BAB IV PROSES PENDAMPINGAN KOMUNITAS PEREMPUAN BURUH KONVEKSI DESA. rancang bangun dengan mengedepankan latar belakang memilih Desa Bandung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN ANALISA PERUBAHAN. A. Munculnya Usaha Baru Bagi Perempuan Buruh Konveksi Desa Bandung

BAB V MEMBONGKAR YANG MEMBELENGGU. A. Pembentukan Kelembagaan Perempuan Buruh Tani

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya industri-industri kecil dan

BAB V HASIL PENDAMPINGAN MASYARAKAT

BAB VI MENGEMBANGKAN ASET MENUMBUHKAN PERUBAHAN. A. Aksi Pendampingan Masyarakat Petani Tambak

BAB VI PENUTUP KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi jika di manfaatkan dengan baik,

BAB VI REFLEKSI PENDAMPINGAN BERBASIS ASET KAMPUNG PENELEH. Pendampingan masyarakat Peneleh dalam memanfaatkan aset yang

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN

BAB V AKSI BERSAMA MASYARAKAT. kampung demak Jaya dan diikuti oleh ketua RT yakni Erik Setiawan (45 tahun) berkumpul di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. modal sosial menempati posisi penting dalam upaya-upaya. pemberdayaan dan modal sosial, namun bagaimanapun unsur-unsur

BAB III METODE PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF. Participatory Action Research (PAR). Metodologi tersebut dilakukan dengan

BAB VI REFLEKSI HASIL PENDAMPINGAN BERSAMA KELOMPOK TANI

BAB V POTRET BURAM PEREMPUAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT WONOREJO. A. Profil Gerakan Perempuan dan Lingkungan Hidup di Wonorejo

BAB VII RELFEKSI PENDAMPINGAN BERBASIS ASSET

BAB VI REFLEKSI PENDAMPINGAN BERBASIS ASET

BAB V MENGGAPAI EFEKTIFITAS POKMAS. A. Penguatan Potensi untuk Meningkatkan Partisipasi Perempuan. Dari pengamatan menyimpulkan bahwa terlaksananya

BAB VII REFLEKSI PENDAMPINGAN BERBASIS ASET TENTANG PEDULI DARI POLUSI PENCEMARAN LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan selama orde baru yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sangat bernuansa top-down karena

PEMANFAATAN KAIN PERCA BATIK YANG MELIMPAH DAN TERABAIKAN SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN BROS PETIK

DAFTAR ISI. COVER DALAM... i. HALAMAN PERSETUJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN KEASLIAN... iv. MOTTO... v. PERSEMBAHAN...

BAB III METODE PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN. PAR ini adalah kepanjangan dari Participatory Action Research. Pendekatan PAR

PROPOSAL DESIGNING PROJECT PENANGANAN SAMPAH DAN PENCEMARAN SUNGAI BRANTAS DI KAWASAN SPLENDID-MALANG. Oleh. WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia)

I. PENDAHULUAN. Desa Muara Uwai, Kecamatan Bangkinang Seberang mempunyai. karakteristik yang sebagian besar warga masyarakatnya bekerja sebagai

BAB III METODE DAN STRATEGI PENDAMPINGAN. PAR (Participatory Action Research). Metode PAR (Participatory Action

LAPORAN Pengabdian Masyarakat

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

BAB VI MENYUSUN PERUBAHAN BERSAMA PEREMPUAN KORBAN NIKAH DINI. A. Diskusi dan Pengorganisasian Perempuan Korban Nikah Dini

BAB V MENOREH HARAPAN MENGGAPAI CITA

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyiapkan kehidupan bangsa di masa depan. diberati oleh nilai-nilai. Hal ini terutama disebabkan karena pemuda bukanlah

BAB VI MEMBANGUN KESADARAN MENANAM SAYUR

BAB VI PROSES PENDAMPINGAN PEREMPUAN WONOREJO. selaku RW 01 Wonorejo. Pendamping memperkenalkan diri dan

STRATEGI PEMBERDAYAAN USAHA RUMAHAN BERBASIS POTENSI LOKAL UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KELUARGA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 66 TAHUN 2016 TENTANG

BAB VI REFLEKSI PENDAMPINGAN PEMUDA

BAB III METODOLOGI PENDAMPINGAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah kecamatan sebanyak 15 kecamatan. Produktifitas rata-rata

LAPORAN AKHIR PKM-M. Oleh:

BAB VII REFLEKSI TEORITIS A. ANALISIS TEORI PRESPEKTIF TEORI PEMBERDAYAAN. menggunakan teori pemberdayaan. Dalam konsep pemberdayaan, manusia adalah

BAB III METODE RISET AKSI PARTISIPATIF. Pada proses pendampingan yang telah dilakukan di Dusun Satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan sistem CBT (Community Based Tourism) terhadap kondisi berdaya

BAB IV PROFIL KAMPUNG WONOREJO. sebagai nelayan atau petani tambak. Dengan perubahan waktu lambat laun

BAB IV GAMBARAN UMUM KONDISI MASYARAKAT DESA GEDANGAN. Arteri Sekunder (jalan provinsi) yang cukup startegis membujur arah Utara-

III. METODE KAJIAN 3.1. Tipe Kajian 3.2. Aras Kajian 3.3. Strategi Kajian

BAB V REFLEKSI PENDAMPINGAN BERBASIS ASET KELOMPOK PEDAGANG KLONTONG

BAB III METODE KAJIAN

BAB VI PERUBAHAN YANG TERJADI PASCA PENDAMPINGAN. A. Kondisi Kemandirian Masyarakat Karang Rejo Gang 6

BAB IV MENCARI JALAN KELUAR PENDAMPINGAN PEREMPUAN BURUH TANI. A. Mengorganisir Perempuan Buruh Tani Yang Menjadi Kepala Keluarga

Laporan Program (Periode Juni 2012)

BAB II METODOLOGI PENDAMPINGAN A. PENGERTIAN PARTICIPATORY ACTION RESEARCH. Participatory Action Research (PAR). Dalam buku Jalan Lain, Dr.

BAB VI DINAMIKA PROSES MERENCANAKAN TINDAKAN DAN AKSI PERUBAHAN

Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF. PAR sendiri memiliki kepanjangan participatory action research. PAR

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

BAB V PENGENALAN ASET DAN POTENSI PENDAMPINGAN. A. Pemetaan Aset Komunitas ( Community mapping )

2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72%

BAB VI PENUTUP. Laporan Akhir PLPBK Desa Jipang Menuju Desa Yang Sehat, Berkembang dan Berbudaya 62

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG

SOSIALISASI DAN APLIKASI PENAMBAHAN NILAI KAIN PERCA DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUILTING DI GAMPONG TEUNGOH, KECAMATAN LANGSA KOTA, KOTA LANGSA

BAB III METODE PENDAMPINGAN. A. Pendekatan yang Dilakukan Terhadap Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. desa yang amat kecil dan terpencil dari desa-desa lain yang ada di Kecamatan

Pelatihan Pembuatan Bonsai Bokabu dari Oleana Syzygium Khas Borobudur untuk Peningkatan Nilai Ekonomi Tanaman

BAB VI MENUJU DESA TANGGUH BENCANA MELALUI PEMBENTUKAN KOMUNITAS TARUNA SIAGA BENCANA

USAHA PEMANFAATAN BARANG BEKAS PLASTIK

BAB IV PROSES MEWUJUDKAN EFEKTIFITAS POKMAS. untuk mengenali keadaan fisik maupun non fisik di sekitar masyarakat

Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI

BAB III METODE RISET DAN PENDAMPINGAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN UNTUK PENDAMPINGAN

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga miskin dan kemiskinan pada umumnya

METODE KAJIAN Sifat dan Tipe Kajian Komunitas Lokasi dan Waktu

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

Bisnis Modal Kecil Kreasi Kain Perca

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dalam suatu usaha secara menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan

PERANAN PERGURUAN TINGGI DALAM RANGKA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DAN KELEMBAGAAN POSYANTEK ABSTRAK

BAB VI DINAMIKA PROSES AKSI. Meningkatkan Kreativitas Buruh Tani Perempuan dalam Inovasi. Pemanfaatan Pandan Duri

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Komunitas IBRA : Profil singkat. Profil Komunitas IBRA : Latar Belakang Kegiatan

I. PENDAHULUAN. Kelurahan Purus merupakan salah satu kelurahan di kota Padang yang relatif berkembang

BAB V MENUJU KEPADA PERUBAHAN MASYARAKAT YANG BERDAYA. yang ingi mencoba unuk membududayakan jamur tiram.

BAB VII REFLEKSI TEORITIK. berkaitan. Menurut buku pemberdayaan masyarakat. terdapat dua kunci yang

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

BAB I PENDAHULUAN. kelurahan dan profil Rukun Warga (RW) 22 dari Kelurahan Wirogunan. Hasil

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif, Desa Tangkil Kulon merupakan salah satu desa di

BAB I. Dengan begitu para pemilik lahan dapat mengetahui batas-batas lahan

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pancur merupakan salah satu Desa yang terdapat di kecamatan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Mina Sejahtera adalah bertujuan agar masyarakat mau bergerak dan berusaha

TAHAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN MAHASISWA KKNM-PPMD INTEGRATIF UNIVERSITAS PADJADJARAN PERIODE JUNI-JULI 2011

MENGELOLA DESA SECARA PARTISIPATIF REFLEKSI STUDI BANDING DESA MUARA WAHAU KE WILAYAH DIY. Oleh: Sri Purwani Konsultan

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengelola tanah hingga menanam bibit sampai menjadi padi semuanya dilakukan

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB V HASIL PENDAMPINGAN BERBASIS ASET. A. Manfaat yang didapat Masyarakat Menuju Perubahan

BAB I PENDAHULUAN an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. ekonomi yang lebih besar justru tumbang oleh krisis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari hari, kita mengenal berbagai jenis organisasi

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA IBU-IBU AISYIYAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB IV PROSES PENDAMPINGAN KOMUNITAS PEREMPUAN BURUH KONVEKSI DESA A. Pra Pendampingan Pada tahap pra pendampingan, fasilitator terlebih dahulu melakukan proses rancang bangun dengan mengedepankan latar belakang memilih Desa Bandung dan perempuan buruh konveksi sebagai subyek pemberdayaan dengan mengedepankan aset yang dimiliki dalam kerangka proposal penelitian. Setelah itu, fasilitator melakukan pengenalan dan pendekatan terhadap masyarakat Desa. Meskipun dalam proses ini tidak sulit mengingat fasilitator merupakan penduduk asli Desa, namun proses inkulturasi ini difungsikan untuk membangun sinergi yang berkelanjutan agar program pemberdayaan masyarakat dapat berjalan secara terus menerus. Hal ini dilakukan karena karakteristik masyarakat yang cenderung berbedabeda. Ada yang menerima dan ada juga yang apatis. Penggalian data dengan memusatkan asset-aset yang dimiliki masyarakat Desa Bandung membutuhkan pendekatan yang intensif, pendekatan tersebut adalah fasilitator terlibat langsung dalam kegiatan dn rutinitas masyarakat. Selain itu menunjuk Local Leader sebagai pemegang kendali dalam melaksanakan sekaligus mengawasi proses pemberdayaan yang dilakukan juga menjadi fokus utama yang harus dilakukan fasilitator. Sebelum membentuk Local Leader, fasilitator lebih awal juga mengurus perizinan kepada pemerintah desa terlebih dahulu. Ibu Rina (37 Tahun) dan Ibu 40

Maryati(43 Tahun)-lah yang pada akhirnya membantu fasilitator dalam melakukan diskusi komunitas dengan melibatkan masyarakat, selain melakukan diskusi strategis tentang merancang dan melakukan aksi perubahan dengan masyarakat. Ibu Rina dan Ibu Maryati sendiri merupakan perempuan Desa Bandung yang sering dilibatkan dalam pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan pemerintah dalam hal meningkatkan kesejahteraan perempuan. B. Proses Pendampingan Terhadap Perempuan Buruh Konveksi Desa Bandung 1. Pendekatan Kepada Masyarakat Pada bulan Oktober 2014, fasilitator melakukan pendekatan kepada masyarakat, meski fasilitator merupakan salah satu penduduk di Desa, namun pendekatan tetap dilakukan sebagai bagian dari upaya pendampingan terhadap perempuan buruh konveksi. Hal ini juga mempermudah fasilitator dalam melakukan diskusi-diskusi strategis dalam menghimpun kekuatan yang dimiliki masyarakat sebagai upaya untuk melakukan perubahan. Namun meski begitu fasilitator membutuhkan adanya peran serta masyarakat dalam merancang perubahan tersebut dengan mengedepankan peran serta Local Leader. Local Leader tidak sekedar sebagai pelaksana namun juga sebagai monitor dan evaluator dalam keberhasilan program pemberdayaan. Dalam membentuk tim yang merupakan Local Leader dari Desa Bandung tidaklah sulit, fasilitator memerankan perempuan yang dulunya adalah salah satu dari buruh konveksi dan kini menghabiskan waktunya untuk mengembangkan bisnis kain perca yakni Ibu Maryati. Ibu Maryati ini nantinya diharapkan dapat menularkan kreatifitas yang dimilikinya sehingga perempuan buruh konveksi memiliki langkah survive menghadapi pendapatan yang tidak menentu. Selain Ibu 41

Maryati adalah Ibu Rina. Ibu Rina merupakan petugas kesehatan di polindes yang ada di Desa. Ibu Rina sendiri memahami kesulitan perempuan buruh konveksi karena ibu dan kakaknya juga merupakan buruh di industri konveksi tersebut. Ibu Rina merupakan tokoh perempuan di Desa Bandung dengan sumber daya manusia yang mumpuni. Selain membentuk Local Leader, menggali gagasan melalui dialog yang dilakukan berulang-ulang dengan turut bersama dalam kegiatan masyarakat setiap harinya juga kerap kali dilakukan. Seperti ikut serta dalam kegiatan menjahit maupun juga dalam kegiatan kemasyarakatan lainnya. Pada tanggal 21 November 2014, fasilitator bersama tim bentukan melakukan Focus Group Discussion dengan menitik beratkan pada analisa potensi dan peluang yang dimiliki perempuan buruh konveksi Desa. Tidak mudah mengumpulkan perempuan buruh inikarena waktu bekerja yang padat yakni mulai pukul 7.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Sehingga fasilitator memanfaatkan waktu dibaan yakni habis ashar pada hari Minggu di rumah Ibu Maryati. Gamba 4.1. FGD bersama Ibu Rina dan Ibu Maryati 42

Proses ini diikuti oleh 21 perempuan Desa Bandung yang 12 orang diantaranya merupakan pekerja konveksi. Tabel Daftar Peserta FGD NO NAMA USIA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Rina Maryati Mariani Jumirah Martini Sulis Setyowati Darwati Lilik Rumiani Muslikhah Ma sumah Nuryati Murikah Nir Hayati Suryani Partilah Maya Mutmainah Eka Retnowati Indri Kuswiranti Sumeh 35 46 56 32 24 25 25 38 41 44 47 34 57 67 63 43 29 33 35 28 70 Dalam penganalisaannya fasilitator menghimpun banyaknya skill yang tidak tereksplorasi dengan baik seperti pengelolahan limbah kain menjadi barang jadi yang memiliki nilai ekonomis. 2. Mengapa Komunitas Perempuan Buruh Konveksi Desa Bandung? Dari berbagai macam Asset yang ada di Desa Bandung Kecamatan Gedeg Mojokerto, masyarakat khususnya para kaum perempuan yang ada di Desa Bandung tidak menyadari bahwa ada salah satu asset yang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Padahal dari Asset tersebut bisa atau mampu 43

mengangkat perekonomian masyarakat Desa Bandung secara keseluruhan, terutama bagi keluarga perempuan buruh konveksi. Alasanmemilih Desa Bandung adalah karena di desa ini memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi usaha kecil masyarakat dengan mengedepankan kreatifitas dan kemanfaatan asset yang ada mengingat setiap hari sampah yang ada semain menumpuk dan tidak dikelola dengan baik. Selain itu hal ini juga dapat digunakan sebagai alternatif pekerjaan baru bagi perempuan buruh konveksi diantara ketergantungan terhadap pemilik modal. Masyarakat Desa Bandung sebenarnya juga memiliki potensi dalam mengelola, namun karena kurangnya perhatian serta belum adanya pendampingan masyarakat mengakibatkan mereka terbiasa dalam kondisi yang terbelenggu. Selain itu, pemberdayaan masyarakat pedesaan dengan pengembangan pola pengelolahan potensi yang ada dinilai penting sebagai bagian dari pembangunan desa. Perempuan buruh konveksi memiliki keahlian dalam menjahit. Namun keahlian tersebut tidak dapat dikembangkan dengan baik. Sehingga ketergantungan terhadap penghasilan yang sangat minim sangatlah besar. Padahal keahlian tersebut dapat dikembangkan menjadi peluang usaha yang menjanjikan mengingat banyaknya industry yang digawangi perempuan yang muncul. Alasan lain dalam pemeberdayaan perempuan buruh konveksididesa ini adalah terdapat salah satu perempuan yang bernama ibu Maryati, yang mengelola sampah kain dari produksi industry konveksi menjadi barang jadi yang bernilai ekonomis seperti keset, tas dan aksesoris wanita. Keikutsertaan Ibu Maryati dalam pelatihanpelatihan yang diselenggarakan oleh desa dan di luar desa membuat Ibu Maryati 44

semakin mantap dalam mengembangkan hasil usahanya. Meskipun persoalan modal dan rendahnya pemasaran menjadi persoalan yang seringkali dihadapinya. 3. Meraih Cita Untuk Perubahan Pada tahap meraih cita untuk perubahan ini, fasilitator bersama Local Leader membangun kepercayaan kepada masyarakat untuk bisa mewujudkan mimpi perempuan buruh konveksi Desa. Dibutuhkan pula adanya kesamaan visi dan misi agar proses perubahan yang dilakukan dapat berjalan secara berkelanjutan. Dalam mencapai kesamaan tersebut maka dibutuhkan diadakannya Focus Group Discussion secara berulang-ulang bersama masyarakat demi membangun kesadaran bersama tentang potensi masyarakat yang belum tereksplorasi dengan baik. Motivasi dan iming-iming dengan berbagai cara dan kata-kata yang dilakukan fasilitator, tapibeberapa diantara masyarakat masih cenderung ragu untuk mewujudkannya. Inilah yang menjadi tantangan bagi fasilitator untuk mengubah pola pikir mereka dari yang takut rugi menjadi ingin mencoba. Setelah banyak cara yang dilakukan dengan mendatangi rumah-rumah dan mengajak mereka agar berbicara sendiri tentang keinginan-keinginan mereka. Menganalisa potensi yang ada bahkan hal terkecil sekalipun juga menjadi focus dalam setiap dialog yang dilakukan. Analisa budgetting juga diperlukan dalam pemaparan ini sebagai bagian untuk meyakinkan masyarakat. Dari situ perempuan buruh konveksi bisa menghasilkan bermacam-macam inovasi. Maka diadakanlah FGD pada tanggal 3 Desember bertempat di rumah Ibu Yati dan dihadiri oleh 5 orang perempuan Desa. Yakni, Ibu Rina, Ibu Maryati, Ibu Nuryati, Ibu Indri dan Ibu Maftuhah. Pada proses ini masyarakat banyak 45

menghimpun keinginannya untuk mendapatkan pekerjaan lain disamping pekerjaan sebagai buruh jahit. Hal ini bertujuan agar mereka bisa belajar dan mengembangkan kemampuannya di segala bidang, sehingga hasil alam agar nantinya generasi selanjutnya tidak banyak pemuda-pemudi yang memilih bekerja di luar desa sehingga pembangunan desa dapat tercapai. Peran fasilitator adalah menjembatani masyarakat agar dapat mengembangkan potensi dirinya melalui ide-ide kreatif yang nantinya potensi yang ada dapat bernilai ekonomis. Serta ketergantunganterhadap juragan/pemilik modal tidak berpengaruh besar pada pendapatan masyarakat khususnya perempuan buruh konveksi Desa. Setelah melakukan pemetaan potensi yang ada, fasilitator mengajak perempuan Desa Bandung juga melakukan analisa kemanfaatan potensi. Selain hasil alam, seperti singkong dan jamur, yaitu adalah sampah produksi yang tidak dikelola dengan baik. Diskusi mengalir hingga muncullah ide pembuatan kerajinan menggunakan sampah yang ada. Mengelola sampah bukanlah hal yang mudah apalagi memutar setir dari penjahit menjadi pengrajin. Namun menjalani profesi berbeda dengan kemampuan yang sama adalah hal yang mudah dilakukan sebagai batu lompatan. Dalam merancang bangun pendampingan perempuan buruh konveksi dalam meningkatkan pendapatan keluarga melalui usaha kreatif yang unik diperlukan seringnya dialog dan riset. Hingga dalam proses yang dilakukan fasilitator bersama masarakat memuat tiga langkah. Pertama, menciptakan komunitas kreatif yang beranggotakan perempuan buruh konveksi dengan memanfaatkan waktu luang mereka. Kedua, menganalisa kemanfaatan sampah dan melakukan 46

pengolahan sampah menjadi barang jadi bernilai ekonomis. Ketiga, bekerja sama dengan pemerintah dalam upaya pemasaran hasil produksi. Gambar. FGD Membentuk Tim Pengolahan Kain Perca Pada tanggal 14 Desember, fasilitator melakukan FGD bersama masyarakat dengan menitikberatkan pada aksi pendampingan. Sebelum melakukan pengolahan sampah, fasilitator dan Local Leader terlebih dahulu membentuk tim pengolahan sampah. Tim ini adalah mereka-mereka yang mengordinasi penyortiran sampah kain sebelum akhirnya diberikan kepada penjahit atau pengrajin. Dalam membentuk tim dengan mendasarkan pada musyawarah akhirnya menghasilkan seperti dibawah ini: Tim Pengolahan Sampah Kain Laskar Sampah Ketua Bendahara : Ibu Maryati : Ibu Rina Koord Penyortiran: Ibu Satukah Koord Pengolahan: Ibu Mega Koord Promosi : Ibu Mulyadi 47

Setelah membentuk tim pengolahan sampah yang beranggotakan 8 orang perempuan Desa, perempuan Desa Bandung melakukan aksi pada hari Minggu, 28 Desember 2014 melalui tangan hangat Ibu Maryati sebagai penggeraknya. Anggota PKK pun turut serta dalam kegiatan ini. Hal ini berkelanjutan maksudnya setiap hari minggu, perempuan buruh konveksi banyak yang menghabiskan waktunya untuk menekuni usaha baru ini. Gambar 4.2. Aksi Bersama Perempuan Buruh Konveksi dan Anggota PKK Fasilitator pada awalnya melakukan pengenalan tentang bahan yang akan digunakan, sehingga bisa mencari kreasi-kreasi lain yang bisa dikembangkan lagi. Saat fasilitator mulaimenawarkan bermacam-macam kreasi, ibu-ibu tidak langsung menerimanya. Meskipun mereka sangat mau untuk melakukannya namun banyak faktor-faktor yang membuat mereka tidak bisa melakukannya. Perempuan takut pada pemasarannya, mereka tidak yakin bahwa kreasi-kreasi yang lain itu bisa laku. Karena pernah salah satu Local Leader tadi pernah membuat berbagai macam kreasi dan 48

memasarkannya keluar, namun itu semua tidak berjalan lancar, semua barang-barangnya kembali lagi. Dalam bidang penyediaan modal seperti benang dan monte, fasilitator dibantu oleh Ibu Maryati sebagai tokoh dan tim penggerak perempuan dan Ibu Tina sebagai Ibu Kepala Desa mengajukan permohonan kepada pemerintah desa. Aksi selanjutnya adalah pola pemasaran, dalam pola pemasaran fasilitator bersama masyarakat menyiapkan kemasan terlebih dahulu agar menarik dan mudah dikenal yakni dengan nama Aseli Bandung Perencanaan aksi fasilitatorselanjutnya yaitu menjalin jejaring dengan pihak-pihak stakeholder seperti pemerintah desa dan PKK. Pemerintah Desa diharapkan dapat menyediakan pelatihan IT. Hal ini dimaksudkan sebagai strategi pemasaran melalui online. 4. Pemetaan Aset Aset merupakan kekuatan dalam konsep ABCD (Asset Based Community Development). Aset merupakan alat pemacu dalam menciptakan kemandirian masyarakat. Pemetaan atau seleksi aset merupakan tahapan discovery (mengungkap) potensi apa sajakah yang dapat dimanfaatkan. 1) Aset Fisik a) Pemukiman Penduduk Pemukiman penduduk khas pedesaan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Desa. Umumnya masyarakat memiliki lahan pekarangan di depan maupun belakang rumahnya yang ditanami beberapa vegetasi tanaman seperti tanaman buah-buahan dan polo pendem atau rempah- 49

rempah. Rumah-rumah di Desa Bandung memang cenderung padat meskipun tidak sepadat rumah-rumah di perkotaan pada umumnya. Dalam hal sanitasi dan kebersihan rumah, umumnya masyarakat Desa Bandung memiliki WC dan kamar mandi dengan menggunakan sumber air dari sungai dan sumur galian. b) Balai Desa Balai Desa Bandung berdiri kokoh sebagai bukti terselenggaranya kegiatan pemerintahan.bangunannya yang luas dan strategis yakni terletak di tepi jalan dapat dijadikan ruang pertemuan strategis dalam mengangkat isu-isu yang berkembang di masyarakat. c) Fasilitas Pendidikan Di Desa, sarana pendidikan menjadi hal terpenting bagi kehidupan masyarakatnya terutama pada tingkatan sekolah dasar. Terdapat dua sekolah tingkat dasar, satu tingkat menengah dan dua sekolah taman kanak-kanak serta terdapat satu sekolah non formal pada tingkat pendidikan anak usia dini yang dikelola oleh pemerintah desa. Gambar 4.3, Suasana kelas SDN Bandung I 50

Sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan tersebut menjadi tolak ukur pendidikan masyarakat Desa. Setidaknya ada akses mudah dalam mendapatkan pendidikan. Karena sejatinya pendidikan dan pengetahuan sangat dibutuhkan dalam pembangunan manusia di pedesaan. d) Fasilitas Kesehatan Terdapat satu Polindes di Desa Bandung yang dikelola oleh Ibu Rina, namun Polindes ini hanya buka setiap rabu dan kamis saja. Selain hari itu masyarakat Desa Bandung biasanya mengandalkan puskesmas atau jasa dokter jaga. 2) Asset Financial (Usaha Kecil Masyarakat) Masyarakat Desa Bandung merupakan masyarakat yang produktif, meskipun sebagian besar masyarakat berprofesi buruh, namun tidak sedikit masyarakat yang memilih untuk membuka usaha. Diantara usaha masyarakat adalah industri konveksi, industry sandal dan tas kulit. Biasanya masyarakat bekerja menurut pesanan. Gambar 4.4. Produksi Tas 51

Dalam segi pemasaran, industri ini selain mengirimkan ke Jakarta dan Surabaya namun juga mengandalkan sentra oleh-oleh Kota Mojoerto sebagai buah tangan. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai peluang promosi dalam membuka lahan usaha baru. Gambar 4.5. Sentra Oleh-Oleh Kota Mojokerto 3) Asset Sosial (Kelompok-Kelompok Strategis dalam Masyarakat) Selain budaya yang mengandung unsur mistis, ada pula yang dinamakan dengan budaya gotong royong. Budaya gotong royong ini dilakukan dalam rangka meningkatkan rasa tenggang rasa serta kerukunan antar warga. Adapun acara kerjabakti tersebut biasanya dilakukan pada pagi hari tepatnya di hari Minggu. Kegotong-royongan masyarakat petani Desa Bandung juga tergambar dalam acara-acara keagaaman seperti kegiatan tahlil misalnya, ini dibedakan antara orang perempuan dan orang laki-laki. Tahlil orang lakilaki diadakan setiap satu minggu sekali yaitu pada hari kamis malam 52

jum at, sedangkan tahlil orang perempuan juga diadakan satu minggu sekali yaitu pada hari senin sore. 4) Aset Alam Sawah dan tanah pekarangan merupakan salah satu aset alam di Desa Bandug. Meskipun seringkali mengalami gagal panen, namun petani Desa Bandung masih giat untuk menanam padi dan menanam tananam holtikultura di lahan pekarangannya. Biasanya untuk di lahan pekarangan warga memilih menanam cabai. 5) Individual Skill Aset manusia memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perubahan. Perempuan buruh konveksi di Desa Bandung memiliki keahlian sebagai penjahit selain sebagai petani. Keahlian ini dapat dikembangkan dalam mengembangkan usaha kreatif. 5. Menghubungkan dan Memobilisasi Aset Pentingnya untuk belajar bahwa penggalian dan pemetaan aset bukanlah akhir. Tujuan dari memobilisasi aset adalah membangun jalan dalam mencapai visi dan misi. Peran fasilitator bersama tim yang berasal dari masyarakat sebagai motor penggerak adalah menjembatani potensi yang dimiliki dan bersumber dari masyarakat agar tereksplorasi dengan baik. Memberikan penyadaran adalah porsi utama yang harus dilakukan agar masyarakat mampu mengikuti dan menekuni apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat. Selanjutnya adalah proses belajar bersama masyarakat, belajar dalam mengembangkan sistem pengolahan hasil alam dengan kemanfaatan aset adalah hal terpenting sebagai implementasi dari 53

pencapaian mimpi masyarakat. Selain itu dibutuhkan adanya analisa-analisa tertentu agar usaha yang dilakukan bersama masyarakat dapat berlanjut. Aset Sosial: Bekerja secara individu Aset Personal: Mejahit, membuat kerajinan tangan Finansial: Income per hari Rp.20.000,- (upah buruh) Potensi: Limbah Kain dari Industri Konveksi Income perhari yang didapat sebagai buruh konveksi hanyalah Rp.20.000,-. Jika dilakukan usaha pengolahan limbah dengan aksesoris wanita dan jika dalam sehari menghasilkan 12 lusin bisa menghasilkan Rp.500.000 Usaha Kecil Masyarakat Mengembangkan usaha kreatif Pendapatan per bulan membuat kerajinan Rp.500.000- Rp.1.000.000 Kerajinan bros, selimut, kalung dari kain perca Bagan 4.1. Ember bocor. Berdasarkan analisa ember bocor diatas menjadi tolak ukur perencanaan dalam meningkatkan taraf hidup perempuan buruh konveksi yang memuat tiga hal, pertama meningkatkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam membangun usaha kecil masyarakat. Selain itu hal tersebut juga mampu mengubah pola pikir masyarakat yang individualis menjadi sosialis 54

yang mau bekerja sama bahu membahu dalam melakukan pembangunan pada sector mikro demi meningkatkan pendapatan keluarga. Kedua adalah pengembangan Sumber Daya Manusia. Factor manusia memegang peranan penting dalam pemberdayaan masyarakat. Karena sejatinya pemberdayaan membutuhkan manusia-manusia berkompeten yang dapat mengembangkan dirinya menjadi manusia yang lebih baik. Munculnya ide-ide kreatif dalam usaha menjadi modal besar dalam pembangunan desa selain memanfaatkan potensi yang ada di desa sebagai power/kekuatan yang harus dikembangkan sebagai langkah solusi dalam mengatasi keterbelengguan. Yang ketiga adalah adanya peningkatan taraf ekonomi keluarga buruh konveksi di Desa. Hal ini mengingat rendahnya upah buruh konveksi dan ketergantungannya terhadap pemilik modal. Sehingga ketika usaha itu perlahan menurun pendapatannya maka penghasilan keluarga buruh konveksi juga rendah. Maka dengan adanya sumber pendapatan alternatif melalui pengolahan limbah diharapkan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga perempuan buruh konveksi Desa. 55