DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011

HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

- Andrian Hidayat Nasution -

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat transportasi untuk mempermudah mobilisasi. Dari berbagai

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 10 (2013) Copyright 2013

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG

Privat Law Vol. V No. 1 Januari-Juni

Bagian Hukum Bisnis Falkutas Hukum Universitas Udayana

1 BAB I PENDAHULUAN. memerlukan transportasi untuk menghubungkan masyarakat disuatu

JURNAL ILMIAH. TANGGUNG GUGAT MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP BAGASI TERCATAT PADA PENGANGKUTAN UDARA DOMESTIK (Studi di Bandara Internasional Lombok)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB III TANGGUNG JAWAB MASKAPAI TERHADAP KETERLAMBATAN PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PENERBANGAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

PERLINDUNGAN KONSUMEN SEBAGAI PENGGUNA JASA PENERBANGAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAPAT BAGASI PENUMPANG YANG HILANG ATAU RUSAK

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

TANGGUNG JAWAB JASA ANGKUTAN UDARA TERHADAP KECELAKAAN PESAWAT MELALUI PENELITIAN DI PT GAPURA ANGKASA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Plan Asuransi Penerbangan

Oleh : Ari Agung Satrianingsih I Gusti Ayu Puspawati Dewa Gde Rudy Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana.

BAB II ATURAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA BAGI WARGA SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perlindungan Konsumen Penumpang Pesawat Terbang. a. Pengertian Pelindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG PADA TRANSPORTASI UDARA NIAGA

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

KEWAJIBAN PERDATA AIR ASIA TERHADAP KORBAN KECELAKAAN PESAWAT QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia serta perubahan zaman dengan dilihat dari arus globalisasi di

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS DATA. A. Pelaksanaan Tanggung Jawab PT. Trans Nusa Terhadap Penumpang. Prinsip tanggung jawab mutlak atau( strict liability) :

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan (ibid, 1998:7).

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN SEBAGAI PENYEDIA JASA PENERBANGAN KEPADA PENUMPANG AKIBAT KETERLAMBATAN PENERBANGAN

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN APABILA TERJADI KECELAKAAN AKIBAT PILOT MEMAKAI OBAT TERLARANG

NAC TITANIUM TRAVEL INSURANCE & PURCHASE PROTECTION

NAC TRAVEL INSURANCE & PURCHASE PROTECTION VISA SIGNATURE. + Kartu Kredit Signature

IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT MENGENAI GANTI KERUGIAN ATAS KETERLAMBATAN ANGKUTAN UDARA PADA BANDAR UDARA TEMINDUNG SAMARINDA

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

Sri Menda Sinulingga, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan manusia dalam melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-hari.

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

PENYELESAIAN SENGKETA KLAIM ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN UDARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENERBANGAN

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI PENUMPANG

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan yang telah diinvestigasi KNKT, yaitu human factor, teknis dan

TANGGUNG GUGAT PENGANGKUT BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015, No Republik Indonesia Nomor 4956); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

Sri Sutarwati 1), Surhanudin 2) Program Studi D3 Manajemen Transportasi Udara Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

ANALISA FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN KEDATANGAN DAN PEMBERANGKATAN PESAWAT UDARA (STUDI KASUS PADA BANDARA HANG NADIM BATAM)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN LION AIR KEPADA PENUMPANG ATAS KETERLAMBATAN PENERBANGAN Monica Belinda Oksavina*, Aminah, R. Suharto Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro E-mail : oksavina.ov@gmail.com Abstrak Transportasi memiliki peranan yang sangat penting untuk perpindahan setiap orang dari satu tempat ke tempat yang lain. Jasa transportasi yang paling banyak memberikan keunggulan adalah jasa transportasi udara antara lain jangkauan yang luas, waktu tempuh yang relatif singkat serta tarif yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Namun, seiring dengan perkembangan jaman masalah transportasi udara pun mulai timbul salah satunya adalah keterlambatan penerbangan yang diakibatkan oleh faktor cuaca ataupun kesalahan dari pihak pengangkut. Dari hasil penelitian yang didapat, dalam pelaksanaan tanggung jawab maskapai Lion Air kepada penumpang atas keterlambatan penerbangan, pihak masakapai berpedoman pada ketentuan Ordonanasi Pengangkutan Udara (Stbld.1939-100) serta Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008. Dalam mekanisme pemberian ganti kerugian pihak maskapai mengacu pada ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam tiket penerbangan dan dalam ketentuan jaminan asuransi penerbangan serta mengacu pada Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008. Kata Kunci : Keterlambatan Penerbangan, Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Lion Air Abstract Transportation very important role for person to movement from one place to another. Transportation services most to excellence is air transportation services such as a wide range, relatively short travel time and fares that are accessible to the public. However, along with the development of air transport problems began to emerge one of them is a flight delay caused by weather factors or the fault of the carrier. From the results obtained, in the implementation of the responsibility of the airline Lion Air to the passengers on flight delays, the masakapai guided by the provisions Ordonanasi Air Freight (Stbld.1939-100) and Ministerial Regulation No. 77 of 2011 and Regulation No. 25 of 2008. In the granting of compensation the airline refers to the provisions contained in the flight ticket and in the provision of insurance cover flights and refers to the Ministerial Regulation No. 77 of 2011 and the Ministerial Regulation No. 25 of 2008. Keywords : Delays Flight, responsibility of the Lion Air airlines 1

I. PENDAHULUAN Keadaan geografis Indonesia berupa daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, dan berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai serta danau memungkinkan transportasi dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah negara. Kondisi angkutan tiga jalur tersebut mendorong dan menjadi alasan pengguna alat transportasi modern yang digerakkan secara mekanik. 1 Dari sekian banyak jasa transportasi, jasa transportasi udara atau jasa penerbangan, adalah jasa yang paling banyak memiliki keunggulan, beberapa keunggulan yang dapat diberikan oleh jasa transportasi udara antara lain jangkauan yang luas, waktu tempuh yang relatif singkat, tarif yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Transportasi udarapun dapat menjangkau daerah-daerah terpencil dengan waktu yang relatif singkat, yang apabila dijangkau dengan transportasi darat maupun laut memerlukan waktu yang cukup lama. Sebagai contoh apabila kita lihat perjalanan melalui transportasi darat dari Kota Semarang ke Kota Bandar Lampung kurang lebih 19 jam, namun ketika perjalanan tersebut ditempuh dengan menggunakan transportasi udara tidak kurang dari 3 jam sudah dapat sampai di tempat tujuan. Keuntungan yang langsung dapat dirasakan seperti waktu lebih efektif dan efisien serta biaya 1 Abdulkadir Muhammad. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1998. Hal 7 terjangkau membuat masyarakat sekarang lebih memilih transportasi udara dibanding transportasi darat maupun laut. Semakin banyaknya jasa penerbangan memicu persaingan di dalam memperoleh konsumen jasa penerbangan. Sehingga setiap jasa penerbangan dituntut untuk meningkatkan kualitas penerbangan dan memberikan pelayananpelayanan yang terbaik seperti penjualan tiket dengan harga yang sangat terjangkau bagi masyarakat. Penjualan tiket dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat semestinya diimbangi dengan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pula. Namun pada kenyataanya, masih dijumpai beberapa maskapai yang dalam melayani konsumennya tidak diiringi dengan kualitas dan kenyamanan yang seharusnya. Pada dasarnya yang bertanggung jawab dalam suatu penyelenggaraan penerbangan adalah pihak pengangkut udara atau disebut juga maskapai (perusahaan) penerbangan. Suatu sistem perlindungan hukum bagi penumpang pesawat udara merupakan suatu sistem yang terdiri dari peraturan-peraturan dan prosedur yang mengatur semua aspek, baik langsung maupun tidak langsung mengenai kepentingan dari penumpang pesawat udara selaku pengguna jasa angkutan udara niaga. Hal ini merupakan suatu sistem perlindungan yang bersifat menyeluruh karena menyangkut nama baik perusahaan penyedia jasa pengangkutan penerbangan itu. Tidak disiplin waktu keberangkatan merupakan hambatan angkutan udara. Waktu 2

keberangkatan sering tertunda bahkan pembatalan tanpa alasan yang logis dan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ini menunjukkan kurang siapnya pengangkut udara dalam penyediaan pesawat udara. Tidak disiplin waktu ini amat membosankan dan merugikan penumpang karena tidak dapat tiba di tempat tujuan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Padahal angkutan udara merupakan sektor vital dalam bidang transportasi. 2 Keterlambatan merupakan hal yang sering terjadi dalam pengangkutan udara. Sebagaimana pernah terjadi pada salah satu maskapai penerbangan yakni Lion Air. Lion Air merupakan salah satu jasa penerbangan yang perkembangannya sangat pesat. Maskapai yang memiliki logo Singa dan memiliki slogan We Make People Fly tersebut, banyak diminati oleh masyarakat saat ini. Karena maskapai penerbangan ini diyakini oleh masyarakat pada khusunya masyarakat menengah kebawah dapat memberikan pelayanan yang cukup, seperti harga tiket yang lumayan terjangkau serta memiliku rute penerbangan yang cukup luas baik rute penerbangan dalam negeri maupun luar negeri dan lain sebagainya. Namun pada kenyataannya maskapai ini pernah mengalami keterlambatan penerbangan dan penundaan penerbangan sampai pembatalan penerbangan. Seperti kejadian pada tanggal 18 Februari 2015 tepatnya hari rabu hingga hari Jumat tanggal 20 Februari 2015, maskapai ini mengalami ketidakberaturan atau kerancuan penerbangan selama tiga hari. Kejadian tersebut merupakan peristiwa paling lama yang pernah terjadi dalam penerbangan, hingga menyebabkan penumpang terlantar beberapa jam bahkan beberapa hari. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, penumpang berhak mendapatkan kompensasi dari maskapai bila penerbangan mereka terlambat (delay). Namun dalam kasus diatas Maskapai penerbangan Lion Air tersebut belum memberikan tanggung jawab penuh bagi penumpang yang mengalami delay diatas 30 menit. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memfokuskan penelitian ini untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana dan seperti apa TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN LION AIR KEPADA PENUMPANG ATAS KETERLAMBATAM PENERBANGAN. Dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tanggung jawab maskapai penerbangan Lion Air kepada penumpang atas terjadinya keterlambatan? 2. Bagaimana mekanisme pemberian ganti rugi yang sesuai bagi penumpang maskapai penerbangan Lion Air yang mengalami kerugian berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan? 2 Abdulkadir Muhammad. Ibid Hal. 159. 3

II. METODE Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Yuridis Normatif, yaitu melalui pendekatan penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kenyataan, sampai sejauh manakah hukum tertulis yang serasi. Hal ini dapat ditinjau secara vertikal, atau mempunyai keserasian secara horizontal apabila menyangkut perundang-undangan mengenai bidang yang sama, yaitu apakah perundang-undangan yang berlaku bagi satu bidang kehidupan tertentu tidak saling bertentangan, apabila dilihat dari hierarki perundang-undangan tersebut. Mengenai penelitian struktur organisasi dan tata kerja ini, dapat digunakan titik tolak tata urutan perundang-undangan. 3 Dengan merangkan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku kemudian dihubungkan dengan kenyataan yang ada dilapangan tentang Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Lion Air Kepada Penumpang Atas Keterlambatam Penerbangan. Spesifikasi penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah deskriptif analitis. Bersifat deskriptif, karena penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis, dan menyeluruh terhadap segala sesuatu yang ingin diteliti. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber Data 3 Ronny Hanitititjo Soemitro. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1990. Hal. 15. Sekunder, sedangkan Data Primer yang digunakan hanya sebagai data pelengkap, yaitu: 1. Data Sekunder a. Bahan Hukum Primer seperti Peraturan Perundang-undangan yang menyangkut, yaitu: 1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. 2) Undang- undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 3) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. 4) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. 5) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara. 6) Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa serta memahami bahan hukum, yang terdiri dari buku-buku atau literatur lain yang berkaitan dengan hukum pengangkutan maupun pengangkutan udara serta makalah-makalah dan 4

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan skripsi ini. c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum untuk memberikan petunjuk dan penjelasan bahan hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari internet maupun ensiklopedia. Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka akan diidentifikasi dan digolongkan sesuai dengan permasalahan yang sedang diteliti. Data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan kemudian disusun dalam bentuk skripsi. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tanggung jawab maskapai penerbangan Lion Air kepada penumpang atas terjadinya keterlambatan. Tanggung jawab pengangkut kepada penumpang dimulai sejak penumpang meninggalkan ruang tunggu bandar udara menuju pesawat udara samapi dengan penumpang memasuki terminal kedatangan di bandar udara tujuan. Tanggung jawab pengangkut yang dimuat dalam Pasal 1 angka 22 UU No. 1 tahun 2009 tentang Perhubungan serta yang dimuat dalam Pasal 1 angka 3 PerMen Hub No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, dapat disimpulkan bahwa pihak pengangkut atau perusahaan angkutan udara diwajibkan untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga. Dalam kewajibannya untuk menganti kerugian, dalam pasal 2 PerMen Hub Nomor 77 Tahun 2011 menyebutkan pihak yang mengalami kerugian yang patut untuk diberikan ganti kerugian antaranya, ialah: 1. Penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka; 2. Hilang atau rusakya bagasi kabin; 3. Hilang, musnah atau rusaknya bagasi tercatat; 4. Hilang, musnah atau rusaknya kargo; 5. Keterlambatan angkutan udara; dan 6. Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut kepada penumpang dalam hal terjadinya keterlambatan penerbangan, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tanggung jawab pengangkut tersebut antaranya, ialah: 1. Tanggung jawab maskapai kepada penumpang atas keterlambatan penerbangan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang 5

Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, menyebutkan beberapa tanggung jawab yang harus diberikan kepada penumpang atas terjadinya keterlambatan, yang terdiri dari: a. Keterlambatan lebih dari 4 jam diberikan ganti rugi sebesar Rp 300.000 per penumpang b. Diberikan ganti kerugian sebesar 50 persen dari ketentuan huruf a apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang (re-routing), dan pengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara c. Dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan, maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli. 2. Tanggung jawab maskapai kepada penumpang atas keterlambatan penerbangan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara. Dalam Pasal 36 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara, menyebutkan beberapa tanggung jawab yang harus diberikan kepada penumpang atas terjadinya keterlambatan, yang terdiri dari: a. Keterlambatan lebih dari 30 menit sampai dengan 90 menit, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman dan makanan ringan b. Keterlambatan lebih dari 90 menit sampai dengan 180 menit, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan, makan siang atau malam dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya atau ke perusahaan angkutan udara niaga berjadwal lainnya, apabila diminta oleh penumpang. c. Keterlambatan lebih dari 180 menit, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan, makan slang atau malam dan apabila penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke perusahaan angkutan udara niaga 6

berjadwal lainnya, maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari berikutnya. Pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas ganti kerugian akibat keterlambatan penerbangan apabila keterlambatan penerbangan tersebut disebabkan bukan karena kelalaian pengangkut ataupun kelalaian dari pihak pengangkut serta faktur cuaca dan/atau teknis operasinal berdasarkan Pasal 19 PerMen Hub Nomor 77 Tahun 2011. Faktor cuaca yang dimaksud dalam hal ini adalah terjadinya hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang dibawah standar minimal atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang mengganggu keselamatan penerbangan. Sedang yang dimaksud dengan teknis operasinal adalah bandar udara untuk tujuan keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara; lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran; terjadinya antrian pesawat udara lepas landas, mendarat; atau alokasi waktu keberangkatan dibandar udara atau keterlambatan pengisian bahan bakar, hal ini diatur dalam Pasal 146 UU no. 1 Tahun 2009 dan Pasal 13 ayat (2) PerMen Hub No. 77 Tahun 2011. Adapun hal yang tidak termasuk dalam teknis operasional adalah yang diatur dalam Pasal 146 (Penjelasan) UU No. 1 Tahun 2009, yakni: keterlambatan pilot, co-pilot dan awak kabin; keterlambatan jasa boga; keterlambatan penanganan di darat; menunggu peumpang baik yang baru melapor, pindah pesawat atau penerbangan lanjutan; dan ketidaksiapan pesawat udara. 3. Tanggung jawab maskapai penerbangan Lion Air kepada penumpang atas keterlambatan penerbangan. Pihak Lion Air dalam meberikan tanggung jawab atas keterlambatan memiliki ketentuan tersendiri, salah satu ketentuan yang dimiliki dalam memberikan tanggung jawabnya adalah dala ketentuan penerbangan yang dimuat dalam tiket penerbangan, ketentuanketentuan tersebut berisi mengenai: a. Perusahaan Pengangkut harus mematuhi Ordonansi Pengangkutan Udara Nomor 100 Tahun 1939 yang berisi tentang syarat barang bawaan, tarif serta jadwal yang berlaku (kecuali waktu keberangkatan dan kedatangan yang tertera di dalamnya) serta peraturan Perusahaan Pengangkut yang merupakan bagian dari perangkat peraturan tersebut dan yang dapat diperiksa di kantor booking Perusahaan. b. Tiket penumpang ini hanya berlaku untuk orang dengan nama yang tertera dalam tiket ini dan tidak dapat ditransfer ke orang lain. Penumpang setuju bahwa 7

Perusahaan Pengangkut berhak memeriksa apakah tiket pesawat digunakan oleh orang yang memang berhak menggunakannya. Jika tiket tersebut digunakan oleh orang yang memiliki nama lain dari yang tertera dalam tiket ini, Perusahaan Pengangkut berhak menolak mengangkut orang tersebut dan hak pengangkutan pemilik sah tiket tersebut akan hangus. c. Perusahaan Pengangkut berhak mengganti Perusahaan Pengangkut lain untuk pelaksanaan kontrak dan untuk mengubah tempat transit yang telah disetujui. d. Perusahaan Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerusakan apa pun yang diakibatkan oleh pembatalan dan/atau keterlambatan pengangkutan, termasuk keterlambatan kedatangan penumpang dan keterlambatan pengiriman bagasi.bagasi yang telah diperiksa hanya akan diserahkan kepada penumpang setelah diberi label. e. Perusahaan Pengangkut bertanggung jawab atas kerusakan atau hilangnya bagasi penumpang sesuai dengan Undang-Undang Transportasi Udara Indonesia (1939/100) dan kondisi bagasi Perusahaan Pengangkut. f. Bagasi dianggap telah diterima dalam kondisi yang baik dari tangan Penumpang kecuali jika Penumpang menyatakan lain pada saat menerima bagasinya. g. Semua klaim harus disertai bukti jumlah kerugian yang diderita. Tanggungjawab untuk kehilangan atau kerusakan bagasi penumpang dibatasi hingga Rp.20.000,- (dua puluh ribu rupiah) per kilogram. h. Perusahaan Pengangkut tidak bertanggung jawab atas benda-benda yang mudah pecah atau mudah rusak dan binatang hidup jika diangkut sebagai bagasi. i. Tidak ada agen, pegawai maupun perwakilan Perusahaan Pengangkut yang berhak mengubah atau membatalkan sebagian atau seluruh ketentuan yang berlaku atas pengangkutan, tarif, jadwal dan peraturan lainnya milik Perusahaan Pengangkut. j. Penumpang yang namanya tertera di tiket ini diasuransikan oleh PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja sesuai dengan UU no. 33/1964 juncto peraturan implementasinya. Syarat-syarat perjanjian perjalanan domestik tersebut dalam huruf d menyebutkan bahwa perusahaan pengangkut tidak bertanggung jawab atas keterlambatan penerbangan, dalam hal ini ketentuan yang terdapat dalam tiket tersebut sangat merugikan bagi penumpang, karena seharusnya pihak pengangkut bertanggung jawab atas 8

keterlambatan penerbangan sebagaimana yang termuat dalam UU no. 1 tahun 2009 serta PerMen No. 77 tahun 2011, kecuali pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut terjadi karena faktor cuaca dan/atau teknis operasional. Dalam hal peraturan yang diacu oleh pihak Lion Air juga dalam ketentuan tiket tersebut pihak Lion Air masih mengacu pada OPU no 100 tahun 1939 serta UU No.33 tahun 1964, sehingga dalam hal ini pihak Lion Air belum melakukan perubahan peraturan dari peraturan lama menajdi peraturan yang baru, dalam pasal 12 ayat (3) PerMen Hub no. 49 tahun 2011 menyebutkan bahwa ketentuan dalam tiket penerbangan harus memuat bahwa pihak pengakut tuduk pada ketentuan UU no. 1 tahun 2009 serta PerMen Hub No. 77 tahun 2011 serta peraturan perubahannya. Terdapat kasus mengenai keterlambatan yang terjadi pada Lion Air salah satu contohnya adalah Seperti kejadian pada tanggal 18 Februari 2015 tepatnya hari rabu hingga hari Jumat tanggal 20 Februari 2015, maskapai ini mengalami ketidakberaturan atau kerancuan penerbangan selama tiga hari yang diakibatkan karena ada 3 pesawat yang mengalami kerusakan atau FOD, FOD adalah Foreign Object Damage yaitu pesawat mengalami kerusakan karena kemasukan benda asing. Kejadian tersebut merupakan peristiwa paling lama yang pernah terjadi dalam penerbangan, hingga menyebabkan penumpang terlantar beberapa jam bahkan beberapa hari. Dilihat dari kasus keterlambatan yang terjadi diatas, keterlamatan tersebut terjadi karena kelalaian pihak pengangkut karena tidak melakukan pengecekkan berkala terhadap pesawat udara tersebut sehingga mengakibtkan kerusakan dan berakibat pada keterlambatan penerbangan, maka dari itu seharusnya pihak maskapai bertanggung jawab atas keterlambatan tersebut, namun pada kenyataannya dalam kasus tersebut pihak Lion Air tidak memberikan tanggung Jawab yang sesuai kepada penumpang. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan salah seorang pegawai Lion Air, beliu menyatakan bahwa sesungguhnya pihak Lion Air mengacu pada Peraturan Perundang-Undangan mengenai penerbangan yang berlaku pada saat ini, namun pihak maskapai belum melakukan revisi terhadap ketentuan yang terdapat dalam tiket penerbangan. Mengenai pemberian ganti kerugian yang harus diberikan kepada penumpangpihak Lion Air pun sesungguhnya mengacu pada PerMen no. 77 tahun 2011, PerMen No. 25 tahun 2008 serta UU no. 1 tahun 2009. Dalam prakteknya pula, Lion Air memberikan beberapa jaminan kepada penumpang salah satunya adalah keterlambatan penerbangan. Jaminan yang diberikan tersebut sebesar Rp 500.000/ 5 jam Delay, namun jamina ini hanya diberikan kepada penumpang yang memiliki polis asuransi Lion Air tersebut, sedangakan untuk penumpang yang tidak memiliki polis asuransi, pemberian ganti kerugian yang 9

diberikan berdasar pada Permen Hub no 77 tahun 2011 dan Permen hub no 25 tahun 2008. B. Mekanisme pemberian ganti kerugian bagi penumpang maskapai penerbangan Lion Air yang mengalami kerugian. Terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai pemberian ganti kerugian kepada penumpang dalam hal terjadi keterlambatan penerbangan, anatanya adalah dalam Pasal 10 PerMen Hub No. 77 tahun 2011, pasal 36 PerMen Hub No. 25 Tahun 2008, serta Pasal 34 dan 35 PerMen Hub No. 49 Tahun 2012. Dalam pasal 35 Permen Hub no 49 tahun 2012 menyebutkan untuk mekanisme pemberian ganti kerugian dilakukan dengan: 1. Pemberian ganti rugi sebesar Rp 300.000 dalam hal terjadi keterlambatan lebih dari 4 jam dapat berupa uang tunai, voucher yang dapat diuangkan, atau melalui transfer rekening, selambat-lambatnya 3 x 24 jam. 2. Apabila terjadi pembatalan penerbangan, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib mengembalikan seluruh biaya tiket kepada penumpang secara tunai atau melalui transfer ke rekening kartu kredit apabila tiket dibeli melalui transaksi non tunia. Untuk tunai dibayarkan pada saat terjadinya pembatalan, sedangkan untuk transaksi non tunai selambatlambatnya 30 hari kalender. Sedangkan mekanisme pemberian ganti kerugian berdasarkan ketentuan Lion Air yakni, yang termuat dalam ketentuan tiket penerbangan Lion Air hanya mengatur mekanisme pemberian ganti kerugian mengenai Overbooking, pembatalan/ pengembalian uang/ booking ulang/ percetakkan ulang tiket dan keilangan bagasi dan harta pribadi, mengenai keterlambatan penerbangan mekanisme pemberian ganti kerugiannya tidak dicantumkan dalam ketentuan tiket. Dalam hal penumpang memiliki polis asuransi dari Lion Air maka terdapat beberapa mekanisme yang harus dilakukan dalam klaim ganti kerugian salah satunya adalah keterlambatan penerbangan. 1. Untuk semua jenis klaim a. Polis Asuransi (asli/copy) b. Identitas Diri (copy) c. Fotocopy passport yang dilengkapi cap keberangkatandan kedatangan dari Negara tujuan d. Tiket penerbangan (asli/copy) e. Boarding Pass (asli/copy) f. Surat pernyataan mengenai kronologis kejadiandari Tertanggung (asli) g. Dokumen lain yang diperlukan oleh Penanggung. 2. Penundaan penerbangan Surat keterangan dari Lion Air yang menyatakan lama penundaan dan alasan penundaan. 10

Besaran ganti kerugian yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, ditetapkan berdasarkan kriteria: a. Tingkat hidup yang layak rakyat Indonesia; b. Kelangsungan hidup Badan Usaha Angkutan Udara; c. Tingkat inflasi kumulatif; d. Pendapatan perkapita; e. Perkiraan usia harapan hidup; dan f. Perkembangan nilai mata uang. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Pelaksanaan tanggung jawab maskapai penerbangan Lion Air kepada penumpang atas terjadinya keterlambatan penerbangan. Dalam pelaksanaan tanggung jawab maskapai Lion Air kepada penumpang atas keterlambatan penerbangan, pihak maskapai berpedoman pada ketentuan Ordonanasi Pengangkutan Udara (Stbld.1939-100) serta berpedoman pada Peraturan Menteri Nomor 77 tahun 2011 dan Peraturan Menteri Nomor 25 tahun 2008 serta peraturan yang berkaitan tentang penerbangan yang berlaku saat ini. Dalam pelaksanaan tanggung jawab maskapai atas keterlambatan penerbangan pihak maskapai memberikan jaminana atas keterlambatan penumpang, yang dituliskan dalam blog resmi Lion Air sebesar Rp 500.000 per 5 jam delay, namun jamina tersebut hanya diberikan kepada penumpang pemegang polis asuransi Lion Air saja, sedangkan untuk penumpang yang bukan pemegang polis asuransi, maka tanggung jawab mengenai keterlambatan diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 77 tahun 2011 dan Peraturan Menteri Nomor 25 tahun 2008. 2. Mekanisme pemberian ganti kerugian dan kompensasi bagi penumpang atas keterlambatan penerbangan. Dalam hal ini, pihak Lion Air mengatur mekanisme ganti kerugian kepada penumpang dalam ketentuan tiket hanya sebatas mengenai overbooking, Pembatalan/ Pengembalian Uang/ Booking Ulang/ Percetakan Ulang Tiket dan Kehilangan Bagasi Dan Harta Pribadi serta mengatur mengenai mekanisme klaim ganti rugi hanya untuk pemegang polis asuransi saja yang dimuat dalam web resmi Lion Air, mekanisme dan ganti kerugian mengenai keterlambatan diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 77 tahun 2011 dan Peraturan Menteri Nomor 25 tahun 2008. B. SARAN 1. Dalam menjalankan pengangkutan udara, sebaiknya pihak maskapai Lion Air, menetapkan peraturan yang jelas dan tegas dalam ketentuan yang dimuat dalam tiket penumpang mengenai tanggung jawab serta mekanisme-mekanisme 11

pemberian ganti kerugian, khususnya dalam hal besaran jumlah pemberian ganti kerugian dalam hal keterlambatan penerbangan yang termuat dalam ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 tahun 2011 tentang tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. 2. Pihak maskapai sebaiknya memperhatikan ketepatan waktu dalam melaksanakan pengangkutan udara, serta hak dan kewajiban antara penumpang dan pihak pengangkut tetap harus diperhatikan sehingga dalam pelaksanaan pengangkutan udara tidak ada yang merasa dirugikan. Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 tahun 2012 tenang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri V. DAFTAR PUSTAKA Buku: Muhammad, Abdulkadir. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1998. Rony Hanitijo, Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia 1990. Sumber Lain: http://news.detik.com/berita/2838081 /penyebab-delay-parah-lion-airrute-jakarta-semarang-tabrakburung/2 diakses pada tanggal 2 Februari 2016, 18:10 WIB. 12