Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan

dokumen-dokumen yang mirip
TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak

Oleh: Tarsoen Waryono **)

KOMPROMI PEMULIHAN AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN *)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Oleh: Tarsoen Waryono **) Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

Oleh: Tarsoen Waryono **) Bab I Pendahuluan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

GREEN OPEN SPACE POTENTIAL FOR REDUCING EMISSIONS AMOUNT IN JAKARTA

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2002 KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI TELUK KELABAT B U P A T I B A N G K A,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN

RUANG TERBUKA HIJAU. Iin Arianti Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil POLNEP

Matrik Cascading Kinerja Dinas Tata Bangunan dan Kebersihan tahun 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I

terendam akibat dari naiknya muka air laut/rob akibat dari penurunan muka air tanah.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Integrated Faculty Club

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr)

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

BAB 2 Perencanaan Kinerja

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 58/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

Transkripsi:

1 KONSEPSI DASAR ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) TERPADU DI DKI JAKARTA *) Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan Hasil telaah RUTR-2005 DKI Jakarta (Perda No. 4 tahun 1984), bagian dari RTH-nya, mencakup areal 19.447 ha, atau 29,92% dari luas daratan DKI Jakarta secara rinci alokasinya berupa: (1) hutan alam 103,3 ha, (2) hijau penunjang sarana olah raga dan golf 753 ha, (3) hijau penyangga 48 situ-situ 178 ha, (4) hijau binaan 14.976,7 ha, yang terdiri atas hijau (pertamanan 1.956 ha, jalur hijau jalan 540 ha, penghijauan kota 858,7 ha, hijau rekreasi 600 ha, hijau pemakaman 570 ha, jalur bantaran sungai 2.044,2 ha, kawasan binaan pekarangan 8.407,8 ha), (5) hijau pesawahan 2.500 ha, dan (6) lahan kosong termasuk hamparan air 936 ha. Proporsi kawasan hijau (RTH-2005), untuk setiap insan penduduk sebesar 15,56 m 2 /jiwa. Angka tersebut dinilai rasional, apabila diperhitungkan berdasarkan formulasi menurut Hough (1994), yaitu setara dengan 108,92 m 2 luas permukaan daun (Leave Area Index). Luasan tersebut, diyakini mampu mendukung lingkungan hidup masyarakat perkotaan dari berbagai bentuk cemaran udara. Berdasarkan penelusuran atas realisasi pembangunan kawasan hijau menurut pengelolaannya pada akhir tahun 1988, tercatat 13.053 ha (67,1% dari rencana target RUTR- 2005) dan secara rinci alokasinya mencakup kawasan (1) hijau alamiah 103,3 ha, dan (2) hijau binaan 12.949,7 ha. Kawasan hijau binaan meliputi hijau Pertamaman dan Keindahan Kota 3.000 ha, jalur hijau 500 ha, penghijauan kota 700,7 ha, sarana penunjang olah raga dan golf 753 ha, hijau penyangga situ-situ 178 ha, hijau pekarangan 5.315 ha, dan hijau pesawahan 2.503 ha. Tinjauan Target RTH Berdasarkan RTRW DKI Jakarta Penetapan sementara luas RTH terpadu DKI Jakarta seperti yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW DKI Jakarta 2010), yaitu dicanangkan sebesar 13,9% dari luas daratan DKI Jakarta, atau setara dengan 9.544,79 ha. Kekurang jelian dalam memcermati target angka tersebut, tampaknya seperti kurang konsisten dalam penentuan luas RTH, apabila ditinjau kembali seperti tertera RUTR-2005, namun demikian yang sebenarnya bukanlah demikian. *) Nara Sumber Dalam Perencanaan Penataan RTH Terpadu DKI Jakarta. Dinas Pertanian dan Kehutanan, Oktober 2006 **). Saf af pengajar Jurusan Geografi FMIPA-UI.

Ruang terbuka hijau seperti yang dijelaskan dalam RTRW 2010, digambarkan sebagai suatu kawasan atau areal permukaan tanah yang didominansi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana dan atau budidaya pertanian yang difungsikan sebagai peresapan air dan menghasilkan oksigen. Didominansi oleh tumbuh an memberikan makna atas suatu hamparan yang penuh dengan tetumbuhan, tanpa bangunan berarti, atau hamparan dengan koefisien lantai bangunan setara dengan nilai (0). Pengertian perlindungan atas habitat, sarana kota/lingkungan, pengaman jaringan prasarana dan budidaya pertanian, lebih diarahkan atas peranan fungsinya sebagai wahana konservasi mintakat kehidupan, kenyamanan dan keindahan kota, serta manfaat fungsi sebagai sentra produksi. Dengan demikian jelas bahwa kedudukan RTH di DKI Jakarta pada hakekatnya merupakan hamparan hijau tanpa bangunan berarti yang akan dipertahankan sebagai penopang dan penyangga lingkungan perkotaan. Pengertian di atas, tampaknya perlu digali lebih mendalam, untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan: bagaimana distribusi penyebaran RTH di DKI Jakarta dalam kaitannya dengan zona wilayah, berapa luas minimal yang dipersyaratkan, bagaimana bentuk struktur tata budidayanya, bentuk habitat yang mana dan harus dilindungi, berapa luas yang harus dikelola dan menjadi tanggung-jawab instansi Dinas Teknis yang berwewenang, serta beberapa pertanyan-pertanyaan lainnya yang belum terungkap. Untuk menjawab semua pertanyaan tersebut, nampaknya konsepsi penetapan RTH DKI Jakarta secara terpadu. Konsepsi ini lebih diarahkan dalam hal pemahaman, penetapan luas minimal, isi dan bentuk hamparan hijau dalam RTH itu sendiri. 2 Arahan Upaya Pemecahan Fenomena Permasalahan Penataan RTH Pemahaman atas besaran luas RTH DKI Jakarta berdasarkan RTRW 2010 (13% dari luas daratan DKI Jakarta), pada hakekatnya merupakan kondisi eksis yang harus dipenuhi dan dipertahankan. Mencermati atas pemenuhan kawasan hijau dalam arti luas (kawasan hijau lindung dan kawasan hijau binaan), baik yang diatur melalui Kepres 32 tahun 1990 dan ketentuan-ketentuan baik dalam bentuk pemnetapan koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB), tampaknya besaran luas RTH secara keseluruhan akan menjadi lebih besar. Dengan demikian secara konseptual akan terbentuk dua bentuk RTH, yaitu RTH eksis berdasarkan rancangan Undang-undang tata ruang, pemenuhan RTH ideal adalah sebesar 30%. Alur pikir pendekatan, pada hakekatnya merupakan cara sederhana untuk memcari jalan keluar dalam pemecahan permasalahan pena taan RTH di DKI Jakarta. Hal ini mengingat bahwa ada empat Dinas Teknis terkait yang secara langsung menangani pembangunan tata hijau yaitu Pertanian, Pertamanan, Pemakanan dan Kehutanan. Bagi Dinas Pemakaman, nampaknya tergabung kedalam Dinas Pertamanan, karena tumbuh berkembangnya instansi ini menjadi Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota.

Untuk itu arahan dalam pemecahannya, hendaknya lebih ditekankan dalam, (a). penentuan kriteria luas minimal sebagai kawasan RTH eksis, (b). Persyaratan suatu kawasan memenuhi sebagai ruang terbuka hijau eksis, (c). Alokasi penyebaran secara spatial, berdasarkan pusat-pusat kegiatan kota dan zona wilayah, (d). kriteria bentuk kawasan hijau (RTH) peluang yang secara keseluruhan akan dapat memenuhi atas kriteria anjuran 30% atau setara dengan target luas RUTR-2005. 3 PERDA RUTR-2005 RTRW-2010 RTH TERPADU PEMDA DKI JAKARTA POTENSI RTH ALAM BINAAN 1. KWS LINDUNG 2. KWS. PENYANGGA 3. TAMAN 4. H. KOTA 5. JALUR HIJAU 6. HIJAU PEMAKAMAN RTH EKSIS = 30% RTH PELUANG KONDISI FISIK-WILAYAH KRITERIA PENATAAN RTH DKI (1). LUAS MINIMAL (2). PENYEBARAN (3). KRITERIA BENTUK (4). ALOKASI SPATIAL KRITERIA USLE (1978) PENGELOLA DINAS TEKNIS Bagan : Alur Pikir Konsepsi Penataan RTH Terpadu DKI Jakarta Untuk menghitung berapa luas berdasarkan alokasi menurut wewenang pengelola (bentuk RTH), dalam perhitungannya metode USLE (1976) merupakan alternatif yang rasional, karena peranan fungsi nilai faktor (CP), dalam konservasi tanah dan air sebagai penyangga lingkungan kehidupan. Menurut Manan (1976), Sitanala (1989), Sinukaban (1990), dan Suhardjo (1990), bahwa penutupan hutan memiliki nilai (CP = 0,9) dengan kriteria tanaman rapat, terbentuk minimal tiga lapisan tajuk, lantai tapak ditumbuhi oleh tumbuhan bawah. Lahan produktif pekarangan memiliki nilai (CP = 0,7) dengan kriteria pohon besar, ada tanaman sela dengan membentuk strata tajuk, dan perdu campuran di bawahnya. Taman kota memiliki nilai (CP = 0,35) dengan kriteria pohon soliter relatif jarang 20%, perdu berbunga 30% dan 50%. Hamparan rumput hijau pemakaman identik dengan padang rumput, memiliki nilai (CP = 0,3) dengan kriteria pohon besar dan soliter, serta hamparan rumput. Hijau jalur jalan memiliki nilai (CP= 0,15) dengan kriteria pohon besar sebagai peneduh 1-2 baris, dan hamparan rumput. Perhitungan alokasi luas RTH eksis berdasarkan bentuk kriteria di atas, secara rinci perhitungan luasnya sebagai berikut: (1). Berdasarkan proporsi setiap insan penduduk memerlukan 15,56 m 2 /jiwa, dengan asumsi penduduk DKI Jakarta 10 juta, maka kebutuhan RTH-nya seluas 15.560 ha.

(2). Alokasi ideal pemenuhan terhadap masing-masing komponen RTH-nya secara rinci meliputi: (1). Hutan kota di DKI Jakarta = (0,9)/(2,4) x 15.560 = 5.835 ha. (2). Lahan produktif KDB rendah = (0,7)/(2,4) x 15.560 = 4.538 ha. (3). Pertamanan = (0,35)/(2,4) x 15.560 = 2.269 ha. (4). Hijau pemakaman = (0,30)/(2,4) x 15.560 = 1.945 ha. (5). Jalur hijau (jalanan) = (0,15)/2,4 x 15.560 = 972 ha. Atas dasar perhitungan di atas, akhirnya diperoleh model luas RTH eksis ideal di DKI Jakarta (berdasarkan luasannya). 4 Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Definitifnya revisi Undang-undang tata ruang, secara prinsip akan menetapkan besaran luas RTH ideal di wilayah perkotaan, yaitu 30%. 2. Agar RTH ideal dapat dipenuhi, penghitungan yang rasional untuk DKI Jakarta, didasarkan pada RTH dalam Master Plan DKI Jakarta 1965-1985 dan RUTR-2005, yaitu dengan menetapkan kebutuhan RTH berdasarkan jumlah jiwa (penduduk). 3. Dengan tetapan jumlah jiwa di DKI Jakarta 10 juta jiwa dan kebutuhan setiap jiwa 15,56 m 2 /jiwa, maka RTH ideal DKI Jakarta sebesar 15.560 ha. 4. Kajian akademik untuk menetapkan besaran RTH menjadi urgen untuk dilakukan, mengingat RTRW DKI Jakarta akan habis masa berlakunya hingga tahun 2010. Daftar Pustaka Dinas Kehutanan DKI Jakarta,1996. Laporan Tahunan Dinas Kehutanan Pemerintah DKI Jakarta. Tidak dipublikasikan.,1997. Perencanaan Tapak Hutan Kota di Tingkat Wilayah Kota DKI Jakarta. Proyek Pembangunan Hutan Kota Tahun Anggaran 1996/1997.,1998. Pemantapan Data Kawasan Lindung Di DKI Jakarta. Proyek Pengelolaan Kawasan Lin-dung Tahun Anggaran 1997/1998. Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, 1997. Kon-sep dan Kriteria Dasar Penge-lolaan Kawasan Lindung. Seminar Kawasan Lindung Dinas Kehutanan DKI Jakarta. Gary KM, C. Ronald Carroll. 1994. Principles of Conser-vation Biology. Sanuer Associates, inc Institute of Ecology. University of Georgia. Hunter, JR, Maclcolm, 1995. Fundamental of Conservation Biology. Department of Wildlife Ecology University of Marine USA.

5 Kadri Wartono, 1980. Konservasi Sumberdaya Hutan. Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian. Makalah Utama Seminar Pengusahaan Hutan di Indonesia. Kanwil Kehutanan DKI Jakarta, 1994. Rencana Pembangunan Kehutanan JABOTABEK. Kanwil Kehutanan DKI Jakarta. Waryono, T dan Suprijatna, N. 1997. Aspek Pemberdayaan Atas Kekurang Perdulian Masyarakat Terhadap Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. Publikasi HK-07/1997. Pelaksana Program Pembangunan Hutan Kota Universitas Indonesia., 1997. Prisip Dasar manajemen Konservasi Biologi Untuk Mencapai Tujuan. Program Pasca Sarjana Biologi Universitas Indonesia. Wityanara, D. 1997. Aspek Pemberdayaan Masyarakat Perkotaan Dalam Upaya Mewujudkan Pem-bangunan Hutan Kota di DKI Jakarta. Bahan Penyuluhan Dinas Kehutanan DKI Jakarta Tahun Anggaran 1996/1997., 1997. Konsepsi Dasar Pembangunan Hutan Kota di DKI Jakarta. Makalah Utama Pelatihan Petugas Hutan Kota. Dinas Kehutanan DKI Jakarta.