KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN 2010- Isri Rezta Prianty 1, Sori Muda 2, Rasmaliah 2 1 Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU 2 Dosen Departemen Epidemiologi FKM USU Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155 Abstract Pulmonary tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis and one of the lower respiratory track disease. Based on the Profile of Disease Control and Enviromental Sanitation in, the proportion of child TB in North Sumatera is 2,4%. To determine the characteristics of children under five years with pulmonary TB who were hospitalized in Vita Insani Hospital Pematangsiantar within 2010-, conducted a descriptive study with case series design. Population and sample was 106 patients. Univariate data were analyzed by descriptive while bivariate data were analyzed by using Chi square test, t-independent, Anova, Kruskal-Wallis and Mann-Whitney. The highest proportion is in the age group 0-<12 month (50,0%), male (58,5%), Bataknese (67,9%), Protestantism (54,7%), came from outer Pematangsiantar (75,5%), with adequate nutritional status (66,0%), have received BCG immunization (81,1%), diagnosis of disease by blood test and X-ray (100,0%), average length of hospitalization 3,11 days (3 days), discharge based on doctor permission (95,3%), using own cost (93,4%). There was no significant difference of age based on nutritional status, there was no significant difference of age based on BCG immunization status, there was no significant difference of sex based on nutritional status, there was no significant difference of sex based on BCG immunization status, there was no significant difference of average length of hospitalization based on nutritional status, there was no significant difference of average length of hospitalization based on the state while come back home, there was no significant difference of average length of hospitalization based on cost source. The writer expects the health workers to complete the data on the status of patient such as the history of pulmonary TB in family and in the diagnosis of pulmonary TB in children under five years according to national guidelines for prevention of TB. Key Words : Pulmonary Tuberculosis, Children under five years, Characteristics Pendahuluan Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Beberapa penyakit menular sudah bisa ditangani seperti cacar dan frambusia, namun masih banyak penyakit menular lain yang masih belum bisa dituntaskan seperti kusta, diare dan tuberkulosis (TB). 1) TB paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah. 2) Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), penyakit TB pada anak usia di bawah 15 tahun merupakan masalah kesehatan masyarakat 1
yang sangat penting, salah satu alasannya adalah karena bayi dan anak lebih berisiko dibandingkan orang dewasa dalam hal mengembangkan bentuk ganas dari TB misalnya TB meningitis. Diantara anakanak, kasus TB paling banyak ditemukan pada anak usia di bawah 5 tahun dan pada remaja usia di atas 10 tahun. 3) Menurut WHO, pada tahun, 530.000 anak-anak usia di bawah 15 tahun menderita TB dan 74.000 diantaranya meninggal karena TB dengan CFR sebesar 13,96%. 4) Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi TB paru di Indonesia pada kelompok umur di bawah 1 tahun sebesar 200 per 100.000 penduduk dan pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 400 per 100.000 penduduk. 5) Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun, jumlah kasus TB paru pada kelompok umur 0-14 tahun di Indonesia sebanyak 1.703 kasus. Pada kelompok umur yang sama dilihat dari tingkat Provinsi, jumlah kasus tertinggi berada di Provinsi Jawa Barat sebanyak 205 kasus, Jawa Timur sebanyak 200 kasus, Jawa Tengah 147 kasus dan pada urutan ke- 4 adalah Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah kasus sebanyak 132 kasus. 6) Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 33 kabupaten/kota. Pada tahun, kota Pematangsiantar berada di urutan kedelapan dengan angka prevalensi TB tertinggi sebesar 227 per 100.000 penduduk. 7) Perumusan Masalah Belum diketahui karakteristik balita penderita TB paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010-. Tujuan Penelitian Mengetahui karakteristik balita penderita TB paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010-. Tujuan Khusus Penelitian Mengetahui distribusi proporsi balita penderita TB paru yang dirawat inap berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, suku, agama dan tempat tinggal. Mengetahui distribusi proporsi balita penderita TB paru berdasarkan status gizi, status imunisasi BCG, diagnosa penyakit, lama rawatan rata-rata, keadaan sewaktu pulang dan sumber biaya. Mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan status gizi dan status imunisasi BCG. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan status gizi dan status imunisasi BCG. Mengetahui lama rawatan rata-rata berdasarkan status gizi, keadaan sewaktu pulang dan sumber biaya. Manfaat Penelitian Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar dalam meningkatkan pelayanan kesehatan berupa perawatan dan pengobatan bagi balita penderita TB paru. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai TB paru dan sebagai syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi peneliti lain. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2014. Populasi penelitian adalah seluruh balita penderita TB paru yang dirawat inap yang dicatat di rekam medis Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010- yang berjumlah 106 orang. Besar sampel sama dengan populasi (Total Sampling). Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan uji Chi-square, uji t-independent, 2
uji Anova, uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney. Hasil dan Pembahasan TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010- berdasarkan sosiodemografi dapat Tabel 1. Distribusi Proporsi Balita Penderita TB Sosiodemografi di Rumah Sakit Vita Sosiodemografi f % Umur (bulan) 0-<12 53 50,0 12-<36 47 44,3 36-60 6 5,7 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 62 44 58,5 41,5 Suku Batak 72 67,9 Jawa 31 29,2 Melayu 1 0,9 Lain-lain 2 2,0 Agama Islam 43 40,6 Kristen Protestan 58 54,7 Kristen Katholik 5 4,7 Tempat Tinggal Kota Pematangsiantar Luar Kota Pematangsiantar 26 80 24,5 75,5 yang dirawat inap tertinggi pada kelompok umur 0-<12 bulan (50,0%), sedangkan yang terendah pada kelompok umur 30-60 bulan (5,7%). Anak-anak dengan usia 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami infeksi menjadi sakit TB Paru dikarenakan imunitas selulernya belum berkembang secara sempurna, namun risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. 8) Proporsi jenis kelamin balita 3 tertinggi adalah jenis kelamin laki-laki (58,5%) dibandingkan jenis kelamin perempuan (41,5%). Berdasarkan jenis kelamin, hampir tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki maupun perempuan sampai pada umur pubertas. Anak-anak terutama bayi dan balita memiliki daya tahan tubuh yang masih lemah dikarenakan imunitas selularnya belum terbentuk secara sempurna. 9) Proporsi suku balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah suku Batak (67,9%). Hal ini dikarenakan penduduk yang bertempat tinggal di Kota Pematangsiantar dan sekitarnya sebagian besar adalah suku Batak sehingga menyebabkan suku Batak lebih banyak datang berobat ke Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. Proporsi agama balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah agama Kristen Protestan (54,7%). Hal ini tidak menunjukkan adanya keterkaitan antara agama dengan kejadian TB Paru pada balita, tetapi menunjukkan bahwa balita penderita TB Paru yang datang berobat ke Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar mayoritas beragama Kristen Protestan. Hal ini dikarenakan penduduk yang bertempat tinggal di Kota Pematangsiantar dan sekitarnya mayoritas beragama Kristen Protestan. Proporsi tempat tinggal balita tertinggi adalah berasal dari luar Kota Pematangsiantar (75,5%). Hal ini dikarenakan letak Rumah Sakit Vita Insani yang strategis dan mudah dijangkau yaitu berada di pusat Kota Pematangsiantar dan merupakan rumah sakit rujukan menyebabkan tingginya jumlah penderita yang menjalani pengobatan demi mendapatkan fasilitas yang lebih baik dan memadai. TB Paru yang dirawat inap berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Distribusi Proporsi Balita Penderita TB Status Gizi di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010- Status Gizi f % Baik 70 66,0 Kurang 26 24,5 Buruk 10 9,5 Proporsi status gizi balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah gizi baik (66,0%). Anak-anak yang mempunyai status gizi kurang cenderung mudah terinfeksi bakteri TB. Status gizi yang baik akan meningkatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh anak sehingga anak tidak mudah menderita penyakit TB, tetapi tidak dapat mencegah seorang anak agar tidak menderita penyakit TB. Anak dengan status gizi yang baik apabila terinfeksi dengan bakteri TB cenderung menderita TB ringan dibandingkan dengan yang mempunyai status gizi buruk. 10) TB Paru yang dirawat inap berdasarkan status imunisasi BCG dapat dilihat pada Tabel 3. Distribusi Proporsi Balita Penderita TB Status Imunisasi BCG di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010- Status Imunisasi BCG f % Sudah Belum 86 20 81,1 18,9 Proporsi status imunisasi BCG balita tertinggi adalah sudah mendapat imunisasi BCG (81,1%). Vaksinasi BCG sangat penting untuk mengendalikan penyebaran penyakit TB. Vaksinasi BCG tidak dapat mencegah infeksi TB tetapi dapat mengurangi risiko TB berat seperti TB meningitis dan TB milier. Efek proteksi bervariasi antara 0-80% dan timbul dalam jangka waktu 8-12 minggu setelah penyuntikan, hal ini mungkin disebabkan 4 oleh vaksin yang dipakai atau faktor pejamu (umur, keadaan gizi, dan lainlain). 8),11) yang dirawat inap berdasarkan diagnosa penyakit adalah seluruh balita penderita TB Paru yang dirawat inap didiagnosa dengan pemeriksaaan darah + Foto Rontgen (100%). Diagnosis TB pada anak-anak sulit untuk dilakukan, tidak cukup dengan melakukan satu tes untuk dapat mendiagnosis TB pada anak, sehingga diperlukan melakukan beberapa tes untuk mengetahui anak terinfeksi bakteri tuberkulosis seperti foto rontgen, pemeriksaan darah dan uji tuberkulin. Diagnosis pasti TB anak dilakukan dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum (dahak) dan teknik bilasan lambung, akan tetapi terdapat kesulitan dalam menegakkan diagnosis pasti tersebut dikarenakan dua hal yaitu sedikitnya jumlah bakteri (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen sputum. 8) Lama rawatan rata-rata (hari) balita dapat Tabel 4. Lama Rawatan Rata-Rata (hari) Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010- Lama Rawatan Rata-Rata (hari) Mean Standard deviation 95 % CI Min Max 3,11 1,785 2,77 3,46 1 15 Lama rawatan rata-rata balita di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010- adalah 3,11 hari (3 hari) dengan 95% Confidence Interval diperoleh bahwa lama rawatan rata-rata selama 2,77-3,46 hari. Lama rawatan paling singkat adalah 1 hari dan paling lama adalah 15
hari dengan Standard Deviasi (SD) 1,785 hari. TB Paru yang dirawat inap berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada Tabel 5. Distribusi Proporsi Balita Penderita TB Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010- Keadaan Sewaktu f % Pulang Pulang Atas Izin Dokter Pulang Atas Permintaan Sendiri Meninggal 101 4 1 95,3 3,8 0,9 Proporsi keadaan sewaktu pulang balita tertinggi adalah pulang atas izin dokter (95,3%). Hal ini dikarenakan tingginya proporsi penderita yang mempunyai status gizi baik sehingga kondisi balita cepat membaik dan dapat diizinkan pulang ke rumah oleh dokter. Anak dengan status gizi baik apabila terinfeksi oleh bakteri TB cenderung menderita TB ringan dan dapat disembuhkan dibandingkan dengan yang mempunyai status gizi buruk. 10) TB Paru yang dirawat inap berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 6. Distribusi Proporsi Balita Penderita TB Sumber Biaya di Rumah Sakit Vita Sumber Biaya f % Biaya sendiri Bukan biaya sendiri 99 7 93,4 6,6 harus dilakukan di rumah sakit jika menggunakan kartu jaminan kesehatan terutama bagi yang berasal dari luar Kota Pematangsiantar sementara orangtua penderita menginginkan agar penanganan bagi balita penderita TB Paru dilakukan dengan segera. Distribusi proporsi umur balita berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 7. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Status Gizi Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Status Gizi Umur (bulan) Jumlah <12 12 f % f % f % Baik 34 48,6 36 51,4 70 100,0 Tidak 19 52,8 17 47,2 36 100,0 baik yang dirawat inap dengan status gizi baik tertinggi pada kelompok umur 12 bulan (51,4%), sedangkan proporsi balita dengan status gizi tidak baik tertinggi pada kelompok umur <12 bulan (52,8%). Hal ini dikarenakan balita umur <12 bulan masih memiliki imunitas yang rendah sehingga jika balita tersebut mengalami gizi tidak baik maka akan sulit mengembalikan kondisi balita ke gizi baik. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang memiliki arti bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna umur berdasarkan status gizi. Distribusi proporsi umur balita berdasarkan status imunisasi BCG dapat Proporsi sumber biaya balita tertinggi adalah biaya sendiri (93,4%). Hal ini dikarenakan panjangnya prosedur yang 5
Tabel 8. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Status Imunisasi BCG Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010- Status Imunisasi BCG Umur (bulan) Jumlah <12 12 f % f % f % Sudah 40 46,5 46 53,5 86 100,0 Belum 13 65,0 7 35,0 20 100,0 yang dirawat inap yang sudah mendapat imunisasi BCG tertinggi pada kelompok umur 12 bulan (53,5%), sedangkan proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap yang belum mendapat imunisasi BCG tertinggi pada kelompok umur <12 bulan (65,0%). Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang memiliki arti bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna umur berdasarkan status imunisasi BCG. Distribusi proporsi jenis kelamin balita berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 9. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Status Gizi Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010- Jenis Kelamin Status Gizi Laki-laki Peremp uan Jumlah f % f % f % Baik 41 58,6 29 41,4 70 100,0 Tidak 21 58,3 15 41,7 36 100,0 baik yang dirawat inap dengan status gizi baik tertinggi pada jenis kelamin laki-laki 58,6%. yang dirawat inap dengan status gizi tidak baik tertinggi pada jenis kelamin laki-laki 58,3%. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang memiliki arti bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna jenis kelamin berdasarkan status gizi. Distribusi proporsi jenis kelamin balita berdasarkan status imunisasi BCG dapat Jenis Kelamin Tabel 10. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Status Imunisasi BCG Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Status Imunisasi Lakilaki Perempuan Jumlah BCG f % f % f % Sudah 52 60,5 34 39,5 86 100,0 Belum 10 50,0 10 50,0 20 100,0 yang dirawat inap yang sudah mendapat imunisasi BCG tertinggi pada jenis kelamin laki-laki 60,5%. Proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap yang belum mendapat imunisasi BCG pada laki-laki 50,0% dan pada perempuan 50,0%. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-square diperoleh nilai p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna jenis kelamin berdasarkan status imunisasi BCG. Hal ini sesuai dengan penelitian Maria Holly Herawati pada tahun 2002 di 5 wilayah Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur bahwa tidak ada perbedaan proporsi berdasarkan jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan berdasarkan status imunisasi BCG. 12) Distribusi lama rawatan rata-rata balita berdasarkan status gizi dapat dilihat pada 6
Tabel 11. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata (hari) Berdasarkan Status Gizi Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010- Status Gizi Lama Rawatan Ratarata (hari) n Mean SD Baik 70 3,06 1,350 Kurang 26 2,85 1,223 Buruk 10 4,20 4,185 Lama rawatan rata-rata balita dengan status gizi baik 3,06 hari (3 hari), status gizi kurang 2,85 hari (3 hari) dan status gizi buruk 4,20 hari (4 hari). Berdasarkan uji Kruskal-Wallis diperoleh p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan status gizi. Hal ini menunjukkan bahwa balita penderita TB Paru baik dengan status gizi baik, gizi kurang maupun gizi buruk membutuhkan perawatan sampai kondisi balita penderita TB Paru benar-benar membaik. Distribusi lama rawatan rata-rata balita berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat Tabel 12. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata (hari) Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Keadaan Sewaktu Pulang Lama Rawatan Ratarata (hari) n Mean SD Pulang Atas Izin 101 3,17 1,806 Dokter Pulang Atas 4 2,00 0,816 Permintaan Sendiri Meninggal 1 2,00 0,000 Lama rawatan rata-rata balita yang pulang atas izin dokter (PAID) 3,17 hari (3 hari), pulang atas permintaan sendiri (PAPS) 2,00 hari (2 hari) dan meninggal 2,00 hari (2 hari). 7 Berdasarkan uji Anova diperoleh p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang. Balita penderita TB Paru dengan lama rawatan paling lama adalah jenis kelamin laki-laki yang berasal dari luar Kota Pematangsiantar dengan keadaan sewaktu pulang adalah pulang atas izin dokter (PAID) dan status gizi buruk. Distribusi lama rawatan rata-rata balita berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada Tabel 13. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata (hari) Berdasarkan Sumber Biaya Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Lama Rawatan Ratarata Sumber Biaya (hari) n Mean SD Biaya sendiri 99 3,07 1,814 Bukan biaya sendiri 7 3,71 1,254 Lama rawatan rata-rata balita dengan menggunakan biaya sendiri 3,07 hari (3 hari), sedangkan yang menggunakan bukan biaya sendiri 3,71 hari (4 hari). Berdasarkan uji Mann-Whitney diperoleh p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya. Hal ini menunjukkan bahwa sumber biaya tidak menentukan lamanya balita penderita TB Paru dirawat di rumah sakit. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan a. yang dirawat inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010- berdasarkan sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 0-<12 bulan (50,0%),
jenis kelamin laki-laki (58,5%), suku Batak (67,9%), agama Kristen Protestan (54,7%) dan tempat tinggal di luar Kota Pematangsiantar (75,5%). b. Proporsi status gizi balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah gizi baik (66,0%). c. Proporsi status imunisasi BCG balita tertinggi adalah sudah mendapat imunisasi BCG (81,1%). d. yang dirawat inap berdasarkan diagnosa penyakit seluruhnya didiagnosis dengan pemeriksaan darah + Foto Rontgen (100,0%). e. Lama rawatan rata-rata balita adalah 3,11 hari (3 hari). f. Proporsi keadaan sewaktu pulang balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah pulang atas izin dokter (95,3%). g. Proporsi sumber biaya balita tertinggi adalah biaya sendiri (93,4%). h. Tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi umur berdasarkan status gizi. i. Tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi umur berdasarkan status imunisasi BCG. j. Tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi jenis kelamin berdasarkan status gizi. k. Tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi jenis kelamin berdasarkan status imunisasi BCG. l. Tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan status gizi. m. Tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang. n. Tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya. 8 Saran a. Diharapkan kepada petugas kesehatan Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar yang bertugas untuk menangani balita penderita TB Paru agar melengkapi data-data pada kartu status pasien seperti riwayat TB Paru pada keluarga balita penderita TB Paru. b. Kepada pihak Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar diharapkan dalam mendiagnosis TB Paru pada balita seuai dengan pedoman nasional penanggulangan Tuberkulosis sehingga hasil diagnosis yang diperoleh lebih akurat. c. Diharapkan petugas kesehatan Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar agar memberikan pemahaman kepada keluarga bahwa balita penderita TB Paru harus menjalani pengobatan secara teratur selama 6 bulan sehingga hasil pengobatan dapat efektif dan tidak terjadi resisten terhadap obat. Daftar Pustaka 1. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Erlangga, Jakarta. 2. Alsagaff, H., dkk. 2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan Keempat. Airlangga University Press, Surabaya. 3. CDC. 2014. TB in Children in The United States. http://www.cdc.gov/tb/topic/po pulations/tbinchildren/default. htm. Diakses tanggal 13 Maret 2014. 4. WHO. 2014. Tuberculosis. http://www.who.int/mediacentr e/factsheets/fs104/en/ Diakses tanggal 18 Maret 2014.
5. Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta. 6. Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. 7. Dinkes Provinsi Sumatera Utara. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun. Medan. 8. Soegijanto, S., dkk. 2007. Lymphadenitis Tuberculosis. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Jilid 6. Airlangga University Press, Surabaya. 9. Crofton, J., dkk. 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2. Widya Medika, Jakarta. 10. Rahardiyanti, W., dkk.. Gambaran Karakteristik Penderita Tuberkulosis Pada Anak Umur 1-5 Tahun yang Berobat di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 1. 11. Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Trans Info Media, Jakarta. 12. Herawati, M.H., dkk. 2002. Kejadian Tuberkulosis Pada Anak Setelah Imunisasi Baccilus Calmette Et Guerrin di 5 Wilayah Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Tahun 200-2002. Buletin Penelitian Kesehatan. Volume 33. 9