STUDI BIOLOGI KEPITING DI PERAIRAN TELUK DALAM DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 100 spesies jenis kepiting

POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA. Natanael 1), Dhimas Wiharyanto 2)

Dwi Vangistuti, Henky Irawan, Falmi Yandri

JURNAL JENIS LOBSTER DI PANTAI BARON GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA. Disusun oleh : Mesi Verianta

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) Menurut Kanna (2002) kepiting bakau (S. serrata) berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla spp.) Indonesia dan merupakan hewan Arthropoda yang terbagi kedalam empat family,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

Makanan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Lakara Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

II. TINJAUAN PUSTAKA

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARTIKEL ILMIAH. STUDI POPULASI KEPITING BAKAU (Scylla spp.) PADA KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI ITIK KECAMATAN SADU KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kepiting Pasir

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

ANALISIS HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (PORTUNUS PELAGICUS) MENGGUNAKAN BUBU LIPAT DI MUARA TEBO NELAYAN 1 KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Pengambilan Data

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III BAHAN DAN METODE

Studi Morfometri dan Tingkat Kematangan Telur Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kawasan Perairan Demak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)

TINJAUAN PUSTAKA. Sulistiono et al. (1992) dalam Mulya (2002) mengklasifikasikan kepiting. Sub Filum: Mandibulata. Sub Ordo: Pleocyemata

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL MEROPLANKTON PADA MALAM HARI DAN HASIL TANGKAPANNYA DI TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

BAB III METODE PENELITIAN

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster

I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan

Metodologi Penelitian Biologi Laut

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

DAYA TANGKAP BUBU LIPAT YANG DIOPERASIKAN OLEH NELAYAN TRADISIONAL DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN

Tinjuan Pustaka. A. Kerapatan Populasi. B. Ekologi Bulu babi

PENDAHULUAN. PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries 1

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

I. PENDAHULUAN. sumber daya perairan, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Perikanan adalah

PENGARUH POSISI UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN BUBU LIPAT (Effect of bait position on catch of collapsible pot)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella)

Transkripsi:

STUDI BIOLOGI KEPITING DI PERAIRAN TELUK DALAM DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Rusmadi 1, Henky Irawan 2, Falmi Yandri 2 Mahasiswa 1, Dosen Pembimbing 2 Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui morfologi, jenis jenis Kepiting, Anatomi organ organ dalam serta isi lambung kepiting. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret 2013-Februari 2014 di Peariran Teluk Dalam. Metode yang digunakan adalah metode survey dan wawancara. Sampel yang di dapat langsung di analisis di Laboratorium, dengan mengamati berat tubuh, warna, bentuk tubuh, panjang dan lebar karapas kepiting. Serta mengamati pengamatan Anatomi dengan cara membelah kepiting secara horizontal. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 4 species kepiting yang terdiri dari kepiting mata merah (necora puber), kepiting batu (thalamita sima), kepiting rajungan (portunus pelagicus), dan Kepiting tompel (carpilius convexus). Ke empat kepiting tersebut dimanfaatkan untuk dikonsumsi dan dijual. Berdasarkan hasil pengamatan isi lambung diketahui bahwa jenis makanan kepiting yang ditemukan adalah alga dan ikan. Kata Kunci : Morfologi, Anatomi, Kepiting, Bintan PENDAHULUAN Desa Malang Rapat merupakan wilayah pesisir yang terletak di Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat merupakan salah satu perairan laut yang memiliki sumberdaya alam yang tinggi serta memiliki ekosistem perairan yang baik untuk menunjang perkembangan kehidupan biota laut di perairannya. Salah satu sumberdaya alam yang ada di perairan Teluk Dalam adalah kepiting. Perairan Teluk Dalam memiliki prospek yang baik untuk masa depan, hal ini dikarenakan perairan Teluk Dalam memiliki perairan yang baik sehingga sangat mendukung untuk perkembangan perikanannya. Selain itu disekitar perairan Teluk Dalam memiliki kenekaragaman hayati yang tinggi. Perairan ini banyak digunakan oleh penduduk setempat sebagai jalur transportasi dan daerah penangkapan ikan. Kepiting merupakan salah satu biota yang dijumpai di perairan Teluk Dalam, kepiting adalah biota yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selain itu kepiting memegang peranan penting sebagai biota yang menjaga keseimbangan ekologi di perairan teluk Dalam. Hal ini dikarenakan setiap aktivitas kepiting sangat berpengaruh terhadap berkembangnya suatu ekosistem di perairan. Tujuan penelitian ini untuk memberikan informasi bahwa peranan kepiting di ekosistem sebagai biota yang

mengkoversi nutrien dan mempertinggi mineralisasi, meningkatkan distribusi oksigen di dalam tanah, membantu daur karbon, serta tempat penyedia makanan alami bagi kepiting di perairan dan berbagai peranan ini sangat penting bagi kelangsungan kehidupan kepiting diperairan Teluk Dalam. Dengan adanya peranan kepiting yang penting bagi suatu perairan dan ekosistem, maka hendaknya perlu dilakukan penelitian tentang biologi kepiting TINJAUAN PUSTAKA Menurut Prianto (2007), walaupun kepiting mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam tetapi seluruhnya mempunyai kesamaan pada bentuk tubuh. Seluruh kepiting mempunyai chelipeds dan empat pasang kaki jalan. Pada bagian kaki juga dilengkapi dengan kuku dan sepasang penjepit, chelipeds terletak di depan kaki pertama dan setiap jenis kepiting memiliki struktur chelipeds yang berbeda-beda. Chelipeds dapat digunakan untuk memegang dan membawa makanan, menggali, membuka kulit kerang dan juga sebagai senjata dalam menghadapi musuh. Di samping itu, tubuh kepiting juga ditutupi dengan Carapace. Carapace merupakan kulit yang keras atau dengan istilah lain exoskeleton (kulit luar) berfungsi untuk melindungi organ dalam bagian kepala, badan dan insang Berdasarkan tubuh bagian dalam, mulut kepiting terbuka dan terletak pada bagian bawah tubuh, (Gambar 2). Beberapa bagian yang terdapat di sekitar mulut berfungsi dalam memegang makanan dan juga memompakan air dari mulut ke insang. Kepiting memiliki rangka luar yang keras sehingga mulutnya tidak dapat dibuka lebar. Hal ini menyebabkan kepiting lebih banyak menggunakan sapit dalam memperoleh makanan. Makanan yang diperoleh dihancurkan dengan menggunakan sapit, kemudian baru dimakan (Shimek, 2008). Menurut Prianto (2007), bagian tubuh kepiting juga dilengkapi bulu dan rambut sebagai indera penerima. Bulu-bulu terdapat hampir di seluruh tubuh tetapi sebagian besar bergerombol pada kaki jalan. Untuk menemukan makanannya kepiting menggunakan rangsangan bahan kimia yang dihasilkan oleh organ tubuh. Antena memiliki indera penciuman yang mampu merangsang kepiting untuk mencari makan. Ketika alat pendeteksi pada kaki melakukan kontak langsung dengan makanan, chelipeds dengan cepat menjepit makanan tersebut dan langsung dimasukkan ke dalam mulut. Mulut kepiting juga memiliki alat penerima sinyal yang sangat sensitif untuk mendeteksi bahan-bahan kimia. Kepiting mengandalkan kombinasi organ perasa untuk menemukan makanan, pasangan dan menyelamatkan diri dari predator. Menurut Prianto (2007) dilihat dari sistematikanya kepiting di klasifikasikan sbb Kingdom : Animalia Filum : Athropoda Kelas : Crustasea Ordo : Decapoda Famili : Portunidae Genus : Portunus Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat

beragam dan dapat hidup di berbagai kolom di setiap perairan. Sebagian besar kepiting yang kita kenal banyak hidup di perairan payau terutama di dalam ekosistem mangrove. Beberapa jenis yang hidup dalam ekosistem ini adalah Hermit Crab, Uca sp, Mud Lobster dan kepiting bakau. Sebagian besar kepiting merupakan fauna yang aktif mencari makan di malam hari nocturnal (Prianto, 2007). Kepiting termasuk dalam beberapa suku (familia), Portunidae dan seksi (sectio) Brachyura. Cukup banyak jenis yang termasuk dalam suku ini. Tetapi dari sekian jenis ini, hanya ada beberapa saja yang banyak dikenal orang karena biasa dimakan, dan tentu saja berukuran agak besar. Jenis yang tubuhnya berukuran kurang dari 6 cm tidak lazim dimakan karena terlalu kecil dan hampir tidak mempunyai daging yang berarti. Beberapa jenis yang dapat dimakan ternyata juga dapat menimbulkan keracunan (Nontji, 2007) Prianto (2007), mengatakan bahwa di seluruh dunia terdapat lebih dari 1000 spesies kepiting yang dikelompokkan ke dalam 50 famili. Sebagian besar kepiting hidup di laut, tersebar di seluruh lautan mulai dari zona supratidal hingga di dasar laut yang paling dalam. Sebagian jenis kepiting ada yang hidup di air tawar. Keanekaragaman kepiting yang paling tinggi ada di daerah tropis dan di selatan Australia, disini lebih dari 100 jenis kepiting telah diidentifikasi. Seperti hewan air lainnya reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya saja sebagian kepiting meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang betina. Kepiting betina biasanya segera melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang betina memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa bulan lamanya. Telur yang akan dibuahi selanjutnya dimasukkan pada tempat (bagian tubuh) penyimpanan sperma. Setelah telur dibuahi telur-telur ini akan ditempatkan pada bagian bawah perut (abdomen). Jumlah telur yang dibawa tergantung pada ukuran kepiting. Beberapa spesies dapat membawa puluhan hingga ribuan telur ketika terjadi pemijahan. Telur ini akan menetas setelah beberapa hari kemudian menjadi larva (individu baru) yang dikenal dengan zoea. Ketika melepaskan zoea ke perairan, sang induk menggerak-gerakkan perutnya untuk membantu zoea agar dapat dengan mudah lepas dari abdomen. Larva kepiting selanjutnya hidup sebagai plankton dan melakukan moulting beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu agar dapat tinggal di dasar perairan sebagai hewan dasar (Prianto, 2007). METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 yang berlokasi di Perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, dapat dilihat pada No. Nama Alat Satuan Kegunaan o C 1. Thermometer untuk mengukur suhu 2. Handrefractometer 0 / 00 untuk mengukur salinitas 3. ph Indicator/Digital untuk mengukur derajat keasaman

4. GPS Koordinat geografis Untuk menentukan lokasi pencaharian 5. Kamera Untuk Dokumentasi 6. Alat tulis dan buku Buah Untuk mencatat hasil 7. Sarung Tangan Buah Untuk mengamankan tangan 8. DO Meter mg/l Untuk mengukur oksigen terlarut 9. Penjepit Besar Untuk mengambil sampel kepiting 10. Penggaris Besi Cm Untuk mengukur panjang / lebar kepiting 11. Pinsett / Penjepit Kecil Untuk mengambil organ dalam pada sampel kepiting 12. Data Pasang Surut 2012 Pedoman pada saat turun lapangan 13. Timbangan Kg Untuk menimbang berat badan sampel kepiting Bahan Penelitian No. Nama Bahan Satuan Kegunaan 1. Es Batu 2. Sampel Kepiting dengan ukuran berat yang berbeda Mengurangi kesadaran kepiting dan pengawet kepiting Untuk objek pengamatan 3. Aquades ml Untuk kalibrasi instrument Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode survei merupakan tinjauan langsung di lapangan. Sekaligus meninjau ketempat-tempat yang sering di temukannya Kepiting tersebut. Observasi Observasi merupakan suatu pengamatan dan pencatatan penelitian secara sistematik. Pengamatan dan pencatatan ini untuk mengetahui situasi dan kondisi yang terjadi di lokasi penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan secara cermat. Sampling Penelitian ini dilakukan pada perairan Teluk Dalam, dan dilakukan 3x ulangan, agar hasil yang didapatkan lebih sempurna. Setiap sampel diberi tanda maupun label dengan menggunakan spidol dan bentuk kode penandaan pada label untuk menentukan asal lokasi pengambilan dan pengurutan sampel pada lokasi tersebut. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengaturan sampel. Untuk pengambilan sampel kepiting dari keseluruhan jenis yang ditemukan pada ketiga lokasi pencarian, untuk setiap jenis diambil 3 ekor dengan berat yang berbeda. Adapun pengambilan sampel kepiting dilakukan pada saat air laut surut, cara pengambilan sampel kepiting dengan menggunakan alat tangkap yang disebut bubu atau rinjap, namun untuk sampel kepiting yang hidup di dalam pasir, bisa menggunakan cangkul untuk menggali pasir yang dihuni oleh kepiting.

Wawancara dan Kuisioner Wawancara merupakan salah satu metode yang dilakukan untuk mendapatkan data dari nelayan setempat. Wawancara ini dilakukan secara langsung kepada nelayan mengenai Kepiting. Lembar kuisioner ini berisikan pertanyaan seputar Kepiting di perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat, dan akan disebarkan kepada penduduk yang tinggal disekitar pesisir Perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat, Penelitian ini dilakukan pengamatan biologi kepiting yang meliputi jenis jenis, morfologi, anatomi, pencernaan isi lambung kepiting dan ciri-ciri kelamin sekunder. Morfologi Pengamatan ini dilakukan untuk mengamati berat tubuh kepiting yang terdiri dari, warna kepiting, panjang karapas kepiting dan bentuk tubuh dari Kepiting. Panjang dan lebar karapas diukur dengan menggunakan jangka sorong / mistar. Panjang karapas diukur dari sisi kiri sampai kanan, sedangkan lebar karapas diukur dari sisi atas ke bawah dari karapas. Setelah itu hasil pengamatan morfologi ini didokumentasikan. Identifikasi Jenis Setelah melakukan pengamatan morfologi dari setiap sampel kepiting, kemudian dilakukan identifikasi kepiting dan jenis kepiting tersebut dengan mencocokkan atau membandingkan warna, bentuk tubuh, dan berat dengan data yang ada di COREMAP dengan website : www.coremap.or.id dan kemudian dikonfirmasi di http://www.marinespecies.org. Setelah itu hasil identifikasi jenis kepiting ini didokumentasikan dengan menggunakan camera digital. Anatomi Pengamatan anatomi dari kepiting ini dilakukan dengan cara membelah kepiting secara horizontal, kemudian dilakukan pengamatan dengan mengamati bagian dalam tubuh kepiting tersebut. Cara pembedahan kepiting ini menurut Irawan (2012). Setelah kepiting dibedah, kemudian ditandai bagian organ dalam tubuh kepiting tersebut seperti jantung, anus dan lain-lain. Setelah itu hasil pengamatan ini didokumentasikan dengan menggunakan camera digital. Pencernaan Pengamatan ini dilakukan dengan mengamati pencernaan kepiting yang meliputi sistem pencernaannya dan isi lambung kepiting tersebut. Pengamatan isi lambung kepiting dilakukan untuk mengamati makanan yang terdapat di dalam lambung kepiting. Pengamatan pencernaan ini mengacu pada buku biologi laut (Romimohtarto dan Juwana, 2007), yang dilihat isi lambungnya dengan menggunakan mikroskop dan dilakukan Pengamatan pencernaan kembali ke lapangan. Selain itu, pengamatan isi lambung di bawah mikroskop dan difoto tiap jenisnya, lalu dibandingkan dengan sampling makanan dilapangan yang diduga dimakan oleh kepiting, kemudian sampel tersebut juga diamati dibawah mikroskop lalu difoto. Pengamatan pencernaan ini dilakukan dengan cara menganalisis sebagai berikut : lambung dibuka, isinya ditimbang kemudian dipisahkan menurut jenisnya dan tiap jenis makanan ditimbang beratnya dan dicatat. Sedangkan untuk penelitian ini menggunakan indeks sebagai berikut : Indeks Relatif Penting IRP = (%W) x (%F) % W = persentase berat suatu jenis makanan terhadap berat seluruh jenis makanan dalam satu lambung.

% F = persentase kejadian suatu jenis makanan terhadap semua jenis yang terdapat dalam satu lambung HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini ditemukan 4 jenis kepiting yaitu Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus), Kepiting tompel (Carpilius convexus), Kepiting Batu (Thalamita sima) dan Mata Merah (Charybdis hellerii). Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai kolom di setiap perairan. Biologi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) Morfologi Adapun klasifikasi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) adalah sebagai berikut. Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Crustacea Ordo : Decapoda Family : Portunidae Genus : Portunus Species : Portunus pelagicus (Linnaeus, 1764) Common Name : Swimming crab Nama Umum Nama Lokal : Rajungan : Rajungan atau Ketam Renjong Hasil pengamatan morfologi terhadap jenis kepiting rajungan (Portunus pelagicus) diketahui yaitu karapas, Kaki berenang, Capit atau cakar, cheliped, mata, dan Kaki. Karapas berfungsi sebagai pelindung tubuh. Mata berfungsi sebagai indra untuk melihat mangsa. Capit atau cakar dan cheliped berfungsi sebagai alat untuk menangkap mangsa. Kaki berenang dan Kaki digunakan sebagai alat untuk berenang dan bergerak. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992), karapaksnya berbentuk pipih atau agak cembung dan heksagonal atau agak persegi. Ujung pasangan kaki agak pipih dan berfungsi sebagai alat pendayung saat berenang. Identifikasi Hasil pengamatan morfologi dari kepiting rajungan (Portunus pelagicus) memiliki nama international yaitu Swimming crab. Habitat dari kepiting ini adalah di daerah terumbu karang dan padang lamun. Menurut Prianto (2007), bahwa Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai kolom di setiap perairan. Anatomi Hasil pengamatan anatomi organ dalam dari kepiting rajungan (Portunus pelagicus) diperoleh yaitu jantung, insang bersih, ruang insang, usus, hati, dan kelenjar pencernaan. Jantung berfungsi sebagai sistem peredaran darah. Insang bersih dan ruang insang berguna sebagai alat pernafasan. Hati berfungsi sebagai alat untuk menghasil kelenjar-kelenjar yang diperlukan oleh tubuh. Kelenjar pencernaan berfungsi sebagai alat dalam sistem pencernaan. Pencernaan Hasil pengamatan isi lambung dari kepiting rajungan (Portunus pelagicus) diketahui bahwa makanan dari kepiting ini adalah ikan dan alga. Hasil dari Indeks Relatif Penting (IRP) diketahui bahwa

makanan utama dari kepiting rajungan (Portunus pelagicus) di perairan ini adalah ikan. Biologi Kepiting tompel (Carpilius convexus) Morfologi Adapun klasifikasi Kepiting tompel (Carpilius convexus) adalah sebagai berikut. Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Crustacea Ordo : Decapoda Family : Carpiliidae Genus : Carpilius Species : Carpilius convexus (Forskal, 1775) Common Name : red crabs Nama Umum : Kepiting merah Nama Lokal : Kepiting tompel Hasil pengamatan morfologi terhadap jenis kepiting tompel (Carpilius convexus) diketahui yaitu karapas, Kaki berenang, Capit atau cakar, cheliped, mata, dan Kaki. Karapas berfungsi sebagai pelindung tubuh. Mata berfungsi sebagai indra untuk melihat mangsa. Capit atau cakar dan cheliped berfungsi sebagai alat untuk menangkap mangsa. Kaki berenang dan Kaki digunakan sebagai alat untuk berenang dan bergerak. Menurut Prianto (2007), seluruh kepiting mempunyai chelipeds dan empat pasang kaki jalan. Pada bagian kaki juga dilengkapi dengan kuku dan sepasang penjepit, chelipeds terletak di depan kaki pertama dan setiap jenis kepiting memiliki struktur chelipeds yang berbedabeda. Chelipeds dapat digunakan untuk memegang dan membawa makanan, menggali, membuka kulit kerang dan juga sebagai senjata dalam menghadapi musuh. Di samping itu, tubuh kepiting juga ditutupi dengan Carapace. Carapace merupakan kulit yang keras atau dengan istilah lain exoskeleton (kulit luar) berfungsi untuk melindungi organ dalam bagian kepala, badan dan insang. Identifikasi Hasil pengamatan morfologi dari kepiting tompel (Carpilius convexus) memiliki nama international yaitu red crabs. Habitat dari kepiting ini adalah di daerah padang lamun. Menurut Prianto (2007), bahwa Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai kolom di setiap perairan. Anatomi Hasil pengamatan anatomi organ dalam dari kepiting tompel (Carpilius convexus) diperoleh yaitu jantung, insang bersih, ruang insang, usus, hati, dan kelenjar pencernaan. Jantung dan usus berfungsi sebagai sistem peredaran darah. Insang bersih dan ruang insang berguna sebagai alat pernafasan. Hati berfungsi sebagai alat untuk menghasil kelenjar-kelenjar yang diperlukan oleh tubuh. Kelenjar pencernaan berfungsi sebagai alat dalam sistem pencernaan. Pencernaan Hasil pengamatan isi lambung dari kepiting tompel (Carpilius convexus) diketahui bahwa makanan dari kepiting ini adalah ikan dan alga. Hasil dari Indeks Relatif Penting (IRP) diketahui bahwa makanan utama dari kepiting kepiting tompel (Carpilius convexus) di perairan ini adalah alga. Biologi Kepiting Batu (Thalamita sima)

Morfologi Adapun klasifikasi Kepiting Batu (Thalamita sima) adalah sebagai berikut. Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Crustacea Ordo : Decapoda Family : Portunidae Genus Species Common Name Nama Umum Nama Lokal : Thalamita : Thalamita sima (H. Milne Edwards, 1834) : Stone crab : Kepiting batu : Kepiting batu Hasil pengamatan morfologi terhadap jenis kepiting batu (Thalamita sima) diketahui yaitu karapas, Kaki berenang, Capit atau cakar, cheliped, mata, dan Kaki. Karapas berfungsi sebagai pelindung tubuh. Mata berfungsi sebagai indra untuk melihat mangsa. Capit atau cakar dan cheliped berfungsi sebagai alat untuk menangkap mangsa. Kaki berenang dan Kaki digunakan sebagai alat untuk berenang dan bergerak. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992), karapaksnya berbentuk pipih atau agak cembung dan heksagonal atau agak persegi. Ujung pasangan kaki agak pipih dan berfungsi sebagai alat pendayung saat berenang. Identifikasi Hasil pengamatan morfologi dari kepiting batu (Thalamita sima) memiliki nama international yaitu Stone crab. Habitat dari kepiting ini adalah di daerah terumbu karang dan padang lamun. Menurut Prianto (2007), bahwa Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai kolom di setiap perairan. Anatomi Hasil pengamatan anatomi organ dalam dari kepiting batu (Thalamita sima) diperoleh yaitu jantung, insang bersih, ruang insang, usus, telur, dan kelenjar pencernaan. Jantung dan usus berfungsi sebagai sistem peredaran darah. Insang bersih dan ruang insang berguna sebagai alat pernafasan. Kelenjar pencernaan berfungsi sebagai alat dalam sistem pencernaan. Pencernaan Hasil pengamatan isi lambung dari kepiting batu (Thalamita sima) diketahui bahwa makanan dari kepiting ini adalah ikan dan alga. Hasil dari Indeks Relatif Penting (IRP) diketahui bahwa makanan utama dari kepiting batu (Thalamita sima) di perairan ini adalah ikan. Biologi Kepiting Mata Merah (Charybdis hellerii) Morfologi Adapun klasifikasi Kepiting Mata Merah (Charybdis hellerii) adalah sebagai berikut. Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Malacostraca Ordo : Decapoda Family : Portunidae Genus : Charybdis Species : Charybdis hellerii (A. Milne Edwards) Common Name : Velvet swimming crabs Nama Umum : Velvet swimming crabs Nama Lokal : Kepiting mata merah Hasil pengamatan morfologi terhadap jenis kepiting mata merah (Charybdis hellerii) diketahui yaitu karapas, Kaki berenang, Capit atau cakar, cheliped, mata, dan Kaki. Karapas berfungsi sebagai pelindung tubuh. Mata berfungsi sebagai

indra untuk melihat mangsa. Capit atau cakar dan cheliped berfungsi sebagai alat untuk menangkap mangsa. Kaki berenang dan Kaki digunakan sebagai alat untuk berenang dan bergerak. Menurut Prianto (2007), seluruh kepiting mempunyai chelipeds dan empat pasang kaki jalan. Pada bagian kaki juga dilengkapi dengan kuku dan sepasang penjepit, chelipeds terletak di depan kaki pertama dan setiap jenis kepiting memiliki struktur chelipeds yang berbedabeda. Chelipeds dapat digunakan untuk memegang dan membawa makanan, menggali, membuka kulit kerang dan juga sebagai senjata dalam menghadapi musuh. Di samping itu, tubuh kepiting juga ditutupi dengan Carapace. Carapace merupakan kulit yang keras atau dengan istilah lain exoskeleton (kulit luar) berfungsi untuk melindungi organ dalam bagian kepala, badan dan insang. Identifikasi Hasil pengamatan morfologi dari kepiting mata merah (Charybdis hellerii) memiliki nama international yaitu Velvet swimming crabs. Habitat dari kepiting ini adalah di daerah padang lamun dan terumbu karang. Menurut Prianto (2007), bahwa Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai kolom di setiap perairan. Anatomi Hasil pengamatan anatomi organ dalam dari kepiting mata merah (Charybdis hellerii) diperoleh yaitu jantung, insang bersih, ruang insang, usus, telur, dan kelenjar pencernaan. Jantung dan usus berfungsi sebagai sistem peredaran darah. Insang bersih dan ruang insang berguna sebagai alat pernafasan. Kelenjar pencernaan berfungsi sebagai alat dalam sistem pencernaan. Pencernaan Hasil pengamatan isi lambung dari kepiting mata merah (Charybdis hellerii) diketahui bahwa makanan dari kepiting ini adalah ikan dan alga. Hasil dari Indeks Relatif Penting (IRP) diketahui bahwa makanan utama dari kepiting mata merah (Charybdis hellerii) di perairan ini adalah ikan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian di perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan bahwa ditemukan 4 spesies kepiting yang terdiri dari kepiting mata merah (Charybdis hellerii), kepiting batu (Thalamita sima), rajungan (Portunus pelagicus) dan kepiting tompel (Carpilius convexus). Dari hasil wawancara dengan nelayan setempat diketahui bahwa ke empat jenis kepiting yang ditemukan, telah dimanfaatkan untuk di konsumsi dan di jual. Kepiting rajungan (Portunus pelagicus) memiliki nama umum yaitu rajungan dan nama lokalnya adalah rajungan, serta memiliki nama international yaitu Swimming crab. Hasil pengamatan morfologi terhadap jenis kepiting rajungan (Portunus pelagicus) diketahui yaitu karapas, Kaki berenang, Capit atau cakar, cheliped, mata, dan Kaki. Anatomi organ dalam dari kepiting rajungan (Portunus pelagicus) diperoleh yaitu jantung, insang bersih, ruang insang, usus, hati, dan kelenjar pencernaan. Hasil dari Indeks Relatif Penting (IRP) diketahui bahwa makanan utama dari kepiting rajungan (Portunus pelagicus) di perairan ini adalah ikan. Kepiting tompel (Carpilius convexus) memiliki nama umum yaitu kepiting merah dan nama lokalnya adalah kepiting tompel, serta memiliki nama

international yaitu Red crab. Hasil pengamatan morfologi terhadap jenis kepiting tompel (Carpilius convexus) diketahui yaitu karapas, Kaki berenang, Capit atau cakar, cheliped, mata, dan Kaki. Anatomi organ dalam dari kepiting tompel (Carpilius convexus) diperoleh yaitu jantung, insang bersih, ruang insang, usus, hati, dan kelenjar pencernaan. Hasil dari Indeks Relatif Penting (IRP) diketahui bahwa makanan utama dari kepiting kepiting tompel (Carpilius convexus) di perairan ini adalah alga. Kepiting batu (Thalamita sima) memiliki nama umum dan nama lokalnya yaitu kepiting batu, serta memiliki nama international yaitu Stone crab. Hasil pengamatan morfologi terhadap jenis kepiting batu (Thalamita sima) diketahui yaitu karapas, Kaki berenang, Capit atau cakar, cheliped, mata, dan Kaki. Anatomi organ dalam dari kepiting batu (Thalamita sima) diperoleh yaitu jantung, insang bersih, ruang insang, usus, telur, dan kelenjar pencernaan. Hasil dari Indeks Relatif Penting (IRP) diketahui bahwa makanan utama dari kepiting batu (Thalamita sima) di perairan ini adalah alga. Kepiting mata merah (Charybdis hellerii) memiliki nama umum yaitu Velvet swimming crabs dan nama lokalnya adalah kepiting mata merah, serta memiliki nama international yaitu Velvet swimming crabs. Hasil pengamatan morfologi terhadap jenis kepiting mata merah (Charybdis hellerii) diketahui yaitu karapas, Kaki berenang, Capit atau cakar, cheliped, mata, dan Kaki. Anatomi organ dalam dari kepiting mata merah (Charybdis hellerii) diperoleh yaitu jantung, insang bersih, ruang insang, usus, telur, dan kelenjar pencernaan. Hasil dari Indeks Relatif Penting (IRP) diketahui bahwa makanan utama dari kepiting mata merah Charybdis hellerii) di perairan ini adalah ikan. DAFTAR PUSTAKA Afrianto, E. dan E. Liviawaty, 1992. Pemeliharaan Kepiting, Kanisius, Yogyakarta Birowo, s. 1991. Pengantar Oseanografi. Status Pencemaran Laut Di Indonesia Dan Teknik Pemantauannnya. LIPI-Jakarta. Catacutan. M.R. 2002. Growth And Body Composition Of Juvenile Mud Crab. Scylla Serrata. Fed Different Dietary Protein And Lipid Levels And Protein To Energy Ratio. Aquaculture. 208: 113-123. Coremap, website : www.coremap.or.id/kepiting Darya. 2002. Pengaruh Lama Perendaman Jaring Kejer terhadap Hasil Tangkapan Rajungan di Perairan Gebang Mekar Cirebon. ITB. Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius : Jakarta Gufran. M. H. Kordi. K. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Irawan. H. 2012. Bahan Ajar Arvetebrata Air Filum Echinodermata. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang. Juwana, S. 1997. Tinjauan Tentang Perkembangan Penelitian Budidaya

Rajungan (Portunus pelagicus,linn). Oseana. Johnson, E., dan Peniston, Q. P., (1982), Process for the Manufacture of Chitosan, US Patent, 4 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51. 2004. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. Nontji. A. 2007. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan : Jakarta Nurcahyono. E. Usman, I. 2012. Budidaya Kepiting Bakau. Balai Budidaya Air Payau Takalar. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Kementerian Kelautan dan Perikanan Prianto, E. 2007. Peran Kepiting sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin. Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2007. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta. Perikanan. 2009. Peta Kawasan Konservasi Laut Perairan Laut Daerah Pulau Bintan, Kabupaten Bintan. Shimek, R.L. 2008. Crabs, (Online). Website : www.reefkeeping.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2012. Suadi. J. W. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Umar, N.A. 2002. Hubungan antara Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton (Kopepoda) dengan Larva Kepiting di Perairan Teluk Siddo Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, (Online), IPB. Wibisono. M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Penerbit PT. Grasindo. Jakarta Sara, L. 2006. Abundance and Distribution Patterns of Scylla spp. Larvae in the Lawele Bay, Southeast Sulawesi, Indonesia, Asian Fisheries Science, (Online), Vol. 19; 331-347, website: www.asianfisheriessociety.org. Diakses pada tanggal 10 Maret 2012. Satker Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan