BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan.

Tanya-Jawab Lengkap. BPJS Kesehatan. e-book gratis KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BADAN PENYELENGGARA JAMINAN KESEHATAN. secara nasional berdasarkan prinsip asuransi social dan prinsip ekuitas, dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperdagangkan kembali. Kepuasan konsumen adalah persepsi pelanggan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat hidup masyarakat, sehingga semua negara berupaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. IV.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Administrasi. 1. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta Dan Kabupaten Sleman

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL. Kementerian Kesehatan RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pembahasan KemenKes RI (7 Sep 2012)

SEPUTAR BPJS KESEHATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah,

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero)

PROVINSI KALIMANTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

ANALISIS BPJS KESEHATAN

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Prosedur Pendaftaran Peserta JKN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2018 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. health coverage di tahun Universal health coverage berarti setiap warga di

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Oleh. Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) 3/15/2014 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Program Jaminan Kesehatan Nasional-kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu meningkatkan kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.1.1 Pengertian JKN Jaminan Kesehatan Nasional adalah jaminan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran/iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes RI, 2013). Menurut Naskah Akademik SJSN, Program Jaminan Kesehatan Nasional adalah suatu program pemerintah dan masyarakat/rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. Tujuan penyelenggaran JKN ini adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 2). 2.1.2 Prinsip JKN Dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN pada Pasal 19 ayat 1 dan bagian penjelasan, JKN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. 1. Prinsip asuransi sosial meliputi: a. Kegotongroyongan antara peserta kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, serta beresiko tinggi dan rendah;

b. Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk peserta penerima upah atau suatu jumlah nominal tertentu untuk peserta yang tidak menerima upah; c. Dikelola dengan prinsip nirlaba, artinya pengelolan dana digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta dan setiap surplus akan disimpan sebagai dana cadangan dan untuk peningkatan manfaat dan kualitas layanan. 2. Prinsip ekuitas yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. 2.1.3 Manfaat JKN Dalam Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2013, manfaat JKN terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: a. Penyuluhan kesehatan perseorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio, dan Campak. c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi: a. Tidak sesuai prosedur; b. Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS; c. Pelayanan bertujuan kosmetik; d. General checkup, pengobatan alternatif; e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi; f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana; g. Pasien Bunuh Diri/Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/bunuh Diri/Narkoba. 2.1.4 Pelayanan JKN Pelayanan kesehatan yang dimaksud disini sesuai dengan Buku Pegangan Sosialisasi JKN dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Tahun 2013 sebagai berikut.

a. Jenis Pelayanan: Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). b. Prosedur Pelayanan: Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis. c. Kompensasi Pelayanan: Bila di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa:penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi. d. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan: Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing.

2.1.5 Kepesertaan JKN Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut: a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. b. Peserta bukan PBI adalah adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas: 1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pegawai Negeri Sipil; b) Anggota TNI; c) Anggota Polri; d) Pejabat Negara; e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; f) Pegawai Swasta; g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah. 2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah

c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: a) Investor; b) Pemberi Kerja; c) Penerima Pensiun; d) Veteran; e) Perintis Kemerdekaan; f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran. 4) Penerima pensiun terdiri atas: a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: a. Istri atau suami yang sah dari peserta;

b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan kriteria: 1. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; 2. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain. 5) WNI di Luar Negeri Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri. 6) Hak dan kewajiban Peserta Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan identitas Peserta dan manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. 7) Prosedur pendaftaran Peserta a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. b. Pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.

Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk membayar iuran dan melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja. Masa berlaku kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta dan status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepersetaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan, anggota TNI/PNS di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya, anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya, peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019. 2.1.6 Pembiayaan JKN 2.1.6.1 Tarif Pelaksanaan tarif pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional didasarkan pada tarif Indonesian-Case Based Groups atau yang disebut Tarif INA- CBG s dimana besarab pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit (Kemenkes RI, 2013).

Tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama meliputi: a) Tarif kapitasi yaitu rentang nilai yang besarnya untuk setiap fasilitas kesehatan tingkat pertama ditetapkan berdasarkan seleksi dan kredensial yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Tarif kapitasi diberlakukan bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan pelayanan kesehatan komprehensif kepada peserta program jaminan kesehatan berupa rawat jalan tingkat pertama, b) Tarif non kapitasi yaitu nilai besaran yang sama bagi seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan pelayanan kesehatan kepada peserta program jaminan kesehatan berupa rawat inap tingkat pertama dan pelayanan kebidanan dan neonatal (Kemenkes RI, 2013). 2.1.6.2 Iuran Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). Dalam program JKN ini Iuran Peserta PBI dibayar oleh Pemerintah, Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iurannya dibayar oleh Peserta yang bersangkutan. Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak. Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu

jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal ini terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan. 2.1.6.3 Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama secara pra upaya berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di fasilitas kesehatan tingkat pertama (Perpres No. 12 Tahun 2013 pasal 39). Dalam hal fasilitas kesehatan tingkat pertama di suatu daerah di suatu daerah tidak memungkinkan, mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua fasilitas

kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang berhasil guna. Fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit) menggunakan sistem pembayaran berdasarkan Indonesian Case Based Group s (INA CBG s). Besaran kapitasi dan INA CBG s ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan uraian pemerintahan di bidang keuangan. Selain itu berdasarkan Perpres No.12 Tahun 2013 pasal 40 menjelaskan bahwa: 1) Pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan dibayar dengan penggantian biaya yang ditagihkan langsung oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan. 2) BPJS Kesehatan memberikan pembayaran kepada fasilitas kesehatan setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut. 3) Fasilitas kesehatan tidak diperkenankan menarik biaya pelayanan kesehatan kepada peserta. Tarif kapitasi adalah metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana pemberi pelayanan kesehatan (dokter atau rumah sakit) menerima sejumlah pembayaran per periode waktu (bulanan) yang dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas tingkat pertama berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang

diberikan. Tarif kapitasi untuk setiap fasilitas kesehatan tingkat pertama disesuaikan dengan rentang nilai yang besarannya ditetapkan berdasarkan seleksi dan kredensial yang dilakukan oleh BPJS. Selain itu, tarif kapitasi ini diberlakukan bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan pelayanan kesehatan komprehensif kepada peserta program jaminan kesehatan berupa rawat jalan tingkat pertama. 2.2 Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Peserta PBI adalah penduduk miskin dan tidak mampu (peserta Jamkesmas dan sebagian peserta jamkesda) yang mendapat bantuan iuran dari pemerintah yang tadinya dikelola oleh Kemenkes atau oleh pemda diserahkan pengelolaannya kepada BPJS Kesehatan. Peserta PBI tidak membayar iuran, tetapi mendapat bantuan iuran dari pemerintah (sesuai Pilar Satu) yang dibayarkan pemerintah kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Penerima bantuan iuran adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Artinya, pemerintah dapat memberikan bantuan sosial untuk membayar iuran kepada yang tidak miskin secara ekonomis. Frasa orang tidak mampu dimuat sesuai dengan kenyataan bahwa orang yang masih mampu makan, tidak mampu berobat atau membayar rumah sakit, karena ketidakpastian besaran biaya yang harus dibayarkan. Dalam PP 101/2012 frasa orang tidak mampu dirumuskan sebagai orang tidak mampu adalah orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar iuran bagi dirinya dan keluarganya.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta JKN baik PBI ataupun Non PBI untuk mengikuti ketentuan yang berlaku. Artinya BPJS Kesehatan secara transparan dan aktif melakukan sosialisasi. Tidak ada peserta yang tidak memahami dan tidak menggunakan haknya. Sampai bulan Mei 2014, BPJS masih diberi nilai D (tidak lulus) dalam aspek sosialisasi. Padahal, pemahaman publik merupakan kunci keberhasilan JKN. Setiap peserta PBI dan Non PBI berhak memperoleh manfaat dan informasi tentang pelaksanaan program jaminan sosial yang diikutinya. Manfaat JKN yang bersifat komprehensif sudah diatur dalam Perpres 111/2013 dan beberapa Permenkes yang mengatur JKN, termasuk Permenkes yang mengatur tarif kapitasi dan CBG. Hanya saja, karena tidak lengkapnya penjelasan dan sosialisasi, banyak RS dan dokter yang tidak memberikan layanan sesuai konsep JKN yaitu semua kebutuhan medis diberikan. Banyak RS membatasi pemberian obat dan layanan dengan alasan tidak dijamin JKN. Masih perlu waktu dan upaya keras BPJS, Kemenkes, dan pihak-pihak lain yang berwenang untuk menjelaskan bahwa semua kebutuhan medis peserta harus dijamin oleh JKN/BPJS. Peserta juga harus memahami bahwa permintaan dirinya atau nasihat atau permintaan dokter yang merawat atau mengobati pasien bukan kebutuhan medis. Memang kebutuhan medis tidak bisa dipahami oleh pasien. Dokter yang merawatlah yang mengetahui. Bisa jadi dokter memiliki kepentingan dirinya, maka dokter bisa berbuat moral hazard dengan menjelaskan kepada pasien bahwa pasien perlu obat atau tindakan ini-itu, sayangnya tidak

dijamin atau dibatasi jaminannya dalam JKN. Kemudian dokter tersebut meminta pasien membayar sendiri, untuk mendapatkan bayaran yang lebih dari pasien. Untuk menghindari moral hazard dokter atau tenaga kesehatan, maka BPJS harus melakukan audit medis dan memberikan sanksi administratif, finansial, atau bahkan sanksi hukum jika terdapat moral hazard atau kecurangan/fraud oleh dokter atau pimpinan RS. Hal ini belum dijalankan BPJS pada tahun 2014 (Thabrany, 2014). 2.3 Puskesmas 2.3.1 Pengertian Puskesmas Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes, 2014). Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat sedangkan Upaya Kesehatan Perseorangan (UPK) adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan (Permenkes, 2014).

2.3.2 Tujuan Puskesmas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas dalam Pasal 2, pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang: a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu; c. Hidup dalam lingkungan sehat; dan d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas bertujuan untuk mewujudkan kecamatan sehat. 2.3.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas Adapun prinsip penyelenggaraan Puskesmas berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas meliputi : a. Paradigma Sehat Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. b. Pertanggungjawaban Wilayah Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. c. Kemandirian Masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. d. Pemerataan Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan. e. Teknologi Tepat Guna Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan. f. Keterpaduan Dan Kesinambungan Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas. 2.3.4 Tugas, Fungsi dan Wewenang Puskesmas Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugasnya, Puskesmas juga menyelenggarakan fungsi, sebagai berikut: a. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan b. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, mempunyai beberapa wewenang dalam Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), yaitu: a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan: b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehata; c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan; d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait; e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat; f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas; g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan; h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit (Permenkes, 2014). Puskesmas juga mempunyai beberapa wewenang dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP), yaitu:

a. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu; b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif; c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu, kelompok dan masyarakat; d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung; e. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi; f. Melaksanakan rekam medis; g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses Pelayanan Kesehatan; h. Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan; i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan (Keputusan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas). 2.3.5 Upaya Kesehatan Puskesmas Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Upaya kesehatan yang dimaksud harus dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan.

Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi; a. Pelayanan promosi kesehatan; b. Pelayanan kesehatan lingkungan; c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; d. Pelayanan gizi; dan e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan sedangkan upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas. Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan dalam bentuk: a. Rawat jalan; b. Pelayanan gawat darurat; c. Pelayanan satu hari (one day care); d. home care; dan/atau e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pendanaan di Puskesmas bersumber dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); c. Sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pengelolaan dana dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes, 2014). 2.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber belajar (Seel and Richey, 1994). (Menurut Blum (1974), peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat penting, karena itu banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu di antaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Levey dan Loomba (1973) menjabarkan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat (Azwar, 1996). 2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Menurut Dever dalam Betty Sirait Tahun 2013, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu: (1) faktor sosiokultural meliputi teknologi pemanfaatan pelayanan kesehatan dan nroma/nilai yang ada di masyarakat, (2) faktor organisaai meliputi, ketersediaan sumber daya, akses geografi, sosial dapat diterima mengarah pada faktor psikologis, sosial dan faktor budaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada fakor ekonomi, (3) faktor yang

berhubungan dengan konsumen, interaksi konsumen dengan provider, (4) faktor yang berhubungan dengan produsen, mencakup karakteristik dari provider dan faktor ekonomi. Menurut pendapat Wirick yang dikutip oleh Sopar (2009) terdapat 4 (empat) faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pelayanan kesehatan yaitu: 1. Kebutuan, seseorang yang menderita suatu penyakit akan mencari pelayanan atau pemeriksaan medis. 2. Kesadaran akan kebutuhan tersebut, seseorang harus tahu dan memahami bahawa ia membutuhkan pelayanan medis. 3. Kemampuan finansial harus tersedia untuk memperoleh pelayanan yang dibutuhkan. 4. Tersedia fasilitas dan sarana pelayanan. Berbagai karakteristik masyarakat peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, diantaranya adalah karakteristik demografi. Faktor umur merupakan dasar penggunaan kesehatan yang utama, umur tidak hanya berhubungan dengan tingkat pelayanan melainkan juga jenis pelayanan dan penerimaan pelayanan. Faktor jenis kelamin juga merupakan faktor lain yang memengaruhi penerimaan pelayanan, tuntutannya terhadap sistem pemeliharaan kesehatan termasuk diantaranya masalah dokter, obat dan fasilitas pelayanan kesehatan. Tingkat penghasilan, pengetahuan masyarakat juga sebagai salah satu dasar utama dalam tingkat kemauan dan kemampuan dalam membayar premi asuransi. Penghasilan tidak hanya berhubungan dengan kemampuan dan

kemauan membayar, melainkan juga berhubungan dengan permintaan pelayanan kesehatan dan jenis pelayanan yang diterima. Menurut Anderson (1968) dalam Notoatmodjo (2007), bahwa beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah: 1. Faktor predisposisi (predisposing) Ada banyak orang memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan layanan lebih banyak dari pada individu lainnya, dimana kecenderungan ke arah penggunaannya bisa diketahui dengan karakteristik individu yang ada sebelumnya dengan permulaan episode tertentu penyakit tersebut. Orang-orang tertentu yang karakteristik ini lebih memungkinkan memanfaatkan layanan kesehatan walaupun karakteristiknya tidak secara langsung bertanggungjawab terhadap pemanfaatan layanan kesehatan. Karakteristik demikian mencakup demografi, struktur sosial, dan variabel-variabel keyakinan bersikap. Misalnya usia dan jenis kelamin adalah variabel-variabel demografis yang sangat berkaitan dengan kesehatan dan kesakitan. Namun, semua ini masih dianggap menjadi kondisi memengaruhi kalau sejauh usia tidak dianggap suatu alasan untuk memperhatikan perawatan kesehatan. Variabel-variabel struktur sosial mencerminkan lokasi (status) individu dalam masyarakat sebagaimana diukur melalui karakteristik seperti pendidikan, pekerjaan kepala keluarga, bagaimana gaya hidup individu, kondisi fisik serta lingkungan sosial dan pola perilaku yang akan menghubungkan dengan pemanfaatan layanan kesehatan. Karakteristik demografis dan struktur sosial juga terkait dengan sub komponen ketiga kondisi yang memengaruhi sikap atau

keyakinan mengenai perawatan kesehatan, dokter, dan penyakit. Apa yang seorang individu pikir tentang kesehatan pada hakekatnya bisa memengaruhi kesehatan dan perilaku kesakitan. Seperti halnya variabel-variabel lain yang memengaruhi, keyakinan kesehatan tidak dianggap menjadi suatu alasan langsung terhadap pemanfaatan layanan kesehatan namun benar-benar dapat berakibat pada perbedaan dalam kecenderungan ke arah pemanfaatan layanan kesehtan tersebut. Misalnya, keluarga yang sangat yakin dalam hal kemanjuran pengobatan dokter, mereka akan mencari dokter seketika dan memanfaatkan lebih banyak layanan daripada keluarga yang kurang yakin dalam hasil pengobatan tersebut. 2. Faktor pemungkin (enabling) Kondisi pemungkin menyebabkan sumberdaya layanan kesehatan wajib tersedia bagi individu. Kondisi pemungkin bisa diukur menurut sumberdaya keluarga seperti pendapatan, tingkatan pencakupan asuransi kesehatan. Atau sumber lain dari pembayaran pihak ketiga, apakah individunya memiliki sumberdaya perawatan kesehatan berkala atau tidak. Sehingga sumberdaya perawatan kesehatan berkala atau tidak, dan akses ke sumberdaya menjadi hal sangat penting. Terlepas dari sifat-sifat keluarga, karakteristik pemungkin tertentu pada komunitas dimana keluarga tersebut hidup bisa juga memengaruhi pemanfaatan layanan. Satu karakteristik demikian adalah pokok dari fasilitas kesehatan dan petugas dalam suatu komunitas. Apabila sumberdaya menjadi melimpah dan bisa dipakai tanpa harus bertunggu, maka semuanya bisa dimanfaatkan lebih sering oleh masyarakat. Dari sudut pandang ekonomi, orang bisa berharap orang-orang

yang mengalami pendapatan rendah agar menggunakan lebih banyak layanan kesehatan medis. Ukuran lain sumberdaya masyarakat mencakup wilayah negara bagian dan sifat pola pedesaan dan perkotaan dari masyarakat dimana keluarga tinggal. Variabel-variabel ini dikaitkan dengan pemanfaatan dikarenakan normanorma setempat menyangkut bagaimana pengobatan sebaiknya dipraktekkan atau melombai nilai-nilai masyarakat yang memengaruhi perilaku individu yang tinggal di masyarakat tersebut. Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan juga dari ada tidaknya informasi kesehatan yang diterima. 3. Faktor tingkatan kesakitan (illness level) Faktor ini memengaruhi individu atau suatu keluarga dalam hal pemanfaatan layanan kesehatan apabila saat mengalami kesakitan. Tingkatan kesakitan memperlihatkan penyebab paling langsung terhadap pemanfaatan layanan kesehatan.

Secara skematis konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Anderson (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) digambarkan sebagai berikut: Faktor predisposisi Faktor pemungkin Kebutuhan Demografi: umur, jenis kelamin, status perkawinan, penyakit masa lalu Keluarga: pendapatan, dukungan, asuransi kesehatan Tingkat rasa sakit: ketidakmampuan, gejala penyakit, diagnosis, keadaan umum Struktur Sosial: pendidikan, ras, pekerjaan, besar keluarga, agama Keyakinan: persepsi, sikap, pengetahuan Komunitas/Masy arakat: informasi, tersedianya fasilitas dan petugas kesehatan, lokasi/jarak transportasi biaya pelayanan Evaluasi: gejalagejala, diagnosisdiagnosis Gambar 2.1 Skema Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

2.5 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan konsep skematis yang dikemukakan oleh Anderson (1974) yang telah dijelaskan di atas, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut. Variabel Bebas Variabel Terikat Faktor Predisposisi: 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Pengetahuan 4. Sikap Faktor Pemungkin: 1. Informasi 2. Keterjangkauan Pemanfaatan Puskesmas Kebutuhan 1. Kondisi Kesehatan Gambar 2.2 Kerangka Konsep 2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian, dan kerangka konsep, maka dapat hipotesis penelitian ini terdapat pengaruh faktor predisposisi (meliputi pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dan sikap) dan faktor pemungkin (meliputi pendapatan, informasi, dan keterjangkauan) dan faktor kebutuhan (kondisi kesehatan) terhadap pemanfaatan Puskesmas Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun tahun 2015.