Persentase positif

dokumen-dokumen yang mirip
KECACINGAN TREMATODA Schistosoma spp. PADA BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PENDAHULUAN METODE PENELITIAN. gunaan bersama tempat-tempat tersebut oleh badak jawa dan banteng.

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar

Cacing Parasit Saluran Pencernaan Pada Hewan Primata di Taman Satwa Kandi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

BAB I PENDAHULUAN. utama terus mengalami pergeseran dan lebih membuka diri bagi aktor non-state

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

2 POLA TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

MEMANTAU HABITAT BADAK JAWA

PREVALENSI DAN JENIS TELUR CACING GASTROINTESTINAL PADA RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DI PENANGKARAN RUSA DESA API-API KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Cara Berbeda Penghitungan Badak Jawa. Di Ujung Kulon Pada Tahun Ir. Agus Priambudi, M.Sc

HUBUNGAN KECACINGAN PADA TERNAK SAPI DI SEKITAR TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS DENGAN KEMUNGKINAN KEJADIAN KECACINGAN PADA BADAK SUMATERA

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran.

Kampus Darmaga, Bogor 16680, Indonesia 2) Bagian Ekologi Satwaliar, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB,

BAB III LANDASAN TEORI

PEMETAAN INFESTASI CACING PARASITIK DAN RISIKO ZOONOSIS PADA IKAN LAUT DI PERAIRAN INDONESIA BAGIAN SELATAN ADHI RACHMAT SUDRAJAT HARIYADI

PENGELOLAAN, STRATEGI DAN RENCANA TINDAKAN KONSERVASI BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON t~ ABSTRACT

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

PENDAHULUAN Latar Belakang

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

Identifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prevalensi Parasit Gastrointestinal Ternak Sapi Berdasarkan Pola Pemeliharaan Di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

Pendekatan Konservasi Melalui Aspek Medis Teknik medis konservasi mulai diperlukan dengan mempertimbangkan adanya berbagai ancaman yang dapat

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung

Buletin Veteriner Udayana Vol.1 No.2. :41-46 ISSN : Agustus 2009 PREVALENSI INFEKSI CACING TRICHURIS SUIS PADA BABI MUDA DI KOTA DENPASAR

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

Progres Pembangunan JRSCA di Taman Nasional Ujung Kulon sampai Bulan Agustus 2014

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

Badak Jawa Badak jawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PREVALENSI KASUS INFEKSI TREMATODA DI JARINGAN HATI SAPI PADA RUMAH POTONG HEWAN DI MEDAN MABAR TAUN Oleh : ZAKY RIVANA NASUTION

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Kertosari Kecamatan Tanjungsari pada bulan

ANALISIS FAKTOR EKOLOGI DOMINAN PEMILIHAN KUBANGAN OLEH BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

Investigasi Keberadaan Cacing Paramphistomum sp. Pada lambung sapi yang berasal dari Tempat Pemotongan Hewan di Kota Gorontalo

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Kolokium: Ulil Albab - G

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

HUBUNGAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI CACING TREMATODA PADA TERNAK SAPI DI PETANG KECAMATAN PETANG, BADUNG SKRIPSI.

BAB I. PENDAHULUAN. bagi makhluk hidup. Keanekaragaman hayati dengan pengertian seperti itu

(Infestation of Parasitic Worm at Mujair s Gills (Oreochromis mossambicus)) ABSTRAK

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

Sabdi Hasan Aliambar ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran

KEBUTUHAN NUTRISI ANOA (Bubalus spp.) [The Nutritional Requirement of Anoa (Bubalus spp.)]

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI PULAU TINJIL DESSY CHRISNAWATY

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem

METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

TINGKAT INFESTASI CACING HATI PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

Epidemiologi Helminthiasis pada Ternak Sapi di Provinsi Bali (Epidemiology of Helminthiasis in Cattle in Bali Province )

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

BIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) "Ragam spesies yang berbeda (species diversity),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

ISSN : 1411-8327 Kecacingan Trematoda pada Badak Jawa dan Banteng Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon PREVALENCE OF TREMATODES IN JAVAN RHINOCROS AND BANTENG AT UJUNG KULON NATIONAL PARK Risa Tiuria 1, Jimmy Pangihutan 1,Ripta Mustafa Nugraha 1, Bambang Pontjo Priosoeryanto 2 Adhi Rahmat Hariyadi 3 1 Laboratorium Helmintologi - Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner; 2 Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi & Patologi; Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Jalan Agatis, Kampus IPB Darmaga, Bogor; 3 World Wildlife Fund (WWF) Taman Nasional Ujung Kulon ABSTRAK Telah dilakukan pemeriksaan telur cacing pada tinja badak jawa (Rhinoceros sondaicus dan banteng jawa (Bos javanicus) di Taman Nasional Ujung Kulon. Pemeriksaan tinja satwa liar dengan cara filtrasi membuktikan bahwa 56% dari 25 sampel tinja badak jawa dan 73,91% dari 23 sampel tinja banteng mengandung telur cacing trematoda. Berdasarkan jenis cacingnya diketahui bahwa banteng jawa di Taman Nasional Ujung Kulon terinfeksi cacing Fasciola spp sebesar 17,39% dan cacing Paramphistomum spp sebesar 56,52%. Dari pemeriksaan tinja diketahui bahwa badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon terinfeksi cacing Fasciola spp sebesar 44% dan cacing Schistosoma spp sebesar 12%. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kecacingan tampaknya berperan penting pada status kesehatan badak jawa dan banteng sehingga perlu pemantauan dan pengobatan. Kata kunci : badak jawa, banteng, cacing trematoda ABSTRACT Javan rhinoceros (Rhinoceros sondaicus) and banteng (Bos javanicus) in National Park Ujung Kulon are protected wild animals. A study to examine the presence of trematode eggs in their fecal samples was carried out. The fecal samples were collected based on the transec route in National Park Ujung Kulon. The presence of eggs in fecal samples was examined by filtration method. Trematode eggs were found in 56% of Javan rhinoceros fecal samples and 73,91% of banteng fecal samples.. Base on the size of the eggs it was determined that Javan bulls in National Park of Ujung Kulon were infected by Fasciola spp (17,39%) and Paramphistomum spp (56,52%). Javan rhinoceros in National Park of Ujung Kulon was infected with Fasciola spp (44%) and Schistosoma spp (12%). This study clearly showed that tramatode infection is commom among wild ruminants in Ujung Kulon National Park and attention should be taken to improve the health status of the animals especially Javanese rhinoceros and banteng. Key words : javan rhinoceros,banteng, trematoda parasitic PENDAHULUAN Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) dan banteng jawa (Bos javanicus) adalah hewan mamalia yang dilindungi Undang-Undang No.5 tahun 1990 dan termasuk dalam The Red Data Book IUCN (International Union For Conservation of Natural Resources. Badak jawa merupakan salah satu badak bercula satu di Asia, dan di Indonesia hanya hidup di Taman Nasional Ujung Kulon. Indonesia memiliki dua jenis satwa badak, yaitu badak jawa yang bercula satu dan badak sumatera yang bercula dua. Taman Nasional Ujung Kulon merupakan kawasan konservasi yang terletak di ujung barat Pulau Jawa dengan luas area sebesar 120.000 hektar yang terdiri atas daratan, laut serta pantai. Sensus oleh WWF-2001 yang dilakukan berdasarkan pengamatan jejak telapak kaki dan kamera tersembunyi (camera trap) menunjukkan bahwa populasi badak jawa adalah 50-60 ekor, sedangkan populasi banteng 94

Tauria et al Jurnal Veteriner jawa adalah 500-600 ekor. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan berbagai pihak akan kemungkinan punahnya satwa liar dalam jangka waktu yang tidak lama. Beberapa kendala yang menyulitkan pertambahan populasi kedua satwa liar tersebut adalah sebagai berikut. 1). Perambahan dan gangguan habitat oleh penduduk, 2). Kompetisi antara satwa badak dan satwa banteng dalam hal penggunaan ruang (WWF-Indonesia 2002), 3). Kualitas genetik yang makin menurun akibat inbreeding (WWF-Indonesia 2000), 4). Rasio jantan betina yang tidak seimbang (Yahya 2001) serta 5). Penyakit hewan yang dapat menyebabkan kematian maupun penurunan kemampuan reproduksi. Infeksi parasit merupakan penyakit yang umum ditemukan pada hewan termasuk satwa liar. Infeksi cacing umumnya tidak ditandai dengan gejala klnis yang jelas. Namun, keberadaannya dalam tubuh hewan dapat mengganggu kesehatan hewan itu sendiri sehingga dapat menurunkan daya produksi dan reproduksinya. Hingga saat ini belum ada kajian yang rinci mengenai penyakit yang menyerang satwa liar. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan terhadap penyakit kecacingan karena di Indonesia, prevalensi kecacingan masih cukup tinggi, baik pada hewan maupun pada manusia. Penyakit tersebut menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi dan merupakan ancaman bagi kesehatan hewan pada umumnya. METODE PENELITIAN Koleksi Sampel Tinja Sampel tinja satwa badak dan banteng yang telah berumur 1-3 hari setelah defekasi dikoleksi dari daerah Timur, Barat dan Selatan Semenanjung Taman Nasional Ujung Kulon berdasarkan rute transek (Gambar 1). Selanjutnya tinja satwa tersebut dimasukkan kedalam kantong plastik dan diberi 5-10 tetes pengawet larutan formalin 3 %. Pemeriksaan Parasit Kecacingan pada hewan liar dilakukan dengan melihat telur cacing trematoda dengan cara filtrasi. Tinja satwa seberat 3 gram dicampur dengan air, dihomogenkan dan disaring dengan saringan yang berukuran 1 mm. Hasil saringan tersebut disaring lagi secara bertingkat dengan saringan berukuran 400µ, Gambar 1. Rute transek di Taman Nasional Ujung Kulon 95

100µ dan 45µ. Filtrat terakhir dituang ke dalam cawan petri dan adanya telur cacing trematoda diamati dan dihitung jumlahnya Identifikasi Telur Cacing Parasitik Telur cacing parasitik diidentifikasi berdasarkan morfologi dan ukurannya, yang diperiksa dengan mikroskop video mikrometer. Penentuan jenis telur cacing mengacu pada Soulsby, 1982 HASIL DAN PEMBAHASAN Tinja Badak Jawa dan Banteng Jawa Badak jawa memiliki perilaku unik dalam hal defekasi, yaitu hanya melakukannya di tempat tertentu saja. Lokasi defekasi merupakan salah satu penentu daerah jelajah badak jawa, seperti halnya kubangan badak. Tinja badak Jawa memiliki panjang 50-90 cm, lebar 30-75 cm dan tinggi 14-30 cm (Hoogerwerf 1970). Tinja badak jawa umumnya berbentuk bulat seperti bola, berwarna coklat kehijauan dengan aroma seperti tinja kuda. Badak jawa termasuk tipe browser yang memakan vegetasi berupa semak, tunas, pucuk daun muda, ranting, dahan pohon muda, kulit kayu, liana dan biji-bijian (YMR 2002), sehingga tinjanya banyak mengandung serat tanaman. Banteng jawa termasuk jenis satwa liar yang senang berkelompok dan sangat berbeda dengan badak jawa yang senang hidup menyendiri. Kelompok banteng jawa sering terlihat di padang penggembalaan dengan jumlah yang mencapai 35-45 ekor (Hoogerwerf 1970). Tinja banteng jawa banyak dijumpai di daerah padang penggembalaan atau di rumpang-rumpang. Bentuk tinja banteng jawa mirip cake berwarna hijau tua kecoklatan dengan aroma seperti tinja sapi. Sesuai dengan sifat banteng jawa yang pemakan rumput / grazer, pada tinja banteng jawa banyak terdapat serat-serat halus. Kecacingan Parasitik pada Badak Jawa dan Banteng Jawa Taman Nasional Ujung Kulon merupakan hutan hujan tropis dataran rendah di Jawa Barat. Suhu di Taman Nasional Ujung Kulon berkisar 25 0 C-30 0 C dengan kelembaban 80%- 90%. Kondisi tersebut sangat mendukung berkembangnya cacing parasitik. Pada penelitian ini, 56% dari 25 sampel tinja badak jawa dan 73,91% dari 23 sampel tinja banteng jawa mengandung telur cacing parasitik. Bentuk telur cacing parasitik yang dijumpai pada tinja satwa badak dan banteng adalah oval serta memiliki operkulum. Berdasarkan morfologinya dapat diketahui bahwa satwa liar tersebut terinfeksi cacing trematoda dari beberapa species (Tabel 1). Ukuran telur cacing yang diperiksa pada penelitian ini sedikit berbeda dengan yang dinyatakan dalam pustaka. Namun, Foreyt (2001) menyatakan bahwa ukuran telur cacing parasitik pada satwa liar tidak selalu sama dengan ukuran telur cacing parasitik pada satwa domestik. Telur cacing trematoda parasitik yang ditemukan pada banteng jawa merupakan genus cacing yang banyak ditemukan pada hewan ruminansia maupun hewan mamalia di seluruh dunia. Shaaf (1938) dalam Hoogerwerf (1970) mengatakan bahwa empat ekor banteng jawa di Taman Nasional Ujung Kulon diketahui terinfeksi cacing trematoda parasitik. Penemuan tersebut melaporkan bahwa cacing Fasciola spp ditemukannya di hati pada satu ekor banteng dan pada tiga ekor lainnya terdapat Tabel 1. Indentifikasi telur cacing trematoda parasitik pada badak jawa dan banteng. Jenis satwa Jumlah sampel Banteng 23 Badak 25 Sampel positif Persentase positif 4 17.39 13 56.52 11 44 3 12 ukuran telur 136.04 um x 71.46 um 118.95 um x 64.71 um 153.88 um x 72.69 Species cacing Fasciola spp Paramphistomum spp Fasciola spp 199.4 um x 111.8 um Schistosoma spp

Tauria et al Jurnal Veteriner Gambar 2. Telur cacing dari tinja banteng jawa. Telur Fasciola spp (kiri) dan telur cacing Paramphistomum spp (kanan) Gambar 3. Telur cacing dari tinja badak jawa. Telur cacing Fasciola spp (kiri) dan telur cacing Schistosoma spp (kanan) cacing Paramphistomum spp di rumen dan retikulum. Hasil tersebut terlihat juga pada data penelitian ini yang menunjukkan bahwa banteng jawa di Taman Nasional Ujung Kulon yang terinfeksi cacing Fasciola spp sebesar 17,39% dan cacing Paramphistomum spp sebesar 56,52% (Gambar 2). Badak jawa yang merupakan hewan monogastrik dan mamalia terbesar di Taman Nasional Ujung Kulon juga terinfeksi cacing parasitik Fasciola spp sebesar 44% dan cacing Schistosoma spp sebesar 12% (Gambar 3). Fowler dan Miller (2003) telah melaporkan adanya cacing Fasciola gigantica pada badak bercula satu Asia. F. gigantica merupakan cacing hati endemik di daerah beriklim tropis basah, sedangkan penyebaran F.hepatica meliputi wilayah bermusim empat dan subtropis. Penyebaran telur cacing Schistosoma spp meliputi daerah tropis dan subtropis (Soulsby 1982). Morfologi telur cacing tersebut dicirikan dengan tidak memiliki operkulum dan mempunyai spina terminalis (Soulsby 1982). Helminthosis khususnya trematodosis merupakan penyakit parasitik yang prevalensinya cukup tinggi dan kerugiankerugian yang ditimbulkan sangat berarti. Trematoda atau biasa disebut dengan cacing

daun merupakan agen penyakit kecacingan yang dapat menginfeksi hewan ternak, manusia maupun satwa liar. Apabila dalam jumlah yang cukup banyak, cacing Fasciola spp maupun cacing Paramphistomum spp dapat menyebabkan kematian pada hewan ternak. Pada umumnya infeksi cacing parasitik berjalan kronis yang diakibatkan oleh lemahnya pertahanan alamiah dan kemampuan cacing parasitik untuk mengelak dari pertahanan spesifik inang definitif. Fasciolosis kronis, paramphistomosis kronis maupun schistosomosis kronis merupakan bentuk infeksi yang umum terdapat pada hewan ternak dengan gejala anemia, hipoproteinemia, diare dan ditandai ditemukannya telur cacing trematoda parasitik dalam tinja hewan ternak (Soulsby 1982). Kecacingan trematoda parasitik sangat memerlukan siput sebagai inang antara untuk cacing Fasciola spp, Paramphistomum spp dan Schistosoma spp. Akan tetapi dalam penelitian ini belum dilakukan pengamatan terhadap siput sebagai inang antara cacing trematoda parasitik yang ditemukan pada badak jawa dan banteng jawa. Taman Nasional Ujung Kulon yang merupakan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah merupakan media yang dibutuhkan untuk berkembangnya larva cacing parasitik. SIMPULAN Kecacingan trematoda parasitik ditemukan pada satwa liar badak jawa dan banteng jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Badak jawa yang terinfestasi cacing Fasciola spp sebesar 78.57% dan cacing Schistosoma spp sebesar 21.43%, sedangkan banteng jawa yang terinfestasi cacing Fasciola spp sebesar 21.43% dan cacing Paramphistomum spp sebesar 76,47%. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Penelitian SP-4 FKH-IPB Tahun Anggaran 2004 yang telah membiayai penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Departemen Kehutanan-Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, serta WWF-Indonesia yang telah memberikan ijin, sarana dan kemudahan kemudahannya selama di Taman Nasional Ujung Kulon. DAFTAR PUSTAKA Foreyt W. 2001. Veterinary Parasitology Reference Manual. Iowa State Press. Fowler, ME, Miller RE. 2003. Zoo and Wild Animal Medicine. 5th Edition. Philadelphia. WB Saunders Company. Hoogerwerf,A. 1970. Udjung Kulon The Land of The Last Javan Rhineceros. Netherlands. EJ Brill. Yahya, M. 2001. Population Study on Javan Rhinoceros (Rhinoceros sondaicus) Using Camera Trap in Ujung Kulon National Park. Report Activity of WWF Indonesia. Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation and Ujung Kulon National Park Authority. Yayasan Mitra Rhino. 2002. Laporan Akhir Studi Persaingan Ekologi Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan Banteng Jawa (Bos javanicus) di Taman Nasional Ujung Kulon. Bogor Soulsby, EJL. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. New York and London. Academic Press. WWF-Indonesia 2002. Analisa Kompetisi Badak dan Banteng. Laporan kegiatan WWF- Indonesia, Balai Taman Nasional Ujung Kulon. SARAN Pemeriksaan telur cacing parasitik sebaiknya dilakukan rutin pada tinja satwa liar di Taman Nasional Ujung Kulon. Pengamatan lebih lanjut terhadap inang antara diperlukan untuk mengatasi masalah kecacingan satwa liar di Taman Nasional Ujung Kulon. 98