BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. St I Ds Otiola Kiki St II Ds. Otiola Daa St III = Dusun Otiola Kiki = Dusun Otiola Daa = Dusun Oyiledata Ds. Oyiledata SKALA : LAGENDA : = Sekolah = Mesjid = Pusat Desa = Jalan Desa = Batas Dusun = Batas Desa Gambar 2. Peta Desa Otiola insert : Kecamatan Ponelo Kepulauan (Sumber : Kantor Desa Otiola) 17
Berdasarkan perbedaan kondisi lingkungan, lokasi penelitian dibagi menjadi 3 stasiun dengan posisi stasiun ditentukan menggunakan GPS (Global Positioning System) sebagai berikut : a. Stasiun 1 berdekatan dengan daerah pemukiman penduduk terletak pada koordinat yaitu 0 0 52' 8.959" N dan 122 0 52' 40.637" E b. Stasiun 2 berdekatan dengan daerah hutan mangrove, koordinat yaitu 0 0 5I' 48.475" N dan 122 0 52' 42.63" E c. Stasiun 3 berdekatan dengan tempat pendaratan perahu masyarakat, koordinat yaitu 0 0 51' 26.13" N dan 122 0 53' 7.784" E B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Alat dan Bahan digunakan pada saat pengambilan data di lapangan yaitu: NO Alat dan Bahan Kegunaan 1 Transek kuadran (1 x 1m) Sebagai batasan pengamatan 2 Alat tulis Mencatat hasil yang didapatkan 3 perlengkapan snorkeling Mempermudah pengamatan 4 GPS Mementukan lokasi pengamatan 5 Kamera digital Untuk dokumentasi 6 DO meter Mengukur kadar oksigen terlarut 7 ph meter Mengukur asam atau basa perairan 8 Secchi disk Mengukur kecerahan perairan 9 Refraktometer Mengukur salinitas 10 Kantong plastik Menyimpan sampel 11 Tali raffia Sebagai garis transek 12 Lamun Objek pengamatan 13 Buku identifikasi McKenzie (2003) Sebagai bahan identifikasi 18
C. Metode Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan lamun yang diambil dari daerah padang lamun Perairan Ponelo Kepulauan. Data primer yang diperoleh berupa jenis dan tegakan lamun. Untuk melengkapi gambaran kondisi perairan, dilakukan pengukuran parameter kualitas perairan secara in situ meliputi kecerahan, kedalaman, suhu, salinitas, dan pengamatan substrat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif. Metode deskriptif eksploratif adalah melakukan survey dan menjadi dasar dalam mengambil kebijakan atau penelitian lanjutan. Penelitian deskriptif yang bersifat eksploratif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena. D. Prosedur Penelitian 1) Penentuan Stasiun Pengamatan Menentukan lokasi stasiun pengamatan dengan berdasarkan keberadaan dan kondisi lingkungan di sekitar pulau. Penelitian dibagi menjadi 3 stasiun yang dianggap mewakili yaitu stasiun 1 dekat dengan pemukiman penduduk, stasiun 2 dekat dengan hutan mangrove, dan stasiun 3 dekat dengan pendaratan perahu. Pada setiap stasiun dibuat 3 substasiun (9 plot transek) ukuran 1x1 m, sehingga pada 3 stasiun terdapat 27 plot transek secara keseluruhan. Substasiun ini ditempatkan tegak lurus garis pantai dengan menarik garis transek jarak ±100 m. Jarak antar kuadran ± 50m dan jarak antar garis transek ± 50m dimulai dari bibir 19
pantai tempat terdapatnya lamun. Skema Penempatan kuadran dapat dilihat pada Gambar 3. Laut Sub stasiun 1 Sub stasiun 2 22 Sub stasiun 3 50 m 50 m 100 m Kuadran Garis Transek Darat Gambar 3. Penempatan Transek Kuadrat 2) Pengamatan Lamun Metode pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kondisi padang lamun adalah metode transek dan petak contoh (Transect Plot). Metode transek dan petak contoh (Transect Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut (KEPMENLH, 2004). Hal yang diamati pada lamun yaitu jenis dan jumlah tegakan. Kerapatan jenis diamati dengan menempatkan transek kuadrat ukuran 1 x 1 meter yang dibagi menjadi 25 buah kisi ukuran 20 cm pada hamparan lamun. Setiap transek kuadran ukuran 1 x 1 meter, jumlah tegakan lamun dihitung dalam petak ukuran 20 cm dan diulangi sebanyak lima kali perlakuan secara acak sebagai keterwakilan data. Petak pengamatan lamun dapat dilihat pada Gambar 4. 20
100 cm 20 cm 20 cm Gambar 4. Kuadran dan Petak Pengamatan Lamun Pengamatan menggunakan perlengkapan snorkeling untuk memudahkan pengamatan. Setiap jenis yang ditemukan dihitung jumlah tegakan yang terdapat dalam petak dan kemudian diambil satu tegakan untuk setiap jenis sebagai sampel lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label. Selanjutnya jenis lamun di identifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Mckenzie (2003). E. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan 1) Suhu Suhu perairan diukur menggunakan termometer air raksa dengan cara dicelupkan ke dalam perairan, kemudian suhu dilihat di dalam perairan untuk mencegah berubahnya suhu apabila pengukuran dilakukan di luar air. Pengamatan ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada tiap stasiun. 21
2) Salinitas Pengukuran salinitas digunakan alat berupa refraktrometer. Pertama yang dilakukan adalah refraktrometer dikalibrasi dengan menggunakan akuades serta dibersihkan dengan tisu. Sampel air laut disiapkan dan diteteskan pada alat, kemudian dicatat nilainya. Pengukuran salinitas dilakukan satu kali di setiap stasiun. 3) Kecerahan Kecerahan perairan biasanya diukur secara visual dengan menggunakan secchi disk. Namun karena perairan termasuk dangkal dan masih dapat terlihat sampai ke dasar, maka kecerahan perairan pada saat penelitian hanya diukur secara visual dengan mengamati kondisi perairan sampai ke dasar. 4) Derajat Keasaman ( ph ) Pengukuran ph dilakukan satu kali setiap stasiun dengan menggunakan ph meter yang dicelupkan ke dalam perairan, kemudian dicatat nilai pada indikator ph 5) Substrat Pengamatan substrat dilakukan dengan cara mengambil tekstur substrat pada setiap lokasi pengamatan dan kemudian dilihat secara visual dan dicatat hasil pengamatannya. 22
F. Analisis Data 1) Komposisi Jenis Lamun Persentase komposisi jenis yaitu persentase jumlah individu suatu jenis lamun terhadap jumlah individu secara keseluruhan. Nilainya dihitung dengan rumus sebagai berikut (Brower, et al., 1990 dalam Ira 2011): Keterangan : P = Persentase setiap lamun (%) Ni = Jumlah setiap spesies i N = Jumlah total seluruh spesies 2) Kerapatan Jenis Lamun Kerapatan jenis yaitu jumlah individu lamun (tegakan) per satuan luas. Kerapatan lamun dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Fachrul, 2007). Keterangan : Ki = Kerapatan jenis (tegakan/m2) Ni = Jumlah tegakan spesies i (tegakan) A = Luas transek kuadran (m 2 ) 3) Indeks Kemerataan/Keseragaman Pengujian juga dilakukan dengan pendugaan indeks kemerataan (E), dimana semakin besar nilai E menunjukkan kelimpahan yang hampir seragam dan merata antar jenis (Odum, 1983 dalam Rappe, 2010) dengan rumus: 23
berikut: Keterangan : E = Indeks kemerataan/keseragaman H = Indeks keanekaragaman S = Jumlah jenis Nilai indeks kemerataan berkisar antara 0-1 dengan kategori sebagai E < 0,4 = Kemerataan kecil 0,4 < E< 0,6 = Kemerataan sedang E > 0,6 = Kemerataan besar Nilai indeks keanekaragaman (H ) dihitung dengan menggunakan Rumus Simpson (Lampiran 4). Untuk mengetahui perbedaan antara kerapatan dan tingkat kemerataan lamun antar stasiun pengamatan dilakukan analisis varians (ANOVA) dengan bantuan SPSS (Statistical package for the social sciences ) versi 16.0. 24