BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggal dan berlindung. Namun seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

REKAP DATA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam jutaan rupiah)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

Lampiran 1 Daftar Kabupaten/ Kota, Sampel

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A (dalam jutaan rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lampiran 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (%)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan. Kualitas audit

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mahi (2001)

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam kerangka kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan kota. Setiap daerah memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik. Otonomi daerah merupakan upaya memberdayakan daerah dalam pengambilan keputusan daerah dibidang yang terkait dengan pengelolaan sumber daya lokal yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas dan potensi masingmasing daerah. Dengan pemberian otonomi seluas-luasnya, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, tujuan otonomi daerah antara lain adalah agar pelayanan pemerintah lebih dekat kepada masyarakat, memungkinkan masyarakat untuk memantau dan mengawasi penggunaan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga tercipta persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong terciptanya inovasi. Implikasi langsung dari wewenang yang dilimpahkan kepada daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Sehingga penyerahan wewenang kepada pemerintah daerah otonomi harus disertai dengan pelimpahan wewenang keuangan (desentalisasi fiskal).

Ada empat elemen penting yang dilimpahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. Keempat elemen tersebut menurut Rondinelli (dalam Litvack dan Seddon, 1999), adalah desentralisasi politik, desentalisasi administrasi, desentalisasi fiskal, dan desentralisasi ekonomi. Keempat elemen elemen desentalisasi tersebut akan saling terkait dan tidak dapat dipisahkan sama lain. Keempat elemen harus dibingkai dalam satu konsep grand design yang utuh dan dikelola secara efisien dan efektif, sehingga terwujudlah kemampuan dan kemandirian daerah untuk melaksanakan fungsinya sebagai daerah otonom. Salah satu indikator penting dari otoritas keuangan daerah adalah besarnya otonomi fiskal daerah. Otonomi fiskal (Pendapatan Asli Daerah) memberikan gambaran kemandirian atau kemampuan suatu daerah dalam berotonomi. Tuntutan peningkatan PAD menjadi semakin besar sejalan dengan meningkatnya kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan, dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar. Salah satu ciri utama daerah mampu dalam melaksanakan otonomi daerah terletak pada kemampuan keuangannya untuk membiayai penyelenggaraan administrasi pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat memiliki proporsi yang semakin mengecil dan diharapkan PAD harus menjadi kontribusi terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kemampuan keuangan suatu daerah memiliki signifikansi terhadap keragaan (performance) Pemerintah Daerah secara keseluruhan. Jika kemampuan keuangan daerah rendah, berdampak negatif terhadap rendahnya tingkat

pelayanan publik yang akhirnya akan mengundang intervensi Pemerintah Pusat, atau bahkan dalam bentuk yang ekstrim menyebabkan pengalihan sebagian fungsi Pemerintah Daerah ke tingkat pemerintah yang lebih luas ataupun kelembagaan lain. Oleh karena itu Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu meningkatkan kapasitas keuangannya melalui berbagai inisiatif, langkah konkrit, terobosan dan strategi pengembangan yang tertuang dalam bentuk kebijakan daerah. Langkah-langkah pengembangan tersebut, tentu saja dengan memperhatikan keadaan Sumber Daya Alam, sarana dan prasarana, modal yang tersedia dan kemampuan Sumber Daya Manusia. Keempat sumber daya tersebut harus cukup tersedia dan diharapkan mampu mewujudkan peningkatan kapasitas keuangan daerah dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakatnya. Data statistik menunjukkan, secara umum PAD di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara meningkat dari tahun ke tahun. Namun, jika dilihat dari kontribusinya terhadap total pendapatan daerah maka dalam kurun waktu 2006-2010 kontribusi PAD cenderung stagnan. Kontribusi rata-rata PAD terhadap total penerimaan di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara hanya sebesar 5%. Proporsi yang dapat disumbangkan PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) masih relatif rendah. Proporsi PAD terhadap Total Penerimaan dapat dilihat dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah di Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2006 s.d tahun 2010 No Kabupaten/Kota Persentase (%) 2006 2007 2008 2009 2010 1. Kab. Asahan 4.61 4.49 3.22 3.19 3.67 2. Kab. Dairi 2.32 2.18 1.61 2.18 2.19 3. Kab. Deli Serdang 7.92 7.49 7.61 7.95 8.98 4. Kab. Karo 4.15 3.8 3.6 4.67 5.06 5. Kab. Labuhan Batu 4.94 5.55 5.67 8.03 7.07 6. Kab. Langkat 2.81 4.61 2.84 3.56 3.65 7. Kab. Mandailing Natal 2.59 2.2 2.47 1.94 2.32 8. Kab. Nias 2.53 4.56 3.42 3.6 3.22 9. Kab. Simalungun 4.04 3.94 4.05 4.26 4.19 10. Kab. Tapanuli Selatan 3.16 3.08 1.93 6.21 6.22 11. Kab. Tapanuli Tengah 2.72 2.87 2.59 3.43 3.63 12. Kab. Tapanuli Utara 3.94 2.17 1.39 1.47 1.91 13 Kab. Toba Samosir 4.84 2.14 2.26 3.23 3.46 14. Kota Binjai 3.35 3.03 3.49 3.97 5.43 15. Kota Medan 22.36 19.02 19.71 19.78 24.32 16. Kota Padang Sidempuan 2.82 2.71 3.06 3.52 4.56 17. Kota Pematang Siantar 5.09 4.95 5.27 5.01 5.26 18. Kota Sibolga 3.76 3.81 2.68 3.85 5.77 19. Kota Tanjung Balai 4.41 4.46 3.59 4.64 5.33 20. Kota Tebing Tinggi 5.66 5.61 4.71 4.33 5.87 Rata-rata 4.90 4.63 4.26 4.94 5.60 Sumber : Badan Pusat Statistik Data diolah, 2011 Perkembangan proporsi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah secara rata-rata Kabupaten/Kota di Sumatera Utara cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2009-2010, proporsi rata-rata kontribusi PAD terhadap TPD mengalami peningkatan yaitu sebesar 4,941% pada tahun 2009 kemudian mengalami peningkatan lagi sebesar 5,606% pada tahun 2010, namun pada tahun 2007-2008 mengalami penurunan sebesar 4,63% pada tahun 2007 dan turun lagi menjadi 4,26% pada tahun 2008.

Pengukuran tingkat desentalisasi fiskal, khususnya PAD dibandingkan dengan TPD, menurut hasil penelitian Tim peneliti Fisipol UGM menggunakan skala interval seperti terlihat dalam tabel 1.2. Tabel 1.2 Skala interval derajat desentralisasi fiskal PAD/TPD (%) Kemampuan Keuangan Daerah 0,00-10,00 Sangat kurang 10,01-20,00 Kurang 20.01-30,00 Sedang 30,01-40,00 Cukup 40,01-50,00 Baik > 50,00 Sangat baik Sumber: Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM, 1991 Berdasarkan perhitungan skala interval tersebut, PAD kabupaten/kota di Sumatera Utara dikategorikan dalam posisi interval sangat kurang. PAD tertinggi diperoleh oleh Pemerintahan Kota Medan sebesar 24% yang berada dalam posisi interval sedang. Bagian terbesar pendapatan daerah masih didominasi oleh dana perimbangan yang mencapai 76-98 persen dari total pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah masih sangat bergantung pada dana bantuan dari pemerintah pusat untuk membiayai pembangunan di daerah. Sumbersumber PAD di Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, ternyata belum sepenuhnya mendukung terselenggaranya pembangunan daerah, yang disebabkan oleh fakta bahwa sumber dana dari pemerintah pusat relatif lebih besar proporsinya dari total pendapatan daerah. Dalam upaya menggali potensi sumber PAD di Kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara, faktor yang mempengaruhi besarnya PAD adalah belanja daerah, pendapatan perkapita dan inflasi. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan propinsi dan

kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Suatu daerah yang cenderung mengalokasikan dananya untuk belanja yang terkait erat dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti belanja modal, belanja untuk fungsi pelayanan publik, pendidikan dan kesehatan akan mempengaruhi peningkatan PAD. PAD akan meningkat melalui pengendalian belanja, alokasi anggaran sesuai dengan kebijakan dan prioritas anggaran (alokasi strategis) dan adanya efisiensi dan efektivitas alokasi anggaran. Manajemen Belanja Daerah penting diarahkan tidak sekedar terkait masalah teknis bagaimana menghemat pengeluaran tetapi juga terkait dengan strategi dan kebijakan bagaimana mengalokasikan anggaran secara efisien, efektif, adil, dan merata. Arah kebijakan belanja daerah secara tidak langsung berpotensi meningkatkan PAD jika diarahkan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi, dan stabilitas ekonomi. Pertumbuhan Belanja Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.3 Persentase rata-rata pertumbuhan belanja daerah di Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2006 s.d tahun 2010 No Tahun Belanja Daerah % 1. 2006 8.500.464.661 32,16 2. 2007 11.487.188.047 35,14 3. 2008 12.678.358.028 10.37 4. 2009 12.652.132.216-0.2 5. 2010 12.769.263.325 0.92 Sumber : Badan Pusat Statistik Data diolah, 2011

Pertumbuhan belanja daerah dari tahun 2006 s.d tahun 2010 relatif berfluktuatif. Pertumbuhan belanja daerah tertinggi terjadi dari tahun 2006 ke tahun 2007 sebesar 35,14%. Dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan, tahun 2010 kembali naik sebesar 0.92 %. Belanja daerah memberikan dampak positif bagi PAD, jika alokasi belanja tersebut proporsi belanja pelayanan publik lebih besar dari belanja aparatur daerah. Pendapatan perkapita merupakan salah satu ukuran bagi kesejahteraan suatu daerah, pendapatan perkapita yang tinggi cenderung mendorong meningkatnya tingkat konsumsi perkapita. Semakin tinggi pendapatan perkapita suatu daerah, semakin besar potensi sumber penerimaan daerah tersebut, sehingga kemampuan masyarakat untuk membayar pajak meningkat. Tinggi rendahnya pendapatan perkapita suatu daerah dapat dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya adalah banyaknya atau sedikitnya lapangan pekerjaan, perbedaan UMR tiap daerah, dan tingkat kemajuan dari daerah itu sendiri. Pendapatan masyarakat menunjukkan kemampuan masyarakat untuk membayar pengeluarannya yang dapat dilihat dari tiga aspek yaitu, faktor pendapatan, jumlah kekayaan dan jumlah pengeluaran konsumsi. Semakin tinggi tingkat pendapatan, kekayaan dan konsumsi seseorang berarti semakin tinggi kemampuan orang tersebut untuk membayar dan berpengaruh dalam penerimaan daerah.

Data statistik menunjukkan, secara global PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara meningkat dari tahun 2005 s.d tahun 2010 dapat dilihat dalam Tabel 1.4. Tabel 1.4 : PDRB perkapita di Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara tahun 2005-2010 atas dasar harga berlaku Tahun Nilai PDRB Perkapita Riil % Pertumbuhan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 196.173.559-218.490.205 14,37 240.250.246 9,95 273.731.412 13,93 297.132.341 8,54 335.966.036 13,06 Sumber : Badan Pusat Statistik Data diolah, 2011 Tabel 1.4 menunjukkan pendapatan perkapita di Kabupaten/kota Propinsi Sumatera Utara secara agregat sampai tahun 2010 mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 pendapatan perkapita sebesar 196 juta, terus meningkat 2010 sebesar 336 juta. Pertumbuhan PDRB di Kab/Kota Propinsi Sumatera Utara yang meningkat dari tahun ke tahun tentunya merupakan potensi yang sangat menguntungkan bagi pemerintah daerah untuk menaikkan PAD nya dari tahun ke tahun. Semakin tinggi pendapatan per kapita, memberikan indikasi semakin tingginya tingkat pembangunan suatu daerah. Akan tetapi jika ditinjau dari laju pertumbuhan pendapatan perkapita penduduk masih belum optimal.

Grafik perkembangan inflasi di Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2005-2010 dapat dilihat pada grafik 1.1. 25 Inflasi 20 19,9 15 10 5 6,63 6,84 12,2 3,81 11,66 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Gambar 1.1 : Grafik perkembangan inflasi di Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2010 Sumber : Badan Pusat Statistik Data diolah, 2011 Laju inflasi yang terjadi di suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara. Inflasi menurut parah tidaknya dibagi menjadi 4, yaitu inflasi ringan tingkat inflasinya kurang dari 10%, inflasi sedang tingkat inflasinya antar 10-30% pertahun, Inflasi berat tingkat inflasinya antara 30-100% pertahun. Inflasi berat ditas 100% pertahun (hyperinflasi). Inflasi di Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara berada dalam posisi inflasi yang sedang. Dampak inflasi nyata berasal dari peningkatan Tarif Dasar Listrik (TDL) pada bulan Juni 2010 memberikan dampak langsung terhadap peningkatan harga barang dan jasa, sehingga memicu kenaikan inflasi sebesar 11.66%.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik : Pengaruh Belanja Daerah dan Pendapatan perkapita terhadap Pendapatan Asli Daerah dengan laju inflasi sebagai variabel moderating di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara? 2. Apakah Inflasi sebagai variabel moderating dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menguji pengaruh Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita secara parsial dan simultan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. 2. Menguji inflasi sebagai variabel moderating dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti sehubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi PAD di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara. 2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi dan perbandingan dalam melakukan penelitian pada bidang yang sejenis. 3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dalam menentukan arah kebijakan keuangan daerah yang berkaitan dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah guna meningkatkan kemandirian fiskal daerah. 1.5. Originalitas Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Budiharjo (2003), dengan topik Pengaruh jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto dan inflasi terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Budiharjo terletak pada objek penelitian, variabel penelitian dan periode tahun amatan. Objek penelitian Budiharjo di Provinsi Jawa Tengah; variabel penelitian yaitu Jumlah Penduduk, PDRB, dan inflasi; periode tahun amatan dari tahun 1999-2001, sedangkan penelitian ini objek penelitian di Kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara; variabel penelitian belanja daerah, pendapatan perkapita, inflasi dan PAD; tahun amatan dari tahun 2006-2010.