BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Seiring dengan semangat good governance, pemerintah terus mengupayakan perbaikan transparansi dan akuntabilitas sebagai konsekuensi atas pelaksanaan otonomi daerah. Semangat ini ditandai dengan lahirnya pandangan baru tentang pengelolaan keuangan negara yang mengandung tiga fondasi manajemen keuangan negara, yaitu: orientasi pada hasil, profesionalitas, dan akuntabilitas - transparansi. Hal ini dapat berimplikasi pada laporan keuangan pemerintah yang berkualitas, baik laporan keuangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Supriyanto dan Suparjo (2008) mengungkapkan : dalam manajemen modern unit pemerintahan harus profesional, akuntabel dan transparan. Peranan pemerintah sebagai regulator dan administrator erat sekali kaitannya dengan birokrasi sedangkan sebagai agen pelayan masyarakat dan sebagai investor harus dinamis dan dapat ditransformasikan menjadi unit yang otonom. (dalam syukriy:2008) Untuk dapat menyajikan informasi keuangan yang berkualitas sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan keuangan negara, maka dibutuhkan adanya suatu standar akuntansi pemerintahan yang baik sebagai pedoman penyusunan laporan keuangan pemerintah. Hal ini dilakukan dengan maksud terus meningkatkan kualitas laporan keuangan dan terciptanya keseragaman dalam pelaporan keuangan pemerintah.
2 Anis Chariri dan Imam Ghozali (2005) mengungkapkan : ada beberapa alasan yang menyebabkan penentuan standar akuntansi memiliki peranan penting dalam penyajian laporan keuangan. Salah satu alasan tersebut adalah memberikan informasi akuntansi kepada pemakai tentang posisi keuangan, hasil usaha, dan informasi tersebut diasumsikan jelas, konsisten, dan dapat dipercaya. Sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 105 tahun 2000 menyatakan penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah berpedoman pada standar akuntansi keuangan pemerintah. Diperkuat dalam UU No. 17 tahun 2003 pasal 32 ayat 1 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan landasan bagi pemerintah dalam meyusun dan meyajikan laporan keuangan yang bertujuan meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah. Hal ini dijelaskan dalam PP No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (dalam Pengantar SAP), yakni : Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Dengan demikian, SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah. Pencapaian pengelolaan keuangan negara yang baik ditunjukan dari kualitas penyajian laporan keuangan yang kemudian diberi opini oleh auditor BPK. BPK dapat memberikan empat jenis opini, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified
3 opinion), Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer opinion) dan Tidak Wajar (TW/Adverse opinion). Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai dengan SAP. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan. Opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) diberikan apabila terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau sistem pengendalian intern yang sangat lemah. Dalam kondisi demikian auditor tidak dapat menilai kewajaran laporan keuangan. Misalnya, auditor tidak diperbolehkan meminta data-data terkait penjualan atau aktiva tetap, sehingga tidak dapat mengetahui berapa jumlah penjualan dan pengadaan aktiva tetapnya, serta apakah sudah dicatat dengan benar sesuai dengan SAP. Dalam hal ini auditor tidak bisa memberikan penilaian apakah laporan keuangan WTP, WDP, atau TW. Adapun opini Tidak Wajar (TW) diberikan jika sistem pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan
4 yang material. Dengan demikian secara keseluruhan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan SAP. (Siaran Pers BPK RI, 30 Juni 2011) BPK telah melaksanakan audit selama tahun 2011 dan meyelesaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas 516 LKPD tahun 2010 dengan opini WTP atas 34 LKPD, opini WDP atas 341 LKPD, opini TW atas 26 LKPD, dan opini TMP atas 115 LKPD. Berikut rincian opini hasil audit BPK terhadap keseluruhan LKPD : Tabel 1.1 Opini LKPD tahun 2010 Opini LHP LKPD Tahun 2010 yang dilaporkan pada IHPS I 2011 LHP LKPD Tahun 2010 yang dilaporkan pada IHPS II 2011 Total LHP LKPD Tahun 2010 Jumlah % Jumlah % Jumlah % WTP 32 9% 2 1% 34 7% WDP 271 76% 70 44% 341 66% TW 12 3% 14 9% 26 5% TMP 43 12% 72 46% 115 22% Jumlah 358 100% 158 100% 516 100% Sumber : IHPS II BPK RI Tahun 2011 berikut ini : Perkembangan opini LKPD dari tahun 2006-2010 dapat dilihat dari tabel Tabel 1.2 Perkembangan Opini LKPD tahun 2006-2010 LKPD OPINI WTP % WDP % TW % TMP % JUMLAH 2006 3 1% 327 70% 28 6% 105 23% 463 2007 4 1% 283 60% 59 13% 123 26% 469 2008 13 3% 323 67% 31 6% 118 24% 485 2009 15 3% 330 65% 48 10% 111 22% 504 2010 34 7% 341 66% 26 5% 115 22% 516 Sumber : IHPS II BPK RI Tahun 2011
5 Berdasarkan tabel 1.2 tentang perkembangan opini LKPD tahun 2006-2010, pemerintah daerah secara keseluruhan mengalami perbaikan proporsi WTP menjadi 7%, WDP 66%, dan TM 5%. Perkembangan proporsi opini WTP dan WDP dibandingkan opini LKPD tahun sebelumnya menunjukan kenaikan. Hal ini menggambarkan adanya perbaikan sistem pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah khususnya dalam pencatatan dan pelaporan keuangan daerah oleh pemerintah daerah. Namun, 22% LKPD masih mendapatkan opini TMP, atau secara jumlah pada tahun 2010 justru mengalami kenaikan 4 (empat) LKPD yang mendapat TMP dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukan di beberapa pemerintah daerah masih memiliki kelemahan meliputi kurang tertibnya penyusunan dan penerapan kebijakan, kurangnya komitmen terhadap kompetensi, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk Standar Akuntansi Pemerintahan dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Mayoritas opini yang diperoleh pemerintah kabupaten dan kota untuk wilayah di Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2010 adalah Wajar Dengan Pengecualian (WDP/qualified opinion). Hasil ini menunjukan bahwa pengelolaan keuangan pemerintah daerah provinsi, kota, dan kabupaten di wilayah Jawa Barat sudah cukup baik. (Sumber : IHPS II BPK RI Tahun 2011) Namun, terdapat fenomena menarik tentang opini LKPD Kabupaten Bandung Barat yang secara 3 (tiga) tahun berturut-turut mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer opinion). Hal ini menunjukan bahwa
6 Pemerintah Kabupaten Bandung Barat masih belum optimal dalam pelaporan keuangan daerahnya. Walaupun demikian, terdapat pertimbangan lain karena Pemerintah Kabupaten Bandung Barat baru berdiri sendiri sejak tahun 2007 setelah mekar dari wilayah Kabupaten Bandung. (Sumber : IHPS II BPK RI Tahun 2011) Berdasarkan daftar temuan BPK untuk LKPD Kabupaten Bandung Barat yang menyebabkan BPK memberikan opini TMP, salah satunya masih ditemukan kelemahan dalam pengungkapan informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat TA 2008 yang belum disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan. (Sumber : LHP BPK atas LPKD Kabupaten Bandung Barat TA 2008). Kemudian diperkuat oleh fenomena lain yaitu berupa penyajian dan pengungkapan penyertaan modal pemerintah kepada perusahaan daerah di atas 20 persen yang tidak disajikan dengan metode ekuitas sebagaimana dinyatakan dalam SAP. (Sumber : Pikiran Rakyat, 10 Oktober 2010) Menurut Arif Nur Alam, Sekretaris Jendral Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), laporan keuangan yang dinyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer) memiliki potensi penyimpangan sangat besar. Laporan keuangan dinyatakan berkualitas apabila memperoleh opini wajar tanpa pengecualian. (dalam Irwana : 2010) Diperlukan adanya perbaikan kualitas laporan keuangan agar mampu mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian dalam rangka semangat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Standar Akuntansi
7 Pemerintahan PP No. 71 tahun 2010 menyatakan bahwa keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki, yaitu: relevan, andal, dapat diperbandingkan, dan dapat dipahami. Dari fenomena tersebut di atas, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat belum menyajikan laporan keuangan dengan cukup baik. Salah satunya adalah penyajian yang belum memenuhi pedoman Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Berdasarkan fenomena masalah tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, penulis mengemukakan rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat? 2. Bagaimana Kualitas Laporan Keuangan pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat? 3. Bagaimana Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) terhadap Kualitas Laporan Keuangan pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat?
8 1.3 Batasan Masalah Penelitian Sebagaimana diuraikan pada perumusan masalah, maka dibutuhkan adanya pembatasan dalam rangka memfokuskan pembahasan, ruang lingkup, dan ketersediaan waktu. Penulis menetapkan pembatasan masalah bahwa penelitian ini hanya membahas Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) terhadap kualitas penyajian Laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat untuk tahun 2011 dengan latar belakang masalah yang diperoleh dari data tahun sebelumnya. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini diarahkan untuk dapat menjawab permasalahan yang ada, yaitu untuk: 1. Mengetahui Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, 2. Mengetahui Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, dan 3. Mengetahui Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) terhadap Kualitas Laporan Keuangan pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. 1.5 Manfaat Penelitian antara lain: Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang dapat diperoleh
9 1. Bagi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat: a. Dapat memperoleh manfaat pengetahuan lebih dalam tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sehingga mampu menerapkan SAP dengan efektif dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah daerah, dan b. Bahan masukan bagi penyusunan laporan keuangan tahun anggaran berikutnya agar mampu meningkatkan opini LKPD. 2. Bagi Pembaca: a. Sebagai sumber informasi mengenai aktivitas pelaporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, dan b. Sumber masukan agar dapat memberikan partisipasi, kontrol, dan memberikan kontribusi dalam perbaikan dan peningkatan akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuang daerah daengan penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan yang efektif dalam mewujudkan laporan keuangan yang berkualitas. 3. Bagi Penulis a. Melakukan Link and Match antara teori yang diperoleh pada perkuliahan dengan praktek di lapangan, dan b. memberikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan tentang pentingnya penerapan SAP sebagai suatu standar dan peraturan dalam penyajian laporan keuangan.