BAB I PENDAHULUAN. daerah (Mahmudi, 2011). Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

Prinsip-prinsip Laporan Hasil Audit Pengkomunikasian Laporan Hasil Audit Tindak Lanjut Audit. tedi last 11/16

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian utama masyarakat pada sektor publik atau pemerintahan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BULETIN TEKNIS NOMOR 01 PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik baik di pusat maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Pola-pola lama

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah yang baik (good governance). Good Governance. Menurut UU No. 32/2004 (2004 : 4). Otonomi daerah ada lah hak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BABI PENDAHULUAN. Untuk terciptanya kemandirian pemerintah daerah, pemerintah pusat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. internal, intuisi, pemahaman terhadap SAP dan pengetahuan tentang pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola

BAB III METODE PENELITIAN. pemerintah daerah kabupaten/kota se-provinsi Lampung yang memperoleh opini

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara yang diatur dalam UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. melalui laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan Daerah yaitu dengan menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

Tugas dan Wewenang BPK dalam Peraturan Perundang-Undangan dan Implementasinya

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun. transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

PEMPROV SULTRA KEMBALI RAIH PENILAIAN KEUANGAN WTP

LAPORAN KEUANGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2014 (AUDITED)

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN REVIU ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan daerah pada dasarnya merupakan asersi atau pernyataan dari pihak manajemen pemerintah daerah yang menginformasikan kepada pihak lain, yaitu pemangku kepentingan yang ada tentang kondisi keuangan pemerintah daerah (Mahmudi, 2011). Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik berperan penting dalam menciptakan akuntabilitas sektor publik. Semakin besarnya tuntutan terhadap pelaksanaan akuntabilitas sektor publik memperbesar kebutuhan akan transparansi informasi keuangan sektor publik. Informasi keuangan ini berfungsi sebagai dasar pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Akuntansi sektor publik berperan penting dalam menyiapkan laporan keuangan sebagai perwujudan akuntabilitas publik. Agar dapat menyediakan informasi yang berguna dan bermanfaat bagi pihakpihak yang berkepentingan, maka informasi yang disajikan dalam pelaporan keuangan harus memenuhi karakteristik kualitatif sehingga dapat digunakan dalam pengambilan keputusan (Obaidat, 2007; Hapsari, 2007). Untuk memenuhi karakteristik kualitatif maka informasi dalam laporan keuangan harus disajikan secara wajar berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan atas laporan keuangan yang dimaksudkan untuk-

2 menilai kewajaran laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Bowo, 2009). Untuk melindungi para pengguna laporan keuangan, maka diperlukan pihak ketiga yaitu auditor yang independen dalam menilai kualitas laporan keuangan pemerintah daerah (Mahmudi, 2011). Badan Pemeriksa Keuangan RI selaku institusi pemeriksa atas pengelolaan keuangan negara telah diberi kewenangan berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sementara itu, wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK, 2011) yaitu : a. Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan, serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan. b. Meminta keterangan dan dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang unit organisasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga Negara lainnya, bank Indonesia, badan usaha milik Negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lainnya yang mengelola keuangan Negara; c. Melakukan pemeriksaan ditempat penyimpanan uang dan barang milik Negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan Negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan Negara;

3 d. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK; e. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan Negara setelah konsultasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara; f. Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; g. Menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa diluar BPK yang bekerja dan atas nama BPK h. Membina jabatan fungsional pemeriksa; i. Memberi pertimbangan atas standar akuntansi pemeriksaan; dan j. Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebelum ditetapkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ada tiga jenis pemeriksaan yaitu pemeriksaan keuangan, kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (bpk.go.id). Diantara ketiga jenis pemeriksaan tersebut, pemeriksaan keuangan telah menjadi agenda wajib BPK RI yang sifatnya tahunan atas pemerintah pusat dan seluruh pemerintah daerah dengan tujuan untuk menilai kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan audit. Pemeriksaan tersebut dilakukan melalui mekanisme pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN).

4 Representasi kewajaran dituangkan dalam bentuk opini dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektifitas pengendalian intern (BPK, 2011). Sistem pengendalian intern pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008, dilandasi pada pemikiran bahwa sistem pengendalian intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Berdasarkan pemikiran tersebut, dikembangkan unsur sistem pengendalian intern yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolok ukur pengujian efektifitas penyelenggaraan sistem pengendalian intern. Pengembangan unsur sistem pengendalian intern perlu mempertimbangkan aspek biaya-manfaat, sumber daya manusia, kejelasan kriteria pengukuran efektifitas, dan perkembangan teknologi informasi serta dilakukan secara komprehensif (Hindriani, et al.). Berdasarkan Pasal 20 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Pejabat Pemerintah Daerah wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan wajib memberitahukannya kepada BPK RI selambat-lambatnya enam puluh (60) hari setelah menerima laporan hasil pemeriksaan.

5 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) telah memeriksa neraca pemerintah kabupaten/ kota, laporan realisasi anggaran belanja dan pendapatan, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Laporan keuangan adalah tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota, tanggung jawab BPK RI adalah pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan sesuai (SPKN) yang ditetapkan oleh BPK RI. Standar tersebut mengharuskan BPK RI merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan agar BPK RI memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Suatu pemeriksaan meliputi penilaian atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Pemeriksaan juga meliputi penilaian atas Standar Akuntansi Pemerintahan yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh Pemerintah kabupaten/kota, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. BPK RI yakin bahwa pemeriksaan BPK RI memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pemerintah kabupaten/kota merupakan tanggung jawab pemerintah daerah tersebut. Sebagai bagian dari pemerolehan keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan

6 bebas dari salah saji material, BPK RI melaksanakan pengujian terhadap kepatuhan Pemerintah daerah terhadap peraturan perundang-undangan. Namun, tujuan pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan adalah tidak untuk menyatakan pendapat atas keseluruhan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan. Oleh karena itu, BPK RI tidak menyatakan suatu pendapat seperti itu (BPK.go.id). Dasar hukum pemeriksaan antara lain: 1. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 3. UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 4. UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Pemeriksaan atas LKPD dilakukan dengan berpedoman pada : 1. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) 2. Panduan Manajemen Pemeriksaan 3. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Tujuan pemeriksaan LKPD adalah untuk memberikan opini atas tingkat kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria: 1. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). 2. Kecukupan pengungkapan 3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. 4. Efektifitas Sistem Pengendalian Intern.

7 Tabel 1 Kriteria kecukupan pengungkapan dan kepatuhan terhadap peraturan Perundang-undangan dipemerintah daerah yang baik (secara umum) meliputi: Keterangan Keberadaan dan keterjadian Kelengkapan Hak dan Kewajiban Penilaian dan Alokasi Penyajian dan Pengungkapan Penjelasan Bahwa seluruh aset dan kewajiban yang disajikan dalam neraca dan seluruh transaksi penerimaan, belanja, dan pembiayaan anggaran yang disajikan dalam LRA benar-benar ada dan terjadi selama periode tersebut serta didukung dengan bukti-bukti yang memadai. Bahwa seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana yang dimiliki telah dicatat dalam neraca dan seluruh transaksi penerimaan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan yang terjadi selama tahun anggaran telah dicatat dalam LRA. Bahwa seluruh aset yang tercatat dalam neraca benar-benar dimiliki atau hak dari pemerintah daerah dan utang yang tercatat merupakan kewajiban pemerintah daerah pada tanggal pelaporan. Bahwa seluruh aset, utang, penerimaan dan belanja daerah, serta pembiayaan telah disajikan dengan jumlah dan nilai semestinya, diklasifikasikan sesuai dengan standar/ketentuan yang telah ditetapkan; dan merupakan alokasi biaya/anggaran tahun anggaran. Bahwa seluruh komponen laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan ketentuan dan telah diungkapkan secara memadai dalam catatan atas laporan keuangan. Sumber: Laporan hasil pemeriksaan (LHP BPK RI, 2011; Data diolah) Tabel 2 Kriteria efektifitas pengendalian intern dipemerintah daerah yang baik (secara umum) meliputi: Keterangan Lingkungan Pengendalian Penjelasan Lingkungan pengendalian berkenaan dengan tindakan, kebijakan, dan prosedur yang merefleksikan keseluruhan sikap manajemen. Penentuan Risiko Penentuan risiko untuk pelaporan keuangan mencakup identifikasi,analisis,dan manajemen risiko yang berkaitan dengan penyiapan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prisip akuntansi yang berlaku umum. Aktivitas Pengendalian Informasi dan Komunikasi Pemantauan Kebijakan2 dan prosedur2,selain yang termasuk kedalam komponen lainnya,yang membantu menyakinkan bahwa tindakan2 tertentu telah dijalankan guna mencapai tujuan. Mencakup sistem akuntansi yang meliputi metode & catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasi, menghimpun, menganalisa, mengelompokan, mencatat dan melaporkan transaksi. Berkenaan dengan penilaian efektivitas pengendalian intern secara terus menerus atau periodik oleh menajemen Sumber: Laporan hasil pemeriksaan (LHP BPK RI, 2011; Data diolah)

8 Tabel 3 : Perkembangan Opini LKPD Se-Indonesia Tahun 2008 2012 LKPD OPINI JUMLAH WTP % WDP % TW % TMP % 2008 13 3 323 67 31 6 118 24 485 2009 15 3 330 65 48 10 111 22 504 2010 34 7 341 65 26 5 121 23 522 2011 67 13 349 67 8 1 100 19 524 2012 113 27 267 64 4 1 31 8 415 Total 242 53 1.610 328 117 23 481 96 2.450**) Sumber : Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Sementara (IHPS I), 2013 (www.bpk.go.id) Data diolah Tabel 3, menunjukkan bahwa sebagian besar laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia untuk tahun anggaran 2008-2012 memperoleh opini wajar dengan pengecualian. Sedangkan yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian jumlahnya masih sangat sedikit. Seperti yang dapat dilihat dalam tabel 4, yang menjadi daerah partisipan yaitu kabupaten/kota se-provinsi Lampung yang masih banyak mendapatkan opini wajar dengan pengecualian dari pada wajar tanpa pengecualiannya dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI perwakilan Lampung). Menggingat disetiap SKPD di kabupaten/kota se-provinsi Lampung belum banyak yang memiliki tenaga yang ahli dibidang akuntansi (pembukuan laporan keuangan), oleh sebab itu pemerintah daerah menghimbau agar tiap SKPD dikabupaten/kota se-provinsi Lampung agar memiliki konsultan/akuntan yang memiliki kemampuan teknis atau mengerti tentang pembukuan akuntansi minimal berpendidikan diploma III (Radar Lampung, 4 November 2014).

9 Tabel 4: Perkembangan Opini LKPD Kab/Kota Se-Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 LKPD WTP % WDP % TMP % TW % JUMLAH 2008 0 0 8 22 3 27 0 0 11 2009 0 0 10 27 2 18 0 0 12 2010 5 26 7 19 3 27 0 0 15 2011 7 37 6 16 2 18 0 0 15 2012 7 37 6 16 1 9 1 100 15 Jumlah 19 100 37 100 11 100 1 100 68 Sumber : Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Sementara (IHPS I), 2013 (www.bpk.go.id) Data diolah Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa sebagian besar laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota se-provinsi Lampung memperoleh opini wajar dengan pengecualian, sedangkan yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian jumlahnya masih sangat sedikit. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti lebih spesifik hal-hal apa saja pada laporan keuangan pemerintah daerah khususnya kabupaten/kota Se-Provinsi Lampung yang menyebabkan pemerintah daerah memperoleh opini wajar dengan pengecualian atas pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh BPK RI Perwakilan Lampung. Berdasarkan pengecualian yang terdapat dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah yang memperoleh opini wajar dengan pengecualian, dapat diketahui akun-akun apa saja yang dikecualikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah tersebut. Selain itu juga dapat ditentukan, permasalahan yang terdapat dalam akun-akun tersebut sehingga laporan keuangan pemerintah daerah memperoleh opini wajar dengan pengecualian.

10 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Akun-akun apa saja yang dikecualikan pada laporan keuangan pemerintah daerah yang memperoleh opini wajar dengan pengecualian? 2. Permasalahan apakah dalam akun-akun yang dikecualikan tersebut yang menyebabkan laporan keuangan pemerintah daerah memperoleh opini wajar dengan pengecualian? 3. Apakah rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI Perwakilan Lampung) telah ditindaklanjuti oleh kabupaten/kota dalam mengatasi permasalahan dalam akun-akun yang dikecualikan tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis akun-akun yang dikecualikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah (kabupaten/kota) se-provinsi Lampung yang memperoleh opini wajar dengan pengecualian. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis permasalahan dalam akun-akun yang dikecualikan tersebut yang menyebabkan laporan keuangan pemerintah daerah (kabupaten/kota) se-provinsi Lampung memperoleh opini wajar dengan pengecualian. 3. Untuk mengetahui rekomendasi dari Badan pemeriksa Keuangan (BPK RI Perwakilan Lampung) ditindak lajuti atau tidak oleh pemerintah daerah (kabupaten/kota) se-provinsi Lampung.

11 1.4 Pentingnya Penelitian Pentingnya penelitian ini beranjak dari fakta bahwa sebagian besar laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia khususnya pemerintah daerah (kabupaten/kota) se-provinsi Lampung memperoleh opini wajar dengan pengecualian. Hal ini dianggap wajar mengingat Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan hal yang baru di Indonesia, demikian juga halnya dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang baru dimulai pada tahun 2007 untuk tahun anggaran 2006 (bpk.go.id). Penelitian ini dimaksudkan untuk menyajikan akun-akun yang dikecualikan dan menjelaskan penyebab mengapa akun-akun tersebut dikecualikan, karena dengan mengetahui akun-akun apa saja yang dikecualikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah akan sangat bermanfaat bagi pemerintah dalam menetapkan area pembinaan laporan keuangan pemerintah daerah dan dalam menetapkan berbagai aturan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah, serta untuk mengetahui tindak lanjut rekomendasi dari BPK RI Perwakilan Lampung. Sejak tahun 2006, BPK mulai melakukan audit keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sebagaimana telah diatur dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara BPK-RI 2007. Atas hasil audit tersebut BPK memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan layaknya audit keuangan yang telah banyak dipraktikan di sektor privat. Harapannya adalah

12 dengan adanya audit keuangan tersebut, terjadi praktik akuntansi yang sehat, transparansi, dan tentunya akuntabilitas dari pengelolaan keuangan di daerah. Namun, saat ini pada titik awal dimulainya audit keuangan atas LKPD ini, apakah LKPD hasil auditan akan memberikan kebermanfaatan yang tinggi dan akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan layaknya informasi akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan pada umumnya. Selain itu, dengan adanya laporan keuangan yang telah disajikan secara wajar akan memberi informasi mengenai ekonomis, efesiensi, dan efektifitas operasional suatu entitas dan dapat menjadi dasar untuk alokasi sumber daya ekonomi. Laporan keuangan tersebut juga dapat memberi informasi adanya tindakan penyelewengan dan tindak kecurangan terhadap pengelolaan keuangan negara. Dengan kondisi yang ada di pemerintahan daerah, kebermanfaatan laporan keuangan hasil auditan BPK berpotensi besar tidak akan terasa atau bahkan laporan tersebut tidak akan digunakan sebagai basis pengambilan keputusan. Ada beberapa tataran aspek yang dapat menyebabkan tidak bermanfaatnya LKPD hasil auditan BPK. Aspek tersebut meliputi tataran teori, konsep, dan manusia. Dalam tataran teori, akuntansi pemerintahan belum menemukan bentuknya secara teori (Hapsari 2007). Pemerintah belum menyadari berbagai konsep dasar yang harusnya digunakan dalam akuntansi pemerintahan. Akuntansi pemerintahan seharusnya berangkat dari teori entitas dana yang diimplementasikan dalam lingkup akuntansi dana.

13 Namun, dilihat dalam praktik, peraturan, dan pemahaman personil akuntansi di sektor pemerintahan terbukti bahwa mereka terjebak dalam pemahaman akuntansi keuangan yang telah banyak diterapkan di sektor swasta. Padahal akan berbeda secara teori maupun praktik antara pemerintahan dengan swasta yang berangkat dari teori entitas kepemilikan sebagai dasar asas keberlanjutan usaha. Kerancuan ini diindikasikan oleh adanya usulan untuk mengunakan asas akrual secara utuh dalam pelaporan keuangan sektor pemerintah. Padahal dalam konteks akuntansi dana, asas yang tepat digunakan adalah asas akrual modifikasian. Dalam tataran konsep, sebagai konsekuensi dari tidak matangnya teori akuntansi pemerintahan, Standar Akuntansi Pemerintahan terkandung bias. SAP sendiri pada dasarnya juga belum matang dan pemerintah mengakui hal tersebut. Dalam tataran manusia, kualitas SDM yang rendah terkait pemahaman dan penerapan akuntansi pemerintahan menyebabkan penyusunan laporan keuangan akuntansi jauh dari terpenuhinya karateristik kualitas informasi akuntansi. Dengan demikian, konsekuensi logisnya dalam tahun pertama penyusunan laporan keuangan ini, pemerintah daerah masih kekurangan SDM yang memahami akuntansi khususnya akuntansi pemerintahan dalam penyusunan laporan keuangannya. Konsekuensi dari semua itu adalah penilaian BPK atas laporan keuangan daerah pun mengandung bias. Menurut SPKN BPK-RI 2007, bahwa penilian kewajaran laporan keuangan adalah atas Prisnisp Akuntansi Berterima Umum. PABU ini seharusnya merupakan rerangka konseptual yang terdiri dari standar akuntansi, berbagai peraturan perundangan, dan praktik akuntansi yang sehat.

14 Namun, tidak pernah ada ketentuan yang jelas sendiri mengenai PABU. Selain itu, dalam SPKN tidak dijelaskan mengenai karateristik PABU sebagai dasar penilian kewajaran apakah PABU dalam konteks pemerintahan yang tentunya akan banyak berbeda dengan PABU yang selama ini dipahami. Akibatnya, penilaian kewajaran BPK atas LKPD tidak lebih merupakan formalitas yang hampa tanpa memberikan konstirbusi nyata terhadap berbagai keputusan yang seharusnya diambil berdasarkan LKPD tersebut (Hapsari, 2007). Selain itu, dalam tataran praktik, masih rendahnya dan sedikitnya aparat pemerintah yang mengerti mengenai akuntansi daerah yang menyebabkan tidak dipenuhinya kualitas informasi akuntansi dalam hal understandibility atau kepahamaan. Para pemakai laporan keuangan meskipun sudah diaudit dan diberikan opini, namun hanya sedikit pihak yang mampu memahaminya. Hal ini, pada akhirnya, akan berdampak pada tidak digunakannya informasi-informasi tersebut termasuk sebagai dasar pengambilan keputusan. Tidak digunakannya laporan keuangan berarti laporan tersebut tidak mengandung kebermanfaatan. Dengan demikian, usaha BPK dalam tahap ini untuk melakukan audit keuangan dan memberikan opini atas LKPD adalah hal yang sia-sia dan dipaksakan pelaksanaannya. Melihat peranan BPK yang sia-sia tersebut, adakah baiknya BPK dibubarkan saja. Tentu tidak, karena meskipun dalam lingkup akuntansi opini BPK atas laporan keuangan tidak memberi pengaruh signifikan atas nilai laporan keuangan tersebut, namun proses pemeriksaan dalam mekanisme audit yang dilakukan oleh BPK memberi manfaat sendiri.

15 Manfaat tersebut antara lain adalah ditemukannya berbagai ketidakefisienan pelaksanaan anggaran, pengelolaan keuangan negara, dan adanya praktik korupsi dapat sedikit banyak terungkap disini (Hapsari, 2007). Namun, bicara dalam lingkup akuntansi, akan sangat disayangkan bila peran BPK hanya terbatas pada hal tersebut. Bila peranan laporan keuangan hasil auditan BPK hanya terhenti sampai disitu maka penilaian kewajaran laporan keuangan tidak perlu dilakukan oleh BPK. Melihat posisi BPK yang cukup strategis, sebenarnya BPK adalah organisasi yang melihat secara langsung bagaimana praktik yang sedang berlangsung dan perkembangan penerapan akuntansi di sektor pemerintahan. Oleh karena itu, demi perkembangan akuntansi di sektor pemerintahan dan demi menguatnya eksitensi BPK sebagai badan pemeriksa sekaligus mengaudit keuangan negara, BPK dapat berperan lebih tidak terbatas pada pemeriksa saja (Hapsari, 2007). Peranan ini adalah dengan memberikan berbagai rekomendasi untuk perbaikan teori dan praktik akuntansi pemerintahan dari berbagai hasil temuannya selama melakukan audit keuangan. Rekomendasi tersebut merupakan konstribusi nyata BPK untuk mengoptimalkan kebermanfaatan informasi akuntansi dalam laporan keuangan pemerintah khususnya daerah. Hal ini sangat mungkin dilakukan dengan melihat dalam peraturan BPK dalam UU nomor 15 tahun 2006 tentang BPK bahwa pemeriksa adalah orang yang memenuhi prasyaratan profesional dalam lingkup akuntansi. Dengan demikian, asumsinya mereka adalah orang yang sangat mengerti dan memiliki kemampuan teknis dibidang akuntansi baik dalam tataran teori maupun praktiknya.

16 Dengan demikian, LKPD kedepannya dapat dijadikan dasar dalam mengambil berbagai keputusan dan kebijakan fiskal maupun perekonomian secara keseluruhan dengan tepat. LKPD tidak lagi hanya merupakan berkas formal yang akan memenuhi brangkas arsip pemerintahan tapi memberikan kebermanfaatan dalam perbaikan kondisi perekonomian negara. Dengan LKPD yang demikian itu, maka BPK dapat memberikan opini yang memang tepat dan tidak bias, dan laporan hasil auditnya dapat menambah keyakinan para pemakai laporan keuangan. Dari sini eksistensi BPK akan semakin mantap dan tidak hanya melakukan pekerjaan yang sia-sia.