarik penumpang sebanyak-banyaknya. Untuk mengimbangi keuntungan yang minim, maka dilakukan efisiensi dalam hal pengeluaran. Fatalnya tindakan efisiensi

17 tersebut langsung atau tidak langsung berkaitan dengan masalah keselamatan penerbangan, di samping dengan cara menurunkan mutu pelayanan kepada penumpang ( misalnya saja makanan, minuman, atau kenyaman ). Jika dilihat dari sisi pengguna jasa angkutan udara sendiri, sering tidak kooperatif atau tidak menyadari betapa pentingnya sikap dan perilaku di dalam menjaga keselamatan penerbangan. Mulai dari sangat menyukai untuk lebih memilih penerbangan murah, hal ini berkaitan dengan daya beli masyarakat yang masih lemah meskipun faktor kualitas keamanan dan keselamatan, ketepatan jadwal, pelayanan, dan kenyamanannya sangat rendah. Jadi tidak ada pembelajaran dari pihak konsumen, padahal ini sangat penting agar maskapai penerbangan memperbaiki kinerjanya. 1.7 Metode Penelitian Hasil yang baik dari suatu karya ilmiah adalah sangat tergantung dari pengumpulan data - data penunjang yang lengkap dan jelas agar hasilnya nanti dapat dipertanggungjawabkan secara jelas. Demikian halnya penulisan ini menggunakan metode antara lain : 1.7.1 Jenis penelitian Dalam penyusuna skripsi ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, suatu penelitian yang mengkaji hukum tertulis dengan fakta - fakta yang ada dilapangan.

18 1.7.2 Jenis pendekatan Adapun jenis pendekatan dalam usulan penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu penelitian secara umum dimana terdapat ketentuan peraturan perundang - undangan yang kemudian dikaitkan dengan kenyataan yang ada dilapangan. 1.7.3 Sumber bahan hukum Dalam penulisan skripsi ini digunakan dua sumber data antara lain : 1. Data Primer, yaitu data - data yang diperoleh secara langsung melalui tehnik wawancara dengan informan demikian juga responden di lokasi penelitian. 2. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari kepustakaan yaitu dengan meneliti bahan - bahan hukum, berupa literatur - literatur hukum, majalah, koran, karangan ilmiah dibidang hukum, peraturan perundang - undangan dan karya tulis yang ada hubungannya dengan penulisan skripsi ini. 1.7.4 Tehnik pengumpulan bahan hukum Untuk data kepustakaan dipakai tehnik membaca yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas dan kemudian dibandingkan dengan sumber - sumber lainnya seperti peraturan perundang - undangan.

19 1.7.5 Tehnik analisis bahan hukum Untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diteliti, maka keseluruhan data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisa dari aspek praktek maupun teorinya. Analisis yang telah dilakukan adalah analisis kualitatif, dalam arti keseluruhan data yang terkumpul diklasifikasikan sedemikian rupa kemudian diambil yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas. Akhirnya akan diperoleh simpulan yang menjawab semua permasalahan yang diajukan. Setelah semua data tersebut diolah, selanjutnya pembahasannya disajikan secara deskriptif yaitu memaparkan secara lengkap dan mendetail aspek - aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah, diberikan uraian - uraian dan disajikan berurutan sesuai dengan data yang pada akhirnya menjadi skripsi.

20