Prosiding BEBAN Mathematics KOGNITIF and SISWA Sciences Forum SMA 2014 PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI... ISBN 978-602-0960-00-5 475 BEBAN KOGNITIF SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI INTERDISIPLIN BERBASIS DIMENSI BELAJAR Adi Rahmat 1,3, Soesy Asiah Soesilawaty 1, Rifka Fachrunnisa 1, Susanti Wulandari 1, Yati Suryati 2, Heni Rohaeni 2 1 Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan Indonesia 2 SMA Negeri 24 Bandung adirahmat_upi@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran beban kognitif siswa pada pembelajaran biologi interdisiplin berbasis dimensi belajar. Strategi pembelajaran dikembangkan dengan mengacu pada lima dimensi belajar, yaitu sikap dan persepsi positif, perolehan dan integrasi pengetahuan, perluasan dan penghalusan pengetahuan, menggunakan pengetahuan secara bermakna, dan kebiasaan berfikir produktif. Pembelajaran dilakukan pada satu kelas II IPA di SMAN Negeri 24 Bandung selama empat pertemuan (@ 2 x 45 menit) pada materi sistem ekresi yang dihubungkan dengan materi fisika dan kimia pada konsep-konsep terkait. Beban kognitif siswa diukur pada tiga komponen, yaitu kemampuan analisis informasi untuk menggambarkan instrisic cognitive load (ICL), usaha mental siswa untuk menggambarkan extraneous cognitive load (ECL), dan kemampuan berfikir interdisiplin siswa untuk menggambarkan germane cognitive load (GCL). Kemampuan analisis informasi diukur dengan instrumen task complexity yang disusun dalam bentuk pertanyaan dalam LKS (student worksheet). Usaha mental diukur dengan angket berbentuk subjective rating scale menggunakan skala Likert. Kemampuan berfikir interdisiplin diukur pada dua komponen interdisiplin, yaitu kesadaran kritis dengan tes uraian dan kemampuan integrasi pengetahuan dengan tes pilihan ganda. Pengembangan tes kemampuan berfikir interdisiplin didasarkan pada indikator standar berfikir kompleks (Marzano et al. 1993). Data penelitian menunjukkan bahwa kemampuan analisis informasi sangat tinggi yang berarti ICL berada pada rentang memori kerja, usaha mental siswa rendah yang berarti ECL juga rendah, dan kemampuan berfikir interdisiplin cukup tinggi dan menggambarkan besarnya GCL. Hasil perhitungan korelasi antara ketiga komponen yang diukur menunjukkan suatu korelasi negatif antara ICL dengan ECL (r 2 =-0,225) dan antara ECL dengan GCL (r 2 =-0,542), sedangkan antara ICL dengan GCL korelasinya positif (r2=0,314). Hasil ini menggambarkan bahwa GCL yang diperoleh siswa lebih diakibatkan ICL, bukan karena sebagai akibat ECL, sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa berada pada beban kognitif rendah pada saat mengikuti pembelajaran biologi interdisiplin dengan belajar. Kata Kunci: beban kognitif, pembelajaran biologi interdisiplin, dimensi belajar I. PENDAHULUAN Teori belajar merupakan bagian penting dalam bidang psikologi dan pendidikan agar dapat maju dan berkembang serta menyelesaikan masalah-masalah yang ditemukan dalam lingkup kedua bidang tersebut. Bidang pendidikan menjadikan teori belajar sebagai dasar untuk membentuk suatu kurikulum maupun suatu asesmen. Teori-teori yang berkembang dalam bidang pendidikan tidak terlepas dari kajian teori dalam bidang psikologi. Bahkan hampir semua teori-teori yang berkembang dalam bidang pendidikan merupakan hasil adaptasi dari bidang psikologi, mulai dari teori behavioristic atau disebut juga sebagai teori belajar tradisional hingga teori cognitivistic atau yang disebut juga sebagai teori belajar modern, yang banyak dikaji sampai saat ini. Penelitian ini mengkaji dua teori yang merupakan hasil adaptasi dari kajian bidang psikologi. Kedua teori tersebut adalah teori beban kognitif dan teori meta-analisis. Teori beban kognitif merupakan teori yang pertama kali dikembangkan dalam dunia psikologi. Namun penerapannya dalam bidang pendidikan mulai mendapat banyak mendapat perhatian pakar pendidikan sejak tahun tahun 1988. Sweller (1988) menyebutkan bahwa jika dalam suatu pembelajaran terdapat tugas-tugas yang membebani sistem kognitif siswa maka akan menimbulkan beban kognitif. Teori beban kognitif terdiri atas tiga komponen yang saling berkaitan. Ketiga komponen tersebut adalah intrinsic cognitive load (ICL), extraneous cognitive load (ECL) dan germane cognitive load (GCL). ICL berkaitan dengan pemrosesan internal dalam sistem
476 [PENDIDIKAN BIOLOGI] kognitif, sedangkan ECL berkaitan dengan usaha mental yang dilakukan seseorang. Kedua komponen ini sangat terkait erat dengan besarnya GCL yang diperoleh seoranag peserta didik. Besarnya ICL dan ECL yang dimiliki seseorang sangat terkait erat dengan baik buruknya suatu strategi pembelajaran (Paas et al, 2003; Kalyuga, 2010). Beban kognitif seorang peserta didik dapat dikatakan turun atau rendah apabila pembelajaran dapat memfasilitasi siswa dalam mengatur ketiga komponen beban (Paas et al, 2003). ICL merupakan beban yang terbentuk akibat kompleksitas materi ajar yang tinggi serta materi tersebut memiliki interkoneksi yang tinggi. Suatu strategi pembelajaran dapat dikatakan baik apabila ketika pembelajaran berlangsung apabila level ICL berada pada kategori cukup (Meissner & Bogner, 2013). Keberadaan ICL ini dapat ditelusuri dengan melakukan pengukuran terhadap kemampuan peserta didik dalam menganalisis informasi yang tersaji dalam materi ajar (Hindriana & Rahmat, 2012). Semakin tinggi kemampuan peserta didik dalam menganalisis informasi, semakin rendah ICL yang dimiliki peserta didik tersebut. Rendahnya ICL ini sebagai akibat kapasitas memori kerja yang dimiliki peserta didik tersebut telah mencukupi untuk mengolah informasi yang diberikan, sehingga dapat membentuk skema-skema kognitif untuk disimpan dalam memori jangka panjangnya (Sweller 2005). Jika materi pembelajaran berada dalam kapasitas memori kerja peserta didik maka intrinsic processing (pemrosesan internal) akan berada dalam keadaan normal, sehingga peserta didik menganggap bahwa pembelajaran yang disampaikan mudah. Besar memori kerja seseorang sangat ada hubungannya dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki (Moreno & Park, 2010). Penggunaan pengetahuan awal bersamasama dengan intelegensi yang optimal bermanfaat dalam memroses informasi (Plass et al., 2010) ECL merupakan beban kognitif yang terbentuk akibat faktor lain dalam pembelajaran, selain dari materi ajar, misalnya iklim kelas maupun strategi pembelajaran yang diberikan (Sweller, 2010). Meissner & Bogner (2013) mengungkapkan bahwa beban ini merupakan beban yang tidak berguna bagi pembelajaran, sehingga level keberadannya seharusnya dikurangi. Menurut Hindriana & Rahmat(2012) ECL dapat ditelusuri dengan pengukuran usaha mental karena usaha mental merupakan suatu usaha yang dilakukan selain dari menggunakan kapasistas sistem kognitif. Contoh nyata usaha mental dalam pembelajaran adalah bertanya, mencontek dan menjawab asal. Semakin tinggi usaha mental yang dilakukan siswa maka semakin tinggi pula ECLnya. GCL merupakan beban yang penting pada proses belajar. Beban ini disebut juga sebagai beban efektif karena beban yang dihasilkan merupakan beban untuk mengkontruksi skema kognitif. Skema kognitif berisi informasi-informasi yang saling berhubungan. Skema ini merupakan modal yang digunakan peserta didik, misalnya dalam memecahkan masalah dan menganalisis sistem. GCL dapat dipengaruhi oleh ICL maupun ECL. ICL memiliki pengaruh yang langsung terhadap pembentukan GCL sedangkan ECL tidak berpengaruh langsung. Keberadaan GCL dapat ditelusuri dengan tes penalaran (Hindriana & Rahmat, 2012). Salah satu jenis tes penalaran yang dilakukan pada penelitian ini adalah tes untuk kemampuan berpikir interdisipliner. Haslam dan Hamilton (2009) menjelaskan bahwa salah satu yang dapat menurunkan beban kognitf peserta didik adalah pembelajaran terintegrasi. Pembelajaran terintegrasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengkoneksikan materi ajar biologi dengan materi bilogi lainnya, fisika dan kimia, sehingga menjadi suatu pembelajaran biologi interdisiplin. Strategi pembelajaran dikembangkan dengan menggunakan karangka instruksional berbasis dimensi belajar dari Marzano (1992). Dimensi belajar dikembangkan dari teori meta-analisis yang juga merupakan pengembangan dari tahapan proses berfikir (Marzano, 1994). Terdapat lima dimensi yang seharusnya dilalui oleh siswa dalam suatu pembelajaran. Kelima dimensi tersebut adalah 1) sikap dan persepsi yang positif, 2) memeroleh dan mengintegrasikan pengetahuan, 3) memperluas dan memperhalus pengetahuan, 4) menggunakan pengetahuan secara bermakna, dan 5) kebiasaan berpikir produktif. Kelima dimensi-dimensi belajar
BEBAN KOGNITIF SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI... 477 tersebut saling berhubungan dengan dimensi 1 dan dimensi 5 dapat menjadi dasar terbentuknya dimensi-dimensi berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran besarnya beban kognitif peserta didik dalam sebuah pembelajaran biologi interdisiplin yang dikembangkan atas dasar teori psikologi kognitif dan teori pembelajaran terintegrasi yang berbasis pada meta-kognitif. II. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskripsif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran beban kognitif siswa pada pembelajaran biologi interdisiplin dengan belajar. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 24 Bandung, sebagai salah satu SMA favorit yang masuk ke dalam cluster 1 di Kota Bandung. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA. Materi biologi interdisiplin yang diajarkan dikembangkan dari materi sistem eksresi yang dihubungkan dengan konsep-konsep fisika, kimia, dan biologi lain yang terkait sistem ekstresi. Pembelajaran dilaksanakan selama 4 x 90 menit. Langkah pembelajaran terdiri atas empat tahap yang diakomodasi dari lima dimensi belajar yang dikembangankan Marzano (1992). Keempat tahap tersebut adalah 1) penyajian informasi untuk mengakomodasi dimension 1 (sikap dan persepsi positif) dan dimensi 2 (memeroleh dan mengintegrasikan pengetahuan), 2) stimulasi pengetahuan awal untuk mengelaborasi dimensi 2 (memeroleh dan mengintegrasikan pengetahuan), 3) analisis dan tranformasi pengetahuan untuk mengelaborasi dimensi 3 (memperluas dan menghaluskan pengetahuan), dan 4) internalisasi pengetahuan untuk mengakomodasi dimensi 4 (menggunakan pengetahuan secara bermakna). Tahap satu sampai dengan tiga dilaksanakan dengan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, pemodelan, dan penugasan, sedangkan pada tahap keempat dilaksanakan melalui kegiatan praktikum dengan open ended inquiry agar siswa memiliki lebih banyak kesempatan dalam menggunakan pengetahuannya. Beban kognitif siswa diukur berdasarkan indikator komponen beban kognitif. ICL diukur dengan menggunakan pertanyaanpertanyaan analisis informasi yang menggambarkan suatu bentuk task complexity (Bruenken et al, 2010). Pertanyaan-pertanyaan tersebut dikemas dalam bentuk lembar kerja siswa. ECL diukur melalui angket subjective rating scale (Bruenken, et al, 210) berbasis skala Likert yang menggambarkan usaha mental siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Penyataan-pernyataan dalam angket disesuaikan dengan task complexity yang digunakan untuk mengukur ICL. GCL diukur melalui soal-soal kemampuan berfikir interdisiplin dengan menggunakan dua aspek dari tiga aspek berfikir interdisiplin yang kembangkan Golding (2009). Kedua indikator kemampuan berfikir interdisiplin yang digunakan adalah kemampuan memutahirkan pengetahuan melalui integrasi konsep (advancement through integration) dan kesadaran kritis (criticcal awareness) terhadap suatu permasalahan untuk diselesaikan secara interdisiplin. Data hasil pengukuran dianalis melalui uji korelasi dan dinterpretasikan sesuai karakter komponen beban kognitif (Rahmat & Hindriana, 2014). III. HASIL DAN DISKUSI Sesuai teori beban kognitif terdapat tiga komponen yang saling berhubungan, yaitu ICL, ECL dan GCL. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kemampuan siswa dalam melakukan analisis informasi dari materi ajar yang dibahas selama pembelajaran berlangsung diperoleh skor rata-rata yang cukup tinggi, hampir mendekati 90 (Gambar 1). Tingginya kemampuan siswa dalam melakukan analisis informasi menunjukkan besarnya proses kognitif (instrinsic processing) yang terjadi dalam diri siswa. Oleh karena besarnya ICL berbanding terbalik dengan kemampuan analisis informasi (Sweller, 1994; Moreno & Park, 2010; Sweller, 2010), maka kemampuan analisis informasi yang cukup tinggi ini menunjukkan rendahnya ICL yang dimiliki siswa. Rendahnya ICL ini menunjukkan bahwa proses-proses kognitif yang dilakukan masih berada dalam rentang kapasitas memori kerja siswa. Rendahnya ICL ini ada kaitannya dengan strategi pembelajaran yang digunakan. Dalam penelitian ini penggunaan stimulasi pengetahuan awal pada tahap 2 dapat membuka long term memory, sehingga siswa dapat memperlebar kapasitas memori
478 [PENDIDIKAN BIOLOGI] kerja. Dampaknya, siswa dapat dengan mudah mencerna materi yang disampaikan karena telah memiliki pengetahuan awal yang sebelumnya tersimpan dalam long term memory. Stimulasi pengetahuan awal melalui pertanyaan dan tugas, khususnya untuk membuka kembali konsep-konsep fisika, kimia, dan biologi yang pernah diajarkan guru, sangat membantu siswa dalam melakukan analisis informasi materi ajar baru dalam pembelajaran biologi interdisiplin. Hasil pengukuran terhadap ICL di atas tampaknya telah berbanding terbalik dengan hasil pengukuran terhadap ECL yang digambarkan melalui usaha mental siswa. Dari gambar 4 terlihat bahwa besarnya ratarata skor usaha mental siswa dalam mahami materi ajar interdisiplin yang diberikan berada jauh di bawah rata-rata skor kemampuan analisis informasi. Besarnya skor usaha mental ini menggambarkan besarnya ECL. Suatu pembelajaran yang baik akan menghasilkan besarnya usaha mental yang berbanding terbalik dengan besarnya kemampuan analisis informasi (Sweller, 1994). ECL yang besar akan sangat penting bila dalam pembelajaran siswa memiliki ICL yang tinggi atau kemampuan analisis yang rendah. Sebaliknya, bila ICL rendah maka ECL menjadi kurang berarti karena total beban kognitif siswa tidak akan melebihi kapasitas memori kerjanya (Paas et al, 2003). Berdasarkan penyataan ini, maka pembelajaran biologi interdisiplin dengan belajar yang dilaksanakan dalam penelitian ini telah dapat menghasilkan ICL yang berada pada rentang kapasitas memori kerja siswa dengan ECL yang rendah. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Kemampuan Menganalisis Informasi Usaha mental Kemampuan Berpikir Interdisipliner Gbr 1. Komponen beban kognitif siswa SMA pada pembelajaran biologi interdisiplin dengan strategi pembelajaran berbasis dimensi belajar Pada gambar 1 tampak bahwa GCL siswa sudah cukup tinggi untuk menggambarkan kemampuan berfikir interdisiplin pada dua aspek yang diukur, karena dalam penelitian ini besarnya GCL siswa sama dengan besarnya kemampuan berfikir interdisiplin. Besarnya rata-rata kemampuan berfikir interdisiplin siswa sudah berada diatas skor 75 atau jauh di atas batas minimal 60 yang telah ditentukan. Tingginya kemampuan berfikir interdisiplin siswa ini tidak terlepas dari dimensi-dimensi belajar yang diterapkan pada setiap tahap pembelajaran, yang bertujuan untuk mewujudkan pembelajaran yang menghasilkan pengetahuanpengetahuan yang bermakna. Selanjutnya, untuk melihat hubungan ketiga komponen beban kognitf dalam pembelajarn biologi interdisiplin ini dilakukan uji korelasi non parametrik dengan Spearman Rho karena data tidak berdistribusi normal. Hasil uji statistik Spearman Rho yang pertama menunjukkan adanya korelasi negatif antara usaha mental terhadap kemampuan analisis informasi dengan koefisien korelasi sebesar 0,225 dengan signifikansi rendah (Tabel 1). Sekalipun demikian, hasil uji korelasi ini menggambarkan kecenderungan yang sejalan dengan teori beban kognitif yang
BEBAN KOGNITIF SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI... 479 menyebutkan bahwa ECL memiliki pengaruh terhadap ICL namun pengaruhnya terjadi dengan arah yang berlawanan. Jika hasil kemampuan menganalisis informasi pada siswa mencapai level tinggi maka usaha mentalnya akan rendah (Sweller, 1994) atau apabila ICL rendah maka ECL menjadi kurang berarti dalam menghasilkan GCL (Paas et al, 2003). Korelasi negatif dengan signifikasi rendah juga terjadi antara usaha mental terhadap kemampuan berpikir interdisiplin dengan koefisien korelasi sebesar 0,542 (Tabel 1). Hasil uji korelasi ini menggambarkan kecenderungan bahwa semakin tinggi kemampuan berfikir interdisiplin akan diikuti dengan semakin rendahnya usaha mental siswa. Hasil ini secara tidak langsung juga menggambarkan bahwa kemampuan berfikir interdisiplin yang dimiliki siswa sebagian besar bukan karena usaha mental (ECL) yang dilakukannya, tetapi lebih dikarena kemampuan siswa dalam menganalis informasi (ICL). Hal ini ditunjang dengan hasil uji korelasi antara kemampuan analisis terhadap kemampuan berfikir interdisiplin siswa yang menunjukkan adanya korelasi pisitif dengan koefisien korelasi sebesar 0,314, sekalipun signifikansinya masih rendah (Tabel 1). Dengan demikian, pembelajaran biologi interdisiplin yang dilaksanakan dengan belajar telah dapat mengakomodasi bagaimana seharusnya siswa memproses pengetahuan melalui sistem kognitifnya (Marzano, 1992). Sesuai dengan teori beban kognitif, suatu pembelajaran yang efektif dan efisien harus dapat membangun suatu kondisi belajar dimana memori kerja siswa terjaga dalam batas-batas kapasitasnya (Kalyuga, 2011). Berdasarkan data hasil penelitian sebagaimana diuraikan di atas, tampaknya tuntutan teori beban kognitif tersebut sudah dapat terakomodasi dengan implementasi belajar. Hasil penelitian telah menunjukan bahwa interferensi dengan kerangka instruksional berperan dalam mengendalikan dua komponen beban kognitif, yaitu ECL dan ICL. Implementasi strategi pembelajaran berbasis dimensi belajar telah dapat memfasilitasi terjadi instrinsic processingyang lebih besar dalam sistem kognitif siswa, sehingga dapat mengurangi usaha-usaha mental lain diluar proses kognitif. Stimulasi pengetahuan awal yang dilaksanakan pada tahap 2 diduga telah menjadi kunci utama dalam membuka ruang memori kerja siswa sehingga batas-batas kapasitasnya memadai untuk mencerna informasi interdisiplin yang diberikan. Kemampuan interdisiplin siswa yang tinggi dapat terjadi lebih karena peran ICL dari pada ECL yang dimiliki siswa, sehingga dapat dikatakan siswa telah belajar dengan beban kognitif yang rendah. Tabel 1. Hasil uji korelasi Spearman Rho antar komponen beban kognitif No Hubungan antar Komponen. 1 Usaha mental terhadap kemampuan menganalisis informasi 2 Kemampuan menganalisis informasi terhadap kemampuan berpikir interdisipliner 3 Usaha mental terhadap kemampuan berpikir interdisipliner Koefisien Signifikansi Korelasi (r 2 ) -0.225 Rendah; p 0,05 0.314 Rendah; p 0,05-0.542 Rendah; p 0,05
480 [PENDIDIKAN BIOLOGI] IV. KESIMPULAN Pembelajaran biologi interdisiplin berbasis dimensi belajar telah dapat mengoptimalkan ICL sesuai kapsitas memori kerja dan mengurangi ECL siswa. Kemampuan berfikir interdisiplin yang dimiliki siswa terjadi karenakan instrinsic processing yang tinggi dalam sistem kognitif siswa, bukan karena besarnya ECL. Stimulasi pengetahuan awal telah menjadi kunci dalam membuka ruang memori kerja siswa yang dapat memfasilitasi terjadinya proses kognitif. Implementasi dimensi belajar pada setiap tahap pembelajaran telah memberikan peluang kepada siswa untuk dapat mengatur komponen-komponen beban kognitif yang dapat mendukung keberhasilan dalam pembelajaran biologi interdisiplin, berdampak pada rendahnya beban kognitif siswa selama pembelajaran berlangsung. PUSTAKA RUJUKAN Brünken, R., Seufert, T., & Paas, F. 2010. Measuring Cognitive Load. Dalam Plass J. L. Moreno R., & Brünken, R. (eds.). Cognitive Load Theory (hlm. 181 202). Golding, C. (2009). Intergrating the disciplines: Successful interdisciplinary subjects. Melbourne: Centre for the Study of Higher Education. Haslam, C. Y., & Hamilton, R. J. 2010. Investigating the Use of Integrated Instructions to Reduce the Cognitive Load Associated with Doing Praktical Work in Secondary School Science. International Journal of Science Education. 32 (13): 1715-1737. Hindriana, A. F. & Rahmat, A. 2012. Model pengintegrasian struktur tumbuhan pada fungsi tumbuhan untuk menurunkan beban kognitif dan mengembangkan pemanfaatan sumber daya alam alternatif dalam praktikum transpirasi tumbuhan. Prosiding SEMIRATA. BKS-PTN MIPA. FMIPA UNIMED. 11-12 Mei 2012. Kalyuga S. (2010). Schema Acquisition and Source of Cognitive Load. Dalam Plass J. L., Moreno R., & Brünken, R. (eds.). Cognitive Load Theory (hlm. 48 64). Kalyuga, S. 2011. Informing: A Cognitive Load Perspective. Informing Science: the International Journal of an Emerging Transdiscipline. 14 (1): 33-45. Marzano, R. J. 1992. A Different Kind of Classroom, Teaching with Dimension of Learning. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development. Meissner, B., & Bogner, F. X. 2013. Towards Cognitive Load Theory as Guideline for Instructional Design in Science Education. World of Journal Education. 3 (2): 24-37. Moreno R., & Park, B. 2010. Cognitive Load Theory: Historical Development and Relation to Other Theories, Dalam Plass J.L., Moreno R., & Brünken, R. (eds.). Cognitive Load Theory (hlm. 9 28), Paas, F., Tuovinen, J.E., Tabbers, H., Gerven, P. W. M. V. 2003. Cognitive Load Measurement as a Means to Advance Cognitive Load Theory. Educational Psychologist 28 (1): 63-71. Plass, J.L., Kalyuga, S., & Leutner, D. 2010. Individual Differences and Cognitive Load Theory, Dalam Plass J.L., Moreno R., & Brünken, R. (eds.). Cognitive Load Theory (hlm 65 90). Cambridge: Cambride University Press. Rahmat, A. & Hindriana, A.F. 2014. Beban Kognitif Mahasiswa dalam Pembelajaran Fungsi Terintegrasi Struktur Tumbuhan Berbasis Dimensi Belajar, Jurnal Ilmu Pendidikan, dalam proses. Sweller, J. (1988). Cognitive Load during Problem Solving: Effects on Learning. Journal of Cognitive Science. 12: 257-285. Sweller, J. 1994. Cognitive Load Theory: Learning Difficulty and Instructional Design. Journal of Learning and Instruction. 4: 295-312. Sweller, J. 2005. Implications of cognitive load theory for multimedia learning. Dalam Mayer, R.E. (Ed.), The Cambridge Handbook of Multimedia Learning (hlm. 19 30). New York: Cambridge University Press. Sweller, J. 2010. Cognitive Load Theory: Recent Theoretical Advances, Dalam Plass J. L., Moreno R., & Brünken, R. (eds.), Cognitive Load Theory (hlm. 29 47).