BAB I PENDAHULUAN. Dina Astrimiati, 2014 MOTIF HUKUMAN PADA LEGENDA GUNUNG PINANG KECAMATAN KRAMATWATU KABUPATEN SERANG, BANTEN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebudayaan antik (antiquarian) Inggris memperkenalkan istilah folklor ke dalam

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tersebut adalah prosa. Prosa sendiri identik dengan sebuah karya

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, (3) definisi operasional, (4) tujuan penelitian, (5) manfaat penelitian, dan (6) paradigma penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

BAB I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Enceng Tiswara Jatnika, 2014

BAB I PENDAHULUAN. hingga sekarang. Folklor termasuk dalam suatu kebudayaan turun-temurun yang

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Katalog Profil Daerah Kota Padang (2012: 8) keadaan topografi wilayah

MERUMUSKAN METODE PENGKAJIAN TRADISI LISAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

Seminar Nasional dan Launching ADOBSI 463

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan.

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. yang unik pula. Selain itu, di setiap daerah tersebut memiliki suatu cerita atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni prosa (fiksi), puisi, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan.

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. lebih teratur dan mempunyai prinsip-prinsip yang kuat. Mengingat tentang

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. dan seni budaya tradisionalnya, adanya desa desa tradisional, potensi

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi budaya dalam kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain

KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI KENEGERIAN KARI KECAMATAN KUANTAN TENGAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

2002), Erizal, Instrumen Musik Chordophone Minangkabau (Padangpanjang: Sekolah Tinggi. Seni Indonesia,2000), 21.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dalam suatu usaha secara menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ternyata tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Folklor yang menjadi salah satu kajian bidang antropologi yang

BAB I PENDAHULUAN. Tedi Fedriansah, 2015 SENI KERAJINAN GERABAH BUMIJAYA SERANG BANTEN Universitas Pendidikan Indonesia \.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenangsenang,

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

2016 DAMPAK KEBIJAKAN SUMEDANG PUSEUR BUDAYA SUNDA TERHADAP PENANAMAN NILAI-NILAI KESUNDAAN

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. bangsawan serta orang kaya di Eropa pada masa itu (Haviland, 1988:228).

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL TRANSFORMASI MEDIA CERITA RAKYAT INDONESIA SEBAGAI PENGENALAN WARISAN BUDAYA NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Fendra Pratama, 2014 Perkembangan Musik Campak Darat Dari Masa Ke Masa Di Kota Tanjung Pandan Belitung

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Legenda bagian dari folklor merupakan bentuk refleksi dari kehidupan masyarakat yang membesarkan cerita tersebut. Umumnya memiliki kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, dan sistem proyeksi. Vansina (dalam Hutomo, 1991, hlm.12) mengemukakan bahwa folklor merupakan segala macam keterangan lisan dalam bentuk laporan tentang suatu hal yang terjadi pada masa lampau. Danandjaya (2007, hlm.5) mengatakan bahwa folklor merupakan cara untuk mengabadikan hal-hal yang dirasakan penting oleh masyarakat pada sesuatu di masa tertentu. Dengan begitu sangatlah jelas bahwa legenda merupakan bentuk inventarisasi budaya masyarakat yang berbentuk lisan. Keberagaman legenda di Nusantara menjadi sebuah tolak ukur, sejauh mana suatu masyarakat tersebut menghargai kebudayaan lisan yang dimiliki. Kendati demikian, kemunculan folklor tulis di tengah-tengah masyarakat lisan sering menyebabkan terjadinya transmisi bahkan interpolasi yang menimbulkan ketegangan antara penelitian folklor lisan dan tulis (Endraswara, 2009, hlm.17). Tidak dapat disangkal bahwa pergerakan waktu terus mendorong folklor lisan dan tulis berkembang sehingga lambat laun kelisanan akan berbaur dengan budaya tulis/keberaksaraan. Jika keadaan terus seperti itu, maka para peneliti dituntut cermat dalam menanggapi dan mengambil data yang aktual dari kedua hal tersebut. Legenda yang berkaitan dengan suatu nama tempat dan bentuk topografi, memiliki jumlah tidak terbatas di setiap daerah bila dibandingkan dengan mite atau dongeng (Alan Dundes dalam Danandjaya, 2007, hlm.67). Kajian legenda setempat di Nusantara telah mendapatkan banyak perhatian dari kalangan para sarjana, khususnya pemerhati folklor, terlebih legenda setempat mengenai asal muasal nama gunung.animo masyarakat peneliti terhadap pengkajian legenda gunung sebenarnya bukan sebuah hal baru yang dilakukan. Hal tersebut terjadi 1

2 lantaran karakteristik sebuah cerita rakyat yang memiliki versi dan variannya, sehingga dari sebuah penelitian dapat diketahui daerah mana saja yang memiliki cerita yang semacam dengan penelitian yang dilakukan. Beberapa contoh penelitian yang berkaitan dengan pengkajian legenda gunung yakni disertasi Ayu Sutarto berjudul Suku Tengger Gunung Bromo dan legenda Gunung Kemukus oleh Novitasari. Adapun legenda serupa yang terdapat di daerah lainnya adalah legenda asalmula Nama Tengger dan Terjadinya Gunung Batokberasal yang dari Jawa Timur. Keduanya memiliki kesamaan motif yakni motif gunung atau bukit yang tercipta dari kegiatan dewa atau tokoh legendaris di zaman dahulu dan motif ganjaran sebagai upah melaksanakan suatu tugas tertentu, yang secara tipu muslihat tidak diberikan (Danandjaya, 2007, hlm.80). Motif-motif tersebut merupakan unsur-unsur cerita yang dapat dipergunakan bagi keperluan penganalisisan dan perbandingan. Legenda setempat yang berhubungan erat dengan bentuk topografi juga terdapat di kabupaten Serang, Banten. Serang merupakan salah satu di antara sekian banyak daerah di Nusantara yang memiliki ragam folklor, termasuk legenda. Daratan yang beriklim tropis tersebut memiliki lore yang penyebarannya dilakukan secara turun-temurun baik melalui lisan, gerak isyarat (gesture) dan atau alat pembantu pengingat. Salah satu legenda setempat yang masih dipertahankan keeksistensiannya hingga kini yakni legenda Gunung Pinang(selanjutnya akan disingkat menjadi LGP). LGP merupakan cerita masyarakat Serang yang kini kian jarang diceritakan oleh penutur aktif. Hal tersebut ditandai dengan minimnya ketidaktahuan penduduk lokal sendiri mengenai keutuhan cerita dari LGP. Kendati demikian, masyarakat Serang, khususnya masyarakat di Kecamatan Kramatwatu tersebut mempercayai bahwa keberadaan Gunung Pinang sendiri merupakan bentuk jelmaan dari kemurkaan seorang ibu karena tindakan anaknya yang berbuat durhaka terhadap dirinya. Gunung yang berlokasi di perbatasan kabupaten Serang dan Cilegon tersebut menarik bukan karena bentuk gunungnya yang benar-benar menyerupai bentuk perahu terbalik, melainkan karena

3 keberadaan cerita tersebut yang dijadikan sebagai alat proyeksi dan pendidikan bagi anak-anak setempat agar tidak berbuat durhaka terhadap orang tua. Ditinjau dari beberapa segi, motif LGP memiliki kesamaan motif dengan anak durhaka lainnya, tidak hanya di Nusantara bahkan di dunia. Contoh motif anak durhaka yang sangat terkenal di Indonesia yakni legenda Malin Kundang, sedangkan legenda anak durhaka di dunia salah satu contohnya yaitu Si Tenggang dari Malaysia. Kabupaten Serang terletak di provinsi Banten dengan pusat pemerintahannya berada di kota Serang. Tidak dapat disangkal jika dari perkembangan tersebut akan memberi pengaruh besar terhadap sektor lainnya, seperti perdagangan, jasa, pariwisata, dll. Kehadiran pemukiman industri pun turut memengaruhi peningkatan jumlah penduduk dan sistem budaya. Mata pencaharian yang pada awalnya sebagian besar adalah petani ladang, lambat laun bertransisi menjadi pedagang, buruh, dsb. Bukan hal yang muskil apabila kondisi tersebut akan menyebabkan pergeseran budaya terjadi. Seperti yang terjadi pada keberadaan cerita LGP yang semakin tergerus waktu dari masyarakat penciptanya. Ditinjau dari berbagai segi, motif LGP memiliki kesamaan motif anak durhaka dengan beberapa cerita legenda di Nusantara seperti Sampuraga (Kalimantan Tengah), Amat Rhang Mayang (Aceh), Joko Poneng (Brebes), Boncel (Sunda), Gunung Batu Hapu (Kalimantan Selatan) dan Si Kintan (Aceh). Motif anak durhaka di Nusantara umumnya memiliki kesamaan motif yang menceritakan tentang seorang anak yang telah mengkhianati ibunya setelah dirinya berhasil meraih kesuksesan dan kemapanan. Motif hukuman yang dihadirkan pun tidak jauh berbeda. Pada kasus LGPmisalnya, hukuman yang dihadirkan berupa kiamat kecil yang akhirnya mampu meluluhlantakkan seisi dermaga dan membalikkan kapal. Cerita tersebut mirip sekali dengan legenda gunung batu Sampuraga yang berasal dari Kalimantan Tengah. Namun, motif hukuman terlihat berbeda dengan cerita yang berasal dari alamagraris berlatar geografis pegunungan seperti pada kisah Boncel dari suku Sunda. Hukuman yang diberikan berupa penyakit menahun yang tidak dapat disembuhkan hingga ajal

4 menjemput si tokoh. Meskipun memiliki jenis tipologi yang sama, namun penggambaran hukuman yang dihadirkan di setiap daerah berbeda-beda, salah satunya bergantung pada letak geografis daerah masing-masing. Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk mengkaji penggambaran hukuman pada legenda Gunung Pinang tentang anak durhaka di kabupaten Serang, Banten. Dari penelitian sebelumnya, peneliti menemukan penelitian terdahulu yang dapat dijadikan pedoman dan tuntunan dalam menyelesaikan penelitian ini. Adapun skripsi M. Riezky Novtriansyah (2013) yang berjudul Kajian Antropologi Sastra cerita Rakyat Banten dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran di SMP yang berisi mengenai pencatatan dan penganalisisan bahan data yang bersumber dari buku cerita rakyat Banten terbitan Kemendikbud. Penelitian tersebut menguraikan bagaimana pola pikir masyarakat Banten secara global dan keseluruhan, tercermin dari lima cerita lokal Banten yang salah satu di antaranya memuat cerita LGP. Adapun penelitian lainnya yang berkaitan dengan motif hukuman anak durhaka yakni skripsi Risna Tiadi (2009) berjudul Kajian Perbandingan Motif Anak Durhaka Dalam Cerita Malin kundang Dengan Regen Boncel. Karya ilmiah tersebut berusaha membanding-bandingkan cerita Malin Kundang dengan Regen Boncel yang bersumber dari Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara terbitan Pustaka Mandiri menggunakan teori-teori yang relevan. Berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas mengenai unsur-unsur kebudayaan Banten yang bersumber dari buku cerita Banten terbitan Kemendikbud,maupunpenelitian yang membahas mengenai motif anak durhaka yang bersumber dari cerita anaknusantara terbitan Pustaka Mandiri, penelitian yang akan dilakukan kali ini melibatkan setidaknya tiga sumber data dari tiga informan untuk mendeskripsikan struktur cerita LGP menggunakan teori relevan yang akan diulas pada bagian selanjutnya. Selain itu, penelitian ini berusaha menyinggung secara eksplisit keterkaitan antara motif hukuman LGPdengan legenda-legenda lain di Nusantara yang telah disebutkan sebelumnya. Persamaan mendasar dari penelitian kali ini dengan penelitian-penelitian

5 sebelumnya yakni sama-sama mengangkat LGP atau motif anak durhaka menjadi objek penelitian. Dengan mempertimbangkan hal yang telah dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai motif hukuman dalam kajian LGP. Hal tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap cerita rakyat tersebut yang berada di Kabupaten Serang, Bantendengan judul Motif Hukuman Pada Kabupaten Serang, Banten. Legenda Gunung Pinang Kecamatan Kramatwatu Perlu disadari bahwa tradisi yang lahir dan berkembang di Indonesia merupakan salah satu ciri khas dan identitas suatu bangsa. Sangat disayangkan apabila masyarakat bersikap acuh dan mengabaikan keberadaan tradisi lisan. Jika keadaan seperti ini berlangsung terus-menerus maka dapat dipastikan tradisi yang dititipkan dari nenek moyang akan mengalami involusi bahkan binasa seiring berjalannya waktu sehingga tidak akan ada catatan sejarah yang berarti. B. Identifikasi Masalah Penelitian Berangkat dari latar belakang di atas, maka peneliti memaparkan permasalahan yang terjadi sebagai berikut. 1. Jumlah penutur LGPyang semakin sedikit di tengah kehidupan masyarakat modern sehingga penuturan kini jarang dilakukan; 2. Ketidaktahuan masyarakat kini mengenai keutuhan cerita LGP; 3. Keterkaitan motif hukuman dan nilai moral di dalam masyarakat. C. Batasan Masalah Penelitian Peneliti membatasi permasalahan yang akan dikaji agar penelitian tidak meluas. Adapun batasan masalah tersebut yakni penelitian ini mengkhususkan diri untuk meneliti struktur, fungsi, proses penelitian, konteks penuturan, dan struktur makna dari LGP yang bersumber dari tiga narasumber yang dipilih berdasarkan dengan kriteria yang ditentukan yang terdapat di Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang, Banten.

6 D. Rumusan Masalah Penelitian Berangkat dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, peneliti mengajukan rumusan masalah yang kemudian dapat dijadikan acuan penelitian. 1. Bagaimana struktur LGPdi kecamatan Kramatwatu? 2. Bagaimana proses penciptaan LGP Kecamatan Kramatwatu? 3. Bagaimana konteks penuturan yang terdapat pada LGPdi kecamatan Kramatwatu? 4. Bagaimana fungsi LGP di kecamatan Kramatwatu? 5. Bagaimana makna yang terkandung dalam LGP di kecamatan Kramatwatu? 6. Bagaimana motif hukuman yang hadir dalam LGP di kecamatan Kramatwatu? E. Tujuan Penelitian Sejalan dengan keterkaitan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan dimuka, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut. 1. Struktur LGP di kecamatan Kramatwatu; 2. Proses penciptaan LGPdi kecamatan Kramatwatu; 3. Konteks penuturan LGPdi kecamatan Kramatwatu; 4. Fungsi LGPdi kecamatan Kramatwatu; 5. Makna LGPkecamatan Kramatwatu; 6. Motif hukuman yang hadir dalam LGP di kecamatan Kramatwatu. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan manfaat praktis. Adapun rumusan manfaat penelitian yakni sebagai berikut.

7 1. Manfaat Teoretis a. Menambah referensi tentang konsep hukuman tipologi anak durhaka; b. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya atau penelitian serupa mengenai legenda; c. Sebagai upaya pelestarian budaya lisan yang masih aktif bertahan dalam kolektif. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai sarana inventarisasi tradisi lisan masyarakat agar tidak hilang ditelan arus globalisasi; b. Mengetahui nilai folklor/budaya masyarakat lokal/setempat terkait LGP; c. Sebagai alat didaktis bagi pembaca khususmya anak-anak di Nusantara. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam karya tulis ini berfungsi untuk memberikan arahan terhadap langkah-langkah suatu penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian terdiri dari lima bab yakni. Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang masalah yang menguraikan alasan diadakannya penelitian serta objek yang akan dikaji. Pembatasan masalah mencakup masalah-masalah yang terdapat dalam objek kajian serta batasannya. Perumusan masalah mencakup masalah yang terdapat dalam objek kajian yang hendak dicapai. Tujuan Penelitian mengarah pada rencana yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Manfaat penelitian berisi seputar manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini, terdapat manfaat teoritis dan praktis. Sistematika penulisan berisi langkah-langkah dalam makalah ini. Bab kedua merupakan landasan teori yang terdiri dari teori-teori yang dipakai dalam mengkaji objek.kemudian pada bab dua terdiri dari landasan teori yang mengemukakan mengenai kajian pustaka berupa teori-teori yang dikembangkan dari beberapa pakar dan kerangka pemikiran.

8 Bab ketiga menyajikan metodologi penelitian yang mencakup lokasi dan sampel penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan metodologi yang digunakan dalam penelitian. Bab empat merupakan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan. Kemudian pada bab lima menguraikan isi simpulan dan saran sebagai ringkasan dari pembahasan sebelumnya.