BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

BAB 2 LANDASAN TEORI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan 2 Representasi Citra

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

Perbandingan Algoritma Arithmetic dengan Geometric Mean Filter untuk Reduksi Noise pada Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PERANCANGAN PENGARANGKAT LUNAK MEREDUKSI NOISE CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN CONTRAHARMONIC MEAN FILTTER

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

10/11/2014. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 3. Pembentukan Citra Digital. Digitalisasi Citra. Yang dipengaruhi N,M, & q

Model Citra (bag. I)

BAB II CITRA DIGITAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB 2 LANDASAN TEORI

Model Citra (bag. 2)

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

BAB 2 LANDASAN TEORI

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENERAPAN METODE MEDIAN FILTER UNTUK MENGURANGI NOISE PADA CITRA DIGITAL

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

BAB II LANDASAN TEORI

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB II LANDASAN TEORI

One picture is worth more than ten thousand words

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

Implementasi Reduksi Noise Citra Berwarna dengan Metode Filter Median dan Filter Rata-rata

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

PENERAPAN METODE INTERPOLASI LINIER DAN METODE SUPER RESOLUSI PADA PEMBESARAN CITRA

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

BAB II LANDASAN TEORI

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengenalan Citra

Pendahuluan. Dua operasi matematis penting dalam pengolahan citra :

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB 2 LANDASAN TEORI

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 7 Restorasi Citra (Image Restoration) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

RANCANG BANGUN APLIKASI PENGABURAN GAMBAR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 6 Restorasi Citra (Image Restoration) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. foto, bersifat analog berupa sinyal sinyal video seperti gambar pada monitor

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Digitalisasi Citra. Digitalisasi. Citra analog / objek / scene. Citra digital

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

10/11/2014 IMAGE SMOOTHING. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 7 Image Enhancement (Image Smoothing & Image Sharpening)

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. TRANSLASI OPERASI GEOMETRIS 2. ROTASI TRANSLASI 02/04/2016

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1)

BAB II LANDASAN TEORI

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB III LANDASAN TEORI

PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO. Oky Dwi Nurhayati, ST, MT

Perbaikan Kualitas Citra Menggunakan Metode Contrast Stretching (Improvement of image quality using a method Contrast Stretching)

WATERMARKING DENGAN METODE DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR PADA CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI. dihadapi dengan standar median filter. Perbedaan mendasar antara dua filter ini

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Citra Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering kali citra yang dimiliki mengalami penurunan mutu, misalnya mengandung cacat atau noise. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit untuk diinterpretasikan karena informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang []. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x,y dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit, maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital. Citra digital dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut [6]: f(0,0) f(0,) f(0, N ) f(,0) f(,) F(, N ) F(x, y) =... (2.) f(m,0) f(m,) F(M, N ) Nilai pada suatu irisan antara baris dan kolom (pada posisi x,y ) disebut dengan picture element, image element, pels, atau pixel. Istilah terakhir (pixel) paling sering digunakan pada citra digital.

2.. Matriks bitmap Citra bitmap adalah susunan bit-bit warna untuk tiap pixel yang membentuk pola tertentu. Pola-pola warna ini menyajikan informasi yang dapat dipahami sesuai dengan persepsi indera penglihatan manusia. Format file ini merupakan format grafis yang fleksibel untuk platform Windows sehingga dapat dibaca oleh program grafis manapun. Format ini mampu menyimpan informasi dengan kualitas tingkat bit sampai 24 bit. Citra bitmap didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dengan x dan y adalah koordinat bidang. Besaran f untuk tiap koordinat (x,y) disebut intensitas atau derajat keabuan citra pada titik tersebut []. Pada Gambar 2. ditunjukkan gambar bitmap beserta nilai matriksnya. Gambar 2.. Bitmap dengan nilai matriksnya [9] Dari definisi di atas yang diperjelas oleh Gambar 2., bitmap dimodelkan dalam bentuk matriks. Nilai pixel atau entri-entri dari matriks ini mewakili warna yang ditampilkan di mana ordo matriks merupakan dimensi panjang dan lebar dari bitmap. Nilai-nilai warna ditentukan berdasarkan intensitas cahaya yang masuk. Dalam komputer, derajat intensitas cahaya diwakili oleh bilangan cacah. Nilai 0 menerangkan tidak adanya cahaya sedangkan nilai yang lain menerangkan adanya cahaya dengan intensitas tertentu. Nilai-nilai ini bisa didapatkan melalui fungsi-fungsi yang disediakan oleh bahasa pemrograman berdasarkan input berupa lokasi entri-entri matriks yang hendak dicari.

2..2 Pixel Pixel (Picture Elements) adalah nilai tiap-tiap entri matriks pada bitmap. Rentang nilai-nilai pixel ini dipengaruhi oleh banyaknya warna yang dapat ditampilkan. Jika suatu bitmap dapat menampilkan 256 warna maka nilai-nilai pixelnya dibatasi dari 0 hingga 255. Suatu bitmap dianggap mempunyai ketepatan yang tinggi jika dapat menampilkan lebih banyak warna [4]. Prinsip ini dapat dilihat dari contoh pada Gambar 2.2 yang memberikan contoh dua buah bitmap dapat memiliki perbedaan dalam menangani transisi warna putih ke warna hitam. Gambar 2.2 Perbedaan ketepatan warna bitmap [9] Perbedaan ketepatan warna bitmap pada Gambar 2.3 menjelaskan bahwa bitmap sebelah atas memberikan nilai untuk warna lebih sedikit daripada bitmap di bawahnya. Untuk bitmap dengan pola yang lebih kompleks dan dimensi yang lebih besar, perbedaan keakuratan dalam memberikan nilai warna akan terlihat lebih jelas. Sebuah citra adalah kumpulan pixel-pixel yang disusun dalm larik dua dimensi. Indeks baris dan kolom (x,y) dari sebuah pixel dinyatakan dalam bilangan bulat. Pixel (0,0) terletak pada sudut kiri atas pada citra, indeks x begerak ke kanan dan indeks y bergerak ke bawah. Konvensi ini dipakai merujuk pada cara penulisan larik yang digunakan dalam pemrograman komputer. Letak titik origin pada koordinat grafik citra dan koordinat pada grafik matematika terdapat perbedaan. Hal yang berlawanan untuk arah vertikal berlaku pada kenyataan dan juga pada sistem grafik dalam matematika yang sudah lebih dulu dikenal. Gambar berikut memperlihatkan perbedaan kedua sistem ini.

(a) koordinat pada grafik matematika (b) koordinat pada citra Gambar 2.3 Perbedaan letak titik origin pada koordinat grafik dan pada citra[4] 2..3 Cahaya (light) Cahaya merupakan radiasi elektromagnetik yang menstimulasi sistem penglihatan manusia [5]. Cahaya ditampilkan sebagai sebuah distribusi energi spektrum L(λ) dimana λ adalah panjang gelombang cahaya yang dapat diterima oleh sistem penglihatan manusia. Panjang gelombang cahaya yang dapat diterima mata adalah 350 hingga 780 nm. Cahaya yang diterima oleh mata kita dapat dirumuskan sebagai berikut : Ɩ( λ ) = p( λ ) L(λ)... (2.2) Dengan p(λ) merupakan tingkat refleksi (pantulan) atau tingkat transmisi (perambatan) dari obyek dan L(λ) adalah distribusi energi. Jangkauan iluminasi yang dapat diterima oleh sistem penglihatan manusia adalah hingga 0¹º. Luminance atau intensitas dari suatu distribusi spasial obyek dengan distribusi cahaya Ɩ( x,y,λ ) dapat dirumuskan sebagai berikut : x f(x, y) = I(x, y, λ)v(λ)dλ 0... (2.3) Dengan V(λ) adalah fungsi efisiensi relatif luminance. V(λ) digambarkan berupa kurva dengan karakteristik yang ditentukan oleh penglihatan scotopic dan photopic. Luminance dari suatu obyek tidak tergantung dari luminance latar sekelilingnya. Lain hal dengan brightness sebuah obyek yang merupakan tingkat

luminance yang diterima oleh mata dan sangat tergantung dari luminance latar sekitarnya. Hal ini menyebabkan sebuah obyek dengan latar yang berbeda dapat memiliki tingkat luminance yang sama namun dengan tingkat brightness yang berbeda. Contoh di atas merupakan perbedaan antara luminance dengan brightness. 2..4 Pembentukan Citra Digital Pembentukan citra digital (diskrit) melalui beberapa tahapan, yaitu akusisi citra, sampling, dan kuantisasi [7]. 2..4. Akuisisi Citra Proses akuisisi citra adalah pemetaan atau suatu pandangan (scene) menjadi citra kontinu dengan menggunakan sensor. Ada beberapa macam sensor untuk akuisisi citra, yaitu sensor tunggal (single sensor), sensor garis (sensor strip), dan sensor larik (array sensor).. Sensor Tunggal (single sensor) Sensor tunggal yang paling sering digunakan adalah photodiobe. Photodiobe terbentuk dari silikon yang memiliki tegangan keluaran yang sebanding dengan cahaya. Untuk menciptakan citra dua dimensi dengan menggunakan sensor ini, harus ada proses pemindahan relatif disetiap sumbu x dan y antara sensor dan obyek. 2. Sensor Garis (sensor strip) Sensor garis melakukan pencitraan satu arah. Sensor ini berupa deretan sensor yang disatukan dalam satu baris sehingga dapat melakukan akuisisi sumbu x secara bersamaan. Untuk mengakuisisi citra keseluruhan, sensor digerakkan searah sumbu y. Sensor ini sering dijumpai pada mesin scanner.

3. Sensor Larik (sensor array) Sensor yang ketiga adalah sensor larik. Sensor jenis ini banyak sekali ditemukan dalam kamera digital. Sensor ini berbentuk larik dua dimensi. Sensor larik yang terdapat pada kamera digital disebut sensor charge coupled device (CCD) dengan ukuran sensor yang rata-rata mencapai 4000 x 4000 elemen. 2..4.2 Sampling Tahap berikutnya untuk pembentukan citra digital setelah citra kontinu terbentuk adalah proses sampling. Proses sampling adalah proses digitasi pada koordinat x,y. Seperti yang disebutkan di atas, hasil dari sensor masih berupa citra kontinu yang merupakan fungsi kontinu f (x,y). Fungsi tersebut merupakan sinyal kontinu pada nilai x,y dan juga amplitudonya (intensitas). Nilai x dan y yang kontinu akan diubah menjadi bentuk diskrit [0]. 2..4.3 Kuantisasi Proses kuantisasi adalah proses perubahan nilai amplitudo kontinu menjadi nilai baru yang berupa nilai diskrit. Nilai amplitudo yang dikuantisasi adalah nilai-nilai pada koordinat diskrit hasil proses sampling. Gambar berikut menampilkan contoh proses kuantisasi ke dalam warna grayscale 8 level. Sinyal kontinu yang telah dikuantisasi selanjutnya akan memiliki nilai dari 8 sesuai dengan nilai level digitalnya. 2.2 Jenis Citra Nilai suatu pixel memiliki nilai dalam rentang tertentu, dari nilai minimum sampai nilai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis warnanya. Namun secara umum jangkauannya adalah 0 255, citra dengan penggambaran seperti ini digolongkan ke dalam citra integer. Berikut adalah jenisjenis citra berdasarkan nilai pixel-nya [7].

2.2. Citra Biner Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai pixel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra B & W (black and white) atau monokrom. Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi, pengambangan, morphologi, ataupun dithering. 2.2.2 Citra Grayscale Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pixel-nya, dengan kata lain bagian RED = GREEN = BLUE. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan putih. Tingkat keabuan disini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Citra grayscale berikut memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan). 2.3 Noise (derau) Noise adalah suatu gangguan yang disebabkan oleh penyimpanan data digital yang diterima oleh alat penerima data gambar yang dapat mengganggu kualitas citra. Noise dapat disebabkan oleh gangguan fisik (optik) pada alat penangkap citra misalnya kotoran debu yang menempel pada lensa foto maupun akibat proses pengolahan yang tidak sesuai. Ada tiga jenis noise yaitu gaussian noise, speckle noise, dan salt and pepper noise [4].. Noise gaussian merupakan model noise yang mengikuti distribusi normal standar dengan rata-rata nol dan standard deviasi. Efek dari gaussian noise ini pada gambar adalah munculnya titik-titik berwarna yang jumlahnya sama dengan persentase noise.

2. Noise speckle merupakan model noise yang memberikan warna hitam pada titik yang terkena noise. Noise salt and pepper adalah bentuk noise yang biasanya terlihat titik-titik hitam dan putih pada citra seperti tebaran garam dan merica. 3. Noise salt and pepper disebabkan karena terjadinya error bit dalam pengiriman data, pixel-pixel yang tidak berfungsi dan kerusakan pada lokasi memori. 2.4 Filter Filter adalah alat untuk memproses data yang mempunyai ciri mengambil data asli untuk memproduksi data hasil sebagaimana yang diinginkan. Dalam pengolahan citra, respon perambatan filter memberikan gambaran bagaimana pixel-pixel pada citra diproses [5]. 2.4. Median Filter Cara kerja median filter dalam jendela tertentu mirip dengan filter linier namun prosesnya bukan lagi dengan pembobotan. Filter median sebagai suatu jendela yang memuat sejumlah pixel ganjil. Jendela digeser titik demi titik pada seluruh daerah citra. Pada setiap pergeseran dibuat jendela baru. Titik tengah dari jendela ini diubah dengan nilai median dari jendela tersebut [4]. 2.4.2 Mean Filter Mean Filter (filter rata-rata) adalah intensitas pada beberapa pixel lokal dimana setiap pixel akan digantikan nilainya dengan rata-rata dari nilai intensitas pixel tersebut dengan pixel-pixel tetangganya, dan jumlah pixel tetangga yang dilibatkan tergantung

pada filter yang dirancang. Secara matematis, hal ini dapat dinyatakan dengan persamaan:... (2.4) Dimana: M = jumlah pixel pada jendela sebesar N*N Operasi konvolusi berubah bentuk menjadi perhitungan rata-rata intensitas pixel-pixel lokal seperti diperlihatkan pada persamaan (2.4) dan diperlihatkan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Ilustrasi penggunaan filter rata-rata berukuran 3x3 pixel [8] Cara mencari nilai mean di atas adalah:. Baca nilai pixel yang akan diproses beserta pixel-pixel tetangganya. 2. Gantikan nilai pixel denga bobot rata-rata (pada kernel ukuran 3 x 3 bobot maksimum adalah /9 dan /25 untuk kernel 5 x 5). 3. Pilih nilai pada bagian tengah untuk nilai yang baru bagi pixel (x,y). Jumlah pembobotan pada filter rata-rata adalah satu, dengan demikian karakteristik global dari citra dapat tetap terpelihara.

Ada berbagai macam teknik untuk mengurangi (reduksi) noise, salah satunya menggunakan filter rata-rata (mean filter). Dalam pengertian noise sebagai suatu nilai yang berbeda dengan semua tetangganya maka dapat dikatakan noise merupakan nilai-nilai yang berada pada frekuensi tinggi, untuk mengurangi noise digunakan Low Pass Filter (LPF) [3]. Salah satu dari bentuk LPF adalah filter rata-rata yang merupakan filter H dalam bentuk matriks yang berukuran M x N, dan nilainya adalah sama untuk setiap elemen, dan karena bersifat LPF maka jumlah seluruh elemen adalah satu dan dituliskan dengan persamaan:... (2.5) H = filter rata-rata i,j = koordinat pixel pada citra m = lebar citra (pixel) n = tinggi citra (pixel) Filter rata-rata berukuran 3x3 adalah: 9 H = 9 9 9 9 9 9 atau ditulis dengan H = /9 9 9 Filter rata-rata berukuran 5x5 adalah: /25 /25 /25 /25 /25 H= /25 /25 /25 /25 /25 /25 /25 /25 /25 /25 Mean filter merupakan salah algoritma memperhalus citra dengan cara perhitungan nilai intensitas rata-rata citra pada setiap blok citra yang diproses. Algoritma yang umum digunakan adalah Arithmetic dan Geometric Mean Filter []. Pada algoritma Arithmetic Mean Filter proses yang dilakukan adalah menghitung rata-rata nilai dari citra yang rusak g(x,y) pada sebuah blok area citra yang

didefinisikan oleh S x,y. Nilai dari citra f(x,y) yang diperbaiki pada tiap titik (x,y) hanya dihitung dengan menggunakan pixel dalam daerah yang didefinisikan oleh S x,y dengan rumus: f(x,y) = g(s, t) M (s,t) Sxy.. (2.6) xy M s,t = koordinat pixel pada citra = lebar citra (pixel) = nilai intensitas pixel Pada algoritma Geometric Mean Filter proses yang dilakukan adalah sama dengan Arithmetic Mean Filter dengan rumus: f(x,y) = (s,t) Sxy g(s, t) /mn.... (2.7) xy = koordinat pixel pada citra mn = dimensi citra (pixel) s,t = nilai intensitas pixel = perkalian nilai pixel yang terkena filter Pada algoritma ini setiap pixel yang diperbaiki oleh hasil kali masing-masing pixel dalam subimage window, kemudian dipangkatkan dengan i/mn. 2.5 Pergeseran Posisi Pixel Pergeseran posisi pixel pada citra berarti menggunakan suatu filter untuk menggerakkan atau menggeser posisi pixel suatu citra untuk menciptakan suatu efek tertentu, dengan mengambil pixel pengganti diposisi yang lain dari pixel asal. Dimana ketentuan untuk mengambil koordinat lain ditentukan oleh informasi yang disimpan didalam mask (daerah efektif) yang berukuran NxN. Contoh dari pergeseran posisi pixel ini adalah membuat efek gelombang air pada citra [8]. Prosesnya dapat digambarkan secara urutan dalam suatu algoritma dan diagram seperti dibawah ini:

. Lakukan looping (double loop untuk X dan Y) untuk mengganti seluruh pixel didalam NxM area yang akan di-filter. 2. Pada setiap kordinat (X, Y). 3. Baca koordinat pengganti X, Y dalam sel mask [X, Y] sehingga koordinat pengganti tersebut disebut dengan (A x, A y ). 4. Gunakan kordinat pengganti (Ax, Ay) untuk melakukan pembacaan warna pixel. 5. (Get pixel) pada citra, warna pixel tersebut disebut dengan color. 6. Mengganti warna pixel pada koordinat X dan Y dengan warna pixel yang baru dibaca pada proses sebelumnya. Dalam hal ini ukuran mask atau daerah efektif tidak harus sebesar layar, jika citra yang hendak di-filter hanya sebagian dari citra. Pada saat mengambil koordinat pengganti (Ax, Ay) dari sel mask tersebut, tidak digunakan kordinat X dan Y dari pixel sebagai indeks array mask, karena sistem koordinat mask dan layar berbeda, atau dengan kata lain koordinat (0,00) dari mask tidak berada pada kordinat (0,00) dari layar. Untuk itu cukup mengurangi koordinat X dan Y dari layar dengan kordinat Bx dan By yang merupakan titik kiri atas dimana filter akan dilakukan pada citra. Demikian pula dengan harga Ax dan Ay yang didapat dalam sel mask adalah sistem koordinat mask sehingga mengalokasikannya pada sistem koordinat layar, cukup menambahkannya dengan koordinat Bx dan By. Sistem ini disebut sistem koordinat layar dan sistem koordinat mask yang terdiri dari dua bagian A dan B. Daerah B merupakan daerah layar sebagian koordinat layarnya dijadikan sebagai mask. Sedangkan daerah A merupakan daerah efektif atau disebut juga dengan mask yang seluruh kordinat layarnya diambil dari daerah B pada daerah A inilah seluruh sel (pixel) akan di-filter [0].

Untuk mengetahui titik kordinat dalam sel mask, atau terletak pada daerah A dapat dihitung dengan melakukan perhitungan jarak antara titik tersebut: Ax = Bx + X...... (2.8) Ay = By +Y...... (2.9) Jika (Ax, Ay) lebih besar dari (Bx, By) dan (Ax, Ay) lebih kecil dari (Bx, By), maka titik tersebut berada dalam sel mask. 2.6 Pixel Neighborhood Pixel neighborhood merupakan istilah dalam image processing yang artinya pixel tetangga. Maksud dari pixel tetangga ini adalah pixel yang terdapat di sekeliling pixel yang akan diproses. Penggunaan pixel-pixel lain yang ada di sekeliling suatu pixel yang akan diproses ini bertujuan untuk membuat nilai dari pixel yang berada di tengah-tengah pixel lainnya tersebut menjadi berubah sesuai dengan keinginan user. Matriks pixel neighborhood ada yang memakai model rectangle juga ada yang memakai model star. Tetapi, yang paling sering digunakan adalah model rectangle seperti pada Gambar 2.5. P P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 P 9 Gambar 2.5 Rectangle Filter 3x3 [8] Dalam contoh ini, sebuah pixel merah dikelilingi oleh pixel biru. Biru Biru Biru = (0, 0, 255) (0, 0, 255) (0, 0, 255) Biru Merah Biru = (0, 0, 255) (255, 0, 0) (0, 0, 255) Biru Biru Biru = (0, 0, 255) (0, 0, 255) (0, 0, 255) Nilai R = (0+0+0+0+255+0+0+0+0)/9 = 255/9 = 28,3 = 28 Nilai G = (0+0+0+0+0+0+0+0+0)/9 = 0/9 = 0 Nilai B = (255+255+255+255+0+255+255+255+255)/9

= 2040/9 = 226,7 = 226 Maka matriks citranya menjadi: (0, 0, 255) (0, 0, 255) (0, 0, 255) (0, 0, 255) (28, 0, 226) (0, 0, 255) (0, 0, 255) (0, 0, 255) (0, 0, 255) Setelah dilakukan filter blur, maka yang terjadi adalah pixel merah di tengah akan berubah warna ke warna biru kemerahan, jadi seolah-olah warna merah tersebut disamarkan oleh warna biru di sekelilingnya seperti pada Gambar 2.6. Gambar 2.6 Rectangle Filter 3x3 2.7 Mean Squared Error (MSE) MSE adalah rata-rata kuadrat nilai kesalahan antara citra asli dengan citra hasil pengolahan yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:. (2.0) X = lebar citra dalam pixel Y = tinggi citra dalam pixel I = nilai pixel citra sebelum reduksi noise I = nilai pixel citra sesudah reduksi noise x,y = koordinat pixel