BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Bab ini memuat uraian teori-teori yang mendukung penelitian ini. Teori-teori

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Masing-masing akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Astika, 2011:76). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori ini sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan dunia bisnis di Negara tersebut. Dunia bisnis dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari laporan keuangan telah dijelaskan dalam Statement of

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. sebagai suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) meminta

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukkan tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan. dan dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. antara agen (manajemen) dengan pemilik (principal). Agen diberi wewenang oleh

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberi mandat kepada pihak lain, yaitu agen. Agen disini melakukan semua

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Dalam landasan teori ini dijelaskan mengenai teori yang mendasari atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (principal) meminta pihak lainnya (agent) untuk melaksanakan sejumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. kelangsungan hidup (going concern) usahanya melalui asumsi going. concern. Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu kontrak di mana satu orang atau lebih (prinsipal) meminta pihak lainnya

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup (going concern) usahanya. Kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan memperoleh laba (profit oriented). Menurut Anthony dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan pada suatu periode akan melaporkan semua kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian adalah kemampuan perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari variabel-variabel yang terdapat di dalam penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. auditee. Ada lima jenis pendapat auditor (IAI,2001), yaitu: 1. pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion),

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Jensen dan Meckling (1976) mengatakan hubungan agensi adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan suatu entitas bisnis merupakan ciri dari sebuah lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi perekonomian suatu negara dapat ditandai dengan pergerakan dunia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak terbatas (Syahrul,2000). Asumsi going concern memiliki arti bahwa

BAB II OPINI AUDIT GOING CONCERN DAN MODEL-MODEL PREDIKSI KEBANGKRUTAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan

BAB II LANDASAN TEORI. principal (pemilik usaha). Di dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS KEMAMPUAN ENTITAS DALAM MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUPNYA

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 telah berlangsung. AFTA merupakan kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah dilakukan oleh Warnida (2012), Yaitu faktot faktor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan ekonomi. (Standar Akuntansi Keuangan, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. likuiditas, dan pertumbuhan perusahaan terhadap opini audit going concern

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan telah menjadi financial supermarket dengan jaringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan operasional perusahaan, sehingga agen lebih banyak. dalam Aiisiah 2012). Agen diberi wewenang oleh prinsipal untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh laba atau profit

BAB I PENDAHULUAN. erat dengan perusahaan yaitu sebagai salah satu stakeholder. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Laporan keuangan menurut PSAK no.1 revisi 2009 (IAI, 2012) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk dapat survive melainkan harus mampu memiliki keunggulan bersaing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) adalah teori yang menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. usahanya dan tidak jarang perusahaan akan mengalami kebangkrutan jika tidak

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat pernyataan wajar dari auditor. Dalam melaksanakan proses

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan besar seperti Enron, Worldcom, Xerox dan lain-lain yang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (SPAP, 2004 alinea 1).

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang berbeda kepentingan. Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi akhir-akhir ini sebagai rangkaian dari krisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2002:11) auditing adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang yang kompeten dan independen.

BAB I pengecualian (Unqualified Opinion), namun pada tahun 2001

BAB II. Tinjauan Pustaka. Mulyadi (2002:11) mendefinisikan auditing : Berdasarkan definisi auditing tersebut terdapat unsur-unsur yang penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan instrumen penting yang harus disajikan oleh

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Dibagian ini akan dijelaskan teori-teori mengenai opini audit going

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tujuan perusahaan adalah dapat mempertahankan kelangsungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Jensen

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. atau lebih dan masing-masing pihak yang terlibat dalam kontrak mencoba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (going concern) usahanya melalui asumsi going concern. Tujuan dari keberadaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan mempertahankan kelangsungan usaha (going concern). Salah satu cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Agency theory menjelaskan hubungan antara agent (pihak manajemen suatu

BAB II OPINI AUDIT GOING CONCERN. Opini audit going concern merupakan opini audit yang diberikan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, auditor dalam melaksanakan tugasnya tidak hanya

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidupnya melalui asumsi going concern (

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik.

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 4, NO 2, Edisi Juni 2012 (ISSN : 2252_7826) JENIS-JENIS PENDAPAT AUDITOR (OPINI AUDITOR)

BAB I PENDAHULUAN. keberanian mengungkapkan kelangsungan (going concern) perusahaan klien.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 1999 menyatakan bahwa untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Memburuknya kondisi ekonomi Indonesia dan wilayah regional Asia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perusahaan merupakan mesin perekonomian yang sangat berperan

BAB I PENDAHULUAN. suatu daya tarik bagi para investor. Investor biasanya menginvestasikan dananya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. principal dengan agent yaitu wewenangan yang diberikan principal kepada agent

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan memperoleh laba (profit oriented). Laba menjadi tolok ukur

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. antara agen (pihak manajemen suatu perusahaan) dengan principal (pemilik).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Sebagai pemakai dan penyedia laporan keuangan, investor dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pertumbuhan perusahaan sangat meningkat di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (going concern) usahanya melalui asumsi going concern. Tujuan dari keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Auditor eksternal akan menghasilkan opini audit. Going concern merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus beroperasi secara berkesinambungan untuk suatu masa yang tidak tertentu

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka Bab ini memuat uraian teori-teori yang mendukung penelitian ini. Teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan ini adalah Teori Agensi, Auditing, Opini Audit, Opini Audit Going Concern, Leverage, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Audit Tenure, dan Reputasi Auditor. 2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (prinsipal) meminta pihak lainnya (agen) untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Jika kedua pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka maka ada kemungkinan bahwa agen tidak akan selalu bertindak untuk kepentingan terbaik prinsipal. Dengan tujuan memotivasi agen maka prinsipal merancang kontrak sedemikan rupa sehingga mampu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien merupakan kontrak yang memenuhi dua asumsi, yaitu sebagai berikut ini. 1) Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak 1

terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri. 2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Faktanya kontrak yang mengikat agen dan prinsipal tidak serta merta akan mengurangi munculnya masalah keagenan. Menurut teori keagenan dari Jensen dan Meckling (1976), permasalahan keagenan ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan dan informasi yang tidak lengkap (asymetry information) di antara pemilik perusahaan dengan agen. Prinsipal menginginkan hasil akhir keputusan yang menghasilkan laba sebesar-besarnya atau peningkatan nilai investasi dalam perusahaan. Agen pun pasti memiliki kepentingan pribadi yang ingin dicapai yakni penerimaan kompensasi yang memadai atas kinerja yang dilakukan. Kepentingan ekonomis yang berbeda bisa saja disebabkan ataupun menyebabkan timbulnya asimetri informasi (kesenjangan informasi) antara pemegang saham (stakeholders) dan manajemen. Informasi asimetri biasanya terjadi disebabkan karena pihak agen memiliki informasi keuangan yang dinilai lebih daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri kerena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power). Asimetri informasi merupakan kondisi dimana informasi yang terdapat dalam laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen tidak mencerminkan kondisi perusahaan sebenarnya. Sebagai hasilnya akan timbul yang dinamakan biaya 2

keagenan (agency cost) yang meliputi monitoring costs, bonding costs, dan residual losses (Jensen dan Meckling, 1976). 1) Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contoh biaya ini adalah biaya audit dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-aturan operasi. 2) Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen bertindak untuk kepentingan prinsipal, misalnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. Pemegang saham hanya akan mengijinkan bonding cost terjadi jika biaya tersebut dapat mengurangi monitoring cost. 3) Residual losses timbul dari kerugian yang diterima prinsipal atas keputusan agen yang tidak optimal. Konflik kepentingan antara para pihak tersebut dapat dijelaskan oleh Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan, yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (selfinterest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (riskaverse). Berdasarkan sifat dasar manusia tersebut manajer akan cenderung berperilaku oportunistik untuk kesejahteraan pribadinya. Di sisi lain prinsipal menginginkan pembagian deviden yang besar dari tingginya tingkat laba yang diperoleh perusahaan. 3

Informasi dalam laporan keuangan yang dapat menyesatkan pengambilan keputusan oleh pengguna memerlukan keterlibatan auditor sebagai pihak independen. Data-data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor (Komalasari, 2004). Teori agensi dengan penerimaan opini audit going concern memiliki kaitan yang erat karena auditor bertugas untuk melakukan pengawasan (monitoring) terhadap kinerja manajemen mengenai kesesuaian tindakannya dengan kepentingan prinsipal dalam mandatnya menjalankan usaha. Sarana pertanggung jawaban dalam bentuk laporan keuangan akan dievaluasi oleh auditor untuk menelusuri kemungkinan adanya asimetri informasi atau manipulasi data dan memberikan sebuah opini audit untuk mengungkapkan permasalahan going concern yang dihadapi perusahaan, apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Auditor haruslah menjadi pihak independen yang tidak mudah terpengaruh dengan tenure (lama perikatan audit klien dengan auditor), sehingga hasil pengawasan yang dilaksanakan merupakan bukti yang objektif. Hasil pengawasan yang dilakukan auditor adalah penerimaan opini kewajaran dalam laporan keuangan perusahaan dan pengungkapan kemampuan perusahaan dalam kelangsungan usahanya (going concern) (Sari, 2012). 4

2.1.2 Auditing ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) dalam Halim (2008:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti audit secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersiasersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Menurut Mulyadi (2008:9), secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi secara objektif mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Menurut Jusup, Al Haryono (2014:10) auditing atau pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Agoes, Sukrisno (2004:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan 5

pembukuan dan bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa auditing adalah proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi secara objektif, sehingga dapat ditentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan memberikan pendapat mengenai kewajaran pernyataan tersebut. Menurut Jusup, Al Haryono (2014:169) dalam setiap audit baik audit pada perusahaan besar maupun pada perusahaan kecil selalu terdapat empat tahapan kegiatan berikut ini. 1) Penerimaan penugasan audit Tahap awal suatu audit adalah mengambil keputusan untuk menerima (atau menolak) suatu kesempatan menjadi auditor untuk klien baru, atau untuk melanjutkan sebagai auditor bagi klien yang sudah ada. Mulyadi (2008:122) menyebutkan bahwa perikatan adalah kesempatan dua pihak untuk mengadakan suatu ikatan perjanjian. Dalam perikatan audit, klien yang memerlukan jasa auditor menyerahkan pekerjaan audit atas laporan keuangan kepada auditor dan auditor sanggup untuk melaksanakan pekerjaan audit tersebut berdasarkan kompetensi profesionalnya. Langkah-langkah yang ditempuh oleh auditor di dalam mempertimbangkan penerimaan perikatan audit dari calon kliennya adalah sebagai berikut. 6

a) Mengevaluasi integritas manajemen, b) Mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa, c) Menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit, d) Menilai independensi, e) Menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran profesional, f) Membuat surat perikatan audit. Tahap ini hanya melibatkan standar umum dari standar auditing yang perlu diterapkan. Pada umumnya keputusan untuk menerima (menolak) ini sudah dilakukan sejak enam bulan hingga sembilan bulan sebelum akhir tahun buku yang akan diperiksa (Jusup, Al Haryono 2014:169). 2) Perencanaan Audit Tahap kedua dari suatu audit menyangkut penerapan strategi audit untuk pelaksanaan dan penentuan lingkup audit. Perencanaan merupakan tahap yang cukup sulit dan menentukan keberhasilan penugasan audit. Pada tahap ini perlu diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing. Perencanaan audit biasanya dilakukan antara tiga hingga enam bulan sebelum akhir tahun buku klien. Tahapan yang ditempuh oleh auditor dalam merencanakan auditnya adalah sebagai berikut. a) Memahami bisnis dan industri klien, b) Melaksanakan prosedur audit, c) Mempertimbangkan tingkat materialitas awal, d) Mempertimbangkan risiko bawaan, 7

e) Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal, jika perikatan dengan klien berupa audit tahun pertama, f) Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan, g) Memahami pengendalian intern klien. 3) Pelaksanaan pengujian audit Tahap ketiga dalam audit laporan keuangan adalah melaksanakan pengujian audit. Tahap ini sering disebut juga sebagai pelaksanaan pekerjaan lapangan. Tujuan utama tahap audit ini adalah mendapatkan bukti audit mengenai efektivitas Struktur Pengendalian Intern (SPI) klien dan kewajaran laporan keuangannya. Pada tahap ini harus diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing. Pengujian ini dilakukan tiga sampai empat bulan sebelum akhir tahun buku hingga satu sampai tiga bulan sesudah akhir tahun buku klien. 4) Pelaporan Temuan Tahap keempat atau tahap terakhir dari suatu audit adalah pelaporan temuan. Laporan audit bisa berupa laporan standar yaitu laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau bisa juga menyimpang dari laporan standar. Pada tahap ini harus dilaksanakan standar umum dan standar pelaporan dari standar auditing. Laporan audit biasanya diterbitkan antara satu hingga tiga minggu setelah berakhirnya pekerjaan lapangan. Ada dua langkah yang dilaksanakan oleh auditor dalam pelaporan audit ini (Mulyadi, 2008:122), yaitu. 8

a) Menyelesaikan audit dengan meringkas semua hasil pengujian dan menarik simpulan. b) Menerbitkan laporan audit. 2.1.3 Opini Audit Laporan audit merupakan hasil dari pelaksanaan audit seorang auditor yang digunakan sebagai media komunikasi penyampaian informasi kepada pihak-pihak berkepentingan. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan (Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), 2013). Dalam SA 200 dijelaskan bahwa tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor bentuk baku terdiri dari sembilan bagian yakni judul laporan, pihak yang dituju, paragraf pendahuluan, tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan, tanggung jawab auditor, opini auditor, tanggung jawab pelaporan lainnya, tanda tangan auditor dan tanggal laporan auditor (Haryono Jusup, 2014). Khusus pada pargraf ketiga yakni paragraf pendapat dalam laporan auditor bentuk baku digunakan untuk menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan auditan. Pendapat auditor 9

menyatakan mengenai kewajaran laporan keuangan dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum berdasarkan keyakinan profesionalnya. Menurut Halim (2008:75), terdapat lima jenis pendapat yang dapat diberikan oleh auditor, yaitu sebagai berikut ini. 1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan. 2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan. Kondisi atau keadaan yang memerlukan bahasa penjelasan tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut. a) Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain, b) Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh IAI, c) Laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material, d) Auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, e) Auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip dan metode akuntansi. 10

3) Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Sesuai dengan SA 508 paragraf 38 dikatakan bahwa jenis pendapat ini diberikan apabila. a) Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit yang material tapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan, b) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi. Auditor harus menjelaskan alasan pengecualian dalam satu paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat. 4) Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat tidak wajar diberikan terhadap laporan keuangan. 5) Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat ini diberikan apabila. a) Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu, 11

b) Auditor tidak independen terhadap klien. Dalam melaksanakan proses audit, auditor dituntut tidak hanya melihat pada hal-hal yang ditampilkan dalam laporan keuangan tetapi juga harus lebih mewaspadai kelangsungan hidup perusahaan dalam batas waktu tertentu (SPAP SA 341). Pada saat auditor menetapkan bahwa ada keraguan yang pasti terhadap kemampuan klien untuk melanjutkan usahanya sebagai going concern, auditor diijinkan untuk memilih apakah akan mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian atau opini disclaimer. PSA 29 paragraf 1 huruf d, menyatakan bahwa keraguan yang besar tentang kemampuan suatu usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya merupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambah paragraf penjelasan dalam laporan audit, meskipun tidak memengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan auditor. 2.1.4 Opini Audit Going Concern Laporan audit dengan modifikasi going concern merupakan suatu indikator bahwa dalam sudut pandang penilaian auditor ditemukan risiko auditee tidak dapat mempertahankan kelangsungan usahanya. Menurut Belkaoui (2006) going concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti. Analisis auditor sebelum memutuskan pemberian opini dengan modifikasi going concern meliputi pertimbangan hasil dari operasi perusahaan, kondisi ekonomi yang memengaruhi, kemampuan membayar utang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang. 12

SPAP Seksi 341 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan usahanya terhadap opini auditor sebagai berikut. 1) Jika auditor yakin terdapat keraguan mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka waktu yang pantas, maka auditor harus. a) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditunjukkan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut. b) Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan. 2) Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan usahanya, maka auditor mempertahankan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion). 3) Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa diatas, maka auditor menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya) atas efektivitas rencana tersebut, dan. a. Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif, maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat. b. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian. 13

c. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor memberikan pendapat tidak wajar. Menurut Vanstraelen (2002), yang termasuk dalam opini audit going concern terdiri dari. 1) Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language). Jika auditor menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka waktu pantas, maka auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen. Apabila auditor telah berkesimpulan bahwa rencana manajemen dapat secara efektif dilaksanakan maka auditor harus mempertimbangkan mengenai kecukupan pengungkapan tentang kelangsungan usaha dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan mengenai sifat, dampak kondisi, dan peristiwa yang semula menyebabkan ia yakin adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup satuan usaha, mitigating factor dan rencana manajemen. Apabila auditor berkesimpulan bahwa pengungkapan tersebut memadai maka auditor akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. 2) Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion report). 14

Opini wajar dengan pengecualian diberikan kepada auditee apabila auditor menyangsikan kelangsungan usahanya dan auditee melaksanakan rencana manajemen untuk mengurangi dampak kondisi ketidakmampuan atas kelangsungan usahanya. Tetapi auditor berkesimpulan bahwa manajemen tidak membuat pengungkapan dan mengenai sifat, dampak, kondisi dan peristiwa yang menyebabkan auditor menyangsikan kelangsungan usahanya. Auditor harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan pengecualian dan dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Auditor juga harus mencantumkan bahasa pengecualian yang sesuai dan menunjuk keparagraf penjelas di dalam paragraf pendapat. Berikut ini adalah contoh paragraf yang disajikan sebelum paragraf pendapat yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian. Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia mewajibkan pengungkapan faktor risiko tertentu yang berdampak signifikan terhadap kondisi perusahaan yang dilaporkan atau operasi perusahaan di masa depan. Laporan keuangan terlampir tidak berisi pengungkapan tentang dampak memburuknya kondisi ekonomi Indonesia terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Banyak negara di wilayah Asia Pasifik, termasuk Indonesia, mengalami memburuknya kondisi ekonomi yang terutama sebagai akibat depresiasi mata uang di wilayah tersebut. Menurut pendapat kami, kecuali tidak diungkapkannya informasi sebagaimana disebutkan dalam paragraf di atas, laporan keuangan yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi 15

keuangan perusahaan KXT tanggal 31 Desember 2007, hasil usaha, serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia 3) Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Jika pengungkapan di dalam rencana manajemen tidak memadai dan tidak dilakukan penyesuaian, padahal dampaknya sangat material dan terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum, maka auditor akan memberikan opini tidak wajar. Paragraf yang berisi penjelasan tentang alasan yang menyebabkan auditor memberikan pendapat tidak wajar yang dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Berikut ini adalah contoh paragraf yang disajikan sebelum paragraf pendapat yang berisi pendapat tidak wajar. Memburuknya kondisi ekonomi Indonesia berdampak sangat material terhadap posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan untuk tahun buku 2007.[Uraikan di sini dampak sangat material memburuknya kondisi ekonomi tersebut terhadap pos pos tertentu dalam laporan keuangan]. Manajemen tidak mengungkapkan hal tersebut dalam laporan keuangan dan tidak melakukan penyesuaian sebagaimana yang seharusnya dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Menurut pendapat kami, karena dampak tidak dilakukannya pengungkapan dan penyesuaian sebagaimana disebutkan dalam paragraf di atas terhadap laporan keuangan tahun buku 2007, laporan keuangan tersebut di atas tidak menyajikan secara wajar, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku 16

umum di Indonesia, posisi keuangan perusahaan tanggal 31 Desember 2007 dan hasil usaha, dan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut. 4) Tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion report). Apabila setelah mempertimbangkan dampak kondisi perusahaan, auditor menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka waktu pantas maka auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen. Dalam hal satuan usaha tidak memiliki rencana manajemen atau auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen entitas tidak dapat secara efektif mengurangi dampak negatif kondisi atau peristiwa tersebut maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat. Auditor akan memberikan penjelasan atas keputusan untuk tidak memberikan pendapat pada paragraf sebelum paragraf pendapat. Berikut ini adalah contoh paragraf yang disajikan sebelum paragraf pendapat yang berisi pernyataan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat. Catatan X atas laporan keuangan terlampir berisi ringkasan dampak memburuknya kondisi ekonomi Indonesia atas posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan dan langkah-langkah yang ditempuh dan rencana yang dibuat oleh manajemen di dalam merespon kondisi tersebut. Laporan keuangan terlampir mencakup dampak memburuknya kondisi ekonomi tersebut, sepanjang hal itu dapat ditentukan dan diperkirakan. Oleh karena sangat tidak stabilnya kurs mata uang asing dan tarif bunga, yang berakibat terhadap kurangnya likuidasi dan memburuknya kondisi ekonomi Indonesia, adalah tidak mungkin untuk 17

menentukan dampak memburuknya kondisi ekonomi tersebut terhadap kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan dalam tahun 2008. Karena adanya ketidakpastian besar mengenai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup seperti yang kami kemukakan dalam paragraf di atas, maka keadaan ini tidak memungkinkan kami untuk menyatakan, dan kami tidak menyatakan, pendapat atas laporan keuangan tersebut di atas Bagaimanapun juga hampir tidak ada panduan yang jelas atau hasil penelitian yang dapat dijadikan pemilihan tipe going concern report yang dipilih. Karena pemberian status going concern bukanlah tugas yang mudah (Koh dan Tan, 1999). Mc Keown et al. (1991) berpendapat bahwa auditor mungkin saja gagal untuk memberikan pendapat tentang adanya indikasi kebangkrutan pada suatu perusahaan yang ternyata mengalami kebangkrutan dalam beberapa tahun kedepan atau mendatang. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut sedang dalam posisi ambang batas antara kebangkrutan dengan kelangsungan usaha. Boynton (2002) menyatakan bahwa informasi yang mampu mengindikasikan perusahaan mempunyai permasalahan going concern antara lain mencakup. 1) Tren negatif, seperti kerugian operasi yang berulang, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari aktivitas operasi, dan rasio keuangan kunci yang buruk. 2) Petunjuk lain dari kemungkinan kesulitan keuangan, seperti tidak dapat membayar utang atau perjanjian pinjaman, penunggakan pembayaran dividen, restrukturisasi utang, dan ketidaktaatan terhadap persyaratan modal dasar. 18

3) Masalah internal, seperti penghentian kerja, ketergantungan yang besar pada keberhasilan proyek tertentu, dan komitmen jangka panjang yang tidak ekonomis. 4) Masalah eksternal, seperti pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undangundang atau masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi, kerugian pada franchise atau waralaba yang penting, lisensi atau paten penting, kerugian akibat bencana besar yang tidak diasuransikan. 2.1.5 Leverage Leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya (Sartono, 2001:120). Leverage dapat diproksikan dengan debt ratio yaitu membandingkan antara total kewajiban dengan total aktiva. Rasio ini mengukur tingkat persentase utang perusahaan terhadap total aktiva yang dimiliki atau seberapa besar tingkat persentase total aktiva dibiayai dengan utang. Semakin besar tingkat rasio leverage menyebabkan timbulnya keraguan akan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya di masa depan karena sebagian besar dana yang diperoleh oleh perusahaan akan digunakan untuk membiayai utang dan dana untuk beroperasi akan semakin berkurang. Kreditor pada umumnya lebih menyukai debt ratio yang rendah angka rasionya, maka semakin besar peredaman dari kerugian yang dialami kreditor jika terjadi likuidasi. Semakin besar debt ratio maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk memberikan opini audit going concern karena semakin besar rasio ini menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin buruk dan menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan. Di saat 19

perusahaan mengalami ketidakpastian mengenai kelangsungan hidupnya, di saat itulah auditor akan memberikan opininya. 2.1.6 Profitabilitas Profitabilitas merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan untuk dapat menghasilkan laba sehingga semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bagi perusahaannya. Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan Return On Asset (ROA). Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengetahui besarnya laba bersih yang dapat diperoleh dari operasional perusahaan dengan menggunakan seluruh kekayaannya. Rasio ini merupakan variabel penting dalam pengukuran kinerja operasi yang dapat mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dan efisiensi pengelolaan biaya guna mempertahankan kelangsungan usahanya. 2.1.7 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam berbagai proksi antara lain aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar. Proksi nilai aktiva digunakan untuk menjelaskan ukuran perusahaan karena nilai aktiva menunjukkan seberapa besar kekayaan yang dimiliki perusahaan dalam rangka melakukan kegiatan operasionalnya dan nilai aktiva dipilih karena nilai yang dimiliki relatif lebih stabil dibandingkan dengan proksi lain (Sudarmadji dan Sularto, 2007). Perusahaan dengan total aktiva yang besar akan 20

menunjukkan arus kas yang positif sehingga bisa dikatakan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai titik maturity dengan prospek yanag baik dalam jangka waktu panjang. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size), dan perusahaan kecil (small firm) (Widyantari, 2011). Auditor yang mengetahui ukuran perusahaan akan memiliki pemahaman memadai mengenai seberapa besar volume bisnnis perusahaan tersebut. Untuk perusahaan besar yang dianggap mampu mengatasi turbulence kondisi keuangan, auditor cenderung lebih sering memberikan opini audit non going concern. Perusahaan yang skalanya lebih kecil akan lebih cenderung diberikan opini audit dengan modifikasi going concern karena auditor mempertimbangkan kesangsian atas kemampuan perusahaan tersebut mempertahankan kelangsungan usahanya. 2.1.8 Audit Tenure Audit tenure adalah lamanya waktu perikatan yang terjalin antara Kantor Akuntan Publik dengan klien atau auditee yang sama. Kedekatan antara auditor dengan auditee sangat mungkin memengaruhi independensi seorang auditor terutama kaitannya dengan ketidakrelaan auditor kehilangan fee yang tinggi ketika dihadapkan dengan tanggung jawab menerbitkan opini audit dengan modifikasi going concern. Sebaliknya terdapat argumen yang menyatakan bahwa waktu keterikatan yang lebih lama dengan klien memungkinkan auditor untuk mendapatkan wawasan tambahan guna melaporkan ketidakpastian going concern yang ditemukan dengan lebih baik. 21

Bagian Praktik Securities of Exchange Commission (SEC) Komite Eksekutif (American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), 1992 dalam Widyantari, 2011) menyatakan laporan tentang audit tenure yang berisi beberapa argumen bahwa dalam jangka panjang hubungan antara auditor dan perusahaan klien akan menyebabkan masalah sebagai berikut ini. 1) Auditor mempunyai hubungan yang semakin dekat dengan manajemen klien yang menyebabkan auditor untuk mengidentifikasi masalah manajemen dan kehilangan skeptisisme profesional. 2) Auditor mungkin menganggap pengujian yang dilakukan sebagai pengulangan dari perikatan sebelumnya sehingga auditor merasa sudah mengetahui lebih dulu hasil dari pengujian tersebut. Hal ini menyebabkan auditor kurang mampu untuk mengevaluasi perubahan penting dalam kondisi klien. 3) Auditor mungkin berkeinginan untuk menyelesaikan masalah perusahaan klien dalam rangka mempertahankan hubungannya dengan klien. Memenuhi keinginan manajemen klien mungkin menjadi prioritas auditor, dibandingkan mengikuti standar profesional. 2.1.9 Reputasi Auditor Auditor yang bereputasi baik cenderung akan menerbitkan opini audit going concern jika klien terdapat masalah berkaitan going concern perusahaan. DeAngelo (1981) berargumen bahwa auditor besar akan memiliki lebih banyak klien dan fee total akan dialokasikan diantara para kliennya. DeAngelo (1981) berpendapat bahwa auditor 22

besar akan lebih independen, dan karenanya, akan memberikan kualitas yang lebih tinggi atas audit. Krishnan dan Schauer (2000) mengelompokkan Kantor Akuntan Publik besar dan kecil sebagai berikut: (1) Kantor Akuntan Publik besar adalah Kantor Akuntan yang termasuk dalam big six accounting firm, dan (2) Kantor Akuntan Publik kecil adalah kantor akuntan yang tidak termasuk dalam big six accounting firm. Choi et al. (2010) menggolongkan KAP besar adalah KAP yang mempunyai nama besar berskala internasional (termasuk dalam big four auditors) dimana KAP yang besar menyediakan mutu audit yang lebih tinggi dibanding dengan KAP kecil yang belum mempunyai reputasi. 2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Leverage terhadap Opini Audit Going Concern. Rasio leverage dapat digunakan untuk mengetahui kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio leverage umumnya diukur dengan menggunakan debt ratio yaitu membandingkan total kewajiban dengan total aktiva. Jumlah utang yang melebihi total aktiva menyebabkan perusahaan mengalami defisiensi modal atau saldo ekuitas bernilai negatif. Makin besar rasio ini menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin buruk dan dapat menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan. Chen dan Church (1992) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktiva yang lebih kecil daripada kewajibannya akan menghadapi bahaya kebangkrutan. Penelitian Carcello 23

dan Neal (2000) serta Masyitoh dan Adhariani (2010) menemukan bahwa leverage berhubungan positif dengan pemberian opini audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: H1: Leverage berpengaruh terhadap opini audit going concern. 2.2.2 Pengaruh Profitabilitas terhadap Opini Audit Going Concern. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 2001:122). Investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas. Profitabilitas perusahaan dapat diukur menggunakan Return On Asset (ROA). Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba sehingga tidak menimbulkan keraguan auditor akan kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya. Penelitian yang dilakukan oleh Mutchler (1985), Chen dan Church (1992), Behn et al. (2001) menemukan bahwa rasio ini berpengaruh negatif signifikan untuk memprediksi pembuatan keputusan opini audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H2: Profitabilitas berpengaruh terhadap opini audit going concern. 24

2.2.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern. Ukuran perusahaan dapat dilihat dari kondisi keuangan perusahaan misalnya besarnya total aktiva. Krishnan dan Schauer (2000) berpendapat bahwa, semakin besar perusahaan yang di audit, maka kualitas audit yang diberikan KAP juga semakin besar. Kevin et al. (2006) menyatakan bahwa perusahaan dengan total aktiva besar memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya bahkan ketika perusahaan mengalami financial distress. Oleh karena itu, auditor akan menunda untuk mengeluarkan opini audit going concern dengan harapan bahwa perusahaan akan dapat mengatasi kondisi buruk pada tahun mendatang. Mutchler (1991) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan keuangannya daripada perusahaan kecil. Dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh McKeown et al. (1991), Mutcher et al. (1997), Pendley (1998), Januarti (2009), Widyantari (2012), serta Gama dan Astuti (2014) bahwa faktor ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap opini audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H3: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern. 25

2.2.4 Pengaruh Audit Tenure terhadap Opini Audit Going Concern. Tenure adalah lamanya hubungan auditor-klien diukur dengan jumlah tahun (Geigher dan Raghunandan 2002). Ketika auditor mempunyai jangka waktu hubungan yang lama dengan kliennya, hal ini akan mendorong pemahaman yang lebih atas kondisi keuangan klien dan oleh karena itu mereka akan cenderung untuk mendeteksi masalah going concern. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik disebutkan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama enam tahun buku berturutturut dan oleh seorang akuntan publik paling lama tiga tahun buku berturut-turut. KAP dan akuntan publik tersebut dapat menerima kembali jasa audit umum setelah satu tahun tidak mengaudit klien tersebut. Semakin lama hubungan penugasan KAP oleh perusahaan, dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap tingkat independensi dari KAP tersebut. Semakin lama hubungan auditor dengan klien, maka dikhawatirkan semakin rendah pengungkapan atas ketidakmampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan usahanya. Hal tersebut akan memengaruhi penerimaan opini audit going concern terhadap perusahaan (Junaidi dan Hartono, 2010). Didukung oleh penelitian Geiger dan Raghunandan (2002), Januarti (2009), dan Junaidi dan Hartono (2010) menyebutkan bahwa audit tenure memiliki pengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: H4: Audit Tenure berpengaruh terhadap opini audit going concern. 26

2.2.5 Pengaruh Reputasi Auditor terhadap Opini Audit Going Concern. Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang berkualitas tinggi yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Auditor yang bereputasi baik cenderung akan menerbitkan opini audit going concern jika klien terdapat masalah berkaitan going concern perusahaan. DeAngelo (1981) secara teoritis telah menganalis hubungan antara kualitas audit dan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP). Dia berargumen bahwa auditor besar akan memiliki lebih banyak klien dan fee total akan dialokasikan diantara para kliennya. DeAngelo (1981) berpendapat bahwa auditor besar akan lebih independen, dan karenanya, akan memberikan kualitas yang lebih tinggi atas audit. Krishnan dan Schauer (2000) mengelompokkan Kantor Akuntan Publik besar dan kecil sebagai berikut: (1) Kantor Akuntan Publik besar adalah Kantor Akuntan yang termasuk dalam big six accounting firm, dan (2) Kantor Akuntan Publik kecil adalah kantor akuntan yang tidak termasuk dalam big six accounting firm. Choi et al. (2010) menggolongkan KAP besar adalah KAP yang mempunyai nama besar berskala internasional (termasuk dalam big four auditors) dimana KAP yang besar menyediakan mutu audit yang lebih tinggi dibanding dengan KAP kecil yang belum mempunyai reputasi. Hal tersebut didukung juga oleh Lennox (1999), Choi et al. (2010), Francis dan Yu (2009). Berdasarkan uraian tersebut dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: H5: Reputasi Auditor berpengaruh terhadap opini audit going concern. 27