BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan sebuah karya sastra, tentunya bukan semata-mata berdasar khayalan penulis belaka. Proses kreatif seorang penulis tentu saja berangkat dari acuan realitas kehidupan, yang meskipun pada akhirnya kenyataan itu diubah menjadi sebuah cerita karangan agar lebih menarik dan bermakna. Hal inilah yang kemudian tidak mengherankan ketika karya-karya sastra yang tercipta sering ditemukan memiliki presentase kemiripan yang besar dengan realitas yang ada. Bagaimanapun juga karya sastra adalah sebuah tulisan rekaan yang dihasilkan dengan bertolok pada realitas kehidupan yang ditangkap penulis. Sejalan dengan hal itu, Sugihastuti menyatakan bahwa, makna sebuah karya sastra merupakan pernyataan-pernyataan yang objektif, apabila interpretasi karya sastra harus menjadi ilmu pengetahuan atau disiplin ilmu dan bukan sekadar arena bagi gagasan khayalan dan pilihan pribadi, yang tonggaknya bukanlah pengetahuan, tetapi nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi (2002:11). Mengenai sastra dan kedekatan sastra dengan nilai-nilai kehidupan, Ratna juga sepakat dengan berpendapat jika Sastra lebih dekat dengan peradaban dibandingkan dengan kebudayaan, sebab sastra adalah nilai-nilai (2005:8). Meski secara umum sastra sering diidentikkan sebagai sebuah tulisan rekaan belaka, tetapi hal ini menjadi berbeda ketika sastra mampu menangkap fenomena-fenomena sosial yang kerap luput dari pandangan masyarakat. Selain itu, sastra mampu mengangkat nilai-nilai kehidupan yang arif dan bijaksana dalam kemasan yang lebih indah. Nilai-nilai yang diangkat dalam karya sastra menjadi hal penting dalam lahirnya sebuah karya sastra. Banyak pengarang-pengarang mengangkat berbagai nilai dalam karya sastra. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi sosial kebudayaan maupun psikis setiap pengarang. Karya sastra lahir tidak semata-mata berasal dari proses khayalan kosong belaka, akan tetapi karya
sastra lahir sebagai upaya merekam segala kondisi yang ada. Ratna menambahkan, imajinasi bukanlah narasi dengan khayalan kosong, imajinasi didasarkan atas kenyataan 2005:11). Sementara itu dalam penelitiannya, Binebai berpendapat Sastra yang sudah menembus batas zaman dan benua berfungsi sebagai wujud dan penginterpretasi kebudayaan orang-orang (2013:204). Sejalan dengan hal tersebut Endraswara mengatakan karya sastra tidak sekadar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya dilahirkan (2003:55). Karya sastra dibagi menjadi 3 jenis, yakni naskah drama, puisi, dan prosa. Salah satu bentuk karya sastra jenis prosa yang dituturkan dalam bentuk naratif adalah novel. Waluyo menyatakan cerita-cerita sastra, seperti roman, novel, dan cerita pendek diklasifikasikan sebagai prosa fiksi (2011:1). Pada umumnya cerita yang diangkat dalam novel, yakni permasalahan manusia. Segala bentuk aspek permasalahan manusia, yang meliputi aspek religi, psikis, sosial dan budaya. Menjadi hal yang menarik jika aspek-aspek tersebut dituangkan dalam cerita fiksi yang penuh akan nilai-nilai kehidupan yang ditulis dengan indah dalam bentuk novel. Permasalahan manusia yang ada dalam novel menjadi unik ketika seorang pengarang menuangkan ceritanya dengan bahasa yang estetik. Endraswara mengatakan segala unsur estetik menimbulkan manipulasi bahasa, plastik bahasa, dan kado bahasa sehingga mampu membungkus rapi gagasan penulis (2003:71). Semakin banyak unsur estetik dalam novel semakin indah dan tinggi pula nilai sastra tersebut. Hal tersebut sejalan dengan Semi (1993), yang menyatakan bahwa keindahan sebuah karya sastra sebagian besar disebabkan oleh kemampuan penulis mengeksploitasi kelenturan bahasanya sehingga menimbulkan kekuatan bahasa dan keindahannya (Asis, 2010:102). Sementara itu dalam penelitiannya, Ighile menyimpulkan Inti dalam karya sastra adalah bentuk keindahan tertentu. Dengan kata lain karya-karya sastra merupakan bentuk dari ideologi, yang diekspresikan ketika pengarang itu hidup (2013:315). Berdasar pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan alat untuk menuangkan ide atau gagasan ke dalam bentuk yang lebih indah, bernilai dan estetik. Nurgiyantoro menyatakan Bahasa dalam seni sastra
dapat disamakan dengan cat warna. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, dan sarana yang mengandung nilai lebih untuk dijadikan sebuah karya. Sebagai salah satu unsur terpenting, maka bahasa berperan sebagai sarana pengungkapan dan penyampaian pesan dalam sastra (2005:272). Dengan demikian, sebuah novel yang menarik mengandung informasi dan nilai-nilai yang disajikan dengan bahasa yang mengandung nilai estetis. Gaya bahasa merupakan unsur estetik dalam novel. Gaya bahasa menjadi unsur penting dalam menciptakan keindahan dalam setiap penceritaan novel. Ratna berpendapat bahwa dalam aktivitas kreatif komunikasi antara pikiran dan perasaan yang diproduksi secara terus-menerus sejak awal hingga akhir cerita, sehingga seluruh karya dapat dianggap sebagai memiliki gaya bahasa (2008:6). Sejalan dengan pendapat tersebut, Aminuddin menyampaikan bahwa aspek gaya patut disadari bahwa aspek gaya secara esensial berkaitan dengan wujud pemaparan karya sastra sebagai bentuk penyampaian gagasan pengarangnya (1995:42). Secara keseluruhan gaya bahasa dalam novel merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari pengarang. Gaya bahasa setiap pengarang mempunyai ciri khas sendiri dalam proses kreatifnya. Hal tersebut demikian karena setiap pengarang mempunyai gaya masing-masing dalam menggunakan bahasa untuk menyampaikan cerita dan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra. Stilistika merupakan pendekatan untuk mengkaji bahasa beserta maknanya. Hermawan mengutarakan, dalam wilayah inilah analisis stilistika akan selalu relevan untuk mengidentifikasi unsur bahasa dan menguraikan makna karya sastra (2009:22). Dalam hal ini untuk menelaah pemakaian bahasa dalam novel dapat dikaji dari bentuk pemakaian bahasa, yakni bentuk pemakaian diksi, wujud pencitraan, dan bentuk gaya bahasanya. Ketiga bentuk tersebut menjadi unsur estestik dalam karya sastra berjenis novel. Keindahan bahasa dalam karya sastra biasanya diidentikkan pada karya sastra jenis puisi. Sedangkan novel, sebagai karya sastra jenis prosa, biasanya lebih menonjolkan alur ceritanya dibandingkan keindahan rangkaian katanya. Akan tetapi, hal ini menjadi sesuatu yang menarik ketika sebuah novel ditulis oleh seorang penyair. Penyair merupakan sebutan bagi penulis karya sastra jenis puisi.
Dalam novel Perempuan Rumah Kenangan dapat kita temukan rangkain katakata yang begitu indah layaknya sebuah puisi, karena ditulis oleh M Aan Mansyur. Alur cerita yang menarik dapat dibahasakan dengan gaya yang indah berkat ketrampilan penulis yang telah terbiasa menulis rangkaian kata-kata indah dalam puisi-puisinya. Walaupun dalam novel tersebut jalan cerita dikisahkan dengan susunan kalimat yang memanjakan pembaca dengan keindahan kata-katanya, namun M Aan Mansyur tetaplah seorang penulis yang cerdas dengan tidak meninggalkan inti dari sebuah karya sastra, yakni, nilai-nilai kehidupan. Di dalam ceritanya yang menarik, novel tersebut terdapat banyak nilai-nilai pendidikan karakter seperti kejujuran, tanggung jawab, religius, cinta damai, peduli sosial, peduli lingkungan, gemar membaca dan lain sebagainya. Menilik daya tarik novel tersebut, tentu saja novel ini membuka peluang untuk dijadikan sebagai bahan ajar materi apresiasi sastra, khusunya novel pada jenjang pendidikan SMA. Dalam Kurikulum 2013, kegiatan apresiasi sastra (novel) dilaksanakan di kelas XII, terdapat dua kompetensi dasar yang harus dicapai siswa, yaitu: (1) Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami, menerapkan, dan menganalisis informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel; dan (2) Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam mengolah, menalar, dan menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel. Pembelajaran sastra yang akan diangkat sebagai materi penelitian ini adalah apresiasi novel. Pembelajaran apresiasi novel akan lebih menarik dan tepat guna apabila guru dapat memilih materi ajar yang sesuai dengan dunia peserta didik. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SMA di daerah Surakarta bahwa pembelajaran apresiasi sastra (novel) di SMA yang menerapkan kurikulum KTSP seringkali masih menggunakan novel terbitan lama. Padahal novel terbitan lama biasanya kurang sesuai dengan perkembangan peserta didik karena kisah yang
disajikan dalam novel lama merupakan cerminan masa pada saat novel tersebut dibuat, sehingga saat proses pembelajaran berlangsung peserta didik tidak begitu berminat. Proses pembelajaran di Surakarta umumnya menggunakan materi bacaan yang terdapat dalam buku teks. Misalnya pada buku teks Erlangga untuk kelas XI berjudul Cerdas Berbahasa Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI, novel yang dijumpai adalah Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Berbeda dengan sekolah yang menerapkan Kurikulum KTSP, pembelajaran apresiasi sastra (novel) di sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 cenderung lebih kreatif. Siswa diminta untuk membuat dan mementaskan sebuah drama yang dibuat dari sebuah novel. Namun, novel yang digunakan juga novel-novel terbitan lama. Padahal, saat ini sangat banyak novel terbitan baru yang bagus dan layak dijadikan sebagai materi ajar. Salah satu novel yang diusulkan dapat digunakan sebagai alternatif materi ajar pembelajaran apresiasi sastra di SMA adalah novel Perempuan Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur. Novel tersebut dapat dipilih karena isi novelnya sangat sesuai dengan dunia peserta didik dan sarat akan nilai pendidikan karakter. Hal inilah yang menjadi pertimbangan peneliti memilih novel tersebut sebagai materi ajar apresiasi sastra di SMA. Diharapkan peserta didik yang membaca novel Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur dapat mengapresiasi dan mengimplementasikan nilai pendidikan karakter, dan semangat belajar dalam kehidupan peserta didik sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, mengkaji novel Perempuan Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur dengan kajian stilistika dan nilai-nilai pendidikan karakter serta relevansinya sebagai materi ajar apresiasi sastra di SMA merupakan sebuah penelitian yang menarik dan penting. Harapannya, selain menambah pengetahuan akan khazanah kesusastraan Indonesia, juga dapat digunakan sebagai media rujukan alternatif dalam mempelajari ilmu-ilmu sastra, ilmu-ilmu bahasa, ilmu-ilmu penelitian dan juga perenungan pada nilai-nilai pendidikan karakter.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pemakaian diksi dalam novel Perempuan Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur? 2. Bagaimana wujud pencitraan dalam novel Perempuan Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur? 3. Bentuk gaya bahasa apa yang dominan dalam novel Perempuan Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur? 4. Apa saja nilai pendidikan karakter yang ingin disampaikan M Aan Mansyur dalam novel Perempuan Rumah Kenangan? C. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskirpsikan pemakaian diksi dalam novel Perempuan Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur. 2. Mendeskripsikan wujud pencitraan dalam novel Perempuan Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur. 3. Mendeskripsikkan bentuk gaya bahasa yang dominan dalam novel Perempuan Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur. 4. Mendeskripsikan nilai pendidikan karakter yang ingin disampaikan M Aan Mansyur dalam novel Perempuan Rumah Kenangan. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan dalam pembelajaran bidang Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya dalam materi ajar apresiasi sastra di SMA serta nilai pendidikan karakter. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, antara lain: a. Bagi guru:
1) Menambah pengetahuan dan wawasan Guru Bahasa dan Sastra Indonesia tentang kajian stilistika dalam pembentukan unsur estetik, seperti penggunanaan diksi, pencitraan, gaya bahasa, gaya kalimat, dan gaya wacana dalam novel Perempuan Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur Memberikan gambaran bagi 2) Guru Bahasa dan Sastra Indonesia bahwa novel Perempuan Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur sarat dengan nilai pendidikan karakter dan baik apabila digunakan sebagai bahan atau materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum. 3) Menambah pengetahuan dalam mencari alternatif materi pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran apresiasi sastra agar dapat meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran apresiasi sastra b. Bagi siswa: 1) Mengenalkan novel Indonesia Perempuan Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur pada para siswa; 2) Menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya tentang nilai pendidikan karakter dalam dalam novel Perempuan Rumah Kenangan karya M Aan Mansyur pada para siswa; c. Bagi peneliti lain: dapat digunakan sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya.