BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang- orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunitas merupakan daya tahan tubuh. Sistem imun adalah jaringan dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAN INFORMASI KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI MALANG 2011/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).

ASPEK MEDIS DAN KEAMANAN VAKSIN KOMBINASI PENTABIO. Dominicus Husada

Wabah Polio. Bersama ini kami akan membagi informasi mengenai POLIO yang sangat berbahaya, yang kami harap dapat bermanfaat untuk kita semua.

BAB II. PEMBAHASAN MASALAH & SOLUSI MASALAH PERANCANGAN KAMPANYE PENGGUNAAN VAKSIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2011).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencegahan terhadap penyakit tetanus. Untuk mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu

BAB I PENDAHULUAN. intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2013 : 1). neonatus sebagai individu yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan

Kata Kunci: Pengetahuan, KIPI

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

Konsep dan Aplikasi Imunisasi. dr. Riska Yulinta Viandini

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare.

Pertanyaan dan Jawaban tentang imunisasi. Petunjuk untuk pemuka masyarakat, kader PSF, kelompok masyarakat, tentang imunisasi di Timor Leste

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Faktor faktor yang Memengaruhi Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011).

Manfaat imunisasi untuk bayi dan anak

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunisasi adalah memberi kekebalan terhadap penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dalam kelompok penyakit infeksi dan merupakan ancaman besar bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Lalu, kekebalan seperti apa yang dimiliki bayi di bulan-bulan pertamanya?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Balita (AKBA) di Indonesia telah menurun, dimana rata-rata

BAB II TINJAUAN TEORI. meningkatkan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu. terbentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UPAYA PROMOSI DAN PREVENTIVE KESEHATAN BAYI DAN ANAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang ahli perilaku mengatakan bahwa perilaku merupakan hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. kuman TBC (Microbecterium Tuberkalosis). Sebagian besar kuman TBC

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2005). Imunisasi adalah

1. Poliomyelitis Poliomyelitis adalah suatu penyakit virus yang dalam stadium beratnya menyebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

Imunisasi PPI: Program imunisasi nasional

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perilaku Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Perilaku ini tidak sama dengan sikap. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tandatanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, Bloom dalam Notoatmodjo (2012), membagi perilaku ke dalam tiga domain, yaitu 1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor. Untuk memudahkan pengukuran, maka tiga domain ini diukur dari; pengetahuan, sikap dan tindakan/ praktek. 2.1.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Karena dari pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni (Notoatmodjo, 2012) : a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul. c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni (Notoatmodjo, 2012) :

1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat diliat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah. 2.1.2. Sikap Berkowitz tahun 1972 pernah mendaftarkan lebih dari tiga puluh definisi tentang sikap (Azwar, 2000), namun secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok pemikiran, yaitu : 1). Kelompok pertama yang diwakili oleh Louis Thurstone (1928), Rensis Likert (1932), Charles Osgood (1975), mengatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, baik perasaan mendukung atau memihak

(favorable) maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak (unfavorable) terhadap objek sikap tertentu. 2). Kelompok kedua yang diwakili oleh Chave (1928), Bogardus (1931), LaPiere (1934), Mead (1934) dan Girdon Allport (1935), mengatakan bahwa sikap adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons. 3). Kelompok ketiga adalah yang mengatakan bahwa sikap merupakan konstalasi komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif. Termasuk dalam kelompok ini Secord dan Backman (1964) mengatakan bahwa sikap adalah sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (efeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sikap terjadi karena adanya rangsangan sebagai objek sikap yang harus diberi respon, baik responnya positif ataupun negatif, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap mempunyai dua kemungkinan, yaitu sikap positif dan sikap negatif terhadap suatu objek sikap. Sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui, mendukung, memihak (favorable) atau tidak menyetujui, tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) suatu objek sikap. Bila seseorang mempunyai sikap mendukung objek sikap, berarti mempunyai sikap positif terhadap objek tersebut. Sebaliknya jika

seseorang tidak mendukung terhadap objek sikap, berarti mempunyai sikap yang arahnya negatif terhadap objek yang bersangkutan (Fishbein, 1987). 2.1.3. Tindakan Tindakan merupakan aturan yang dilakukan, melakukan/mengadakan aturan atau mengatasi sesuatu atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara sikap dan tindakan didukung oleh pengetahuan. Sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecendrungan untuk bertindak dan nampak jadi lebih konsisten, serasi, sesuai dengan sikap. Bila sikap individu sama dengan sikap sekelompok dimana ia berada adalah bagian atau anggotanya (Notoatmodjo, 2012). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinnya (dinilai baik). Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup (Notoatmodjo, 2012). a. Tindakan sehubungan dengan penyakit b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan c. Tindakan kesehatan lingkungan 2.1.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Green (1980), menjelaskan berdasarkan penelitian kumulatif mengenai perilaku kesehatan, telah diidentifikasi tiga kelas faktor yang mempunyai potensi dalam mempengaruhi kesehatan. Tiga faktor tersebut adalah faktor-faktor

predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung (enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors). Masingmasing faktor ini mempunyai pengaruh yang berbeda atas perilaku. Model ini dikembangkan untuk keperluan diagnosis, perencanaan dan intervensi pendidikan kesehatan, dan dikenal sebagai kerangka kerja PRECEDE yang merupakan singkatan dari Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes of Educational Diagnosis and Evaluation. a. Faktor-faktor predisposisi Setiap karakteristik konsumen atau komuniti yang memotivasi perilaku yang berkaitan dengan kesehatan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok, dapat memudahkan atau merintangi tindakan, faktor sosio demografis juga termasuk umur, jenis kelamin, pendidikan. b. Faktor-faktor pemungkin Setiap karakteristik lingkungan yang memudahkan perilaku dan setiap keterampilan atau sumber daya diperlukan untuk melaksanakan perilaku. Tidak adanya karakteristik atau keterampilan tersebut menghambat perilaku kesehatan. Hal ini terwujud dalam bentuk lingkungan fisik, tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana untuk berperilaku, serta keterampilan yang berhubungan dengan kesehatan. Keterampilan sendiri berarti kemampuan seseorang melakukan upaya yang menyangkut perilaku yang diharapkan.

c. Faktor-faktor penguat Setiap ganjaran, insentif atau hukuman yang mengikuti atau diperkirakan sebagai akibat dari suatu perilaku kesehatan dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu. Hal ini terwujud dalam sikap dan perilaku seseorang yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Referensi ini dapat berasal dari guru, dosen, famili, tokoh masyarakat, supervisior, majikan, teman sebaya dan lain sebagainya. Menurut Morgan et. al. sebagimana yang dikutip oleh Sudrajat (1992), pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan checklist dan pengamatan langsung terhadap perilaku. Sedangkan menurut Backstorm dalam Sudrajat (1992), melalui pengamatan langsung dapat dipelajari lebih banyak perilaku seseorang dibandingkan dengan pertanyaan, karena orang tidak selalu menyatakan secara benar apa yang ditanyakan. Metode pertanyaan ini memiliki kelemahan karena responden mungkin memberikan jawaban yang dipengaruhi oleh pikiran karena responden mungkin memberikan jawaban pada pertanyaan dan dipengaruhi oleh pikiran tentang bagaimana orang lain memberikan jawaban pada pertanyaan dan dipengaruhi oleh pikiran tentang bagaimana seharusnya mereka menjawab. Walaupun metode pengamatan langsung merupakan pengukuran yang lebih baik, kemungkinan tidak sesuai dengan yang diinginkan bisa saja terjadi karena pengaruh Hawthorne (Hawthorne Effect) yaitu pengaruh yang timbul dari seseorang

yang sedang diamati karena telah mengetahui dirinya sedang dijadikan subjek pengamatan. 2.2. Keluarga Pengertian keluarga adalah yang terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi yang hidup bersama dalam satu rumah tangga, anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain, mempunyai peran sosial dan menggunakan kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri (Friedman, 1998). Pengertian keluarga yang lain adalah dua orang atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi dalam perannya masing-masing, menciptakan serta membedakan kebudayaan (Effendy, 1998). Ada juga yang mengemukakan pengertian sebuah keluarga sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang tinggal bersama karena hubungan darah, perkawinan, adopsi atau perjanjian bersama. Sebagai sebuah sistem keluarga mempunyai pengaruh yang begitu kuat terhadap perkembangan seorang individu yang merupakan bagian dari sistem dan menentukan apakah seorang individu akan berhasil dalam menjalani kehidupannya. Keluarga merupakan jaringan yang mempunyai hubungan erat dan bersifat mandiri dimana masalah seseorang individu mempengaruhi anggota keluarga dan seluruh keluarga (Effendy, 1998).

Peran keluarga sangat penting untuk setiap aspek perawatan anggota keluarga, terutama pada kuratif (pengobatan). Apabila ada anggota keluarga yang sakit, keluarga juga yang akan memperhatikan individu tersebut secara total, menilai, dan memberikan perawatan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu keadaan sehat sampai tingkat optimum, mengingat prioritas tertinggi dari keluarga adalah kesejahteraan anggota keluarga. 2.2.1. Konsep Keluarga Pengertian keluarga menurut Suprajitno (2004), yang mengutip para ahli mengatakan : 1. Friedman (1998) mendefinisikan keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. 2. Sayekti (1994) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendiri dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah. 3. Menurut Undang-undang No. 10 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Ketiga pengertian tersebut mempunyai persamaan dalam keluarga terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal bersama dalam satu atap (serumah) dengan peran masing-masing serta keterikatan emosional. 2.2.2. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi (Effendy, 1998) : a. Mengenal masalah kesehatan keluarga Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya. b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan untuk memutuskan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai

keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan. c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan Keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama. d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga sumbersumber keluarga yang dimiliki, keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan, pentingnya hygiene sanitasi, kekompakan antara anggota keluarga. e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga keberadaan fasilitas kesehatan, keuntungan yang dapat diperoleh dan fasilitas kesehatan terjangkau oleh keluarga (Suprajitno, 2004). 2.2.3. Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga Pemegang kekuasaan dalam keluarga menurut Effendy (1998), yaitu : a. Patrilineal, yang dominan dan pemegang kekuasaan dalam keluarga adalah di pihak ayah. b. Matrilineal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah di pihak ibu.

c. Equalitarian, yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah dan ibu. Dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga, yang mengambil keputusan dalam pemecahannya adalah tetap kepala keluarga atau anggota keluarga yang dituakan, mereka yang menentukan masalah dan kebutuhan keluarga. Dasar pengambilan keputusan tersebut yaitu : a. Hak dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga b. Kewenangan dan otoritas yang telah diakui oleh masing-masing anggota keluarga. c. Hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan pelayanan terhadap keluarga atau anggota keluarga yang bermasalah. 2.2.4. Dukungan Keluarga Dukungan keluarga merupakan proses yang terjadi terus-menerus di sepanjang masa kehidupan manusia. Dukungan keluarga berfokus pada interaksi yang berlangsung dalam berbagai hubungan sosial sebagaimana yang dievaluasi oleh individu. Dukungan keluarga mengacu pada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses untuk keluarga (dukungan keluarga bisa /tidak digunakan tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan bantuan). Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal seperti dukungan suami atau istri atau dukungan dari saudara kandung dan dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal yang didapat dari sahabat, teman dan tetangga bagi keluarga inti (Friedman, 1998).

2.2.5. Dukungan Sosial Keluarga Menurut Prasetyawati (2011) yang mengutip pendapat Cohen&Syme (1996),dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga seorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya. Menurut Prasetyawati (2011) yang mengutip Frieman (1998), dukungan social keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam semua tahapan, dukungan keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan. Jenis dukungan keluarga ada empat menurut Prasetyawati 92011) yang mengutip pendapat Friedman (1998), yakni : 1. Dukungan Instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan kongkrit, dukungan ini bersifat nyata dan bentuk materi bertujuan untuk meringankan beban bagi individu yang membentuk dan keluarga dapat memenuhinya, sehingga keluarga merupakan sumber pertolongan yang praktis dan konkrit yang mencakup dukungan atau bantuan seperti uang, peralatan, waktu serta modifikasi lingkungan. 2. Dukungan Informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan desiminator (penyebar Informasi), tentang dunia, apabila individu tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi maka dukungan ini diberikan

dengan cara memberi informasi, nasehat, dan petunjuk tentang cara penyelesaian masalah. Keluarga juga merupakan penyebar informasi yang dapat diwujudkan dengan pemberian dukungan semangat serta pengawasan terhadap pola kegiatan sehari-hari. 3. Dukungan Penilaian ( Apprasial), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menangani pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga, terjadi lewat ungkapan hormat untuk pasien, misalnya pujian terhadap tindakan atau upaya penyampaian pesan atau masalah keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik serpeti dorongan bagi anggota keluarga. 4. Dukungan Emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian orang-orang yang bersangkutan kepada anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, misalnya umpan balik dan penegasan dari anggota keluarga. Keluarga merupakan tempat yang aman untuk istirahat serta pemulihan penguasaan emosi (Smet Bart, 1999). Menurut Prasetyawati (2011) yang mengutip pendapat House (Smet Bart,1994), setiap bentuk dukungan social keluarga mempunyai cirri-ciri anatara lain : a. Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya

yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapai persolan yang sama atau hampir sama. b. Perhatian Emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksasi dari orang lain. Dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. c. Bantuan Instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan engan, persoalanpersoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapinya. d. Bantuan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak orang lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bias positif dan negative yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga, maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian positif. 2.3. Imunisasi 2.3.1. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian

imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan (Wahab, 2002). Imunisasi lengkap yaitu 1 (satu) dosis vaksin BCG, 3 (tiga) dosis vaksin DPT, 4 (empat) dosis vaksin Polio dan 1 (satu) vaksin Campak serta ditambah 3 (tiga) dosis vaksin Hepatitis B diberikan sebelum anak berumur satu tahun (9-11 bulan) (Depkes RI, 2013). 2.3.2. Tujuan Imunisasi Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia, seperti cacar. Tujuan dari imunisasi adalah memberikan suatu antigen untuk merangsang sistem imunoglobik tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit (Musa dalam Wardhana, 2001). Menurut Depkes RI (2005), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita atau anak-anak pra sekolah.

2.3.3. Manfaat Imunisasi Manfaat imunisasi adalah sebagai berikut : 1. Bagi Anak Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian. 2. Bagi Keluarga Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. 3. Bagi Negara Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara (Proverawati, 2010). 2.3.4. Jenis Imunisasi Jenis imunisasi adalah sebagai berikut : 1. Imunisasi Aktif Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam imunisasi aktif terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu : a. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja atau endotoksin yang terikat pada protein

pembawa seperti polisakarida dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin. b. Pengawet/stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa atau antibiotik yang biasa digunakan. c. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya telur, protein serum, bahan kultur sel. d. Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh. 2. Imunisasi Pasif Merupakan suatau proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara memberikan zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapatkan bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut

menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak (Proverawati, 2010). 2.3.5. Tata Cara Pemberian Imunisasi a. Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara seperti berikut: 1. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi. 2. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan. 3. Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi. 4. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang akan diberikan. 5. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan. 6. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik. 7. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan. 8. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan.

9. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin. b. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut: c. Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh, apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat. d. Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis. e. Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang P2M. e. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan (Alimul, 2009). 2.3.6. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program imunisasi adalah Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Campak, Dan Hepatitis B (Depkes RI, 2005). 1. Tuberkulosis Berat Penyakit TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang berbentuk batang disebut Mycobakterium Tuberculosis dan dikenal juga dengan Basil Tahan Asam. Penyakit TBC berat pada anak adalah Tuberculosis Miller (penyakit paru berat) yang menyebar ke seluruh tubuh dan Meningitis Tuberculosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan kematian pada anak. Basil

tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari famili Mycobacterium dan termasuk dalam ordo Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi. Masih terdapat Mycobacterium paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan (Depkes RI, 2005). Tuberculosis milier dapat mengenai bayi, terbanyak pada usia 1-6 bulan. Tidak ada perbedaan antara lelaki dan perempuan. Gejala dan tanda tersering pada bayi adalah demam, berat badan turun atau tetap, anoreksia, pembesaran kelenjar getah bening, dan hepatosplenomegali. Gejala spesifik tuberkulosis pada anak biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang, misalnya Tuberkulosis otak dan saraf yaitu meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan keasadaran menurun. WHO melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan di Indonesia angka kejadian tuberkulosis pada anak belum diketahui pasti karena sulit mendiagnosa, namun bila angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa dengan BTA positif akan menularkan pada 10-15 orang di lingkungannya, terutama anak-anak. Penularan dari orang dewasa yang menderita TB ini biasanya melelaui inhalasi butir sputum penderita yang mengandung kuman tuberkulosis, ketika penderita dewasa batuk, bersin dan berbicara (Depkes, RI, 2005).

Menurut Kartasasmita (2006) diagnosa TB pada anak ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, uji tuberkulin (Mantoux Test) serta pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi. Uji tuberkulin (Mantoux Test) menjadi alat diagnostik utama pada kasus TB anak. Pemeriksaan klinik antara lain menyangkut perkembangan berat badan. Pemeriksaan laboratorium menyangkut pengamatan sputum dan cairan lambung dan pemeriksaan radiologi untuk melihat kondisi paru-paru Salah satu pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan imunisasi BCG (Bacille Calmette Geurin). Vaksin ini terbuat dari kuman TBC yang hidup, namun telah dilemahkan. BCG dapat mengurangi risiko terjadinya komplikasi TB seperti milier, meningitis, dan spondilitis. 2. Difteri Adalah penyakit akut saluran napas bagian atas yang sangat mudah menular. Penularannya melalui droplet (ludah) yang melayang-layang di udara dalam sebuah ruangan dengan penderita atau melalui kontak memegang benda yang terkontaminasi oleh kuman diphteria dan melalui kontak dari orang ke orang. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Corynebacterium diphteriae. Kuman ini tahan beberapa minggu dalam air, suhu dingin (es), susu, serta lendir yang mengering. Manusia adalah natural host dari bakteri C. diphteriae. Penyakit ini ditandai dengan adanya pertumbuhan membran (pseudomembran) berwarna putih keabu-abuan, yang berlokasi utamanya di nasofaring atau daerah tenggorokan, selain itu dapat juga di trachea, hidung dan tonsil (Depkes RI, 2005).

Secara umum gejala penyakit difteri ditandai dengan adanya demam yang tidak terlalu tinggi, kemudian tampak lesu, pucat, nyeri kepala, anoreksia (gejala tidak mampu makan) dan gejala khas pilek, napas yang sesak dan berbunyi (Stridor). Untuk pencegahan penyakit ini, vaksin diberikan secara bersama dengan vaksin pertusis dan tetanus toxoid, yang dikenal sebagai vaksin trivalen yaitu DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2005). 3. Pertusis Penyakit yang dikenal sebagai penyakit batuk rejan, menyerang bronkhus yakni saluran napas bagian atas. Cara penularan melalui airborne (jalan udara). Penyakit ini dapat menyerang semua umur, namun terbanyak berumur 1-5 tahun. Penyebab pertusis adalah sejenis kuman yang disebut Bordetella pertussis. Gejala awal berupa batuk-batuk ringan pada siang hari. Makin hari makin berat disertai batuk paroksismal selama dua hingga enam minggu. Batuk tersebut dikenal sebagai whooing cough, yaitu batuk terus tak berhenti-henti yang diakhiri dengan tarikan napas panjang berbunyi suara melengking khas. Gejala lain adalah anak menjadi gelisah, muka merah karena menahan batuk, pilek, serak, anoreksia (tidak mau makan), dan gejala lain yang mirip influenza. Pencegahan penyakit ini dengan melakukan imuniasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2005). 4. Tetanus Penyakit tetanus adalah penyakit menular yang tidak menular dari manusia ke manusia secara langsung. Penyebabnya sejenis kuman yang dinamakan Clostridium tetani. Binatang seperti kuda dan kerbau bertindak sebagai harbour (persinggahan

sementara). Gejala umum penyakit tetannus pada awalnya dapat dikatakan tidak khas bahkan gejala ini terselimuti oleh rasa sakit yang berhubungan dengan luka yang diderita. Dalam waktu 48 jam penyakit ini dapat menjadi buruk. Penderita akan mengalami kesulitan membuka mulut, tengkuk terasa kaku, dinding otot perut kaku dan terjadi rhisus sardonikus, yaitu suatu keadaan berupa kekejangan atau spasme otot wajah dengan alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi (Depkes RI, 2005). Ada tiga tipe gejala tetanus, yaitu : a. Tipe pertama penderita hanya mengalami kontraksi otot-otot lokal, jadi tidak mengalami rhisus sardonikus. b. Tipe generalized, yakni spasme otot khususnya otot dagu, wajah dan otot seluruh badan. c. Tipe cephalic (tipe susunan saraf pusat), tipe ini jarang terjadi. Gejalanya timbul kekejangan pada otot-otot yang langsung mendapat sambungan saraf pusat. Masa inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa satu hari sampai beberapa bulan. Hal ini tergantung pada ciri, letak dan kedalaman luka. Ratarata masa inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada umumnya, makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka terkontaminasi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek prognosisnya. Cara pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian tetanus toxoid bersama-sama diphteria toxoid dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT (Depkes RI, 2005).

5. Polio Polio atau penyakit infeksi yang menyebabkan kelumpuhan kaki. Penyakit polio disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3. semua tipe dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kelumpuhan. Tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan kejadian luar biasa. Sebagian besar kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparent infection) terutama anak-anak (Depkes RI, 2005). Penularan terutama terjadi dari orang ke orang melalui orofecal, virus lebih mudah dideteksi dari tinja, dalam jangka waktu panjang dibandingkan dari sekret tenggorokan. Di daerah dengan sanitasi lingkungan yang baik penularan lebih sering terjadi melalui sekret faring daripada melalui rute orofecal. Cara pencegahan dengan memberikan imunisasi polio (OPV/Oral Polio Vaccine) yang sangat efektif memproduksi antibodi terhadap virus polio. Satu dosis OPV menimbulkan kekebalan terhadap ketiga tipe virus polio pada sekitar 50% penerima vaksin. Dengan 3 dosis OPV, 95% penerima vaksin akan terlindungi dari ancaman poliomielitis, diperkirakan seumur hidup. Dosis ke empat akan meningkatkan serokonversi sehingga 3 dosis OV. Disamping itu, virus yang ada pada OPV dapat mengimunisasi orang-orang disekitarnya dengan cara penyebaran sekunder. Hal ini dapat memutuskan rantai penularan polio (Depkes RI, 2005).

6. Campak Penyakit ini merupakan penyakit menular yang bersifat akut dan menular lewat udara melalui sistem pernapasan, terutama percikan ludah seseorang penderita. Penyebab penyakit campak adalah virus yang masuk ke dalam genus Morbilivirus dan keluarga Paramyxoviridae. Masa inkubasi berkisar antara 10 hingga 12 hari, kadang 2-4 hari. Gejala awal berupa demam, malaise atau demam, gejala conjunctivis dan coryza atau kemerahan pada mata seperti sakit mata, serta gejala radang tracheo bronchitis yakni daerah tenggorokan saluran napas bagian atas. Campak dapat menimbulkan komplikasi radang telinga tengah, pneumonia (radang paru), diare, encephalitis (radang otak), hemiplegia (kelumpuhan otot kaki) (Depkes RI, 2005). Penyakit campak secara klinik dikenal memiliki tiga stadium, yaitu (Depkes RI, 2005) : a. Stadium kataral, berlangsung selama 4-5 hari disertai panas malaise, batuk, fotofobia (takut terhadap suasana terang atau cahaya), konjunctivis dan coryza. Menjelang akhir stadium kataral timbul bercak berwarna putih kelabu khas sebesar ujung jarum dan dikelilingi eritema, lokasi disekitar mukosa mulut. b. Stadium erupsi, dengan gejala batuk yang bertambah serta timbul eritema di mana-mana. Ketika erupsi berkurang maka demam makin lama makin berkurang. c. Stadium konvalesen

Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi campak yang menggunakan vaksin yang mengandung virus campak yang dilemahkan. 7. Hepatitis B Penyakit Hepatitis adalah penyakit peradangan atau infeksi liver pada manusia, yang disebabkan oleh virus. Sedangkan Hepatitis B adalah penyakit liver (hati) kronik hingga akut, umumnya kronik-subklinik dan sembuh sendiri (self limited). Penularan penyakit ini dapat melalui ibu ke bayi dalam kandungan (vertical transmission), jarum suntik yang tidak steril dan hubungan seksual. Masa inkubasi biasanya berlangsung 45-180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling sedikit diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa mendeteksi HBsAg dalam darah, dan pernah dijumpai baru terdeteksi 6-9 bulan kemudian (Depkes RI, 2005). 2.3.7. Jadwal dan Dosis Pemberian Imunisasi 1. Jadwal Pemberian Imunisasi Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi Umur Antigen 0 Bulan BCG / HB 0 Uniject Polio 1 2 Bulan DPT 1 / HB 0 Polio 2 3 Bulan DPT 2 / HB 2 Polio 3 4 Bulan DPT 3 / HB 3 Polio 4 9 Bulan CAMPAK Sumber : Buku Pedoman Imunisasi, Dinkes Tap-Teng, 2007

2. Dosis dan Cara Pemberian Vaksin Tabel 2.2. Dosis dan Cara Pemberian Vaksin Vaksin Dosis Pemberian BCG 0,05 ml Intra Cutan HB 0 0,5 ml Intra Muskular Polio 2 tetes Oral DPT / HB 0,5 ml Intra Muskular Campak 0,5 ml Sub Cutan Sumber : Buku Pedoman Imunisasi, Dinkes Tap-Teng, 2007 2.3.8. Kontraindikasi Imunisasi Kontraindikasi imunisasi adalah : a. Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 38ºC merupakan kontraindikasi pemberian DPT, Hepatitis B-1 dan campak. b. Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan. c. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat (Proverawati, 2010). 2.4. Landasan Teori Notoatmodjo (2012), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh orang yang didapat secara formal dan informal. Pengetahuan formal diperoleh dari pendidikan sekolah sedangkan pengetahuan

informal diperoleh dari luar sekolah. Selain itu, pengetahuan juga dapat diperoleh dari media informasi yaitu media cetak seperti buku-buku, majalah, surat kabar, dan lain lain, juga dari media elektronika seperti televisi, radio, dan internet. Jenis dukungan keluarga ada empat menurut Prasetyawati (2011) yang mengutip pendapat Friedman (1998), yakni : a. Dukungan informasional Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. b. Dukungan penilaian Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian c. Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya : kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. d. Dukungan emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan

serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan. 2.5. Kerangka Konsep Perilaku Pengetahuan Sikap Tindakan Dukungan Keluarga Instrumental Informasional Penilaian Emosional Pemanfatan Pelayanan Imunisasi pada bayi Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka konsep di atas bahwa perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan dan dukungan keluarga (instrumental, informasional, penilaian dan emosional) diasumsikan berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan imunisasi pada bayi. Tindakan dalam variabel perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan untuk mendukung ibu mengimunisasikan bayinya, sedangkan pemanfaatan pelayanan adalah tindakan ibu dalam mengimunisasikan bayinya.