PERSEPEKTIF PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PERLINDUNGAN DIRI ANAK Oleh: Arumi Savitri Fatimaningrum, S.Psi., M.A.

dokumen-dokumen yang mirip
PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam. Dalam (Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003) Selain faktor yang berada dalam diri peserta didik, untuk dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan anak untuk optimalisasi bagi perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa

KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang

PENANGANAN ANAK BERMASALAH DENGAN KASIH SAYANG

BAB II IBU DAN ANAK. Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah,

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang

Sosialisasi Bahasa dalam Pembentukkan Kepribadian Anak. Sosialisasi bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu di

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

Persiapan untuk Wawancara Disiplin Mulailah untuk mempersiapkan diri dengan memperbarui bagaimana Anda tahu karyawan tersebut telah melakukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang dalam hidup bermasyarakat dan sebagai prasyarat kehidupan. Pada

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB IV PENUTUP. 1. Peran organisasi profesi Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap

Membangun Sosial Emosi Anak. di Usia 4-6 tahun SERI BACAAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

PERANAN ORANGTUA DALAM MENANAMKAN DISIPLIN ANAK USIA DINI. DAMAIWATY RAY Dosen PG PAUD FIP Unimed

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

MENGEMBANGKAN TANGGUNG JAWAB PADA ANAK C3.2.SPOT.010

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PETUNJUK PENELITIAN. Nama : Usia : Pendidikan terakhir :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

Menumbuhkan KARAKTER BERSAHABAT pada Anak

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA

Tanggal : Pendidikan : Usia : Tinggal dengan Ortu : Jenis Kelamin : Mempunyai Pacar : Ya / Tidak * PETUNJUK PENGISIAN SKALA

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

SEKOLAH RAMAH ANAK MENUJU PENDIDIKAN RAMAH ANAK

Sesi 7: Pelecehan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang dia lihat. Istilah yang sering didengar yaitu chidren see children

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

PERLINDUNGAN HAK ANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang lain, sehingga

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

DEFENISI Keluarga : Unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di b

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

Transkripsi:

1 PERSEPEKTIF PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PERLINDUNGAN DIRI ANAK Oleh: Arumi Savitri Fatimaningrum, S.Psi., M.A. Perlindungan diri anak merupakan hal yang perlu kita galakkan pada masa sekarang ini. Maraknya kejahatan dan eksploitasi terhadap anak seperti kekerasan, bullying, penculikan, pelecehan seksual, penjualan, prostitusi, dan pornografi anak merupakan ancaman nyata yang tidak bisa ditutupi. Konsep perlindungan anak merupakan upaya untuk melindungi individu yang berusia 0-17 tahun, dimulai sejak masih berupa janin dalam kandungan. Berdasarkan Pasal 28B Ayat (2) Amandemen Kedua UUD 1945 tertanggal 18 Agustus 2000, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kebanyakan yang menjadi korban kejahatan dan eksploitasi adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), anak dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi dan sosial, anak dari kelompok minoritas, anak dengan orangtua tunggal, anak dengan orangtua yang memiliki ketergantungan terhadap alkohol dan narkoba, serta gangguan psikiatrik lainnya. Pada dasarnya perlindungan diri anak merupakan upaya promotif dan preventif yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas hidup masyarakat, khususnya anak. Upaya ini dilakukan sebagai pencegahan agar tidak terjadi kejahatan dan eksploitasi terhadap diri anak. Usaha ini dilakukan secara makro dalam lingkup masyarakat, tidak hanya sebagai usaha individu, keluarga, maupun kelompok. Dengan demikian, perlindungan anak membutuhkan kesadaran masyarakat agar dapat menjadi budaya yang terus dikembangkan. Kegiatan promotif melalui tiga cara, yaitu advokasi, mediasi, dan pemberian keterampilan. Sementara kegiatan preventif dilakukan melalui tindakan pencegahan dan perlindungan khusus, dalam hal ini terkait dengan kejahatan dan eksploitasi terhadap anak. Tidak ada usia yang terlalu muda bagi seorang anak untuk mulai diperkenalkan dengan upaya perlindungan diri. Idealnya, perlindungan diri mulai dikenalkan pada saat anak berusia 3-5 tahun. Hal ini disebabkan karena pada rentang usia tersebut, seorang anak mulai berinteraksi dengan dunia di luar keluarga. Selain itu, kemampuan kognitifnya juga sudah berkembang untuk memahami konsep perlindungan diri. Perlindungan diri pada dasarnya merupakan

2 pembentukan karakter yang dilakukan oleh lingkungan terdekat anak, yaitu keluarga dan sekolah. Pendidikan dalam Keluarga Keluarga merupakan sistem kehidupan yang paling dekat dan signifikan dalam meletakkan dasar-dasar perlindungan diri bagi anak. Hal ini dilakukan keluarga, terutama orangtua, dalam kegiatan pengasuhan sehari-hari. Berikut ini adalah beberapa pengembangan dari konsep Moh. Shochib (2010) terkait dengan upaya orangtua dalam membentuk karakter anak: a. Penataan lingkungan fisik Secara sederhana, penataan lingkungan fisik tempat tinggal dapat menjadi salah satu dasar pembentukan karakter anak. Anak diberi peran dan dilibatkan orangtua dalam mengatur lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini terutama terjadi pada anak yang mulai beranjak dewasa. Hal ini bukan berarti setiap anak perlu memiliki kamar sendiri yang privat. Rasa nyaman tetap dapat muncul jika anak diberi peran untuk menata ruang publik seperti ruang tamu, ruang keluarga, maupun ruang makan. Dengan demikian anak memiliki rasa memiliki dan senantiasa menjadikan rumah sebagai tempat yang paling nyaman. b. Penataan suasana psikologis dalam keluarga Selain hal-hal yang bersifat fisik, hal lain yang perlu dibina adalah suasana psikologis dalam keluarga. Orangtua dan anak saling membina suasana kebersamaan, kedekatan, keakraban, komunikasi, keterbukaan, dan kesatuan keluarga. Salah satu yang memungkinkan terwujudnya suasana-suasana tersebut adalah hubungan orangtua yang harmonis. Hubungan harmonis tersebut dengan sendirinya akan menimbulkan rasa perlindungan dan keamanan pada diri anak. Dengan demikian anak akan terus mengasah kepekaan psikologis dan emosional. Sehingga meskipun orangtua tidak hadir secara fisik, anak merasakan kehadiran mereka dan membantunya dalam bersikap sehari-hari. c. Penataan lingkungan pendidikan Keluarga merupakan wadah penanaman pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan (transfer of knowledge and values). Untuk dapat melakukan hal ini, orangtua perlu menghayati dunia anak, dalam artian metode dan cara yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Orangtua perlu memahami selera, dinamika, kebutuhan, pikiran, dan keinginan anak. Pemaksaan

3 kehendak dan cita-cita merupakan hal yang paling harus dihindari orangtua. Orangtua perlu mempersiapkan diri untuk memahami dan mengerti motivasi belajar yang dapat terus berubah seiring pertambahan usia anak. d. Penataan lingkungan sosial Sikap dan perilaku anak dipelajari melalui imitasi dan identifikasi terhadap perilaku orang tua dalam kehidupan sehari-hari baik di dalam maupun di luar lingkungan tempat tinggal. Anak tidak hanya mempelajari hal-hal positif yang sengaja diajarkan orangtua kepadanya. Namun secara tidak sadar, anak juga dapat menirukan hal-hal yang sebenarnya orangtua tidak ingin anaknya lakukan. Anak mempelajari interkasi sosial ini melalui segala bentuk komunikasi baik verbal maupun non verbal yang dilakukan orangtua, termasuk sentuhan, gerakan, dan ekspresi perasaan yang ditampilkan orangtua. e. Penataan sosiobudaya keluarga Setiap keluarga perlu memiliki kesepakatan dan aturan yang disusun bersama. Hal ini terkait dengan penataan lingkungan fisik, psikologis, pendidikan, dan juga sosial yang telah dibahas sebelumnya. Kesepakatan dan aturan masingmasing keluarga akan bervariasi dipengaruhi oleh latar belakang budaya, ekonomi, pendidikan, sosial, dan juga keadaan geografis lingkungan tempat tinggal. Pada prinsipnya, setiap keluarga perlu memiliki kesepakatan dan aturan agar dapat mengembangkan rasa saling menghargai dengan orang lain. f. Nilai moral yang dipegang Selain kesepakatan dan aturan yang disusun bersama-sama antar anggota keluarga, orangtua juga perlu melakukan penanaman dasar-dasar agama sebagai pedoman hidup sehari-hari. Nilai-nilai moral dan agama merupakan benteng pencegahan dari penyimpangan-penyimpangan perilaku. Jadi meskipun orangtua tidak mengawasi secara langsung perilaku anak, tetapi anak sendiri sudah memiliki pegangan yang membatasi dirinya dengan perilaku-perilaku yang menyimpang. Usaha yang dapat dilakukan orangtua adalah menerapkan nilai-nilai moral dan agama tersebut secara konsisten dan teratur dalam kehidupan seharihari. g. Dialog dalam keluarga Dialog merupakan proses komunikasi yang terjalin secara dua arah. Dalam proses dialog perlu dibina suasana saling menghargai agar tidak terjadi pemaksaan kehendak atau pendapat dari pihak. Dialog merupakan salah satu

4 proses transfer of knowledge dalam suasana yang akrab dan terbuka. Orangtua mengajak anak untuk mendiskusikan pilihan-pilihan yang dapat diambil beserta konsekuensi yang mengikutinya. Dengan demikian diharapkan anak memiliki bekal pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk mengambil keputusan sendiri di kemudian hari. h. Perilaku orangtua saat bertemu dengan anaknya Perilaku yang hangat dan terbuka perlu selalu dikembangkan orangtua dalam kegiatan sehari-hari. Saat ini, muncul kecenderungan bahwa orangtua merupakan teman atau sahabat anak. Pola interaksi hierarki di mana anak harus taat dan patuh sepenuhnya kepada orangtua tidak dapat lagi diterapkan. Jika hal ini dilakukan orangtua, anak yang beranjak dewasa akan memberontak dan memilih untuk lebih banyak berada di luar rumah. Hal ini jelas menjadi ancaman yang nyata terkait dengan kejahatan dan eksploitasi terhadap anak. i. Kontrol orangtua terhadap perilaku anak Adanya keterbukaan dan kebebasan dalam interaksi orangtua dan anak bukan berarti anak bebas berperilaku. Orangtua tetap memiliki hak untuk melakukan kontrol terhadap anak. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah cara yang dilakukan orangtua sebaiknya tidak otoriter atau berbentuk interogasi terhadap kegiatan anak. Semakin bertambahnya usia anak, orangtua perlu menerapkan pola asuh autoritarian di mana anak diberikan hak, tetapi juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhinya. Hal ini dapat terbentuk dengan mudah apabila anak menaruh kepercayaan dan menghargai kewibawaan orangtua. Konsep Perlindungan Diri Anak Berdasarkan factsheets yang disusun oleh Family Planning Queensland (2009) terdapat tujuh konsep yang yang perlu diperhatikan dalam menanamkan perlindungan diri pada anak. Ketujuh konsep tersebut adalah harga diri (selfesteem), asertivitas (assertiveness), kesadaran akan tubuh (body awareness), memahami bentuk-bentuk hubungan (understanding relationships), memahami aturan tentang sentuhan (identifying the rules about touch), memahami perasaan yang muncul (understanding feelings), dan mengetahui apa yang harus dilakukan jika aturan tersebut terlanggar (knowing what to do if the rules are broken).

5 1. Harga diri Harga diri merupakan karakter yang terbentuk dengan tidak disadari di dalam diri individu. Harga diri terbentuk dalam lingkungan keluarga dan juga interaksi anak dengan lingkungan sekitarnya. Apabila keluarga telah membentuk harga diri yang kuat maka anak akan cenderung lebih kuat dalam menghadapi permasalah di luar rumah. Harga diri terbentuk karena seseorang merasa bermakna, diterima, dan dicintai oleh lingkungannya. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar dari korban kekerasan dan eksploitasi anak berasal dari keluarga broken home. Individu-individu yang berasal keluarga bermasalah umumnya akan mencari perhatian dan kasih sayang dari luar keluarga. Untuk itu, agar seorang anak memiliki harga diri yang kuat, orangtua perlu menanamkan perasaan bermakna, diterima, dan dicintai apa adanya. 2. Asertivitas Asertivitas dapat diartikan sebagai ketegasan sikap. Asertivitas ini terkait dengan keberanian anak untuk menolak melakukan sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Seringkali anak merasa perlu melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak membuatnya nyaman hanya agar diterima oleh lingkungannya. Asertivitas dibentuk oleh harga diri yang kuat. Untuk itu orangtua perlu mendukung anak untuk mempercayai dirinya sendiri. Anak perlu dilatih untuk membuat keputusan sendiri dan pilihan yang nyata. Orangtua merupakan role model terbaik karena anak belajar melalui imitasi dan identifikasi terhadap lingkungannya. 3. Kesadaran akan tubuh Orangtua seringkali merasa tabu dan segan untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan seksualitas dengan anak karena ada anggapan bahwa anak masih belum cukup umur. Pada dasarnya anak perlu mengenal nama-nama dan fungsi dari bagian tubuhnya, baik bagian tubuh yang bersifat terbuka maupun bersifat pribadi. Yang perlu dilakukan orangtua adalah memberi informasi kepada anak. Orangtua tidak perlu takut memberikan penjelasan yang terlalu banyak karena anak hanya akan menangkap informasi yang dapat mereka pahami. Informasi yang diberikan kepada anak perlu diberikan secara positif, faktual, dan singkat. Yang dimaksud dengan informasi positif adalah difokuskan pada kemampuan anak untuk melindungi diri dan srategi yang dapat dilakukan, bukan konsekuensi dari tindakan tersebut. Informasi perlu disajikan dengan

6 faktual atau apa adanya. Anak tidak perlu ditakuti dengan keberadaan orang asing, yang penting anak dibekali dengan langkah-langkah perlindungan diri yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Pemberian informasi dilakukan melalui percakapan antara orangtua-anak yang berlangsung singkat dan teratur. Hal ini akan lebih baik daripada hanya dilakukan satu kali dengan begitu banyak informasi. 4. Mengenali bentuk-bentuk interaksi Pelaku kejahatan maupun eksploitasi terhadap anak seringkali bukan orang yang asing dari kehidupan anak. Pelaku bisa saja orang yang memang berhubungan langsung dengan kehidupan anak, seperti guru, pelatih olahraga, dan sebagainya. Untuk itu anak perlu dibekali pengetahuan apakah interaksi yang terjalin antara orang dewasa dengan si anak masih tergolong wajar atau tidak. 5. Memahami aturan yang berkaitan dengan sentuhan Dalam interaksi yang terbina dengan orang dewasa di atas, seringkali terjadi kontak fisik yang tidak bisa dihindari. Hal inilah yang menyebabkan pentingnya kesadaran anak akan tubuh (body awareness). Anak perlu memahami bagian-bagian tubuh mana saja yang wajar jika terjadi kontak fisik dan bagian tubuh mana yang bersifat privat. Anak perlu mengenal berbagai jenis sentuhan dan dapat membedakan apakah sentuhan tersebut bermakna menyayangi, berteman, membantu, atau seksual. Anak perlu mewaspadai jika sentuhan yang terjadi sudah bermakna seksual. Memahami aturan ini dapat membantu anak waspada dengan hak dan tindakan yang perlu dilakukan selanjutnya. 6. Mengenali perasaan yang muncul Seringkali anak belum mampu mengidentifikasi sentuhan-sentuhan yang tidak wajar di atas. Untuk itu, anak perlu dilatih untuk mengenali dan menyadari jika muncul perasaan-perasaan yang aneh. Perasaan-perasaan aneh seperti takut, bingung, atau sedih seringkali diikuti oleh reaksi tubuh seperti denyut jantung yang cepat, berkeringat, menangis, dan gemetar. Jika hal ini terjadi dapat dianggap sebagai tanda bahaya (alert sign) dari interaksi anak dengan orang dewasa tersebut. Untuk itu anak perlu dibekali cara dan kemauan untuk menyampaikan perasaan aneh ini kepada orang yang mereka percayai.

7 7. Mengetahui apa yang harus dilakukan jika aturan tentang sentuhan terlanggar Anak kadang mengalami kesulitan dalam menyampaikan kejadian maupun perasaan yang muncul. Untuk itu orangtua harus mempercayai instingnya atau tanda-tanda lain yang menunjukkan perubahan perilaku anak dan segera mengajak anak berbicara secara privat. Jika orangtua melihat tanda-tanda perubahan tersebut maka sebaiknya orangtua menyediakan waktu untuk berbicara dengan anak, menyediakan waktu untuk mendengarkan anak, memahami perasaan anak, mempercayai dan menghargai anak, memberikan jaminan bahwa anak dapat meminta bantuan dari orangtua, dan memastikan anak mengetahui jika orangtua mencintainya. Hal terpenting yang harus dilakukan orangtua adalah tetap tenang, tidak panik, dan menahan diri untuk tidak menampilkan ekspresi shock atau menghina, hal ini dapat membuat anak merasa telah melakukan kesalahan. Orangtua juga harus menekankan bahwa apapun yang terjadi bukan merupakan salah si anak. Selain itu, orangtua juga tidak boleh membuat janji yang tidak dapat ditepati, seperti berjanji tidak memberi tahu orang lain atau berjanji jika hal tersebut tidak akan terulang kembali. Hal ini karena masalah tersebut harus ditindaklanjuti dengan mencari bantuan dari pihak lain, baik untuk anak maupun untuk orangtua sendiri terutama jika mengalami guncangan emosional. Penutup Perlindungan diri merupakan salah satu upaya promotif dan preventif terhadap ancaman kejahatan dan eksploitasi terhadap anak. Tidak ada batasan usia yang terlalu awal untuk menanamkan perlindungan diri pada anak. Konsep perlindungan diri dilakukan pada lingkungan yang terdekat dengan anak, yaitu keluarga dan sekolah. Orangtua merupakan kunci utama dalam menanamkan konsep-konsep sehingga anak dapat melakukan sendiri upaya perlindungan diri.

8 Referensi Family Planning Queensland. (2009). A Child s Right to be Safe: Teaching Selfprotection. Diunduh dari http://www.essentialbaby.co.au/kids/caring-forkids/a-childs-right-to-be-safe-teaching-selfprotection-20090415-a6sh.html Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. (2000). Amandemen Kedua UUD 1945. Tanggal 18 Agustus 2000. Jakarta: MPR RI. Moh. Shochib. (2010). Pola Asuh Orangtua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Phil. (2013). Life Strategies: Protecting Your Children. Diunduh dari http://drphil.com/articles/article/84