OVERVIEW PERLAMBATAN EKONOMI

dokumen-dokumen yang mirip
TIGA FOKUS UTAMA III. KEBIJAKAN DEREGULASI EKONOMI

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT

USULAN TINDAK LANJUT KEBIJAKAN DEREGULASI UNTUK PEMERINTAH DAERAH

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

Indonesia Investment Coordinating Board KATA PENGANTAR

PAKET KEBIJAKAN EKONOMI XI

Paket Kebijakan Ekonomi XI: Meningkatkan Daya Saing Nasional Dalam Pertarungan Ekonomi Global

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

EKONOMI POLITIK DAN DAYA SAING NASIONAL. Didik J. Rachbini & Tim INDEF

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Siaran Pers. Realisasi Investasi Januari-September 2016 Mencapai Rp 453 Triliun

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di

IV.B.9. Urusan Wajib Penanaman Modal

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SIARAN PERS. 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Paket Kebijakan Ekonomi, Bangkitkan Kepercayaan Pasar

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal Tahun 2011 KATA PENGANTAR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Berusaha

Analisis Perkembangan Industri

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

Indeks PMI Manufaktur Capai Posisi Terbaik Dibawah Kepemimpinan Presiden Jokowi

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

MULTILATERAL MEETING II PRIORITAS NASIONAL : PENINGKATAN IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

Strategi Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Rangka Peningkatan Investasi Daerah

KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK - PENYELESAIAN INPRES NO. 1 TAHUN

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

Statistik KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

POINTERS MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Dialog Energi Media Indonesia Indonesia & Diversifikasi Energi Menentukan Kebijakan Energi Indonesia 14 April 2015

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Produk Domestik Bruto (PDB)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

Analisis Perkembangan Industri

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Percepatan Kebijakan Satu Peta pada Skala 1:50.000

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Indikator Kinerja Utama. Penetapan.

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015

PTSP; ANTARA KEBIJAKAN MAKRO DAN PRAKTIK-KONDISIONAL LAPANGAN. Laode Ida Ombudsman RI

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-iii Maret 2016 (Tahap XI)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Lampiran 2. Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

Dalam kajian ini sampel pemerintahan daerah dipilih dengan menggunakan data hasil

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Strategi UKM Indonesia

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Realisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2017 Melampaui Target

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Policy Brief Paket Kebijakan Ekonomi & Simplifikasi Regulasi Pusat Daerah Dalam Mendukung Peningkatan Investasi Dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional No. 0 / / / Juni 2016 OVERVIEW Investasi memiliki peran sebagai salah satu tumpuan pendorong perekonomian, dimana tiga pilar ekonomi Indonesia di masa depan akan terdiri dari investasi, industri, dan ekspor. Sebagai tumpuan perekonomian, investasi memiliki beberapa tujuan, seperti mendukung pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, mengubah ekonomi yang berbasis konsumsi menjadi ekonomi berbasis produksi, meningkatkan pendapatan nasional melalui pajak, serta mendorong pemerataan ekonomi. Dalam beberapa waktu belakangan ini sebenarnya telah banyak pengusaha dari berbagai negara dari Eropa maupun Amerika, juga Singapura dan China yang ingin masuk ke Indonesia. Hal tersebut tak lepas dari proyeksi perkembangan ekonomi global ke depan yang cenderung mengarah ke Asia. Banyak yang menegaskan bahwa Eropa dan Amerika merupakan masa lalu. Ke depan adalah waktunya Asia. Kelancaran akan masuknya arus investasi seringkali terkendala berbagai hambatan terkait permasalahan kepastian dan sinkronisasi peraturan. Iklim investasi Indonesia butuh kepastian dan sinkronisasi peraturan dari pemerintah untuk mendorong masuknya investasi ke Indonesia. Meskipun Indonesia sudah mendapat peringkat Investment Grade, namun dengan lambatnya kondisi kepastian dan sinkronisasi peraturan antara pusat dan daerah serta antar instansi di Indonesia, masih dianggap kalangan dunia usaha sebagai hambatan utama bagi perbaikan iklim investasi. Permasalahan terkait kepastian dan sinkronisasi peraturan dapat menjadi hambatan utama bagi aliran investasi. Bagi kalangan dunia usaha kepastian peraturan dan kebijakan antar instansi yang belum sinkron, harus segera dibenahi oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Semua pengusaha pasti butuh kepastian agar operasional usaha dapat berjalan dengan baik. Kepastian peraturan antara pusat dan daerah, serta kebijakan antar lembaga yang belum sinkron, harus segera dibenahi. Kepastian dan sinkronisasi peraturan dan kebijakan sudah sangat ditunggu oleh kalangan dunia usaha dalam negeri sehingga dapat mengembangkan usahanya agar dapat bersaing dengan pengusaha luar negeri. Dunia usaha Indonesia tidak takut terhadap masuknya pengusaha luar negeri, karena sebagian dari mereka pasti akan menggandeng pengusaha lokal. Mereka (pengusaha luar negeri) tidak mungkin jalan sendiri sehingga ini merupakan peluang yang akan menguntungkan semua pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun pengusaha di Indonesia. PERLAMBATAN EKONOMI PERTUMBUHAN EKONOMI 2011-2015 PERTUMBUHAN INDUSTRI DALAM 20 TAHUN TERAKHIR (%) CABANG INDUSTRI 1994 2004 2010 2011 2012 2013 2014 INDUSTRI PENGOLAHAN 10.87 6.38 4.74 6.14 5.74 5.56 4.86 a. Industri M i g a s 7.84-1.95 0.56-0.94-2.8-1.76-2.27 1). Pengilangan Minyak Bumi 3.39-0.23 1.25 0.53-1.93 1.14 1.32 2). Gas Alam Cair 10.99-3.22 0.01-2.15-3.53-4.26-5.53 b. Industri tanpa Migas 11.4 7.51 5.12 6.74 6.42 6.1 5.34 1). Makanan, Minuman dan Tembakau 18.85 1.39 2.78 9.14 7.57 3.34 7.24 2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 6.96 4.06 1.77 7.52 4.27 6.06 2.35 3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 5.94-2.07-3.47 0.35-3.14 6.18 7.33 4). Kertas dan Barang cetakan 13.95 7.61 1.67 1.4-4.75 4.45 6.15 5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 11.09 9.01 4.7 3.95 10.5 2.21 1.27 6). Semen & Brg. Galian bukan logam 19.72 9.53 2.18 7.19 7.8 3 1.52 7). Logam Dasar Besi & Baja 6.44-2.61 2.38 13.06 5.86 6.93 4.21 8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9.62 17.67 10.38 6.81 7.03 10.54 6.05 9). Barang lainnya 12.12 12.77 3 1.82-1.13-0.7 8.91 Sumber : BPS Sumber : BPS, 2015.

Dari dua tabel di atas, secara keseluruhan, perekonomian nasional dalam beberapa tahun terakhir dihadapkan pada beberapa tantangan, antara lain : 1) Perlambatan ekonomi (paling lambat sejak 2009, jauh dari harapan 7,00%). 2) Investasi meningkat tapi penyebaran tidak merata (masih terpusat di Pulau Jawa). 3) kenaikan Indeks Harga Konsumen / IHK (sejak tahun 2012 sudah terdapat perubahan sebesar 20,14% Inflasi dikarenakan faktor supply side). 4) Pelemahan Indeks Keyakinan Konsumen (selama Januari s/d Juni 2015 IKK turun sebesar 7%) 5) Perlambatan industri (kondisi terbaik performansi industri terjadi pada tahun 1994). 6) Penurunan kinerja perdagangan luar negeri (sejak tahun 2012 s/d 2014 terjadi perlambatan ekspor yang signifikan). INVESTASI : Salah Satu Tumpuan Pemulihan Ekonomi Sebagai respon terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi, sejak 9 September 2015 hingga saat ini Pemerintah telah mengeluarkan 12 Paket Kebijakan Ekonomi. Presiden dalam silaturahmi dan pertemuan dengan dunia usaha di Jakarta pada 9 Juli 2015 lalu telah menegaskan bahwa tiga pilar ekonomi Indonesia masa depan bertumpu pada investasi, industri, dan ekspor. Data BKPM pada Lampiran 1 memperlihatkan jumlah proyek investasi PMDN dan PMA beserta besaran nilainya sepanjang tahun 2015. Data dalam Lampiran 2 memperlihatkan target investasi PMDN dan PMA 2016 yang rata-rata naik 18,5% dan 12,6% versus realisasi tahun 2015. REGULASI DAN IKLIM INVESTASI Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kementerian Dalam Negeri RI, saat ini proses penyelesaian dan sinkronisasi peraturan-peraturan pusat dan daerah yang bermasalah masih berlangsung. Oleh karena itu dunia usaha berkeyakinan bahwa urgensi terhadap sinkronisasi berbagai UU dan peraturan (pusat dan daerah) yang tumpang tindih harus segera diselesaikan. Tahun 2016 diharapkan dapat menjadi tahun pembuktian Kabinet Kerja, melalui K/L (Kementerian / Lembaga) terkait dalam membereskan permasalahan tersebut, dan tidak dapat ditunda lagi. Lampiran 3 menunjukkan data perkembangan jumlah Kecamatan, Kelurahan, dan Desa berdasarkan Permendagri 18/2013. Pembentukan dan penyusunan peraturan daerah semestinya harus terbebas dari kepentingankepentingan politik yang menghambat dunia investasi dan memperpanjang jalur birokrasi. Kondisi tersebut akan mengakibatkan terhambatnya investasi di berbagai daerah yang potensial, yang pada akhirnya menyebabkan dunia usaha mengalami kesulitan dalam berusaha di Indonesia. Deregulasi Penanaman Modal HARMONISASI PERATURAN PERIZINAN UNTUK PERCEPATAN INVESTASI Penghilangan Izin gangguan (HO), Izin Tempat Usaha, Izin Prinsip Bagi UMKM Pemangkasan Izin Lingkungan dengan menyederhanakan izin AMDAL di Kawasan Industri Pemangkasan Perizinan yang menghambat investasi dan birokrasi, terutama di daerah

Harmonisasi perizinan memang tidak berarti peniadaan fungsi pemerintah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, namun memastikan fungsi itu berjalan dengan baik, lebih efisien, lebih efektif sehingga tidak terjadi kendala dalam berusaha dan berinvestasi. Lampiran 4 dan Lampiran 5 memperlihatkan Deregulasi Penanaman Modal serta strategi penyederhanaan perizinan Penanaman Modal. PAKET KEBIJAKAN EKONOMI DAN PENYEDERHANAAN REGULASI Sebagai respon terhadap perlambatan ekonomi, sejak 9 September 2015 Pemerintah telah mengeluarkan 12 Paket Kebijakan Ekonomi yang antara lain diarahkan dalam rangka revitalisasi industri manufaktur, mendorong pengembangan UMKM, perbaikan iklim investasi, pengembangan konektivitas, dan percepatan pembangunan infrastruktur. Intinya adalah penyelarasan, pengurangan, penyederhanaan, penegakan dan kepastian Peraturan, Birokrasi, dan Fasilitas / Insentif. Sebagian besar Paket Kebijakan yang telah dikeluarkan Pemerintah tersebut memang telah memenuhi kebutuhan / keinginan dunia usaha. Namun, dunia usaha tetap mengharapkan agar Paket-Paket Kebijakan tersebut diikuti dengan sinkronisasi regulasi terkait, agar tidak berbenturan sehingga tujuan dari Paket Kebijakan tersebut dapat tercapai dan dinikmati dunia usaha. Menyelaraskan Mengurangi Menyederhanakan 186 Regulasi (Peraturan, Birokrasi, dan Fasilitas / Insentif) Penegakan & Kepastian Sumber : Kementerian Dalam Negeri RI, 2016. PAKET I 9 September 2015 (124 regulasi) : MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI : mengurangi regulasi dan birokrasi PAKET II 29 September 2015 (15 regulasi) : PROMOSI INVESTASI DAN DEVISA: Kemudahan perizinan investasi dan insentif devisa hasil ekspor PAKET III 7 Oktober 2015 (8 regulasi) : AKSES PEMBIAYAAN DAN PENGURANGAN BIAYA PRODUKSI : Perluasan KUR, Fasilitasi jasa keuangan, pembiayaan ekspor, fasilitas pertanahan, dan insentif listrik, BBM, Gas bagi industri PAKET IV 15 Oktober 2015 (10 regulasi) : JAMINAN SISTIM PENGUPAHAN DAN PENGAMANAN PHK : sistem pengupahan yang adil, sederhana dan terproyeksi serta Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih murah dan luas. PAKET V 22 Oktober 2015 (3 regulasi) : REVALUASI ASET DAN AKSES PEMBIAYAAN SYARIAH : insentif pajak bagi perusahaan dan pembiayaan real estate, kemudahan pembiayaan syariah PAKET VI 6 November 2015 (5 regulasi) : MENGGERAKKAN EKONOMI DI WILAYAH PINGGIRAN DAN KELANCARAN BAHAN BAKU OBAT : insentif KEK, pengairan, dan sistim eletronik (INSW) pengadaan bahan baku obat

PAKET VII 7 Desember 2015 (5 regulasi) : INSENTIF PAJAK DAN SERTIFIKASI TANAH : Mendorong daya saing industri padat karya melalui insentif PPh Pasal 21 dan kemudahan sertifikasi tanah PAKET VIII 21 Desember 2015 (3 regulasi) : KEPASTIAN USAHA DAN INVESTASI MRO DAN MINYAK : one map policy yang mempermudah penyelesaian konflik lahan, upaya meningkatkan produksi minyak nasional, dan mendorong usaha perawatan pesawat terbang PAKET IX 27 Januari 2016 (7 regulasi) : INFRASTRUKTUR LISTRIK DAN LOGISTIK : Pemenuhan listrik rakyat, stabilisasi pasokan daging, dan agregator ekspor UKM untuk pengembangan logistik desa ke pasar global PAKET X 11 Februari 2016 (1 regulasi) : KETERBUKAAN INVESTASI : perubahan kebijakan DNI yang menjamin efektivitas pelaksanaan investasi, meningkatkan perlindungan dan pengembangan UMKM dan koperasi, serta mendorong investasi teknologi tinggi, padat modal, dan wisata PAKET XI 29 Maret 2016 (5 regulasi) : AKSES PEMBIAYAAN, DWELLING TIME, DAN INDUSTRI FARMASI / ALKES : Kredit Usaha Rakyat Berorientasi Ekspor, insentif BPHTB bagi DIRE, manajemen resiko untuk kelancaran arus barang (INSW), dan pengembangan industri farmasi / alkes PAKET XII 29 April 2016 : KEMUDAHAN BERUSAHA : Menaikkan peringkat Ease of Doing Business (EoDB) di Indonesia melalui sejumlah perbaikan baik dari aspek peraturan maupun prosedur perizinan dan biaya, agar peringkat EoDB Indonesia terutama bagi UMKM semakin meningkat TINDAK LANJUT PAKET-PAKET KEBIJAKAN EKONOMI Dua belas Paket Kebijakan Ekonomi tersebut merupakan langkah debirokratisasi dan deregulasi terhadap ratusan peraturan (PP, Perpres, Inpres, Permen, Perka, Peraturan BI/OJK, Kepmen, Instruksi Menteri, Perdirjen, dan MoU). Selain kepatuhan penyelesaian regulasi, tentu tidak kalah pentingnya adalah penguatan koordinasi dan kerjasama serta kepatuhan substansi baik itu oleh Kementerian / Lembaga (K/L) maupun Pemda agar tujuan dikeluarkannya Paket Kebijakan Ekonomi dapat mengakomodir kebutuhan dunia usaha. Artinya, K/L maupun Pemda harus segera menindaklanjuti dengan merubah peraturan-peraturan yang ada, dan menyesuaikan perubahannya agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai tindak lanjut Paket Kebijakan di daerah, kerjasama dengan Pemda antara lain diwujudkan dalam bentuk penyediaan dan pembebasan lahan bagi pembangunan infrastruktur, kawasan industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), serta kawasan Berikat. Kerjasama lain yang sedang dilakukan adalah dukungan kepada PTSP daerah terhadap kebijakan perbaikan iklim investasi untuk mendukung implementasi penyederhanaan perijinan UMKM, perusahaan baru, dan investasi di beberapa sektor. Selain itu, berdasarkan UU No. 23/2014 tentang Pemda, daerah dalam menetapkan kebijakan daerah wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Inisiatif dan inovasi yang diambil oleh Pemda hendaknya dilakukan secara berhati-hati mengikuti kebijakan Pusat dengan memberikan insentif bagi kemudahan berusaha dan perbaikan iklim investasi, bukan kebijakan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan melemahkan daya saing.

TANTANGAN & RESPON KEBIJAKAN DEREGULASI UNTUK MENDORONG INVESTASI : PANDANGAN APINDO Deregulasi Aturan Ijin Usaha Penerapan sistem pelayanan perijinan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) bukanlah kunci satu-satunya untuk mengundang investasi. PTSP hanyalah sebagian dari upaya penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi. Justru yang lebih penting adalah melakukan reformasi regulasi (deregulasi) peraturan yang berlaku yang bersifat tidak ramah investasi. Banyaknya regulasi di bidang usaha harus dikaji kembali melalui regulatory impact assesment. Tujuan regulasi daerah di bidang usaha bukanlah semata untuk meraup pendapatan yang berakibat ekonomi biaya tinggi bagi investor. Regulasi dalam bentuk Perda dan Perkada harus bertujuan untuk menciptakan kepastian dan keamanan berusaha dengan mempertimbangkan potensi ekonomi, budaya, tenaga kerja, infrastruktur, keuangan daerah, dan tidak boleh bertentangan dengan Perda lain, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. Dunia usaha mengapresiasi kebijakan pemerintah yang telah melakukan deregulasi peraturan terkait ijin usaha. Namun di lapangan, aturan terkait ijin usaha yang masih tumpang tindih dan memberatkan masih cukup banyak terutama di tingkat daerah. Oleh karena itu, upaya deregulasi perlu dilakukan dengan lebih terinstitusionalisasi dan lebih cepat hingga mencapai ke level daerah. Dunia usaha meminta agar juga dirumuskan peraturan yang bisa memberikan sanksi kepada kepala daerah yang menghambat investasi dan perkembangan dunia usaha. Para pengusaha sering mengalami hambatan dari Pemda di beberapa wilayah yang menghambat perijinan dan meminta bagian lebih dari proyek yang akan dikerjakan, misalnya di sektor perkebunan dan pertambangan. Perda bermasalah bukan saja merugikan pelaku usaha, tetapi juga tenaga kerja. Karenanya, pemerintah jangan hanya menemukan Perda bermasalah lalu mempublikasikan di media. Yang lebih dibutuhkan adalah tindak lanjutnya, yakni dengan mencabutnya. Apabila telah ditemukan, tentu harus ditindaklanjuti dengan pencabutan. APINDO menganggap bahwa tahun 2016 merupakan tahun pembuktian kinerja dan tidak dapat diundur lebih lama lagi hingga 2017 apalagi hingga 2018. Sehingga, faktor percepatan perbaikan dan penyempurnaan regulasi menjadi indikator krusial dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. ************

Lampiran 1. Realisasi Januari Desember 2015 : Berdasarkan Lokasi PMDN PMA Sumber : BKPM, 2016. Lampiran 2. CAPAIAN BKPM 2015 TARGET BKPM 2016 periode Jan Des Rp 545,4 trilyun Realisasi Rp 594,8 trilyun Investasi naik 17,8% vs realisasi Jan Des 2014 naik 14,4% vs target 2015 periode Jan Des Rp 365,9 trilyun Realisasi Rp 386,4 trilyun PMA naik 19,2% vs realisasi Jan Des 2014 naik 12,6% vs target 2015 periode Jan Des Rp 179,5 trilyun Realisasi Rp 208,4 trilyun PMDN naik 15,0% vs realisasi Jan Des 2014 naik 18,5% vs target 2015 Sumber : BKPM, 2016.

Lampiran 3. Perbandingan Jumlah Daerah Otonom Sebelum Desentralisasi 1999 & Sesudah Desentralisasi Data Kecamatan, Keluarahan dan Desa Berdasarkan Permendagri 18 Tahun 2013 Lampiran 4. Deregulasi Penanaman Modal BENTUK DEREGULASI DEREGULASI DEBIROKRATISASI PENEGAKAN HUKUM DAN KEPASTIAN USAHA Mengurangi jumlah dengan menghilangkan duplikasi / redundansi / unjustified regulation Melakukan keselarasan (termasuk substansi antar peraturan maupun keselarasan dengan ketentuan persaingan usaha/competition check list) Melakukan konsistensi peraturan Simplifikasi perizinan seperti satu identitas pelaku usaha / profile sharing sedikit persyaratan perizinan, SOP, SLA yang jelas, dan kemudahan yang menyangkut pelimpahan kewenangan kepada PTSP (tempat, bentuk, waktu, biaya) Pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik Melalui mekanisme dan tempat penyelesaian kasus / friksi peraturan pemberantasan premanisme dan pungli Membangun ketentuan sanksi yang tegas dan tuntas dalam setiap peraturan Sumber : BKPM.

Lampiran 5. Deregulasi Penanaman Modal STRATEGI PENYEDERHANAAN PERIZINAN Hapus, Gabung, Sederhanakan dan Limpahkan (HGSL) METODE Penyederhaan administrasi proses perizinan Perizinan yang memerlukan waktu penyelesaian cukup lama : Perizinan Lingkungan, implementasi perizinan lingkungan di daerah. Yang termasuk PENDEKATAN kategori perizinan lingkungan adalah Izin Lingkungan, dan Izin Gangguan di daerah Pemetaan perizinan tumpang tindih HARMONISASI Rapat koordinasi Interkem Rekomendasi HGSL Proses izin yang lebih cepat, transparan, sederhana, efisien dan OUTPUT terintegrasi OUTCOME Akselerasi perekonomian nasional oleh dunia usaha Sumber : BKPM.