Eksplorasi Tinggalan Batu Besar di Lereng Ciremai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

BAB III METODE PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. Kunjungan dilakukan pada hari Sabtu tanggal 12 Maret tahun 2011, hari

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010).

BAB III IDENTIFIKASI DATA. A. Candi Cetho

Kosmologi dalam Arsitektur Masyarakat Kasepuhan Banten Kiduldi Lebak Sibedug

TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH

Wilangan 17 Kota Emas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan daerah-daerah atau bangsa-bangsa lain di luar Indonesia.

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

ANALISA SITUS GUNUNG PADANG

IDENTIFIKASI BANGUNAN BERUNDAK PASIR KARAMAT DI KAMPUNG SINDANGBARANG DESA PASIR EURIH BOGOR JAWA BARAT

Seorang pria menyelinap keluar dari balik pohon, dan Endra mengenalinya sebagai pemandunya, Lole.

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

PERADABAN MACHUPICCHU

BAB V STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA CIGUGUR BERBASIS TOLERANSI

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

Lebih dekat dengan Mu

KOMPLEK PERCANDIAN BATUJAYA TEMPAT LAHIRNYA PERADABAN DI TATAR SUNDA. Oleh Agustijanto I.S.S.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha I 1

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

Ekologi Padang Alang-alang

László Hankó: Kebahagiaan Marina

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ketika Orang Nias Memikul Beban Tradisi

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV ANALISA DATA. A. Proses Akulturasi Budaya Islam dengan Budaya Hindu di Desa

FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. dan situs sejarah adalah Situ Lengkong yang berada di desa Panjalu, Kecamatan

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Pagi kembali, senja menanti Si adik lahir, yang lain pergi Aku tak tahu mengapa ada yang pergi tak kembali Kata Ibu, yang pergi menjadi kenangan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

Seru sekali lomba lari itu! Siapa yang lebih dulu tiba di lapangan, dialah yang menjadi pemenang...

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. yang digemari oleh berbagai kalangan. Kegiatan ini membuat kita lebih dekat

Simoan DELAPAN SIMOAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Peter Swanborn, The Netherlands, Lima Portret Five Portraits

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M)

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Secara harfiah megalitik sering diartikan sebagai bentuk peninggalan

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Cagar Budaya Candi Cangkuang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah

Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali:

HENDRI AGUSTIN MELANGKAH DI AWAN. Penerbit nulisbuku.com

SD kelas 4 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 14. PERUBAHAN LINGKUNGAN FISIK Latihan Soal 14.2

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN.. KATA PENGANTAR. UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR BAGAN... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... A. LATAR BELAKANG...

BAB IV KELAYAKAN PANTAI PANCUR ALAS PURWO BANYUWANGI SEBAGAI TEMPAT RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

Lampiran 1. Peraturan Pendakian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

Bab 5. Pengalamanku. M e n u U t a m a. Peta Konsep. M e n u T a m b a h a n. Pengalamanku. Memahami cerita dan teks drama. Bertelepon dan bercerita

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jenis-Jenis dan Fungsi Peta Arif Basofi

BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan

BAB 3 PERBANDINGAN BANGUNAN PASIR KARAMAT DENGAN BANGUNAN BERKONSEP MEGALITIK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK DAN SUBJEK PENELITIAN. Gambar 4.1. Peta Kabupaten Sleman

Program Kunjungan Sekolah Kampanye Bangga Hutan Geumpang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

Survei Batas Negara, Butuh Lebih dari Sekedar Surveyor. Andriyana Lailissaum, ST Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB. Bentuk Permukaan Bumi

Seorang diri, Sadiman memerdekakan desanya dari kekeringan

Opsi bagi Petani Kecil: Prinsip- prinsip Rancangan Tata Kelola Air

Tetapi pemandangan sekitar yang indah dan udara yang begitu sejuk membuat para wisatawan tak jemu dengan perjalanan yang cukup menguras tenaga.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi dan Kreatif posted : 24 Oktober 2013, diakses : 8 Maret 2015)

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

PEMBELAJARAN IPTEK IPS SMP KELAS VII. Tim Penyusun: Dr. Wanjat Kastolani Iwan Setiawan, SPd., Msi. Yani Rachmayani, SPd. Dra. Hj.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bumi merupakan salah satu bagian dari tata surya kita yang

A. JUDUL PENINGKATAN PARIWISATA DESA WANA WISATA SEGOROGUNUNG DENGAN PENGGUNAAN WEBSITE

Mata Tomi terbelalak, ketika menyadari dia berada

Kecamatan Salahutu. 1. Pantai Natsepa

APLIKASI PETA TEMATIK UNTUK PARIWISATA (KASUS APLIKASI PETA LOKASI DAN. Absatrak

Transkripsi:

Eksplorasi Tinggalan Batu Besar di Lereng Ciremai Kedaulatan Rakyat, 2001 Petualangan mencari situs-situs arkeologis di lereng timur Gunung Ciremai telah menorehkan pengalaman dan hasil yang tak terduga. Sebagai gunung tertinggi di Jawa Barat, Ciremai ternyata menyimpan jejak kehidupan masa lampau yang luar biasa banyaknya. Pencarian di separoh gunung itu berhasil mengungkap 162 tinggalan batu besar (megalitik) yang tersebar di 33 situs, mulai dari peti kubur, punden, menhir, dolmen, batu dakon, hingga arca-arca batu berbentuk sederhana. MELIHAT peta, wilayah yang menjadi target survei membentang sepanjang lebihkurang 40 km. Ketinggiannya antara 400 hingga 2.000 mdpl. Secara topografis, merupakan bagian dari lereng kaki Gunung Ciremai bagian timur. Reliefnya bergelombang, selang-seling antara punggungan dan lembah-lembah yang sangat curam. Lahannya bervariasi dari sawah di bagian yang lebih rendah, terus ladang, dan di bagian paling atas hutan sekunder yang masih rapat. Di beberapa tempat, antara ladang dan hutan sekunder, terdapat hutan pinus milik Perhutani. Wilayah ini secara adminstratif masuk ke dalam wilayah Kuningan, kabupaten paling timur di Jawa Barat. Butuh strategi matang dan waktu yang lama untuk menjamah kawasan seluas itu. Meski benda yang dicari adalah batu-batu berukuran besar, tapi keberadaannya belum tentu di mana. Bisa di puncak bukit, di dasar lembah, tertutup semak, di bawah pohon, di halaman rumah penduduk, atau malah terpendam di dalam tanah. Untuk memudahkan pencarian, saya melakukan survei awal ke setiap dusun yang berada di kaki gunung. Setiap tempat keramat dan namanya berbau kuna (menggunakan bahasa Sunda Buhun) diplot ke dalam peta. Misalnya Pasir Sanghiang, Hululingga, Linggabuana, Batu 1

Lingga, Kuburan Kuda, Batu Congcot, Gunung Putri, Sagarahiang, Alun-alun Lawas, Buyut Jago, Batu Tilu, Tabet, dan sebagainya, yang jumlahnya mencapai seratusan. Tempat-tempat itulah yang menjadi sasaran pencarian. Sebagian mudah dijangkau karena berada di tengah perkampungan. Tapi tak sedikit pula yang harus melalui perjuangan. Berhari-hari jalan kaki menerabas semak belukar, mendaki bukit, dan menuruni jurang. Untuk mencapai tempat-tempat yang sulit, tak jarang harus menggelar tenda karena kemalaman. Seperti pagi itu. Matahari yang merangkak dari ufuk timur, sinarnya secara perlahan mulai menepis kabut tipis yang menyelimuti gunung setinggi 3.078 mdpl itu. Bukit Gegerhalang di lereng selatan dan Gunung Putri di lereng timur tak ketinggalan mulai memperlihatkan pepohonannya yang masih lebat. Segar angin pegunungan mengiringi langkah saya bersama tiga rekan dari Ciremai Mountaineer Club untuk memulai perjalanan menyusuri Punggungan Pasir Sanghiang. Bagi arkeolog, nama Pasir Sanghiang cukup menarik perhatian. Sanghiang merupakan aspek penting dalam kepercayaan orang Sunda Kuna yang berbau animisme. Dalam rangka pemujaan terhadap Sanghiang (leluhur) itulah, mereka biasanya mendirikan moumen yang terbuat dari batu besar (megalitik). Bukit setinggi 1.300 mdpl ini sebenarnya sudah tampak dari Desa Sagarahiang, salah satu desa tertinggi di Kecamatan Kadugede. Namun karena tak enak untuk mengajak penduduk yang lagi pada sibuk panen jagung, maka terpaksa harus cari jalan sendiri. Rasa lelah langsung terobati ketika di puncak bukit itu ditemukan sebuah Nandi (arca berbentuk sapi) sedang duduk, sebuah Yoni, dan tiga buah menhir dalam posisi roboh. Keberadaannya tentu menarik. Arca Nandi dan Yoni yang merupakan ciri hinduistik ditemukan bersama dengan menhir yang bercorak prasejarah. Setidaknya data ini membenarkan apa yang ditulis dalam kitab Sanghyang Siksakanda Ng Karesian dari abad 15 2

Masehi, bahwa di Tatar Sunda, agama Hindu-Budha dan kepercayaan terhadap leluhur telah berbaur menjadi satu. Mendaki sedikit dari Pasir Sanghiang, di sebuah punggungan bernama Hululingga, terdapat balok-balok batu berserakan. Beberapa menhir masih ada yang berdiri. Tinggalan ini diperkirakan reruntuhan punden berundak. Pendududuk setempat mempercayainya sebagai makam leluhur mereka. Setelah melakukan pendataan, perjalanan diteruskan menuju Palutungan. Kira-kira 7 km jaraknya. Berbekal peta dan alat navigasi, kami langsung potong kompas ke arah baratlaut menuju kaki Bukit Gegerhalang. Sebenarnya ada jalan mudah dengan traverse melewati ladang-ladang penduduk. Namun kami menaroh harapan bisa menemukan benda megalitik lainnya di balik lebatnya hutan Ciremai. Harapan tinggal harapan. Menjelang malam kami masih harus berkutat dengan belukar. Tiga punggungan dan dua jurang dengan susah payah sudah dilewati. Akhirnya di sebuah tempat yang agak terbuka, di bawah Gegerhalang, kami menggelar tenda. Keesokan harinya, setelah mengisi perut dan berkemas, perjalanan diteruskan turun menuju ladang penduduk. Tak sampai dua jam, kami tiba di perbatasan ladang dengan hutan. Berkaca pada pengalaman kemaren yang cukup sulit, kami akhirnya memutuskan untuk menelusuri ladang saja. Dari tempat yang terbuka ini, kami sudah bisa mengontrol posisi di peta. Beberapa kenampakan alam seperti puncak bukit, punggungan, dan pohon-pohon besar hampir tak ada yang luput dari pengamatan. Karena di tempat-tempat semacam inilah tinggalan megalitik biasanya ditemukan. Ternyata nihil. Setelah seharian jalan, kami akhirnya tiba di Bumi Perkemahan Palutungan di ketinggian 1.100 mdpl. Tak rugi berkemah di sini dua hari. Mandi di Curug Ciputri menjadi 3

agenda pagi dan sore. Meski dinginnya bukan kepalang, tapi air terjun setinggi 30 meter dan bertingkat-tingkat ini mampu menyegarkan badan dan pikiran. Di sekitar Palutungan ada suatu tempat yang bernama Ciarca. Di sebut demikian karena di sana memang ada arca batu yang konon merupakan penjelmaan dari leluhur. Tingginya hanya selutut dan bentuknya sederhana. Tempat itu dijadikan pepunden desa. Dari Palutungan, pencarian situs diteruskan menuju Gunung Putri. Belum sampai ke puncaknya, kami terpaksa menarik diri. Selain curam, pohonnya sangat rapat. Hampir mustahil menembusnya dalam 2-3 hari. Akhirnya kami turun ke kampung terdekat, Desa Ragawacana. Menurut daftar nama aneh yang sudah diplot di peta, di desa ini terdapat sebuah kolam keramat bernama Balong Kagungan. Karena berada di tengah perkampungan, tak sulit mencarinya. Ternyata di salah satu pinggir kolam tersebut ditemukan sebuah meja batu (dolmen), empat buah menhir, dan sebuah batu dakon. Bunga-bunga dan sisa pembakaran kemenyan ada di salah satu tepi dolmen. Ini adalah salah satu bukti bahwa situs ini masih digunakan untuk pemujaan. Tak jauh dari situs ini kabarnya pernah ditemukan dua peti kubur batu seperti yang terdapat di Taman Purbakala Cipari. Ketika dicek, sudah tak ada. Menurut penduduk sih sudah tertimbun kembali tanah, akibat erosi. Pendataan sebelumnya sudah berhasil merekap 14 buah peti kubur yang tersebar di 6 situs. Hampir semuanya ditemukan di tengah sawah atau perkampungan. Bentuknya berupa peti persegi panjang yang dinding, alas dan tutupnya terbuat dari batu sirap. Ukurannya kira-kira 1 x 2 meter. Namun belum pernah menemukan rangka manusia, karena tanah di lereng ciremai memiliki keasaman tinggi. Masih dengan ransel menggayut di punggung, kami meneruskan menelusuri jalan desa sambil menanyakan tempat-tempat keramat kepada siapa saja yang dijumpai. Pertanyaan ini 4

cukup efektif, karena sebagian besar tinggalan megalitik di lereng Ciremai masih dikeramatkan. Dari hasil bertanya sana-sini, akhirnya kami sampai ke sebuah pertapaan. Namanya Buyut Salam, di Desa Sangkanherang, Kecamatan Jalaksana. Pertapaan itu terdiri atas empat teras. Pintu masuk teras pertama dijaga oleh sebuah arca batu setinggi 1,2 meter. Kepalanya memakai mahkota. Beberapa arca batu dan menhir ditemukan pula di teras lainnya. Di salah satu sisi terdapat bangunan untuk menginap para petapa. Pohon-pohon besar membuat tempat ini gelap, dan memberi kesan angker. Berdasarkan nama dan bentuk tinggalannya, besar kemungkinan bahwa situs ini merupakan kabuyutan. Masyarakat Sunda Kuna yang tetap bertahan memeluk kepercayaan terhadap leluhur (hyang, buyut) hingga abad ke-16 Masehi, banyak mendirikan kabuyutan untuk sarana peribadatannya. Mereka cenderung untuk mendirikan bangunan suci ini di tempat-tempat terpecil seperti bukit atau gunung. Menariknya, di Situs Buyut Salam ini terdapat dua buah lumpang batu. Menurut juru kunci, barangsiapa yang bisa mengangkatnya, segala permintaannya bakal terkabul. Ketika mencoba mengangkat kedua batu itu, ternyata saya bisa. Moga batu-batu besar seperti ini bisa bercerita banyak tentang kepercayaan orang Sunda Kuna, demikian pinta saya. Petualangan ini memang tidak sekedar mencari batu. Tujuan akhirnya adalah mengungkap gambaran kehidupan manusia pendukung batu-batu itu. (Jajang A. Sonjaya, Arkeolog UGM) 5