HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KOMUNIKASI KELOMPOK DENGAN RESOLUSI KONFLIK PADA SISWA SLTA S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

Bagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah. melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. budaya di negara kita sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Menurut Kartini Kartono (2010: 21) pada umumnya bentuk perilaku

INDONESIA. Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

KEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS VII SMPN 2 PAGERWOJO TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa penuh gejolak emosi dan. ketidakseimbangan, yang tercakup dalam storm dan stres, sehingga remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya.

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. alkohol, napza, seks bebas) berkembang selama masa remaja. (Sakdiyah, 2013). Bahwa masa remaja dianggap sebagai suatu masa dimana

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan satu jenis kecerdasan saja, karena kecerdasan merupakan kumpulan kepingan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

JURNAL RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL INTERACTION WITH INDEPENDENCE PEERS TEENS ON STUDENTS CLASS X IN SMK MUHAMMADIYAH 2 KEDIRI LESSON YEAR 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. merupakan peralihan transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Kenakalan remaja adalah perilaku jahat secara social pada anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh: LINA MARTIYASTUTI F. 100.040.037 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 i

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk mengangkat diri sendiri sebagai individu. Perubahan-perubahan tersebut bagi remaja kadang-kadang merupakan situasi yang tidak menyenangkan dan sering menimbulkan masalah. Permasalahan-permasalahan tersebut menuntut suatu penyelesaian agar tidak menjadi beban yang dapat mengganggu perkembangan selanjutnya (Hurlock, 1997). Daradjat (2000), mengemukakan bahwa masalah yang dihadapi oleh remaja adalah: (1) masalah yang menyangkut pertumbuhan jasmani, (2) masalah hubungan dengan orang tua yang disebabkan karena kurangnya pengertian orang tua terhadap pertumbuhan yang dihadapi anak, (3) masalah agama, (4) masalah masa depan, (5) masalah sosial dimana pada masa ini perhatian remaja terhadap kedudukannya dalam masyarakat sangat besar, remaja ingin selalu diterima oleh kawan-kawannya. Keadaan yang tidak menyenangkan bagi remaja memerlukan suatu penyelesaian masalah. Menurut Chaplin (2001) penyelesaian masalah adalah proses yang tercakup dalam usaha menemukan urutan yang benar dari alternatif- 1

2 alternatif jawaban mengarah pada satu sasaran atau kearah pemecahan yang ideal. Remaja yang sedang menghadapi masalah, idealnya membutuhkan suatu perencanaan dan pengelolaan tugas yang baik, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga dapat memecahkan masalah dengan mudah dan cepat. Masalah sosial, akademik dan psikologis merupakan masalah yang sering muncul dan menyita perhatian yang besar bagi remaja. Contoh nyata yang sering terjadi adalah maraknya perkelahian antar pelajar yang disebabkan karena adanya masalah yang sepele, remaja yang melakukan bunuh diri karena terjadi konflik dengan pacar, teman atau orang-orang di sekitarnya, remaja yang mengalami stres karena prestasinya yang berkurang, kemudian lari ke narkoba dan minuman keras, dan pergaulan seks bebas serta masih banyak kasus lain yang melibatkan masa remaja (Suparmi, 2006). Akhir-akhir ini sering terjadi kasus perilaku remaja yang sulit dikendalikan. Di Semarang 12 pelajar SMK ditangkap karena terlibat tawuran dan melakukan pelemparan terhadap bus di Jalan Pandanaran Semarang. Di Palembang seorang pelajar SMP mencuri sepeda motor karena ingin memilikinya dan memakai kendaraan tersebut untuk menyamai teman-temannya yang telah memilikinya. Beberapa siswa SMA di Semarang yang terjebak dalam masalah seperti perkelahian, hamil diluar nikah, siswa yang membawa senjata tajam dan siswa yang sering membolos sekolah, akhirnya harus dikeluarkan dari sekolah karena dianggap sudah mengganggu proses belajar mengajar di sekolah (Karim, 2007).

3 Contoh lain, Irfan Efendi, warga Situbondo, Jawa Timur, mencoba menghabisi nyawanya dengan cara menenggak racun ikan atau potas. Beruntung, Irfan yang masih berstatus pelajar ini diselamatkan kedua orang tuanya. Ibu korban, Susiani mengatakan, buah hatinya nekat mencoba menghabisi nyawa karena tersinggung. Ia sakit hati setelah mendapat teguran lantaran sering bolos sekolah. Sedangkan Puji Rahayu, guru korban menduga, perbuatan nekat muridnya itu terkait masalah ekonomi keluarga. Kemudian lima anggota geng beberapa sekolah menengah atas di Makassar, Sulawesi Selatan yang terdiri dari tiga perempuan dan dua laki-laki ditangkap polisi. Kelima pelajar tersebut diduga menganiaya dan merampas uang korban (Tim Buser SCTV, 2008). Penyelesaian masalah oleh remaja berbeda satu dengan yang lain dan antara pria maupun wanita. Pria kebanyakan lebih mampu menyelesaikan masalah daripada wanita, karena pria dituntut untuk tidak tergantung pada orang lain tetapi harus bertahan. Pria lebih menggunakan rasio sehingga dalam menyelesaikan masalah dibutuhkan ketenangan dan rasionalitas dalam menghadapi masalah, sedangkan wanita dalam menyelesaikan masalah cenderung menggunakan perasaannya dalam menghadapi masalahnya (Dagun, 1992). Namun kenyataannya dalam menghadapi masalah yang begitu kompleks ada sebagian remaja dapat mengatasinya, namun ada pula sebagian remaja yang mengalami kegagalan dalam mengatasinya. Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, juga terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan hanya antar pelajar SMA, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan,

4 tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 2002 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 2004 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 2005 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 2007 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas (Tambunan, 2007). Hasil data penelitian yang dilakukan oleh Centra Remaja Mitra Jakarta menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kasus kejahatan yang melibatkan remaja di Indonesia. Pada tahun 2003 terdapat 4012 kasus, tahun 2004 terdapat 5078 kasus dan sepanjang tahun 2005 telah mencapai 6923 kasus. Perbandingan tahun 2003 dan 2004 menunjukkan bahwa kasus kejahatan remaja meningkat sebesar 36,8%. Kenyataan di lapangan juga menujukkan dari 15.000 kasus narkoba selama 2 tahun terakhir 46% diantaranya dilakukan oleh remaja. Hasil data yang ada menunjukkan 96,2% kejahatan sering dilakukan oleh remaja lakilaki (Fakhruddin, 2006). Kenyataan yang terjadi di atas menunjukkan bahwa remaja Indonesia memiliki tingkat kejahatan yang cukup tinggi dan kemampuan menyelesaikan masalah yang dimiliki remaja rendah. Ini di lihat dari kasus kejahatan yang dilakukan oleh remaja yang tiap tahun meningkat sekitar 20%-30% pertahun (Fakhruddin, 2006). Salah satu faktor yang dianggap mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah adalah pola pengasuhan orang tua (Pohan, 1986). Menurut Gordon (1996) remaja yang di asuh oleh orang tua yang demokratis lebih mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik karena didalam

5 keluarga yang demokratis, orang tua mampu menjadi model yang baik bagi remaja. Remaja dilibatkan dan dilatih bagaimana menggunakan pemecahan masalah untuk menetapkan aturan-aturan keluarga, merencanakan kegiatan dirumah serta memecahkan semua konflik sehingga para remaja mempunyai pengalaman apabila orang tua tidak lagi menjadi pemberi penyelesaian dan pembuat keputusan. Fenomena yang terjadi, orang tua memberi pengarahan dan bimbingan saja untuk menyampaikan sejumlah alternatif penyelesaian masalah kepada anak tanpa adanya kontrol terhadap sikap anak. Pembentukan sikap memang penting, tetapi karena intelektual selalu diutamakan oleh orang tua maka segi-segi lain kurang mendapat perhatian. Sebagai contoh; seorang pelajar dalam mengerjakan tugas atau pekerjaan akademik sehari-hari tidak lepas dari kesulitan-kesulitan. Kesulitan tersebut dapat menimbulkan dan mengganggu emosi serta dapat mempengaruhi kehidupan mental remaja. Individu yang terjebak dalam keadaan ini akan kesulitan untuk menyerap informasi dengan efisien, sehingga masalah sulit untuk diselesikan dan dapat melakukan tindakan yang dapat merugikan remaja sendiri, seperti membolos, nilai yang kurang, perkelahian, dan melakukan tindakan yang dapat menyebabkan dirinya terluka, dan sebagainya (Basri, 2004). Dampak pola asuh orangtua terhadap kinerja anak telah banyak ditunjukkan dalam beberapa penelitian. Beberapa bentuk kinerja tersebut meliputi prestasi belajar, kompetensi sosial, dan penyesuaian diri (Iffah, 2006). Pola asuh dan hubungan keluarga diyakini mempunyai peran yang kuat dalam membentuk perilaku bahkan hingga seorang individu mencapai dewasa.

6 Ketrampilan untuk menyelesaikan masalah pada remaja dipengaruhi oleh banyak hal. Menurut Rakhmat (1997) faktor yang mempengaruhi ketrampilan seseorang dalam memecahkan masalah adalah faktor situasional, biologis, sosiopsikologis dan konsep diri. Selain itu kemandirian pun mempengaruhi ketrampilan seseorang dalam menyelesaikan masalah (Hernawati, 2006). Menurut Lindgren (Lukman, 2000) bahwa tingkah laku mandiri meliputi pengambilan inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam usahanya dan melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Sikap kemandirian akan terus berkembang apabila dilatih dan dikembangkan sehingga remaja akan mampu menghadapi permasalahan yang kompleks dan berani menghadapi tantangan hidup. Kemandirian remaja secara spesifik menuntut suatu kesiapan individu baik secara fisik maupun emosional untuk mengatur, mengurus, dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak tergantung pada orang lain. Dengan kurangnya pengalaman remaja dalam menghadapi berbagai masalahnya, maka remaja akan mengalami kesulitan dalam menghadapi berbagai masalahnya untuk dapat memperoleh kemandirian (Yunita, Wimbarti, dan Mustagfirin, 2002). Kemandirian seorang remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi antara remaja dan teman sebaya. Hurlock (1997) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja belajar berpikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima bahkan dapat juga menolak pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima di dalam kelompoknya. Penerimaan dari kelompok teman sebaya ini merupakan

7 hal yang sangat penting, karena remaja membutuhkan adanya penerimaan dan keyakinan untuk dapat diterima oleh kelompoknya. Remaja dalam mencapai keinginan untuk mandiri sering kali mengalami hambatan-hambatan yang disebabkan oleh masih adanya kebutuhan untuk tetap tergantung pada orang lain. Situasi ini akan mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Tetapi tidak jarang remaja menjadi frustrasi dan memendam kemarahan yang mendalam kepada orang tuanya atau orang lain di sekitarnya. Frustrasi dan kemarahan tersebut seringkali diungkapkan dengan perilaku-perilaku yang tidak simpatik terhadap orang tua maupun orang lain dan dapat membahayakan dirinya dan orang lain di sekitarnya. Hal ini tentu saja akan sangat merugikan remaja tersebut karena akan menghambat tercapainya kedewasaan dan kematangan kehidupan psikologisnya (Mu tadin, 2002). Oleh karena itu, pemahaman orang tua terhadap kebutuhan psikologis remaja untuk mandiri sangat diperlukan dalam upaya mendapatkan titik tengah penyelesaian konflik dan masalah yang dihadapi remaja. Hasil penelitian Iffah (2006) menunjukkan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh yang baik, remaja cenderung dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan mudah, sebaliknya orang tua yang menerapkan pola asuh yang kurang baik, remaja cenderung kurang mampu menyelesaikan masalah dengan baik. Penelitian Hernawati (2006) menunjukkan remaja di panti asuhan yang mempunyai kemandirian baik dan positif cenderung baik kemampuan pemecahan masalahnya, sebaliknya remaja yang kemandiriannya kurang baik cenderung

8 kurang mampu dalam pemecahan masalahnya. Sedangkan penelitian Lukman (2000) menyebutkan dalam kemandirian ada sikap percaya dan inisiatif yang kurang sehingga kemampuan remaja dalam menyelesaikan masalah kurang baik, karena hanya menerima terus dan tidak ada inisiatif untuk menyelesaikannya. Berdasarkan uraian di atas, permasalahnnya adalah sejauhmana hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dan kemandirian dengan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja. Mengacu permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang fenomena kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja dengan mengadakan penelitian berjudul Hubungan antara Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan Kemandirian dengan Kemampuan Menyelesaikan Masalah pada Remaja. B. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dan kemandirian dengan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja. 2. Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja. 3. Untuk mengetahui hubungan kemandirian dengan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja.

9 C. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu psikologi, terutama psikologi pendidikan dan perkembangan mengenai peran pola asuh demokratis dan kemandirian dalam penyelesaian masalah pada remaja. 2. Secara praktis a. Bagi orangtua, memberikan sumbangan berupa data-data empirik tentang hubungan antara pola asuh orang tua dan kemandirian dengan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja, sehingga mampu menerapkan pola asuh yang positif agar remaja dapat membentuk kemandirian secara positif dan memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang baik. b. Bagi pendidik, memberikan informasi tentang hubungan antara pola asuh demokratis dan kemandirian dengan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja, sehingga dalam usaha mendidik remaja disekolah dapat ditingkatkan agar remaja mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik. c. Bagi subjek, memberikan masukan mengenai keterkaitan antara pola asuh demokratis dan kemandirian dengan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja, sehingga diharapkan mampu membentuk kemandirian yang positif dan memahami pola asuh yang diberikan orang tua sebagai upaya dalam menyelesaikan masalah dengan baik.