I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar adalah jenis kentang sayur dan sebagian kecil kentang industri. Sebagian besar petani menanam jenis kentang sayur karena permintaan pasar lebih banyak terhadap kentang jenis ini walaupun harganya relatif lebih rendah dari jenis kentang industri. Dengan menanam kentang sayur, secara kuantitatif pendapatan yang diperoleh petani akan lebih besar dibanding bila menanam kentang industri. Hampir seluruh kentang yang ditanam di Indonesia adalah jenis kentang sayur dengan varietas Granola. Menurut sejarahnya, tanaman kentang merupakan tanaman yang berasal dari daerah sub-tropik, tepatnya berasal dari Peru, Amerika Latin. Daerah sub-tropik mempunyai temperatur udara yang relatif rendah. Bila ditanam di daerah tropik seperti Indonesia, maka tanaman kentang dapat tumbuh secara optimal di daerah dataran tinggi. Berdasarkan rekomendasi Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, kondisi iklim yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman kentang di Indonesia adalah : (1) tinggi tempat tidak kurang dari 1.000 meter dpl (di atas permukaan laut), (2) curah hujan berkisar antara 200 300 mm/bulan atau 1.000 mm selama pertumbuhan, dan (3) suhu udara 15 0 18 0 C pada malam hari, dan maksimum 24 0 C siang hari. Sedangkan kondisi tanah yang cocok adalah : (1) bertekstur liat yang 1
gembur, debu atau debu berpasir, (2) tingkat keasaman (ph) tanah 5-6,5, (3) memiliki unsur hara yang cukup tersedia, dan (4) berdrainase baik. Keadaan alam di propinsi Jawa Barat dimana banyak terdapat dataran tinggi sangat kondusif bagi pertumbuhan tanaman kentang. Bila sumber daya ini dikelola dengan baik, maka akan memberikan manfaat bagi warga Jawa Barat. Tanaman kentang di Jawa Barat tumbuh dan berkembang di wilayah-wilayah seperti pada tabel berikut : Tabel 1. Wilayah Sentra Kentang di Jawa Barat Tahun 2003 No. Kabupaten Kecamatan 1 Bandung Pangalengan, Ciwidey, Lembang, Kertasari 2 Garut Samarang, Pasirwangi, Cisurupan, Cikajang, Cigedug, Bayongbong 3 Sukabumi Sukaraja, Salabintana, Gegerbitung 4 Kuningan Cigugur, Cilimus, Kadugede 5 Majalengka Argapura, Maja 6 Cianjur Warung Kondang, Pacet, Sukaresmi, Sukanagara Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, 2004. Jawa Barat adalah salah satu propinsi sentra produksi kentang di Indonesia dengan kontribusi produksi secara nasional terbesar yaitu 25,61%. Potensi lahan yang dapat ditanami kentang di Jawa Barat seluas 35.000 hektar, luas tanam rata-rata setiap tahun kurang lebih 23.000 hektar dengan produksi rata-rata 18,7 ton per hektar (nasional : 15,59 ton per hektar). Di Jawa Barat, kentang merupakan komoditi yang diusahakan dengan luas panen terbesar dibanding dengan komoditas hortikultura lain. Luas panen komoditi kentang Jawa Barat adalah sebagai berikut : 2
Tabel 2. dan Sayuran di Jawa Barat Tahun 1999-2003 No. Komoditi 1999 2000 2001 2002 2003 Rata-rata Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, 2004. 1 Kentang 22.813 426.864 28.695 509.972 23.414 414.431 19.896 363.327 20.339 384.350 23.031 419.789 2 Cabe 30.349 329.020 22.035 357.565 17.428 382.225 17.861 223.461 13.309 178.872 20.196 294.229 3 Kubis 24.042 607.573 19.322 451.647 17.996 500.733 17.729 431.208 17.955 436.050 19.409 485.442 4 Kacang Panjang 16.912 149.718 16.656 135.311 15.630 170.016 16.044 215.495 13.883 186.096 15.825 171.327 5 Bawang Merah 18.804 144.324 13.212 100.027 13.391 103.328 10.483 96.617 13.393 144.992 13.857 117.858 6 Bawang Daun 14.015 184.042 14.523 160.435 14.080 180.058 12.570 185.759 13.156 196.931 13.669 181.445 7 Petsai 13.549 195.975 14.423 215.455 13.899 187.852 12.866 207.386 12.721 188.045 13.492 198.943 8 Tomat 11.277 228.622 12.661 284.836 10.930 173.818 10.978 313.926 11.538 330.045 11.477 266.249 9 Kacang Merah 10.212 83.658 10.438 55.301 11.227 55.361 8.269 44.751 11.234 61.466 10.276 60.107 10 Ketimun 12.339 180.714 12.201 174.604 12.250 203.816 1.221 191.146 11.641 191.246 9.930 188.305 11 Buncis 7.266 88.865 7.987 98.697 7.079 89.938 6.589 80.529 6.111 84.025 7.006 88.411 12 Wortel 5.836 121.181 6.675 114.776 6.631 153.480 6.736 144.703 8.818 180.023 6.939 142.833 13 Terung 5.471 64.319 5.740 67.183 5.679 78.507 4.813 75.546 4.527 68.344 5.246 70.780 14 Kangkung 4.278 49.647 4.189 66.134 3.867 80.248 4.165 57.206 4.111 54.493 4.122 61.546 15 Bayam 4.175 30.074 4.054 32.656 3.993 31.945 3.863 29.977 4.097 31.796 4.036 31.290 16 Labu Siam 1.343 52.147 1.582 68.064 1.237 81.292 1.603 109.401 1.303 77.119 1.414 77.605 3
Pengertian atau batasan tentang benih kentang adalah ubi kentang yang diproduksi dengan menggunakan teknologi tertentu yang dapat meminimalkan proses terjadinya infeksi penyakit dan dalam proses produksinya mengikuti prosedur sertifikasi yang ditetapkan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) yang ditandai dengan label benih pada kemasannya. Dengan adanya label, berarti benih tersebut telah lulus pemeriksaan BPSBTPH baik secara prosedural maupun secara teknis. Kebutuhan benih kentang di Jawa Barat rata-rata setiap tahunnya kurang lebih 40.000 ton. Dari jumlah tersebut baru dapat terpenuhi oleh benih kentang bersertifikat rata-rata 1.130 ton per tahun atau 7,5 persen. Pemenuhan kebutuhan benih kentang sebagian lainnya dipenuhi oleh benih kentang lokal dan benih kentang impor. Untuk mencukupi kebutuhan benih kentang di Jawa Barat khususnya dan nasional umumnya, maka dilaksanakan proyek perbanyakan benih kentang bermutu tinggi di Jawa Barat yang merupakan proyek percontohan nasional. Proyek ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintahan Jepang (sebagai negara yang memiliki teknologi maju dalam perbenihan kentang) diwakili oleh Japan International Cooperation Agency (JICA). Dalam kerjasama ini, JICA melakukan alih teknologi kepada pihak Indonesia. Proyek perbanyakan benih kentang telah berlangsung dalam dua tahap, tahap pertama dimulai sejak tahun 1992 sampai dengan tahun 1997 dan tahap kedua dimulai sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 4
2003. Setelah kerjasama berakhir, maka pemerintah dituntut untuk dapat melanjutkan proyek tanpa bantuan Pemerintah Jepang. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa produksi benih kentang bersertifikat masih belum digunakan secara luas oleh para petani. Kemudian jumlah penangkar benih yang aktif melaksanakan perbanyakan benih G-3 menjadi G-4 masih sedikit, walaupun jumlah penangkar benih yang telah mengikuti pelatihan dan memperoleh sertifikat penangkar benih telah banyak jumlahnya. Masalah lainnya adalah kesulitan menyalurkan benih kentang bersertifikat karena terikat oleh berbagai pertaturan. Hasil perbanyakan benih kentang bersertifikat dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 3. Benih Kentang Bersertifikat di Jawa Barat Tahun 1993-2003 Tahun G0/ Benih Penjenis (knol) G1/ Benih dasar 1 (knol) Kelas benih G2/ Benih Dasar 2 (kg) G3/ Benih Pokok (kg) G4/ Benih Sebar (kg) 1993 62.322 67.015 *) *) *) 1994 37.085 145.940 25.680 *) *) 1995 35.392 129.723 31.180 89.180 159.560 1996 42.382 140.607 27.800 56.220 74.980 1997 37.942 104.454 20.130 105.780 135.740 1998 51.970 104.375 19.200 76.360 405.877 1999 188.942 159.570 20.977 170.375 393.227 2000 165.597 147.829 56.472 215.511 1.071.285 2001 228.770 237.884 43.993 271.563 330.502 2002 149.301 220.558 44.731 262.110 1.093.290 2003 223.626 286.711 63.037 408.665 448.893 Jumlah 1.223.329 1.744.666 353.200 1.655.764 4.113.354 Keterangan : *) = belum produksi Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, 2004. 5
1.2. Identifikasi Masalah a. Tidak lancarnya penyaluran/pemasaran benih G-4 oleh penangkar benih kepada petani pengguna. b. Jumlah penangkar benih aktif masih sedikit. c. Belum ada formulasi strategi setelah program kerjasama Pemerintah Indonesia dengan JICA berakhir dan setelah otonomi daerah dilaksanakan. d. Potensi bisnis yang terdapat dalam perbenihan kentang belum dimanfaatkan. e. Pasokan planlet harus berasal dari BALITSA padahal BPBK mampu untuk memproduksi sendiri dengan kualitas yang sama. f. Bertambahnya pesaing potensial. g. Faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan belum diidentifikasi. h. Faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman belum diidentifikasi. 1.3. Perumusan Masalah Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah : a. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi program perbenihan kentang bersertifikat Propinsi Jawa Barat? b. Strategi alternatif apa saja yang perlu dilakukan dalam program perbenihan kentang bersertifikat Jawa Barat? c. Bagaimana strategi prioritas Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat dalam melaksanakan program perbenihan kentang bersertifikat? 6
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk : a. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi program perbenihan kentang bersertifikat di Jawa Barat. b. Memformulasikan strategi alternatif yang perlu dilakukan dalam program perbenihan kentang bersertifikat di Jawa Barat. c. Melakukan penyusunan strategi prioritas Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat dalam program perbenihan kentang bersertifikat. 1.5. Manfaat Penelitian a. Sebagai informasi bagi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat dalam merumuskan kebijakan program perbenihan kentang bersertifikat. b. Sebagai informasi bagi dunia usaha dan para pelaku bisnis yang berminat berinvestasi dibidang agribisnis. c. Sarana untuk mengaplikasikan teori yang didapat dalam perkuliahan. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada produk benih kentang bersertifikat untuk kelas G-3 (Benih Pokok / Stock Seed) dan kelas G-4 (Benih Sebar/ Extension Seed). Namun analisis industri tetap dilakukan pada semua kelas agar diperoleh gambaran tentang perbenihan kentang secara komprehensif sehingga diperoleh formulasi strategi yang mendekati ideal. 7