BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Encar Carwasih, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun dan mengembangkan karakter manusia yang seutuhnya.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Setelah peneliti selesai melakukan penelitian dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan beraneka ragam seni dan budaya, hampir setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. SD Kristen Paulus Bandung merupakan lembaga pendidikan tingkat dasar

BAB I PENDAHULUAN. manusianya. Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni menjadi perhatian utama dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Suzanne K. Langer (1998:2) menyatakan bahwa Kesenian adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mampu. menghasilkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif,mandiri, mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR. MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MADRASAH TSANAWIYAH (MTs.)

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan yang sampai saat ini merupakan hal yang berpengaruh besar pada sikap

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia pendidikan berada pada era globalisasi yang berciri modern

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara kita terdiri dari bermacam-macam suku bangsa yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Unus,2013

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Mujadilah ayat 11:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Helda Rakhmasari Hadie, 2015

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Budi pekerti telah dihapus dari daftar mata pelajaran sekolah. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Guru adalah salah satu penentu keberhasilan dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN MERUMUSKAN VISI, MISI, DAN TUJUAN SEKOLAH

2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berjalannya waktu, tantangan dan persaingan di era

BAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. dalam maupun luar negeri mudah diakses oleh setiap individu, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

I. PENDAHULUAN. Atas (SMA) Swasta, Madrasah Aliyah Negeri (MAN), Madrasah Aliyah Swasta

IMPLEMENTASI KTSP SENI BUDAYA PADA JENJANG PENDIDIKAN SMP DAN SMA. Taswadi ABSTRAK

2016 PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SANGGAR SUNDA RANCAGE KABUPATEN MAJALENGKA

2015 POLA ADAPTASI SOSIAL BUDAYA KEHIDUPAN SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL BAROKAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Letak Kabupaten Bangkalan berada pada ujung Pulau Madura bagian Barat

BAB I PENDAHULUAN. Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.

BAB I PENDAHULUAN. Hilda Widyawati, 2013 Eksistensi Sanggar Seni Getar Pakuan Kota Bogor Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

TRIANI WIDYANTI, 2014 PELESTARIAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS

M PENGARUH MEDIA VIDEO DOKUMENTASI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MEMBUAT TOPENG DALAM PEMBELAJARAN SENI RUPA.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesenian merupakan bagian dari kebudayaan, sebagian wrisan nenek

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan implementasi di lapangan, pembelajaran seni budaya khususnya

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penting dan dominan menetukan maju mundurnya suatu bangsa, serta. membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Keanekaragaman suku bangsa dengan budayanya di seluruh Indonesia


BAB I PENDAHULUAN. Di setiap tempat di Indonesia memiliki ciri khas dan keunikannya masing-masing,

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan oleh manusia lain sebagai pelaku komunikasi. berupa ekspresi, gerak tubuh, maupun simbol simbol tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya kualitas pendidikan bagi pembangunan bangsa di masa datang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar,

PLBJ KOMPETENSI DASAR

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam

2015 PEMBELAJARAN TARI KREASI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 45 BANDUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

Menurut Hamalik (1994) belajar merupakan suatu pertumbuhan atau perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap organisasi pemerintah dituntut untuk dapat mengoptimalkan sumber

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN BAHASA UNTUK MASYARAKAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni Budaya dalam Kurikulum 2013 dirumuskan untuk mencakup

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR: 16 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar

BAB I PENDAHULUAN. dan masa kini. Sebagai implikasinya terkandung makna link and match yang

BAB I PENDAHULUAN. Animasi komputer di Indonesia marak bermunculan dalam iklan iklan

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar-mengajar merupakan kegiatan inti dari pendidikan formal

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebriani Rizki Ali, 2014

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. disusun selaras dengan irama musik, serta mempunyai maksud tertentu. Tari pada

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. ini berpengaruh terhadap berbagai aspek. Salah satunya terhadap kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. belajar kepada siswa melalui proses pembelajaran yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keunikan Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang memiliki penduduk yang beragam (multietnis). Keanekaragaman suku bangsa tumbuh dan berkembang karena perbedaan lingkungan fisik maupun sosialnya, sehingga menjadikan latar belakang sejarah dan tingkat perkembangan juga berbeda. Selain faktor lain yang ikut serta mempengaruhi, yakni adanya pandangan yang berbeda terhadap sistem keyakinan agama yang dianutnya. Perbedaan penafsiran akan keagamaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keragaman sosial budaya Bangsa. Itulah sebabnya kenyataan beragamnya tafsir keyakinan keagamaan dan penerapan dalam kehidupan mengharuskan adanya perhatian khusus bagi para pelaksana pendidikan, khususnya para guru yang menjadi ujung tombak pembelajaran di berbagai bidang studi termasuk seni budaya. Ekspresi keyakinan pada sistem keagamaan dan ritualitas yang dilaksanakan oleh umumnya penduduk yang menghuni berbagai wilayah di Indonesia menjadikan Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius. Keyakinan akan keagamaan tersebut telah dibakukan, dipelihara dan membentuk suatu pandangan hidup (blueprint) yang sifatnya melekat secara permanen. Keyakinan yang menjadi pedoman hidup tersebut senantiasa dilestarikan dan ditransmisikan antar generasi melalui proses belajar di sepanjang waktu. Sistem pengetahuan yang menjadi pandangan hidup dan ditransmisikan antargenerasi digunakan oleh setiap kelompok sosial untuk memahami diri, menginterpretasi lingkungannya dan mendorong dalam mewujudkan kelakuan. Ekspresi keagamaan setiap kelompok sosial

2 merupakan perwujudan emosi keagamaan yang sekaligus mengindikasikan adanya identitas bagi kelompok yang bersangkutan. Melalui perilaku yang ditampilkan secara implisit maupun eksplisit akan menampilkan keyakinan keagamaan yang mengandung nilai benar atau salah menurut pandangan masing-masing. Pada sisi yang lain, sistem pengetahuan keagamaan juga dapat digunakan untuk mengadaptasi seseorang maupun kelompok sosial dengan lingkungannya, berikut dengan perubahan dan perkembangan yang tengah berlangsung. Perbedaan pola adaptasi masing-masing kelompok sebagai akibat perbedaan memahami dan menginterpretasi lingkungan menjadikan keberbedaan dan keragaman sebagai sesuatu yang harus dipahami sebagai kunci persoalan dan peluang bersama. Keragaman dan multisosial Bangsa Indonesia akan tampak salah satunya pada keragaman penduduk yang bermukim di Jawa Barat. Meski secara kasat mata Jawa Barat dominan dihuni oleh etnis Sunda dan mayoritas berkeyakinan pada agama Islam, namun masing-masing kelompok penduduk memiliki lingkungan dan latar belakang sosial budaya yang berbeda. Selain itu masing-masing berkembang dengan tingkat kecepatan yang berbeda, sehigga terdapat lingkungan yang perkotaan, pedesaan dan ada pula ditengah-tengah (desa kota). Perbedaan lingkungan menjadi masingmasing kelompok sosial di Jawa Barat memiliki sistem pengetahuan dan keyakinan agama yang berbeda. Perbedaan keluasan dan kedalaman pada sistem pengetahuan masing-masing penduduk Jawa Barat dalam memahami diri, menginterpretasi lingkungan dan mewujudkan perilakunya. Sistem pengatahuan yang berbeda pada masing-masing kelompok masyarakat Jawa Barat akan mempengaruhi pemahaman yang berbeda terhadap norma yang ditetapkan dalam agama (baca Agama Islam). Penduduk yang menghuni wilayah pendesaan akan memiliki ekspresi keagamaan Islam yang berbeda dengan kelompok masyarakat kota. Perbedaan pengetahuan dan perubahan lingkungan menjadikan tingkat kekentalan

3 dalam melaksanakan ritualitas keagamaan berbeda. Hal ini berarti menunjukkan keterikatan pada norma keagamaan Islam yang sudah dipedomani bersama menjadi berbeda. Karena itu ada kelompok masyarakat Islam yang disebut puritan dan kelompok penganut Islam yang modern. Salah satu penduduk Jawa Barat yang banyak bermukim di pedesaan adalah penduduk yang menghuni daerah Kabupaten Bandung Barat. Wilayah ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Bandung pada lima tahun yang lalu yang mencakup wilayah Bandung bagian utara, Bandung bagian timur dan Bandung bagian barat. Dengan demikian secara kewilayahan Kabupaten Bandung Barat memiliki keluasan wailayah selain jumlah penduduk yang cukup banyak, namun pada umumnya berada di wilayah pinggiran Kota Bandung dan Kota Cimahi. Pola dan keterikatan penduduk Bandung Barat pada sistem keagamaan Islam menunjukkan ekspresi yang berbeda. Hal ini tampak pada kecenderungan memilih sekolah untuk anak-anaknya pada lembaga pendidikan yang kental dengan keagamaan, diantaranya lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Pilihan pada lembaga pendidikan tersebut didasarkan atas sistem pengetahuan dan keyakinan mereka, bahwa lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah dipandang masih memiliki ciri sebagai lembaga pendidikan yang akan bisa memelihara sistem keberagamaan Islam dipahami sama. Umumnya pola pengetahuan orang tua siswa MTs mempercayai bahwa lembaga pendidikan pesantren sebagai satu-satunya lembaga yang dipercaya bisa menjaga aqidah keagamaan. Itulah sebabnya lembaga MTs banyak bernaung pada lembaga yayasan pesantren atau kelompok sosial yang telah mengenyam belajar di pesantren. Dengan demikian, menyekolahkan ke lembaga MTs dipandang sama dengan menyerahkan putra-putrinya masuk pada lembaga pendidikan pesantren.

4 Sebagai lembaga pendidikan keagamaan, lembaga pendidikan MTs yang ada di wilayah Kabupaten Bandung Barat memiliki ciri pendidikan formal, yakni tujuan yang telah ditetapkan dan kurikulum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain mengatur materi, jam dan waktu pembelajaran, juga tempat pembelajaran dilakukan di kelas, bersifat klasikal dan bertingkat-tingkat. Para guru memiliki persyaratan khusus, yakni menguasai bidangnya secara formal, memiliki kompetensi dan dibuktikan dengan sertifikat guru profesional. Sarana dan prasarana sekolah cenderung lebih lengkap dan lebih berteknologi serta terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan ilmu masing-masing. Mengingat kurikulum yang sudah ditetapkan, maka pada lembaga pendidikan MTs materi pembelajaran disebarkan dalam bentuk Mata pelajaran. Mata Pelajaran yang ada pada lembaga pendidikan MTs sebagian besar sama dengan mata pelajaran yang berlaku di pendidikan umum formal yang setara, yakni SMP. Beberapa mata pelajaran yang bermuatan materi keagamaan diajarkan sebagai ciri kekhususan pada lembaga formal keagamaan Islam di semua MTs Negeri Kabupaten bandung Barat. Salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di MTs adalah pembelajaran seni budaya yang didalamnya memuat materi seni rupa, seni musik, seni tari dan seni drama. Mata pelajaran seni budaya dipandang pembelajaran yang unik, karena guru yang mengajarkannya membutuhkan keahlian khusus. Sampai saat ini jarang sekali sekolah formal, khususnya di MTs memiliki keempat guru seni budaya yang mengajarkannya secara lengkap. Karena itu dalam pelaksanaan pembelajaran seni budaya di MTs Negeri Bandung barat masih mengandung banyak problema yang harus terus dipecahkan oleh para pengelola sekolah dan guru-guru seni budaya. Materi pada kurikulum seni budaya tahun 2006 dapat dibagi dalam tiga bagian, yakni materi tentang wawasan atau pengetahuan seni

5 rupa, materi ekspresi diri atau keterampilan berkarya dan materi menghargai atau sikap apresiasi terhadap karya seni rupa dua dimensi dan tiga dimensi. Cakupan materi karya seni rupa terbagi dalam tiga tingkatan, yakni muatan materi seni rupa lokal atau daerah setempat, materi karya seni rupa Nusantara dan materi karya seni rupa Manca negara. Materi seni rupa memiliki keluasan dan kedalaman yang berbeda, sehingga para guru bekerja keras untuk memilah dan memilih materi-materi mana yang mewakili masing-masing kompetensi dasar tersebut. Salah satu materi yang harus diajarkan pada siswa MTs tentang pelaksanaan pembelajaran seni budaya adalah seni gambar ilustrasi. Materi ini selalu dihindari oleh para guru seni rupa di MTs karena mengandung persoalan yang kompleks. Beratnya pembelajaran materi ini bukan disebabkan segi keluasan dan kedalaman materi yang mencakup ranah pengetahuan, keterampilan berkarya dan mengapresiasi, melainkan karena materi memiliki persinggungan dan bertentangan dengan sistem pengatahuan dan keyakinan agama kelompok sosial puritan yang menjadi orang tua dan siswa. Dalam banyak kasus pembelajaran seni gambar ilustrasi menunjukkan gejala penolakan, sekalipun secara tidak terbuka yang menunjukkan adanya keengganan untuk mempelajarinya. Materi menggambar mahluk berwujud melalui gambar ilustrasi termasuk kategori tidak boleh atau haram untuk dibuat, apalagi diajarkan pada para siswa. Materi gambar ilustrasi yang banyak ditolak tersebut adalah materi karya gambar ilustrasi yang menyerupai mahluk hidup, khususnya wujud manusia. Dilema pembelajaran seni gambar ilustrasi pada siswa MTs Negeri di Kabupaten Bandung Barat telah menjadi banyak keluhan para guru seni budaya. Tiga MTs Negeri yang secara terbuka menolak adalah lembaga pendidikan MTs Negeri di Rongga Cihampelas, MTs Negeri Cililin, dan MTs Negeri Cikalong Wetan yang para orang tuanya mengusulkan untuk

6 tidak diajarkan. Akan tetapi, pembelajaran seni gambar ilustrasi merupakan tuntutan kurikulum Seni Budaya yang wajib diajarkan di persekolahan, termasuk MTs Negeri. Berdasarkan hasil observasi penulis terhadap fenomena penolakkan pembelajaran seni gambar ilustrasi pada siswa di tiga MTs Negeri, dapat disampaikan sebagai berikut: 1. Pembelajaran seni gambar ilustrasi di MTs Rongga Cihampelas, MTs Negeri Cililin, dan MTs Negeri Cikalong Wetan untuk selama tiga tahun tidak diajarkan. Kendala utamanya adalah adanya penolakkan dari orang tua siswa yang merasa keberatan untuk diajarkan kepada anak-anaknya karena bertentangan dengan keyakinan agama terhadap objek gambar. 2. Pimpinan lembaga pendidikan MTs dan juga para guru Seni budaya di MTs Negeri Rongga cihampelas, MTs Negeri Cililin, dan MTs Negeri Cikalong Wetan tidak memiliki wawasan yang luas untuk dijadikan strategi dalam pelaksanaan pembelajaran seni gambar ilustrasi. Lebih dari itu, seharusnya mampu memberi argument yang sepadan tentang pentingnya pembelajaran materi tersebut dan menjelaskan hubungan antara seni budaya dan agama Islam secara tepat dan proporsional kepada para orang tua. 3. Pola dan strategi pembelajaran seni budaya, khususnya dalam mengajarkan gambar ilustrasi pada siswa MTs Negeri tidak diadaptasikan secara tepat sesuai dengan tuntutan keyakinan agama para siswa dan orang tua siswa. Strategi pembelajaran tidak dikembangkan secara kreatif, sehingga pembelajaran seni budaya nyaris tanpa perubahan yang berarti dan tidak memberi porsi untuk membuka semangat dan wawasan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran berjalan secara monotan tanpa ada gerak inovasi yang membuka perubahan.

7 Fenomena permasalahan pembelajaran seni gambar ilustrasi di lembaga pendidikan MTs Negeri yang berada kemungkinannya disebabkan oleh faktor-faktor, sebagai berikut: 1. Pandangan para siswa dan orang tua yang kurang positif menggenai pembelajaran seni gambar ilustrasi diakibatkan oleh sistem pengetahuan mereka dalam menafsirkan sumber aturan yakni hadist dengan satu sisi, yakni dari ilmu fiqih atau ilmu hukum agama. 2. Para guru belum memperoleh keterangan dari hasil penelitian yang dapat dipercaya dan menjadi rujukan, bahwa terdapat menafsirkan lain mengenai larangan pembuatan gambar nyata yang bisa dijadikan alasan bagi guru dalam berargumen. 3. Belum ditemukan strategi pembelajaran yang tepat dan adaptif bagi guru seni budaya yang bisa menjembatani satu sisi kepentingan keyakinan agama para siswa dan orang tua dan pada sisi yang lain kepentingan pencapaian tujuan pembelajaran yakni memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum Seni budaya di tiga MTs Negeri di kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang diuraikan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian untuk karya tulis akhir berkenaan dengan pembelajaran seni gambar ilustrasi bagi siswa MTs Negeri. Hal ini disebabkan karena latar belakang penulis sebagai guru seni budaya dan juga relevan dengan studi yang selama ini penulis lakukan, yakni pada program Pendidikan Seni di Sekolah Pascasarjana UPI. Dengan demikian judul yang penulis tetapkan dalam penelitian ini, yakni : ADAPTASI PENGELOLAAN PEMBELAJARAN SENI GAMBAR ILUSTRASI PADA TIGA MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI DI KABUPATEN BANDUNG BARAT. B. Fokus dan Rumusan Masalah Penelitian

8 Penelitian mengenai pembelajaran seni gambar ilustrasi memiliki cakupan yang luas dan mendalam berikut dengan permasalahannya. Selain masalah kurikulum, sarana dan prasarana serta kompetensi siswa maupun guru yang mengajarnya. Mengingat keterbatasan dana dan waktu yang tersedia, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini hanya dari aspek pengelolaan yang dipandang adaptif untuk bisa terlaksanannya pembelajaran seni gambar ilustrasi. Untuk itu fokus penelitiannya dirumuskan menjadi, sebagai berikut: Bagaimana pengelolaan pembelajaran seni gambar ilustrasi diadaptasikan bagi siswa pada tiga Madrasah Tsanawiyah Negeri?. Agar masalah penelitian lebih operasional, maka fokus dan rumusan masalah penelitian diturunkan dalam tiga pertanyaan penelitian, yakni: 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran seni gambar ilustrasi pada tiga MTs Negeri? 2. Faktor-faktor apa yang menghambat pembelajaran seni gambar ilustrasi pada tiga MTs Negeri? 3. Bagaimana pola adaptasi pembelajaran seni gambar ilustrasi bagi siswa pada tiga MTs Negeri? C. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran seni gambar ilustrasi pada tiga MTs Negeri. 2. Menganalisis faktor-faktor yang menghambat pembelajaran seni gambar ilustrasi pada tiga MTs Negeri. 3. Menemukan pola adaptasi pembelajaran seni gambar ilustrasi pada tiga MTs Negeri. D. Manfaat Penelitian

9 1. Manfaat secara akademis, yakni ditemukannya rumusan konsep adaptasi pembelajaran seni gambar ilustrasi yang adaptif dengan keyakinan agama para siswa dan kepentingan pencapaian standar kompetensi pembelajaran seni budaya pada tiga MTs Negeri. 2. Manfaat secara praktis, yakni akan menjadi masukan bagi para guru seni budaya yang mengajar di MTs Negeri, Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan dan Kebudaaan se-kabupaten Bandung Barat dalam merumuskan dan pengambilan kebijakan mengenai pembelajaran seni gambar ilustrasi bagi siswa Madrasah Tsanawiyah. 3. Manfaat bagi peserta didik, yakni siswa tiga MTs Kabupaten Banung Barat adalah penelitian akan memberi pengetahuan dan wawasan tentang ragam gambar ilustrasi yang ada dan juga pandangan Islam tentang seni ilustrasi sehingga siswa dapat mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. E. Definisi Operasional 1. Adaptasi adalah upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik lingkungan manusia maupun lingkungan alam. Dalam melaksanakan adaptasi dilakukan dengan perilaku beradaptasi, strategi beradaptasi dan tindakan beradaptasi. Adaptasi dalam pengelolaan adalah pengelolaan pembelajaran yang disesuaikan dengan lingkungan sekolah berada. 2. Pengelolaan pembelajaran adalah usaha mengelola pembelajaran yang baik dan disesauikan dengan tujuan. Dalam pengelolaan mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran oleh guru yang profesional dalam mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. 3. Pembelajaran Seni Gambar ilustrasi adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan ekspresi diri dan apresiasi tentang gambar yang objeknya

10 bercerita. Gambar ilustrasi mengandung mencakup unsur-unsur gambar, yakni unsur : (a) titik, (b) unsur bidang ; (c) bentuk; (d) ruang; (e) volume ; (f) Warna; (g) gelap terang; (h) tekstur, dan lain-lain, agama Islam yang khas adanya. 4. Karakteristik siswa MTs adalah siswa remaja yang datang dari keluarga muslim yang memandang Agama secara puritan yang sedang mencari jati diri, dimana seseorang ingin melepaskan ketergantungan dari lingkungan sekitarnya dan ingin menunjukkan dirinya sebagai seseorang yang memiliki kepribadian yang utuh.