POTENSI KERUGIAN FINANSIAL AKIBAT ABNORMALITAS SELANG BERANAK PADA USAHA TERNAK SAPI PERAH

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

Lampiran 1. Asumsi, Koefisien teknis dan Koefisien harga

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin... Afghan Arif Arandi

ANALISIS PEMBIAYAAN PENGADAAN CALON INDUK SAPI PERAH ANTAR WILAYAH SENTRA PENGEMBANGAN SAPI PERAH

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

COMPARISON REPRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENAMPUNGAN SUSU DI KUD TANI WILIS KECAMATAN SENDANG KABUPATEN TULUNGAGUNG

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

Evaluasi Penampilan Reproduksi Sapi Perah (Studi Kasus Di Perusahaan Peternakan Sapi Perah KUD Sinarjaya)

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

Analisis Break Even Point (BEP) Usahatani Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Sleman

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

EVALUASI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PERAH PERANAKAN FRIES HOLLAND (PFH) PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD SUMBER MAKMUR KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG

WILAYAH KERJA KRADENAN III, KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN GROBOGAN, JAWA TENGAH SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

ANALISIS INVESTASI USAHATANI PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SLEMAN TESIS

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

Manfaat Finansial Penggunaan Ransum Berbasis Silase... Andrian Lutfiady

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

Peternakan Tropika. Journal of Tropical Animal Science

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERAH EKS-IMPOR DAN LOKAL PADA TIGA PERIODE KELAHIRAN DI SP 2 T, KUTT SUKA MAKMUR GRATI, PASURUAN

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

ANALISIS FINANSIAL KELAYAKAN USAHA SAPI PERAH PENERIMA KREDIT USAHA RAKYAT. (Kasus pada Peternak Sapi Perah Nasabah Bank BJB KCP Ujung Berung)

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2016, VOL.16, NO.1

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi perah yang berada di wilayah kerja

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG

Analisis Pendapatan Usaha Sapi Pasundan...Rizka Diannika Syahrizal.

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

KELAYAKAN USAHA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA

PENDAHULUAN. (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi per januari 2015 sebanyak 3.420

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor)

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. selesai, seekor induk sapi perah harus diafkir, dan diganti dengan induk baru yang

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

KAJIAN SOSIAL EKONOMI PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KEBUMEN

BAB I PENDAHULUAN. susu. Diantara ternak perah, sapi perah merupakan penghasil susu yang sangat. memenuhi kebutuhan konsumsi bagi manusia.

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN

PERFORMA REPRODUKSI SAPI DARA FRIESIAN-HOLSTEIN PADAPETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT SP CIKOLE DI LEMBANG

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PERAH MELALUI KAWIN TEPAT WAKTU

DAMPAK PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN (IB) TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI DAERAH JAWA BARAT

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG

Kajian Produktivitas Sapi Madura Study On Madura Cattle Productivity

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

ABSTRAK ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM

Lilis Nurlina Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

INCOME ANALYSIS, OF SMALL SCALE DAIRY FARMING ACTIVITY AT BOTO PUTIH VILLAGE BENDUNGAN SUB DISTRICT TRENGGALEK REGENCY

PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN SKRIPSI. Disusun oleh: DEDDI HARIANTO NIM:

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Analisis Kelayakan Pola Bagi Hasil Usahaternak Sapi Perah Rakyat

Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan II Membangun Kewirausahaan Dalam Pengelolaan Kawasan Peternakan Berbasis Sumberdaya Lokal

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sumber utama protein, kalsium, fospor, dan vitamin.

Analisis Investasi Usahatani Pembibitan Sapi Peranakan Limousine di Kabupaten Sleman

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at :

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA AYAM KAMPUNG DI DISTRIK SEMANGGA KABUPATEN MERAUKE. Ineke Nursih Widyantari 1) ABSTRACT

Cahyo Andi Yulyanto, Trinil Susilawati dan M. Nur Ihsan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang Jawa Timur

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

Analisis Titik Impas dan Efisiensi Pada Usaha Domba...Reka Maharnika ANALISIS TITIK IMPAS DAN EFISIENSI PADA USAHA DOMBA

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat)

Transkripsi:

POTENSI KERUGIAN FINANSIAL AKIBAT ABNORMALITAS SELANG BERANAK PADA USAHA TERNAK SAPI PERAH Dewi Siti Rukayah* *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor 45363 e-mail: dewirukayah@gmail.com ABSTRAK Penelitian tentang Potensi Kerugian Finansial Akibat Abnormalitas Selang Beranak pada Usaha Ternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KSU Tandangsari, Sumedang telah dilaksanakan pada 16 30 Mei 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa reproduksi sapi perah berupa selang beranak dan mengetahui potensi kerugian finansial usaha sapi perah akibat abnormalitas selang beranak. Pengambilan sampel dan pengamatan menggunakan metode survey. Model analisis yang digunakan adalah analisis biaya, penerimaan dan pendapatan, serta kerugian finansial yang mempertimbangkan nilai waktu terhadap uang (present value). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa angka selang beranak pada induk sapi perah di daerah penelitian bervariasi mulai dari 13-24 bulan, frekuensi perkawinan per kebuntingan (S/C) berkisar antara 1,00 9,00 dan masa kosong masingmasing 4-15 bulan. Induk sapi perah dengan selang beranak abnormal (>13 bulan) menunjukkan potensi kerugian finansial dengan nilai selisih kerugian terendah untuk setiap induk sapi perah sebesar Rp. 4.257.879,03,- induk per tujuh tahun masa produktif sapi tersebut. Semakin panjang selang beranak pada induk sapi perah semakin tinggi potensi kerugian finansial yang diterima peternak. Kata kunci: potensi kerugian finansial, present value, selang beranak. ABSTRACT A research on Financial Loss Potential due to Calving Interval Abnormalities in Dairy Cattle Business in The KSU Tandangsari Area, Sumedang, was conducted for 15 days since May 16 th to 30 th 2012. This study was aimed to determine the reproductive performance of dairy cattle in the form of calving interval and to determine the financial loss potential due to calving interval abnormalities. Taking samples and observating used survey method. Analytical model which used were the analysis of costs, revenues and incomes, and financial loss (valued by present worth). The results of this study indicate that calving interval rates on dairy cattle in the study area were varies start from 13-24 months, frequency of S/C start from 1-9, and days open period start from 4-15 months. The cows with abnormal calving interval (13 months) showed financial loss potential with lower losing value Rp. 4.257.879,03,- per cow in their seven years productivity. The higher number of calving interval rates, the higher number of financial loss will received. Key Words: calving interval, financial loss potential, present value. 1

1. PENDAHULUAN Produksi susu sapi perah pada peternakan rakyat masih dikategorikan rendah sedangkan penerimaan peternak terbesar diperoleh dari hasil penjualan susu. Rata-rata produksi susu dari setiap rumah tangga peternak di Jawa Barat adalah 10.762 liter per tahun atau 2.690 liter tiap ekor induk per tahun (Budinuryanto, dkk., 2011). Sapi induk laktasi akan menghasilkan susu yang optimal apabila didukung dengan performa reproduksi yang baik. Indikator performa reproduksi sapi betina yang berhubungan dengan produksi susu salah satunya yaitu selang beranak. Selang beranak ditentukan oleh lamanya sapi induk menjalani masa kosong (masa setelah induk melahirkan sampai dikawinkan kembali). Selang beranak pada sapi perah adalah waktu yang diperlukan dari sejumlah induk sejak beranak pertama hingga beranak berikutnya (Triwulanningsih, dkk., 2009). Selang beranak yang baik adalah 13 bulan (rentang 12-14 bulan) dengan persentase kebuntingan sebesar 95% yang artinya mendekati satu kali konsepsi perkawinan untuk menghasilkan kebuntingan atau S/C mendekati 1,00 (Hafez, 2000). Selang beranak lebih dari 13 bulan dilihat dari produksi susu selama masa laktasi berjalan akan menaikkan jumlah produksi susu akan tetapi secara kumulatif selama umur produktif sapi perah tersebut menghasilkan pedet lebih sedikit dan produksi susu rata-rata selama umur produktif menurun, dengan demikian dalam jangka panjang diperkirakan penerimaan peternak dari penjualan susu dan pedet menurun sehingga peternak diperkirakan mengalami kerugian finansial. Semakin panjang selang beranak biasanya berhubungan dengan penurunan pendapatan yang diterima peternak. Penurunan ini diakibatkan oleh produksi susu yang relatif rendah dilain pihak biaya pemeliharaan per kelahiran tinggi, resiko akibat pengafkiran, dan biaya pembelian sapi dara yang tinggi sebagai pengganti ternak yang di afkir (De Vries, 2006). Sementara itu bagi sebagian peternak sapi perah rakyat di Indonesia menunda perkawinan dilakukan dengan tujuan agar produksi susu pada periode laktasi tersebut tidak cepat menurun, oleh karena itu perkawinan dilakukan setelah 60-90 hari setelah induk melahirkan. Penundaan perkawinan ditujukan terutama untuk menekan resiko insiden mastitis dan sejumlah gangguan metabolis (Rehn et al., 2000). Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk melihat berapakah potensi kerugian finansial akibat abnormalitas selang beranak yang dialami peternak sapi perah rakyat Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa reproduksi sapi perah berupa selang beranak dan mengetahui potensi kerugian finansial usaha sapi perah akibat abnormalitas 2

selang beranak pada usaha ternak sapi perah yang berada di wilayah KSU Tandangsari, Sumedang. 2. BAHAN DAN METODE 2.1. BAHAN Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja KSU Tandang Sari Kabupaten Sumedang, Jawa Barat mulai dari tanggal 16 Mei 2012 sampai 30 Mei 2012. Bahan penelitian berupa data observasi atau pengamatan langsung terhadap ternak sapi perah induk, data wawancara yaitu melalui tanya jawab lisan dengan menggunakan kuesioner sebagai pedoman wawancara, data berupa catatan produksi (susu dan pedet), catatan reproduksi (masa kosong, S/C, dan selang beranak), kartu setoran susu, kartu IB, dan sebagainya. Total data produksi susu diambil dari data rata-rata produksi setiap induk sebanyak delapan catatan sesuai dengan delapan variasi angka selang beranak yang ditemui di lokasi penelitian, yaitu 13, 14, 15, 16, 17, 18, 21, dan 24 bulan. Total induk sapi perah yang menjadi objek penelitian adalah 88 ekor. 2.2. METODE A. Analisis Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Biaya Biaya tiap ekor induk dihitung per tahun dan diproyeksikan selama tujuh tahun masa produktif ternak. Komponen biaya yang dihitung dalam penelitian hanya biaya variabel yang berhubungan langsung dengan performa reproduksi sebagai berikut: 1. Biaya layanan IB dan keswan (X 1 ), satuan yang digunakan Rp/tahun. 2. Biaya pakan yang terdiri dari Hijauan(X 2 ), Konsentrat (X 3 ) dan ampas tahu (X 4 ), satuan yang digunakan Rp/tahun. Berdasarkan hal tersebut maka persamaan menghitung biaya untuk tiap ekor induk sapi perah adalah sebagai berikut. TC = TFC+TVC (Sukirno, 2008). TC = VC = X i Hx i = (X 1 Hx 1 ) + (X 2 Hx 2 ) + (X 3 Hx 3 ) + (X 4 Hx 4 ) + (X 5 Hx 5 ) Keterangan: TC = Biaya yang dihitung dalam penelitian (Rp/tahun) VC = Biaya variabel yang berhubungan langsung dengan performa reproduksi (Rp/tahun) X i = Jumlah input variabel yang dikeluarkan terdiri dari layanan IB dan keswan (X 1 ) 3

(frekuensi S/C /tahun), (Pakan Hijauan (X2), Konsentrat (X3) dan ampas tahu (X4)) (Kg/tahun) = Harga input variabel yang dikeluarkan yang terdiri dari Layanan IB dan Keswan (Rp/frekuensi S/C) dan Pakan (hijauan, konsentrat, ampas tahu) (Rp/Kg). Hxi Penerimaan Penerimaan yang berhubungan langsung dengan performa reproduksi hanya susu dan pedet sedangkan feses dan induk afkir diasumsikan tetap dan tidak dimasukkan dalam perhitungan. Berikut ini penerimaan tiap ekor induk sapi perah yang diasumsikan berubah akibat abnormalitas selang beranak. 1. Susu (Y1) merupakan hasil utama dari usaha ternak sapi perah, berdasarkan hasil kali antara jumlah produksi susu (liter) dikalikan dengan harga susu (Rp) yang berlaku di tingkat peternak. Satuan penerimaan susu adalah Rp/tahun. 2. Pedet (Y2) merupakan anak yang dihasilkan oleh sapi betina, yang dinilai pada saat lepas sapih (umur tiga bulan), dihitung berdasarkan jumlah pedet (ekor) dikalikan dengan harga jual (Rp). Satuan penerimaan pedet adalah Rp/tahun. Penerimaan tiap ekor induk sapi perah dihitung per tahun dan diproyeksikan selama tujuh tahun masa produktif ternak. Persamaan untuk menghitung penerimaan per ekor induk adalah sebagai berikut: TR = YiHyi = (Y H + Y H ) Keterangan: TR = Penerimaan total yang diterima peternak dari penjualan produk/output (Rp/tahun) Yi = Produk ke-i terdiri dari susu (Y )(liter/tahun) dan pedet (Y )(ekor pedet/tahun) = Harga masing-masing produk/output terdiri dari susu (Y ) (Rp/liter) dan pedet (Y ) Hyi (Rp/ekor pedet) Pendapatan Pendapatan merupakan jumlah rupiah yang didapat dari pendapatan bersih suatu usaha (Prawirokusumo, 1990). Rumus yang digunakan menurut Soekartawi, dkk (1986) adalah: π = TR TC Keterangan : π = Pendapatan (Rp/7 tahun) TR = Total penerimaan (Rp/7tahun) TC = Total Biaya (Rp/7 tahun) 4

Perhitungan didasarkan analisis jangka panjang selama tujuh tahun atau sekitar 6 kali masa laktasi dengan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1. Induk sapi akan dipelihara sampai tujuh tahun. 2. Selang beranak hasil pencatatan akan berulang sama dengan masa laktasi berikutnya. 3. Penggunaan input lain di luar komponen biaya variabel yang ber-pengaruh langsung terhadap performa reproduksi (IB dan layanan kesehatan dan pakan) tidak berubah. 4. Penjualan sapi afkir dan feses tidak berubah. B. Potensi Kerugian Finansial Potensi kerugian finansial merupakan selisih antara pendapatan peternak pada kondisi selang beranak ideal (πi) dengan pendapatan peternak pada kondisi selang beranak aktual (πa), yang mana persamaannya dapat diturunkan sebagai berikut: L = π L = (πa πi) L = (NPVa NPVi) Keterangan: L = Potensi kerugian finansial (Loss) π = Selisih pendapatan peternak πa = Pendapatan peternak pada selang beranak aktual (>13 bulan) πi = Pendapatan peternak pada selang beranak ideal (13 bulan) NPVa = Pendapatan peternak pada selang beranak aktual (>13 bulan) yang telah dikalikan dengan SOCC (Social Opportunity Cost of Capital) NPVi = Pendapatan peternak pada selang beranak >13 bulan yang telah dikalikan dengan SOCC (Social Opportunity Cost of Capital) 3. 3.1. HASIL DAN PEMBAHASAN VARIASI SELANG BERANAK, RATA-RATA S/C, DAN MASA KOSONG Performa reproduksi induk sapi perah merupakan faktor yang menentukan jumlah kelahiran ternak. Frekuensi beranak selama sapi hidup dapat mempengaruhi produksi selama umur produktif sapi tersebut, sedangkan untuk menilai keberhasilan reproduksi sapi perah dapat dilihat dari panjang atau pendeknya selang beranak yang dicapai (Hardjosubroto, 1994). Metode perkawinan induk sapi perah yang digunakan peternak adalah kawin suntik atau inseminasi buatan. Tingkat perkawinan untuk menghasilkan kebuntingan (S/C) hasil penelitian beragam mulai dari 1 9 kali tiap tahunnya. Rata-rata peternak mengeringkan induk sapinya pada awal bulan kedelapan umur kebuntingan. Angka selang beranak yang 5

ditemukan di lokasi penelitian mulai dari 13-24 bulan. Berikut ini disajikan data yang menunjukkan angka variasi selang beranak, rata-rata S/C, dan masa kosong. Tabel. 1 Variasi Selang Beranak, Rata-Rata S/C, dan masa kosong No 1 2 3 4 5 6 7 8 Selang beranak bulan 13 14 15 16 17 18 21 24 Rata-rata S/C kali 1,14 1,92 2,93 3,00 3,00 4,20 5,00 9,00 Masa kosong bulan 4 5 6 7 8 9 12 15 Jumlah ternak sampel ekor 21 26 16 14 3 5 2 1 Selang beranak yang baik menurut Hafez (2000) adalah rentang 12-14 bulan (13 bulan). Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, angka selang beranak pada induk sapi perah bervariasi antara 13-24 bulan. Selang beranak yang paling banyak ditemui adalah selang beranak 14 bulan dengan S/C 1,92 kali dan lama masa kosong lima bulan. Sebagian besar induk sapi perah memiliki selang beranak antara 13 16 bulan. Padahal berdasarkan hasil penelitian Makin (2011) menunjukkan selang beranak 14 bulan maka produksi air susu akan menurun sebesar 12,5 %. Sebaliknya mengawinkan sapi terlalu cepat maka akan memperpendek masa laktasi. Hal ini akan merugikan secara finansial. Salah satu indikator berhasilnya inseminasi buatan adalah angka S/C mendekati 1,00 (Hafez, 2000). Selang beranak yang paling mendekati angka S/C ideal adalah selang beranak 13 bulan yang rata-rata memiliki S/C 1,14 kali. Artinya, rata-rata 1,14 kali frekuensi S/C mampu menghasilkan kebuntingan. Perkawinan dilakukan dua bulan setelah melahirkan, satu bulan kemudian induk diperiksa kembali untuk mengetahui kemungkinan birahi kembali atau gagal bunting. Pada beberapa kasus, panjang pendeknya selang beranak tidak selalu dipengaruhi frekuensi S/C. Adakalanya peternak sengaja menunda perkawinan ternaknya karena produksi susu sedang tinggi. Contohnya untuk induk dengan selang beranak 16 bulan meskipun masa selang beranaknya lebih pendek, frekuensi S/C yang dialami sama dengan induk dengan selang beranak 17 bulan yaitu 3,00 kali. Peran peternak dalam mendeteksi estrus dan mengatur perkawinan ternaknya agar tepat waktu ikut menentukan frekuensi S/C. Sementara itu, kualitas semen dan kinerja para inseminator diindikasikan sebagai faktor-faktor penyebab lainnya, namun diperlukan 6

penelitian dan kajian lanjutan untuk membuktikannya. Secara umum semakin tinggi frekuensi S/C semakin panjang masa selang beranak yang dialami induk sapi perah. 3.2. BIAYA, PENERIMAAN DAN PENDAPATAN Analisis biaya, penerimaan dan pendapatan merupakan bagian dari laporan keuangan yang merupakan ringkasan penerimaan dan biaya untuk suatu periode tertentu dan menunjukkan laba atau rugi yang dihasilkan setelah biaya dikurangkan dari penerimaan. Analisis biaya, penerimaan dan pendapatan dibentuk dalam jangka waktu tertentu untuk melihat prospek keuangan dari usaha yang direncanakan. Pendekatan untuk nilai biaya, penerimaan dan pendapatan digunakan pendekatan present value atau daya beli uang disesuaikan dengan nilai uang pada waktu sekarang. Biaya, penerimaan dan pendapatan dikalikan dengan SOCC (Social Opportunity Cost of Capital) sebagai faktor diskonto. Berikut ini disajikan hasil perhitungan biaya, penerimaan, dengan pendekatan present value tiap ekor induk selama tujuh tahun. Tabel. 2 Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan dengan Pendekatan Present Value Selama Tujuh Tahun (SOCC 8%) No. Selang Beranak Biaya Kumulatif (PVC) Penerimaan Kumulatif (PVR) Pendapatan Kumulatif (NPV) bulan Rp... Rp... Rp 1 13 37.485.704,52 75.955.175,27 38.469.470,76 2 14 37.716.011,38 71.927.603,11 34.211.591,73 3 15 38.447.467,37 71.516.258,28 33.068.790,91 4 16 38.166.519,35 70.813.719,60 32.647.200,25 5 17 37.293.637,06 69.797.487,05 32.503.849,99 6 18 38.782.897,30 68.644.542,79 29.861.645,49 7 21 38.225.334,64 68.020.647,54 29.795.312,91 8 24 38.550.829,08 66.621.262,01 28.070.432,94 Biaya yang dihitung dalam penelitian adalah biaya variabel yang berhubungan langsung dengan performa reproduksi seperti biaya layanan IB dan keswan (X 1 ), biaya pakan hijauan (X 2 ), konsentrat (X 3 ) dan ampas tahu(x 4 ). Biaya dihitung ke dalam satu tahun kemudian diproyeksikan selama tujuh tahun masa produktif ternak. Biaya layanan inseminasi buatan dan kesehatan hewan untuk induk dengan selang beranak >13 bulan secara umum mengalami kenaikan dari jumlah biaya yang harus dikeluarkan induk yang memiliki selang beranak 13 bulan. Ketika seekor induk gagal bunting artinya induk harus dikawinkan kembali dan menaikkan frekuensi S/C. Frekuensi S/C yang 7

tinggi menyebabkan kenaikan pengeluaran biaya layanan inseminasi buatan dan keswan. Secara umum semakin panjang selang beranak semakin tinggi biaya yang dikeluarkan. Siregar (1995) menyatakan penerimaan dalam usaha ternak sapi perah terdiri dari hasil penjualan susu, pedet, sapi afkir, dan pupuk kandang. Penerimaan yang berhubungan langsung dengan performa reproduksi adalah susu dan pedet sedangkan feses dan induk afkir diasumsikan tetap dan tidak dimasukkan ke dalam perhitungan. Penerimaan terbesar dari usaha ternak sapi perah adalah dari penjualan susu. Sementara itu, penerimaan lainnya didapatkan dari hasil penjualan pedet. Berdasarkan hasil penelitian, penerimaan dari penjualan pedet menurun disebabkan frekuensi bunting dan melahirkan dari induk dengan selang beranak >13 bulan menurun. Sedangkan penerimaan dari penjualan susu dengan selang beranak >13 bulan menurun disebabkan menurunnya jumlah produksi susu selama umur produktif induk dengan asumsi tujuh tahun. Secara umum semakin penjang selang beranak semakin menurun penerimaan yang diterima peternak baik dari hasil penjualan susu maupun penjualan pedet. Pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi total biaya yang diterima oleh peternak. Pendapatan induk dengan selang beranak 13 bulan nilainya relatif stabil. Sedangkan pendapatan induk dengan selang beranak >13 bulan pada tahun-tahun berikutnya cenderung mengalami penurunan. NPV yang diterima oleh peternak dari induk sapi perah dengan selang beranak 13 bulan memiliki pendapatan paling tinggi sebesar Rp. 38.469.470,76,- dan NPV terendah diterima oleh peternak dari induk sapi perah dengan selang beranak 24 bulan sebesar Rp. 28.070.432,94,-. Semakin panjang selang beranak semakin rendah pendapatan yang diterima peternak. 3.3. POTENSI KERUGIAN FINANSIAL Kerugian merupakan perbedaan yang terjadi antara penerimaan dan biaya pada saat biaya melebihi biaya yang diterima. Tetapi, istilah potensi kerugian finansial dalam penelitian ini maksudnya adalah besarnya kehilangan perolehan pendapatan akibat abnormalitas selang beranak. Sementara itu untuk melihat seberapa besar potensi kerugian finansial maka harus ada ukuran selang beranak standar sehingga pendapatan dari masing-masing variasi selang beranak dapat diukur selisihnya. Angka selang beranak 13 bulan dijadikan sebagai standar selang beranak ideal. Hal ini mengacu pada pendapat Hafez (2000) yang menyatakan bahwa selang beranak yang baik adalah rentang 12-14 bulan (13 bulan). Pada Tabel 3. berikut ini disajikan data perhitungan 8

potensi kerugian finansial akibat abnormalitas selang beranak selama masa produktif ternak tujuh tahun. Tabel 3. Potensi Kerugian Finansial Akibat Abnormalitas Selang Beranak Selama MasaProduktif Ternak Tujuh Tahun (SOCC 8%) No. Selang Beranak Pendapatan aktual (NPV a ) Pendapatan ideal (NPV i ) Potensi Kerugian (NPV a NPV i ) bulan Rp/ekor. Rp/ekor Rp/ekor 1 13 38.469.470,76 38.469.470,76 0,00 2 14 34.211.591,73 38.469.470,76 4.257.879,03 3 15 33.068.790,91 38.469.470,76 5.400.679,84 4 16 32.647.200,25 38.469.470,76 5.822.270,51 5 17 32.503.849,99 38.469.470,76 5.965.620,76 6 18 29.861.645,49 38.469.470,76 8.607.825,27 7 21 29.795.312,91 38.469.470,76 8.674.157,85 8 24 28.070.432,94 38.469.470,76 10.399.037,82 Berdasarkan Tabel 3. semakin panjang selang beranak mengakibatkan pendapatan aktual semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya biaya input yang dikeluarkan mengingat masa kosong ikut bertambah. Setiap penambahan masa kosong, ada penambahan biaya terutama biaya layanan inseminasi buatan dan keswan. Untuk biaya yang lainnya hanya dihitung biaya variabel seperti biaya pakan yang berbeda antar peternak. Biaya tetap tidak dihitung karena tidak mempengaruhi secara langsung terhadap aspek repro-duksi. Bagi induk sapi perah yang mengalami selang beranak lebih panjang (>13 bulan) akan berdampak pada semakin rendahnya nilai produktivitas induk yang diakibatkan oleh: (1) Makin rendahnya produktivitas susu dan pedet yang dihasilkan selama umur produktif induk sapi perah tersebut, (2) Semakin tingginya penggunaan input seperti layanan Inseminasi buatan dan layanan kesehatan. Oleh karena itu, semakin panjang selang beranak keuntungan aktual semakin rendah karena biaya input semakin tinggi, sementara produktivitas per masa produktif ternak tujuh tahun semakin rendah. Selama umur proyeksi usaha yaitu tujuh tahun, Induk sapi perah dengan selang beranak 24 bulan memiliki potensi kerugian finansial tertinggi sebesar Rp. 10.399.037,82,-. Sementara induk sapi perah dengan selang beranak 14 bulan memiliki selisih yang terendah sebesar Rp. 4.257.879,03,-. Hal ini sesuai dengan pendapat Hafez (2000) yang menyatakan selang beranak yang baik adalah 13 bulan (rentang 12-14 bulan) maka induk sapi perah dengan selang beranak 13 bulan dijadikan standar untuk menjadi ukuran selang beranak ideal. Potensi kerugian finansial dihitung dengan mengurangkan pendapatan aktual peternak (selang 9

beranak >13 bulan) dengan pendapatan ideal (selang beranak 13 bulan) yang telah dikalikan SOCC 8%. Berdasarkan hasil perhitungan potensi kerugian finansial akibat abnormalitas selang beranak, maka dapat dinyatakan bahwa hipotesis penelitian diterima. Semakin panjang selang beranak semakin besar pula potensi kerugian finansial yang dialami oleh peternak. 4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1. SIMPULAN Angka selang beranak pada induk sapi perah di wilayah penelitian bervariasi terdiri dari selang beranak mulai dari 13-24 bulan, frekuensi perkawinan per kebuntingan (S/C) berkisar antara 1,00 9,00 dan masa kosong 4-15 bulan. Potensi kerugian finansial paling tinggi didapatkan oleh induk dengan selang beranak 24 bulan dengan nilai kerugian Rp. 10.399.037,82,- per tujuh tahun masa produktif ternak. Sementara induk sapi perah yang memiliki selisih terendah adalah induk dengan selang beranak 14 bulan sebesar Rp. 4.257.879,03,- per tujuh tahun masa produktif ternak. Semakin panjang selang beranak pada induk sapi perah, semakin tinggi potensi kerugian finansial yang dialami peternak. 4.2. SARAN Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian mengenai potensi kerugian akibat abnormalitas selang beranak di kelompok anggota KSU Tandangsari Sumedang, maka diajukan saran-saran sebagai berikut : 1. Peternak tidak menunda-nunda perkawinan ternaknya meskipun produksi susu sedang tinggi, karena dampaknya akan terjadi penurunan produksi susu di fase produksi menurun dan penurunan penerimaan dari produksi pedet. 2. Peternak sebaiknya mengafkir induk sapi perah yang angka S/C dan selang beranaknya tinggi lalu dijual untuk memperkecil potensi kerugian finansial. 5. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyusunan artikel ilmiah ini, yaitu kepada Dr. Ir. M.Hasan Hadiana, MS., selaku pembimbing utama yang banyak memberikan pengetahuan serta pengalaman baru dalam menjalankan sebuah penelitian, Ir. Sri Rahayu, MS., selaku Kepala Laboratorium Ekonomi Peternakan sekaligus sebagai pembimbing anggota yang selalu memberikan kritik yang membangun, Cecep Firmansyah, S.Pt., MP., 10

selaku dosen wali selama belajar di Fakultas Peternakan, para dosen penguji Prof. Dr. Ir. Dadi Suryadi, MS., Ir. Willian Djaja, SU., dan Ir. Siti Homzah, MS. atas kritik dan masukan yang berguna bagi penelitian ini. Terakhir, penulis berharap pembuatan artikel ilmiah ini dapat memberikan manfaat baik bagi kalangan akademisi maupun para peternak skala kecil yang telah ikut memajukan peternakan Indonesia. 6. DAFTAR PUSTAKA Budinuryanto, D., H. Hadiana, dan R. Setiawan. 2011. Kajian Gangguan Reproduksi Sapi Potong dan Perah di Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan Fakultas Peternakan Unpad. De Vries, A. 2006. Determinants of the cost of days open in dairy cattle. Proceedings of the 11th International Symposium on Veterinary Epidemiology and Economics. Available at http://www.sciquest.org.nz (diakses pada November 2011) Hafez, E.S.E. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7 th Philadelphia. Edition. Lea and Febiger., Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Gramedia Widya Sarana. Jakarta. Makin, M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu. Yogyakarta. Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu Usaha Tani. BPFE. Yogyakarta. Rehn, H., B. Berglund, U. Emanuelson, G. Tengroth and J. Philipson. 2000. Milk production in Swedish dairy cows managed for calving interval of 12 and 15 months. Acta. Agric. Scand., Sect. A, Animal Sci. 50: 263 271. Siregar, S. 1995. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta. Soekartawi, A., Soeharjo, J. L. Dillon, dan J. B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Sukirno, S. 2008. Mikro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Triwulanningsih, E., T. Susilawati, dan Kustono. 2009. Reproduksi dan Inovasi Teknologi Reproduksi. Dalam Profil Usaha Peternakan Sapi Perah Indonesia. LIPI Press. Jakarta. 11