BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

dokumen-dokumen yang mirip
PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH DI TANAH ABANG DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TEPI AIR

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 START FROM HERE. A river runs through it yang artinya sebuah sungai mengalir melewati,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

II. TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD AYUNG

RIVERWALK SEBAGAI RUANG TERBUKA ALTERNATIF DI KAWASAN FLAMBOYAN BAWAH KOTA PALANGKA RAYA

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

Sustainable Waterfront Develepmont sebagai Strategi Penataan Kembali Kawasan Bantaran Sungai

BAB VI DATA DAN ANALISIS

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

POLA PENATAAN ZONA, MASSA, DAN RUANG TERBUKA PADA PERUMAHAN WATERFRONT (Studi Kasus : Perumahan Pantai Indah Kapuk)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna

Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

Gambar 6.1 Alternatif Gambar 6.2 Batara Baruna. 128 Gambar 6.3 Alternatif Gambar 6.4 Alternatif Gambar 6.

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2005 TENTANG GARIS SEMPADAN BANGUNAN, GARIS SEMPADAN PAGAR, GARIS SEMPADAN SUNGAI, GARIS SEMPADAN PANTAI.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN

TINJAUAN PULO CANGKIR

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV ANALISA TAPAK

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB VI HASIL RANCANGAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

Analisa Dampak Negatif Pencemaran Lingkungan Pemukiman Kumuh Dibantaran Sungai Deli-Medan Maimoon

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW. Pelaksanaan PA6 ini dimulai dari tema besar arsitektur muka air, Riverfront

BAB V KONSEP PERANCANGAN. konsep dasar yang digunakan dalam Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Boom Di

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG EKSISTING PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

KAJIAN ASPEK TEKNIS DAN ASPEK EKONOMIS PROYEK PACKING PLANT PT. SEMEN INDONESIA DI BANJARMASIN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB I KONDISI KAWASAN DALAM BEBERAPA ASPEK. kepada permukiman dengan kepadatan bangunan tinggi, dan permukiman ini

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

BAB I PENDAHULUAN. khas daerah.suasana damai, tentram, nyaman dan ramah dapat dirasakan di daerah

KAJIAN WATERFRONT DI SEMARANG (Studi Kasus : Sungai Banjir Kanal Barat)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rumah Susun Sewa Di Kawasan Tanah Mas Semarang Penekanan Desain Green Architecture

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

Pokok Bahasan Analisis Program, Tapak dan Lingkungan. Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT.

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari, atau seluruh, unsur-unsur lama dari kawasan kota tersebut dengan unsur-unsur kota yang lebih baru dengan yang bertujuan untuk meningkatkan vitalitas serta kualitas dari lingkungan suatu kawasan tersebut. Penataan kembali suatu kawasan kota terlebih dahulu melakukan pembongkaran sarana dan prasarana dari sebagian atau seluruh kawasan kota tersebut yang telah dinyatakan tidak dapat dipertahankan lagi kehadirannya. Dampaknya akan terjadi perubahan secara struktural dari peruntukan lahan, profil sosial ekonomi, serta ketentuan-ketentuan pembangunan lainnya yang mengatur intensitas pembangunan baru (KLB, KDB, GSB, Tinggi max, dan lain-lain) biasanya terjadi. Dalam bidang perencanaan dan perancangan kota, redevelopment merupakan upaya di dalam merumuskan kebijaksanaan pembangunan kota yang menyangkut proses dan prosedur re-organisasi dari unsur-unsur tata ruang kota yang akan di remajakan. Hasil rumusan kebijaksanaan berupa pedoman bagi penataan kembali unsur-unsur kota, seperti : peruntukan lahan, peruntukan bangunan, sirkulasi dan parkir, intensitas pembangunan, tata ruang terbuka/hijau serta unsur-unsur pendukung lainnya, sehingga kemampuan lahan kawasan tersebut secara ekonomis dapat ditingkatkan. 11

12 2.2 Pemukiman Kumuh Pemukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung dan dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan masyarakat. Sedangkan kata kumuh menurut kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai kotor atau cemar. Menurut Johan Silas pemukiman kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan pemukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio pemukiman kumuh. Pengertian pemukiman kumuh yang kedua adalah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh yang disebabkan oleh adanya mobilitas sosial ekonomi yang stagnan sehingga pemukiman kumuh tercipta karena kurangnya daya perkembangan kota dalam menampung jumlah masyarakatnya. Karakteristik Pemukiman Kumuh : (Menurut Johan Silas) 1. Keadaan rumah pada pemukiman kumuh terpaksa dibawah standar ratarata 9 m2/orang. Sedangkan fasilitas perkotaan secara langsung tidak terlayani karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan pemukiman yang ada, maka fasilitas lingkungan tersebut tak sulit mendapatkannya.

13 2. Pemukiman ini secara fisik memberikan manfaat pokok, yaitu dekat tempat mencari nafkah (opportunity value) dan harga rumah juga murah (asas keterjangkauan) baik membeli atau menyewa. Manfaat pemukiman disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga murah adalah kesempatan mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi. Hampir setiap orang tanpa syarat yang bertele-tele pada setiap saat dan tingkat kemampuan membayar apapun, selalu dapat diterima dan berdiam di sana. Dalam perkembangan suatu kota sangat erat kaitannya dengan mobilitas penduduknya. Masyarakat yang mampu cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat kota. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih tempat tinggal di pusat kota khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota. Tidak tersedianya fasilitas perumahan yang terjangkau oleh kantong masyarakat yang kurang mampu serta kebutuhan akan akses ke tempat usaha menjadi penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di perkotaan. Ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali juga dapat menjadi salah satu penyebab terbentuknya pemukiman kumuh, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan pemukiman-pemukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di pemukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota. Dibangunnya perumahan oleh sektor non-formal, baik secara perorangan maupun dibangunkan oleh orang lain dapat mengakibatkan munculnya lingkungan perumahan kumuh, yang padat, tidak teratur dan tidak

14 memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi standar teknis dan kesehatan. 2.3 Waterfront Konsep ini pertama kali berawal dari pemikiran seorang urban visioner Amerika yaitu James Rouse pada tahun 1970an. James Rouse mengatakan bahwa waterfront development adalah sebuah konsep pengembangan pada daerah tepian air baik itu tepi pantai, sungai maupun danau. Konsep waterfront development dapat juga diartikan sebagai suatu proses hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air serta merupakan bagian dari upaya dalam pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik alamnya berdekatan dengan air, dimana dalam bentuk pengembangan pembangunan kota berorientasi pada daerah perairan. Pada awal mulanya konsep waterfront muncul di wilayah-wilayah yang memiliki tepian air (seperti laut, sungai, danau) yang memiliki potensial, antara lain terdapat sumber air yang dibutuhkan untuk minum dan terletak di sekitar muara sungai yang dapat memudahkan hubungan transportasi antara kawasan luar dan kawasan pedalaman, perkembangan waterfront selanjutnya mulai mengarah ke wilayah daratan yang selanjutnya berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan di tepian air. Kawasan tepian air merupakan lahan atau area yang terletak langsung berbatasan dengan air, pembangunan kawasan tepian air merupakan suatu area atau wilayah yang dibatasi oleh air dan dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai aktifitas manusia, contohnya seperti kebutuhan akan ruang

publik dan nilai alami yang terkait dengan area tepian air. Berdasarkan fungsinya, waterfront sendiri dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu : 15 Mixed-used waterfront, adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. Recreational waterfront, adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. Residential waterfront, adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan. working waterfront, adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan. (Breen, 1996). Perancangan kawasan tepian air, terdapat dua aspek penting yang dapat menjadi dasar dari keputusan - keputusan rancangan yang nantinya akan dihasilkan, kedua aspek tersebut merupakan faktor geografis serta konteks perkotaan (Wren, 1983 dan Toree, 1989). a. Faktor Geografis Faktor-faktor yang menyangkut geografis kawasan dan nantinya akan menentukan jenis, fungsi serta pola penggunaannya, dalam hal ini yaitu : Kondisi perairan, yaitu dari segi jenis (laut, sungai, dst), dimensi dan konfigurasi, pasang-surut, serta kualaitas airnya.

16 Kondisi lahan, yaitu ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah, serta kepemilikannya. Iklim, yaitu menyangkut jenis musim, temperatur, angin, serta curah hujan. b. Konteks perkotaan (Urban Context) Faktor-faktor yang dapat memberikan ciri khas tersendiri bagi kota serta dalam menentukan hubungan antara kawasan waterfront yang nantinya akan dikembangkan dengan bagian kota yang terkait, yang termasuk dalam aspek ini yaitu : Pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata di kawasan waterfront, atau yang menggunakan sebagai sarana publik. Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan sirkulasi didalamnya. Karakter visual, yaitu hal-hal yang memberikan ciri yang membedakan satu kawasan waterfront dengan lainnya. Penerapan konsep waterfront development di Indonesia sudah dimulai pada zaman penjajahan oleh kolonial Belanda di tahun 1620, pembangunan konsep waterfront di terapkan oleh penjajah yang menjajah Jakarta atau Batavia pada saat itu dan mempunyai tujuan untuk membangun sebuah kota tiruan Belanda sebagai tempat bertemunya lalu lintas perdagangan, dan penataan sungai Ciliwung saat itu hanya untuk sebagai kelancaran lalu lintas semata pada masa itu.

17 2.3.1 Riverfront Riverfront atau tepian sungai merupakan salah satu konsep dari urban waterfront development, riverfront merupakan kawasan yang berada pada batas, dilalui serta mempunyai hubungan kuat dengan badan sungai di dalam kawasan. Elemen sungai sendiripun merupakan bagian terpenting dalam proses bentukan riverfront dan juga berfungsi sebagai kegiatan kawasan atau perkotaan, baik yang sudah tumbuh/berkembang maupun yang dalam perencanaan kawasan berada pada tepian sungai dan memiliki bangunanbangunan yang menghadap langsung ke arah sungai, dan yang dibatasi oleh jalur hijau atau ruang terbuka hijau sesuai dengan ketentuan garis sempadan dan kawasan lindung setempat. Riverfront yang juga merupakan salah satu bagian dari konsep waterfront development yang mampu memberikan kontribusi atau dampak positif pada perkembangan suatu kawasan sungai, yang menurut peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 38 tahun 2011 pasal 9 mengenai sungai mengatakan : Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a (sungai dalam kota tidak bertanggul) ditentukan: a. Paling sedikit berjarak 10 m (sepuluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 m (tiga meter). b. Paling sedikit berjarak 15 m (lima belas meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman

18 sungai lebih dari 3 m (tiga meter) sampai dengan 20 m (dua puluh meter). c. Paling sedikit berjarak 30 m (tiga puluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 m (dua puluh meter). 2.4 Studi Banding 2.4.1 Kawasan Banjar Jematang Di Sungai Badung. Image kawasan tepi air pada daerah jematang (pinggir sungai tukad) sebagai sarana permukiman tidak terbentuk secara baik dan menarik, kondisi sekarang ini sudah tidak teratur. Fungsi kawasan sebagai area waterfront sudah tidak terpenuhi lagi, tidak ada aksesbilitas, kemudahan serta kenyamanan pejalan kaki untuk menuju ke area pemukiman, sirkulasi manusia dan kendaran saling mengganggu. Sekarang ini area pinggir sungai badung mengalami perbaikan dengan pemberian vegetasi pada area tepian sungai sehingga mengurangi pemandangan pemukiman kumuh, area pemukiman kembali ditata dan diperbaiki menjadi lebih baik. Gambar 2.1 Sungai Badung, Bali Sumber : Jurnal Identifikasi Potensi dan Penanganan Masalah Permukiman Pada Kawasan Waterfront, diakses Tanggal 07 april 2013

19 2.4.2 Watercourse Chao Phraya River, Bangkok Pengembangan untuk sungai Chao Praya di bangkok dengan pengutamaan anak-anak sungai dari sungai utama Chao Praya, pengembangan anak-anak sungai mempunyai 3 poin utama yaitu pertama dengan memperbesar kanal yang memungkinkan untuk meningkatkan kapasitas koleksi hujan selama musim hujan, kedua dengan meningkatkan konektivitas antara anak sungai dengan sungai utama yang memungkinkan untuk mendukung lebih banyak transportasi, dan ketiga Meningkatkan aksesibilitas dengan membuat jalan setapak atau pedestrian. Gambar 2.2 Pengembangan Sungai Sumber : Jurnal Bangkok : Riverfront, diakses Tanggal 30 april 2013

20 2.4.3 Sungai atau Kali Code, Yogyakarta Sungai atau kali code mempunyai ukuran lebar permukaan sungainya sebesar kurang lebih 10-15 meter, area pinggir sungai code terdapat beberapa karakteristik karena pengaruh letaknya, karakteristik tersebut adalah karakter landscapenya yang terbagi 2 yaitu pedesaan dan perkotaan. Pada daerah hilir mencerminkan landscape pedesaan karena masih banyaknya area yang ditumbuhi vegetasi-vegetasi, sedangkan area tengah dan hulu mencerminkan landscape perkotaan karena banyaknya pemukiman warga serta kurangnya vegetasi. Area tepian sungai banyak menjadi tempat aktifitas warganya misalnya saling bersosialisasi antar warganya. Gambar 2.3 Sungai Code Sumber : Jurnal Identifikasi Karakter Lansekap Sungai Code, diakses Tanggal 30 april 2013

21 Kesimpulan Berdasarkan dari studi banding yang peneliti temukan dapat dikatakan bahwa untuk kawasan di tepian air menggunakan konsep waterfront yang orientasi bangunannya mengarah ke arah perairan, penggunaan pedestrian di tepi air agar masyarakat dapat berinteraksi atau melakukan kontak fisik langsung dengan tepian air/sungai, dan pemberian vegetasi pada area tepian sungai dapat membantu menutupi kekurangan dari area pemukiman. 2.5 Kerangka Berpikir

22 2.6 Skema Pembahasan 2.6 Hipotesa Berdasarkan dari data-data yang didapat oleh peneliti, maka peneliti menyimpulkan bahwa untuk konsep yang akan digunakan dalam kasus redevelopment di kawasan kelurahan Kebon Kacang ini adalah dengan menggunakan konsep waterfront dengan penelitian ini mengarah pada RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) 2030 yang merencanakan adanya pelebaran sungai sebesar 10 meter pada wilayah tersebut.

Gambar 2.4 RTRW 2030 Pelebaran Sungai Sumber : www.tatakota-jakartaku.net, diakses tanggal 20 Maret 2013 23