Peranan HMI terhadap Pendidikan Politik Mahasiswa FISIP USU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. insan yang memiliki berbagai dimensi yaitu sebagai bagian dari civitas akademika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara. Hal ini terjadi karena mahasiswa adalah orang-orang yang

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

Garis Garis Besar Haluan Program Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung Periode

Draft : GBHP. Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Pengertian. 1.2 Landasan. 1.3 Tujuan. 1.4 Sistematika. Bab 2 Bidang-Bidang BP HIMATIKA ITB Periode

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

GARIS BESAR HALUAN PROGRAM KELUARGA MAHASISWA ITB Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung

GARIS-GARIS BESAR HALUAN KERJA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

KONFERENSI CABANG KE IX HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbicara dalam konteks pendidikan formal. Mahasiswa dalam peraturan

KADERISASI ORGANISASI (Tulisan lepas disampaikan pada diklat LMMT oleh BEM STKIP PGRI Tulungagung tanggal 27 April 2014)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. 1. Program HMI Cabang Bandung dalam melakukan kontrol sosial terhadap

2016 KONTROL SOSIAL HMI TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG

PENDAHULUAN. Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam menciptakan bangsa

TENTANG GARIS BESAR HALUAN PROGRAM KM-ITERA PERIODE

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gina Sania Fauziah, 2013

STUDI DESKRIPTIF ASPEK PERMODALAN KOPERASI DALAM IMPLEMENTASI UU NO 17 TAHUN 2012 PADA KOPERASI MAHASISWA SE-KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara tercermin dalam keseluruhan lembaga-lembaga

BAB VI PENUTUP. visi bersama mahasiswa yang menjadi cita-cita atau arah perubahan yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Sunatra dalam Pendidikan Politik Kewarganegaraan (2016), suatu bangsa akan

II. KERANGKA TEORITIS. A. Definisi Konseptual Mengenai Kader dan Kaderisasi. manusia sebagai calon anggota dalam organisasi yang melakukan proses

RANCANGAN UMUM KADERISASI (RUK) KM ITB

PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dafin Nurmawan, 2014 Gema Hanura sebagai media pendidikan politik

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

GARIS-GARIS BESAR PEDOMAN KERJA ORGANISASI PEMERINTAHAN MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2016 (GBPK OPM FT UM 2016)

PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENGATASI GERAKAN RADIKALISME. Oleh: Didik Siswanto, M.Pd 1

RENCANA KONSEP KADERISASI MAHASISWA TEKNIK METALURGI 2009

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB KELIMA KESIMPULAN DAN SARAN. fakta yang menjawab pertanyaan penelitian yaitu:

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. lain sumber daya manusia (man), sumber daya pembiayaan (money), sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. jarak antar Negara melalui fitur-fitur komunikasi yang terus dikembangkan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di lahirkan sebagai suatu mahluk yang utuh dan mandiri, namun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

REVITALISASI ASET GERAKAN PRAMUKA DALAM MENGANTISIPASI PROGRAM PEMERINTAHAN BARU : H.

2015 PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL KE PUI AN PERSATUAN UMAT ISLAM SEBAGAI UPAYA MENANAMKAN KESADARAN SEJARAH

GARIS-GARIS BESAR HALUAN ORGANISASI BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

TAFSIR INDEPENDENSI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga karena setiap manusia besar dan dididik di dalamnya. Tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

TENTANG PENGESAHAN STRUKTUR KABINET KM-ITERA PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. karena pendidikan dapat meningkatkan segenap potensi peserta didik menjadi

VISI DAN MISI BAKAL CALON BUPATI KABUPATEN KAIMANA

PEDOMAN PENYUSUNAN PROPOSAL

BAB I PENDAHULUAN. menciptakaniklim budaya sekolah yang penuh makna. Undang-Undang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. demokrasi. Hal ini dipertegas oleh Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi

PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0059 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan salah satu bagian dari sumber daya manusia

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN KEPEMUDAAN BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

BAB IV FUNGSI KORPS PMII PUTRI (KOPRI) WILAYAH LAMPUNG DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

MAKALAH. Pengembangan Praktek dan Pola Pengasuhan AKPOL Menuju Democratic Learning

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Zico Oktorachman, 2013

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN DASAR LEMBAGA SENI BUDAYA MAHASISWA ISLAM HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

KETETAPAN BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA No.: 10/TAP/BPM FMIPA UI/IV/13.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kaderisasi merupakan sebuah proses pencarian bakat atau pencarian sumber

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMBINAAN KARAKTER KEWARGANEGARAAN MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. terlihat dengan jelas. Perubahan tersebut diantaranya perubahan dalam

Lapangan Kerja bagi Kaum Muda

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia,

Partisipasi kelompok marginal dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap insan manusia.

GARIS-GARIS BESAR HALUAN ORGANISASI (GBHO) HIMPUNAN MAHASISWA HUBUNGAN INTERNASIONAL (HIMAHI) UNIVERSITAS PARAMADINA

WALIKOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki masyarakat yang banyak. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah ialah karena dirasakan tidak efektifnya lembaga-lembaga. reformulasi ajaran dan pendidikan Islam.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... DAFTAR GAMBAR...

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tertinggi, mempunyai perspektif luas untuk bergerak diseluruh aspek

PROFIL AISYIYAH BOARDING SCHOOL BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertambah dalam menghadapi era globalisasi, untuk menghadapi globalisasi dan

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

Optimalisasi Tri Pusat Pendidikan dalam Program Penguatan Pendidikan Karakter Siswa SMKN 2 Metro

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada situasi dan kondisi persaingan yang semakin ketat. Dunia

Transkripsi:

Peranan HMI terhadap Pendidikan Politik Mahasiswa FISIP USU DESI ALINDA PUTRI SIREGAR Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: 061-8220760, Email: alindadesi@yahoo.com Diterima tanggal 12 November 2012/Disetujui tanggal 12 Januari 2013 This study is a study of the role of HMI FISIP USU Students' Political Education. The focus of Education discusses how political methods FISIP HMI for USU students. The findings of this study include There are 4 methods of political education conducted HMI commissariat FISIP USU include: First, Formal Training; Second, Informal Training; Third, the discussion; Fourth, Action / demonstration. The method used is descriptive-qualitative method that is intended to describe an event in more detail. Keywords: Political Education, Student Organization, regeneration Pendahuluan Mahasiswa merupakan salah satu bagian dari sumber daya manusia Indonesia dan sekaligus merupakan aset bangsa yang kelak akan menjadi generasi penerus dalam pembangunan bangsa. Di sisi lain, mahasiswa merupakan insan yang memiliki berbagai dimensi yaitu sebagai bagian dari civitas akademika dan bagian dari generasi muda yang terlatih sebagai pelaku sejarah yang ikut berperan dan menentukan sejarah perkembangan bangsa Indonesia. Mahasiswa pada saat ini merupakan harapan terbesar bagi masyarakat sebagai aspirasi rakyat terutama sebagai perubahan di masyarakat (Agen social of cahange). Hubungan yang erat antara mahasiswa dengan rakyat terlihat dari fungsinya sebagai kontrol sosial termasuk terhadap kebijakan pemerintah. Mahasiswa dalam hal ini sudah menunjukkan diri sebagai salah satu potensi yang dapat 1 diandalkan dalam upaya menuju tatanan masyarakat yang berkeadilan. Distribusinya baik secara kualitas maupun kuantitas dalam segala aspek kehidupan sosial sudah semestinya diperhitungkan. Bentuk keberhasilan dalam mewujudkan sebuah tatanan masyarakat berkeadaban di Indonesia adalah dengan semakin kecilnya angka kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, peningkatan taraf ekonomi dan pendidikan, dan lain sebagainya. Namun, itu semua hanya akan menjadi mimpi belaka manakala semua konsep-konsep yang dibangun dan berbasis kerakyatan tersebut tidak dibarengi dengan strategi yang matang dan jitu ke arah tujuan tersebut.maksimalisasi fungsi mahasiswa dan kaum muda dalam tiap laju demokratisasi merupakan salah satu pilar utama yang perlu diperhatikan. Sekali lagi, peran mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat sosial ditunggu. Diharapkan

mahasiswa mampu memainkan peran yang strategis. Kesatuan visi, tekad, dan perjuangan untuk kepentingan masyarakat secara luas, menjadi pondasi utama peran tersebut saat ini atau nanti. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, sekali lagi, perlu pemetaan, perumusan, dan penelaahan metode penerapan fungsi mahasiswa dalam kancah epistemology keumatan tersebut. Karakteristik khas pola gerakan HMI sejak awal berdirinya adalah tidak memisahkan gerakan politik dengan gerakan keagamaan. Berpolitik bagi HMI adalah suatu keharusan, sebab untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan HMI haruslah dilakukan secara politis. Hal ini dikuatkan pula oleh pendiri HMI, Lafran Pane, bahwa bidang politik tidak akan mungkin dipisahkan dari HMI, sebab itu sudah merupakan watak asli HMI semenjak lahir 1. Namun hal itu bukan berarti HMI menjadi organisasi politik, sebab HMI lahir sebagai organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan (ormas), yang menjadikan nilanilai Islam sebagai landasan teologisnya, kampus sebagai wahana aktivitasnya, mahasiswa Islam sebagai anggotanya. Background kampus dan idealisme mahasiswa merupakan faktor penyebab HMI senantiasa berpartisipasi aktif dalam merespon problematika yang dihadapai umat dan bangsa, jadi wajar jika HMI tetap memainkan peran politiknya dalam kancah bangsa ini. Selain itu, argumentasi lain dikemukakan oleh Rusli karim dalam tulisannya; Walaupun HMI bukan organisasi politik, tetapi ia peka dengan permasalahan politik. Bahkan kadang-kadang karena keterlibatannya yang sangat tinggi dalam aktivitas politik ia dituduh sebagai kelompok penekan (pressure group) 2. 1 Saleh Hasanuddin M, HMI dan Rekayasa Azas Tunggal Pancasila, (Yogyakarta : Kelompok Studi Lingkaran. 1996), hal. 5. 2 Karim M. Rusli, HMI MPO ; Dalam Kemelut Modernisasi Politik di Indonesia, (Bandung : Mizan. 1997), hal. 26. 2 Watak khas pola gerakan politik HMI ini yang terinternalisasi sejak kelahirannya ini menjadikan HMI senantiasa bersikap lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas organisasinya, sehingga kehati-hatian inilah yang melahirkan sikap moderat dalam aktivitas politik HMI 3. Lahirnya sikap moderat ini sebagai konsekuensi logis dari kebijakan HMI memposisikan dirinya harus senantiasa berada diantara berbagai kekuatan kepentingan agar HMI bisa lebih leluasa untuk melakukan respon serta kritisismenya dalam mencari alternatif dan solusi dari problematika yang terjadi disekitarnya. Namun sebagai konsekuensi logis pula bagi HMI, dengan sikap moderat dalam aktivitas politiknya ini, munculnya kecenderungan sikap akomodatif dan kompromis dengan kekuatan kepentingan tertentu, dalam hal ini penguasa. Studi ini membahas bagaimana metode pedidikan politik HMI terhadap mahasiswa FISIP USU Metode Penelitian ini bersifat diskriptif-kualitatif. Pengumpulan data dengan teknik penelitian lapangan. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Metode pendidikan politik HMI Karakteristik model perkaderan yang dilakukan oleh HMI Komisariat Fisip USU baik dalam upaya mempertahankan eksistensi sebagai sebuah organisasi maupun perannya dalam kehidupan sosial politik masyarakat. Model-model serta metode yang dilakukan HMI Komisariat Fisip USU mengacu kepada tata baku model perkaderan yang telah disepakati secara nasional melalui kongres Pengurus Besar HMI. Terdapat beberapa metode baku yang secara kultural telah dilakukan HMI komisariat Fisip USU dalam rangka proses perkaderan. 3 Tanja Victor, Himpunan Mahasiswa Islam, (Jakarta: Sinar Harapan. 1982), hal. 59.

Pertama, Training Formal. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa proses pendidikan kader HMI Komisariat Fisip USU mengacu kepada metode pendidikan kader yang disepakati secara nasional. Proses pengejawantahan model pendidikan ini biasanya hanya dibedakan melalui metode kultural yang ada di setiap komisariat. Jadi proses transformasi nilai yang dilakukan oleh tiap-tiap komisariat cenderung berbeda sesuai dengan kultur komisariat itu sendiri 4. HMI Fisip USU tetap melakukan jenjang perkaderan sesuai dengan konstitusi yakni; Basic Training (Latihan Kader I). Latihan Kader I dimaksudkan sebagai upaya pembentukan sikap seorang kader yang di dalamnya terdapat proses indoktrinasi serta internalisasi nilai lain untuk tujuan utama membentuk karakter Kader (Afeksi). Dalam tahap Latihan Kader I ini beberapa materi yang bersinggungan dengan aspek pendidikan politik dan dijelaskan melalui konsep kurikulum latihan kader I HMI antara lain; Mission HMI, Nilai Dasar Perjuangan (NDP), serta Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi. Tahap Latihan Kader I ini memang merupakan dasar atau basis dari proses kaderisasi yang ada di HMI, sehingga internalisasi yang dilakukan umumnya masih terkait erat dengan Ke-HMI-an. Intermediate Training (Latihan Kader II). Fase Latihan Kader II ditujukan untuk membangun karakter pemikiran serta memperdalam nilai-nilai intelektualitas kader (Kognisi). Fase ini secara formal menjadi sentral pendidikan politik di HMI bagi seorang kader HMI karena di dalamnya diperdalam tentang wacana-wacana keilmuan, teoritis, serta nilai-nilai perjuangan seorang kader. Beberapa materi yang dikaji dalam training tahap ini antara lain: Teoriteori Tentang Perubahan Sosial, Pendalaman Mission HMI, Pendalaman Nilai Dasar Perjuangan (NDP), Ideopolitik, Strategi dan Taktik, dan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi. Jelas bahwa pada tahap ini 4 Wawancara Fernanda Putra Adela (mantan Kabid PA periode 2006-2007) tanggal 7 oktober 2012 pukul 13.00-15.00 WIB, di FISIP USU. 3 diutamakan tentang pendalaman wacanawacana intelektualitas serta pembangunan doktrin sebagai landas ideologis seorang kader. Advance Training (Latihan Kader III)Sebagai puncak dari jenjang Perkaderan secara Organisatoris HMI, Advance Training menjadi wadah Aplikatif dan implementatif dari segala proses yang telah dilewati oleh seorang kader. Dalam fase ini seorang kader dituntut untuk dapat memberikan Solusi dari permasalahan-permasalahn bangsa dalam segala aspek baik sosio-kultural, politik, ekonomi dan masalah bangsa yang bersifat multidimensional. Materi-materi yang secara formal dijadikan kurikulum dalam Advance Training mayoritas adalah pendalaman dari materi-materi yang telah diberikan pada jenjang-jenjang perkaderan sebelumnya, yakni antara lain mencakup: Pendalaman Nilai Dasar Perjuangan (NDP-HMI), Pendalaman Mission HMI, Kepemimpinan Dan Manajemen Organisasi, serta Wawasan Internasional. Sistematika perkaderan secara formal di HMI merupakan jenjang Proses ideal yang semestinya dilalui oleh seorang kader, agar pendidikan sosio-politik yang didapatkan bersifat komperhensif. Seperti yang telah dipahami diawal bahwa kaderisasi merupakan langkah yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan dasar organisasi. Di HMI komisariat Fisip USU, jenjang formal ini dibarengi pula dengan metode-metode lain dalam upaya memperkuat nilai-nilai yang telah diinternalisasikan dalam proses perkaderan formal. Fase-fase ini biasanya dilatari oleh kultural komisariat dan dijalankan secara turun temurun dalam konteks HMI Fisip USU, fase-fase informal ini pada akhirnya menjadi fase yang baku. Kedua, Training Informal adalah improvisasi prosesual dari sistem organisasi yakni difasilitas oleh kepengurusan di HMI Komisariat Fisip USU. Training informal dijalankan untuk mensinergiskan kapasitas seorang kader komisariat diluar jenjangjenjang formal perkaderan. Secara kultural

training-training informal yang pernak direalisasikan oleh kepengurusan HMI Komisariat Fisip USU antara lain: Training Aksi Massa. Training aksi Massa dilakukan untuk meningkatkan militansi serta kapasitas intelektual kader dalam menanggapi wacanawacana serta permasalahan-permasalahan sosial politik yang dewasa ini terjadi. Secara khusus, bidang yang memiliki tupoksi dalam memfasilitasi training ini adalah bidang PTKP (Perguruan Tinggi dan Kepemudaan) HMI Komisariat Fisip USU 5. Training Aqidah. Training Aqidah secara umum berkaitan dengan pendalaman nilainilai keislaman seorang kader dalam upaya memberikan landasan religi untuk melakukan perjuangan. Training ini secara kultural difasilitasi oleh bidang PA (Pembinaan Anggota) HMI Komisariat Fisip USU. Kemudian, Training HAM. Training HAM merupakan salah satu training yang pernah direalisasikan oleh kepengurusan HMI Komisariat Fisip USU. Meskipun tidak secara berkelanjutan dilakukan, namun training ini merupakan tindak lanjut dari pengembangan keilmuan kader yang telah menjalani fase formal perkaderan (LK I, LKII, LKIII). Training ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada seorang kader dalam menganalisis permasalahan-permasalah HAM serta memberikan solusi dalam upaya penyelesaian kasus-kasus Pelanggaran HAM. Training ini difasilitasi oleh seluruh kepengurusan HMI Komisariat Fisip USU secara Kolektif. Training Ideologi. Ideologi adalah aspek penting dalam format perkaderan yang dijalankan HMI Komisariat Fisip USU. Training Ideologi dilakukan untuk memberikan Pemahaman-pemahaman secara luas mengenai paradigma pemikiran serta keilmuan kepada seorang kader. Sehingga diharapkan seorang kader dapat menganalisis fenomena-fenomena sosial politik yang 5 Wawancara dengan Fuad Perdana Ginting (mantan Kabid PTKP periode 2006-2007) tanggal 7 oktober 2012 pukul 13.00-15.00 WIB, di FISIP USU. 4 terjadi dalam koridor paradigmatik, serta upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk memperjuangkan kebenaran yang dianut. Training Leadership. Training leadership diberikan untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan seorang kader serta memberikan kecerdasan seorang kader dalam mengambil sikap/keputusan terhadap suatu masalah. Dalam melakukan training ini biasanya kepengurusan menghadirkan pemateri yang berkompeten untuk meninternalisasikan nilai kepemimpinan kepada kader, namun tetap difasilitasi oleh kepengurusan secara kolektif. Selain training-training formal diatas terdapat beberapa metode lain yang juga bersifat kultural yang biasanya dilakukan oleh HMI Komisariat Fisip USU. Metode-metode ini biasanya dilakukan untuk menjaga atmosfer intelektual bagi kader, dan dilatarbelakangi oleh kesadaran pihak-pihak yang terdapat di lingkungan HMI komisariat Fisip USU. Ketiga, Diskusi. Format diskusi yang dilakukan di HMI Komisariat Fisip USU diklasifikasikan dalam beberapa konsep tidak baku yang dirancang dalam mapping (pemetaan) perkaderan oleh kepengurusan. Format diskusi yang ada antara lain: Diskusi Rutin (tematik) adalah Diskusi terjadwal yang dibuat oleh kepengurusan HMI Komisariat Fisip USU dan diikuti oleh kaderkader komisariat. Diskusi biasanya membahas tema-tema tertentu yang telah disepakati oleh peserta diskusi dan tidak jarang kepengurusan memanggil narasumbernarasumber yang berkopeten untuk memberikan materi tersebut. Narasumber yang biasanya dipanggil oleh kepengurusan berasal dari Keluarga Besar Komisariat (Senioren, Alumni) maupun orang diluar koridor komisariat yang memiliki kompetensi di bidangnya (Tokoh-tokoh poltik dll) Diskusi Kelompok Terbatas adalah sebuah kelompok terbatas kader komisariat Fisip yang memfokuskan diri kepada pokok-pokok bahasan yang telah ditetapkan dalam kurikulum diskusi. Diskusi ini difasilitasi oleh kepengurusan dengan peran aktif yang

utama dari peserta diskusi yakni kader itu sendiri. Dalam diskusi tipe ini, kelompok diskusi diharap dapat mengaggregasikan solusi-solusi dalam menyelesaikan sebuah masalah yang menjadi pokok bahasan. Diskusi incidental (Personal) yakni sebuah model diskusi yang dilakukan secara tidak dirancang sebagai proses transformasi individual antara orang-orang atau kaderkader yang ada di Komisariat. Format diskusi ini secara intensitas paling sering dilakukan dengan peran aktif dari kepengurusan serta kader-kader yang ada dalam upaya peningkatan kapasitas seorang kader baik dalam aspek karakter maupun pengetahuan. Keempat, Aksi biasanya menjadi suatu konklusi dari diskusi-diskusi yang dilakukan oleh kader-kader di Komisariat untuk menanggapi permasalahan-permasalahan bangsa dalam segala aspek. Aksi dalam bentuk demonstrasi dilakukan secara kolektif oleh seluruh kader komisariat dalam upaya menghempang kebathilan oleh pemangku kekuasaan. Aksi-aksi yang dilakukan oleh kader HMI Komisariat Fisip USU secara tupoksi difasilitasi oleh Bidang PTKP dan dijalankan oleh seluruh Kader.Pembahasan serta perencanaan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh HMI Fisip USU terkadang juga melibatkan elemen-elemen termasuk organisasi lain dalam upaya memperkuat rasionalitas serta efektifitas aksi yang dilakukan. HMI saat ini masih menggalang suatu aliansi yang dinamakan Prom-SU atau Pro-Demokrasi Sumatera Utara. Dalam aliansi ini HMI FISIP USU sebagai salah satu organisasi dengan basis massa terbesar selain organisasi gerakan-gerakan lain seperti FMN, BARSDEM, GEMAPRODEM dll. HMI sampai saat ini masih mengawal jalannya aliansi melalui sinergitas dengan organisasiorganisasi pembentuk aliansi lain dalam upaya menjadi motor utama gerakan mahasiswa yang terdapat di Sumatra Utara. Aksi-aksi yang dilakukan komisariat terbagi dalam beberapa bentuk, hal ini disesuaikan dengan bentuk tekanan yang ingin disampaikan saat aksi. Bentuk-bentuk 5 tekanan yang disampaikan yaitu dimulai dari tekanan yang terendah, sampai pada bentuk tekanan yang tinggi. Beberapa pilihan aksi yang biasa dilakukan telah memberi warna tersendiri bagi komisariat sebagai organisasi gerakan mahasiswa. Aksi-aksi melalui tulisan-tulisan dan simbol-simbol biasa dilakukan di komisariat. Bentuk seperti ini biasanya mempunyai tujuan untuk meluaskan dan menyebarkan wacana dalam meraih dukungan atau simpati dari para pembaca, dan serta untuk berbagi pengetahuan. Saat melakukan aksi melalui tulisan dan simbolsimbol, terkadang tidak perlu melalui kesepakatan. Hal tersebut bisa dilakukan setiap anggota saat merespon satu situasi yang dianggap perlu disikapi. Aksi-aksi yang seperti ini sangat biasa dilakukan dikampus, mengenai wacana yang akan diangkat seperti wacana yang berkaitan dengan kampus, bahkan sampai pada wacana nasional. Pada kesempatan yang lain, aksi-aksi yang menggunakan tulisan dan simbol-simbol dilakukan sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan diputuskan saat dilakukannya manajemen aksi. Manajemen aksi biasa dilakukan saat komisariat akan mengadakan aksi massa (demonstrasi) ke ruang-ruang publik. Demontrasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan bersama dengan melibatkan massa yang dimobilisasi untuk turun kepermukaan publik. Tujuan demontrasi juga pada intinya untuk mengungkapkan aspirasiaspirasi dari kelompok. Aksi untuk menunjukkan atau membuktikan sesuatu dengan cara-cara yang nyata, dan mencolok, dan serta pengungkapan aspirasi kelompok secara publik. Manajemen aksi dilakukan untuk menyusun langkah-langkah yang strategis dalam aksi. Oleh karena itu, maka setiap aksi yang dilakukan akan terkoordinir dengan baik. Manajemen aksi juga akan meminimalisir hal-hal yang tidak dikendaki di lapangan. Dilihat dari pihak yang terlibat dalam manajemen aksi yang dilakukan komisariat, maka manajemen aksi yang dilakukan komisariat terbagi dalam dua bagian yakni; Pertama manajemen aksi yang dilakukan

secara internal, hal ini jika pihak yang terlibat di dalamnya hanya anggota komisariat saja. Kedua manajemen aksi yang dilakukan dengan sejumlah organisasi yang tergabung dalam satu aliansi. Manejemen dalam bentuk yang seperti ini akan melibatkan setiap perwakilan dari organisasi. Di komisariat biasanya yang menjadi perwakilan untuk melakukan manejemen aksi adalah personil bidang PTKP kepengurusan. Sebaiknya jika perwakilan komisariat sudah melakukan manejemen aksi dengan pihak yang terlibat dalam aliansi, maka akan dilakukan pematangan manejemen aksi di internal komisariat. Aksi yang terkoordinir dengan baik akan berjalan sesuai dengan apa yang telah disepakati dimanajemen aksi. Dapat berjalan atau tidak kesepakatan tersebut, hal itu tergantung dari kematangan berpikir dan bersikap dari masing-masing pihak. Setelah aksi selesai biasanya akan dilakukan evaluasi aksi. Evaluasi aksi untuk menilai sejauh mana keberhasilan dari aksi yang dilakukan dari setiap poin yang telah disepakati. Hasil dari evaluasi aksi juga akan merekomendasikan sejumlah proyeksi yang akan dilakukan kedepan. Proyeksi tersebut dapat berupa pertemuan-pertemuan selanjutnya, dan juga dapat berupa aksi lanjutan yang akan dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan hasil kesepakatan yang akan diambil dalam pertemuan tersebut. Daftar Pustaka Karim, M. Rusli, HMI MPO. 1997. Dalam Kemelut Modernisasi Politik di Indonesia, Bandung : Mizan. Saleh, Hasanuddin M. 1996. HMI dan Rekayasa Azas Tunggal Pancasila, Yogyakarta : Kelompok Studi Lingkaran. Tanja, Victor. 1982. Himpunan Mahasiswa Islam, Jakarta: Sinar Harapan. Wawancara dengan Fuad Perdana Ginting (mantan Kabid PTKP periode 2006-2007) tanggal 7 oktober 2012 pukul 13.00-15.00 WIB, di FISIP USU. Wawancara Fernanda Putra Adela (mantan Kabid PA periode 2006-2007) tanggal 7 oktober 2012 pukul 13.00-15.00 WIB, di FISIP USU Penutup Model-model serta metode yang dilakukan HMI Komisariat Fisip USU mengacu kepada tata baku metode perkaderan yang telah disepakati secara nasional melalui kongres Pengurus Besar HMI. Terdapat 4 metode pendidikan politik yang dilakukan HMI komisariat FISIP USU antara lain: Pertama, Training Formal; Kedua, Training Informal; Ketiga, Diskusi; Keempat, Aksi/ Demonstrasi. 6