PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERDAYAAN KELOMPOK USAHA BERSAMA BATU BATA UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN KELUARGA MISKIN

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

I. PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2009)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

lintas program dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Banyak permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. namun masih banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan secara sosial ekonomi.

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

I. PENDAHULUAN. tidak segera mendapatkan pemecahannya. Jumlah penduduk yang besar dapat. menimbulkan dampak terhadap kesejahteraan setiap keluarga.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia upaya kepedulian terhadap persoalan kemiskinan sudah. Orde Baru, maupun pada masa pemerintahan di era Reformasi.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

WALIKOTA PALANGKA RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan taraf hidup yang relatif masih rendah. Berdasarkan data BPS tahun

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BAB IV VISI DAN MISI

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA

IV. GAMBARAN UMUM. Bungur). Pembentukan desa dipimpin oleh tokoh adat setempat yaitu Bapak

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. berpotografi dataran, yang terletak di antara Lintang Utara dan

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut membuat mereka jatuh kejurang kemiskinan.

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 82 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia terus bertambah. Dalam satu tahun kenaikannya mencapai empat juta jiwa. Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Sussenas) BPS, penduduk miskin sampai pada bulan maret 2006 telah mencapai 39,05 juta jiwa atau 17,75 persen di antara total jumlah penduduk. Jumlah tersebut meningkat 3,95 juta iwa dibandingkan pada bulan Februari tahun 2005 yang waktu itu berjumlah 35,10 juta jiwa. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga BBM dan kedua kenaikan harga beras. Permasalahan kemiskinan telah mengakibatkan timbulnya masalah sosial lain yang lebih nyata dan luas seperti keterlantaran, ketunaan sosial, kriminalitas, eksploitasi anak dan wanita, serta berbagai tindakan anti sosial yang terjadi pada masyarakat. Sebagai akibat dari masalah kemiskinan struktural, kebijakan yang keliru, implementasi kebijakan yang tidak konsisten, maka masalah kemiskinan merupakan faktor penyebab munculnya masalah kesejahteraan sosial yang lain. Sumodiningrat (1997) mengemukakan bahwa kemiskinan merupakan kondisi absolut atau relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di dalam masyarakat karena sebab-sebab natural, kultural, atau struktural. Dengan kata lain, seseorang atau kelompok orang dikatakan miskin jika tingkat pendapatannya tidak memungkinkan orang atau kelompok orang untuk mentaati tata nilai dan norma dalam masyarakatnya tersebut. Dipandang dari aspek ekonomi, kemiskinan pada dasarnya memperlihatkan adanya suatu kesenjangan antara lemahnya daya beli dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dipandang dari aspek sosial, kemiskinan mengindikasikan potensi perkembangan masyarakat yang rendah. Apabila dipandang dari aspek politik, kemiskinan berhubungan dengan lemahnya kemandirian masyarakat. Akibatnya tingkat ketergantungan atau eksploitasi oleh kelompok masyarakat satu terhadap masyarakat yang lainnya dan bermuara

2 kepada keadaan ketidakadilan atau kesenjangan. Keadaan kesenjangan yang terpelihara akan berbahaya dan akan menghambat upaya penghapusan kemiskinan. Di Desa Mantaren II terdapat sebanyak 210 keluarga miskin atau 31,2 persen dari total jumlah keluarga yaitu sebanyak 673 Kepala Keluarga sesuai kondisi desa berdasarkan Monografi Desa Mantaren II Tahun 2006. Kemiskinan tersebut terjadi karena mereka bermata pencaharian sebagai petani yang hanya sekali musim tanam dalam setahun. Oleh karena itu dari hasil panen padi pada umumnya hanya cukup untuk bertahan sampai panen berikutnya. Sebagai keluarga-keluarga petani, mereka memiliki lahan yamg cukup luas namun tidak dapat memberikan hasil secara maksimal karena pengaruh kondisi lahan yang kurang produktif yang disebabkan lahan tersebut mengandung gambut yang cukup tebal dan resiko terkena pasang surut air sungai. Kemiskinan tersebut semakin dirasakan oleh masyarakat sejak terjadinya krisis moneter yang menimpa Indonesia. Selanjutnya disusul dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak yang telah berlangsung beberapa kali. Dengan kenaikan harga BBM maka diikuti oleh kenaikan harga barang khususnya sembako yang sehari-hari diperlukan masyarakat. Sedangkan petani tidak mampu menaikkan harga hasil pertaniannya. Dengan demikian petani tidak mampu mengimbangi harga barang di pasaran yang terus naik harganya. Untuk mencapai kesatuan langkah dan keterpaduan dalam pelaksanaan program, strategi dan kegiatan-kegiatan pemberdayaan keluarga miskin diperlukan strategi dalam mewujudkan kemandirian usaha ekonomi keluarga miskin, meningkatkan kemampuan dan kepedulian sosial masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial bagi keluarga miskin, dan meningkatkan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penanggulangan kemiskinan, serta peningkatan kualitas pengorganisasian lembaga keuangan mikro. Dalam hubungan ini, pendekatan yang paling tepat dalam pengembangan ekonomi rakyat yang masih tertinggal menurut Sumodiningrat (1997) adalah melalui pendekatan kelompok dalam bentuk usaha bersama. Selanjutnya Supriyanto (1996), menjelaskan bahwa keberadaan kelompok akan sangat memberi manfaat yang jauh lebih besar bagi anggotanya sejauh : 1. Dipakai untuk pembinaan dalam rangka meningkatkan kemampuan berusaha secara umum bagi para anggotanya.

3 2. Dipakai untuk meningkatkan pengetahuan dan praktek serta suatu value system yang lebih cocok bagi kehidupan pengusaha. 3. Dipakai untuk menyuburkan moralitas usaha yang baik,. 4. Dipakai untuk meningkatkan kualitas dari aspek kehidupan yang lebih luas (usaha, rumah tangga, masyarakat, dan sebagainya). Kelompok Usaha Bersama (KUBE), adalah program pemerintah yang dilaksanakan melalui Dinas Kesejahteraan Sosial. Keberadaan KUBE pembuatan Batu Bata di Desa Mantaren II merupakan upaya kerjasama antara masyarakat dengan karang taruna. Program tersebut dibentuk bersama-sama antar warga masyarakat khususnya para pengrajin batu bata yang difasilitasi oleh karang taruna desa. Mengenai permodalan, pada awalnya KUBE tersebut bergerak dengan menggunakan modal sendiri. Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi Kalimantan Tengah menyediakan dana pembinaan terhadap Karang Taruna Desa sebanyak Rp. 50.000.000,-. Oleh karang taruna dana tersebut dimanfaatkan untuk membina KUBE tersebut dengan cara dibagikan kepada anggota KUBE. Kehadiran KUBE keluarga miskin merupakan wadah untuk meningkatkan motivasi warga miskin untuk lebih maju secara ekonomi dan sosial, meningkatkan interaksi dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumber sosial ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar dan menjalin kemitraan sosial ekonomi dengan berbagai pihak yang terkait. Melalui KUBE diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan berpikir para anggota karena mereka dituntut suatu kemampuan manajerial untuk mengelola usaha yang sedang dijalankan dan berupaya menggali dan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di lingkungan untuk keberhasilan kelompoknya. Di samping itu diharapkan dapat menumbuh kembangkan sikap berorganisasi dan pengendalian emosi yang semakin baik serta dapat menumbuhkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan, rasa kepedulian dan kesetiakawanan sosial, baik di antara keluarga binaan sosial maupun kepada masyarakat secara luas ( Sulistiati, dkk. 2005) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan keberfungsian sosial para anggota dan keluarganya, yang meliputi meningkatnya kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan berubahnya sikap dan tingkah laku dalam mengatasi

4 permasalahan-permasalahan yang dihadapi serta meningkatnya kemampuan dalam menjalankan peran-peran sosialnya dalam masyarakat. Atas dasar itu maka dalam kajian ini akan membahas Bagaimana Langkah-langkah Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama sehingga dapat memberdayakan Keluarga Miskin?. Masalah kajian Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama memberikan peluang bagi masyarakat miskin untuk membangun dirinya secara partisipatif. Konsep tersebut memberikan dasar dan sasaran dalam upaya perbaikan kondisi dan taraf hidup masyarakat, membangkitkan partisipasi masyarakat, dan penumbuhan kemampuan untuk berkembang secara mandiri dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui KUBE. Kelompok usaha bersama yang akan dikaji ini merupakan kelompok yang dibangun atas dasar filosofi dari, oleh dan untuk masyarakat. Untuk itu dalam kajian ini akan menganalisis bagaimana kelompok usaha bersama (KUBE) dapat menjadi media dalam upaya mengangkat derajat masyarakat atau keluarga-keluarga dari kemiskinan. Atas dasar gambaran latar belakang di atas maka dalam kajian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Performa Kelembagaan KUBE? 2. Sejauhmana dukungan pihak luar, interaksi KUBE dengan kelompok lokal lain, dan dukungan komunitas dalam perkembangan kelembagaan KUBE? 3. Bagaimana potensi, masalah, dan harapan dalam pengembangan kelembagaan KUBE? 4. Bagaimana strategi pemberdayaan KUBE untuk meningkatkan pendapatan keluarga miskin? Tujuan kajian Secara umum tujuan kajian ini untuk mengkaji tentang kegiatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai sarana Pemberdayaan Keluarga Miskin. Sedangkan secara khusus tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah : 1. Mengetahui performa kelebagaan KUBE.

5 2. Mengetahui sejauhmana dukungan pihak luar, interaksi KUBE dengan kelompok lokal lain, dan dukungan komunitas dalam perkembangan kelembagaan UBE. 3. Menganalisis potensi, masalah, dan harapan dalam pengembangan kelembagaan KUBE. 4. Menghasilkan strategi dan menyusun program aksi pemberdayaan KUBE untuk meningkatkan pendapatan Keluarga Miskin. Manfaat kajian 1. Memberikan masukan tentang model dan program Pemberdayaan KUBE kepada pengurus dan anggota Kelompok Usaha Bersama di desa Mantaren II Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau. 2. Memberikan masukan tentang model dan program Pemberdayaan KUBE bagi aparat pemerintahan desa. 3. Memberikan masukan kepada Instansi lintas sektoral terkairt di Kabupaten Pulang Pisau dalam pembuatan kebijakan tentang pemberdayaan KUBE dalam rangka peningkatan pendapatan bagi keluarga miskin.