Arumsari, et al, Evaluasi Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P).

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI. Oleh. Warda Arumsari NIM

JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN EVALUASI PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN ANAK BALITA

EVALUASI PROGRAM PENANGANAN GIZI KURANG MELALUI ASUHAN COMMUNITY FEEDING CENTER (CFC)

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK PEJABAT DINAS KESEHATAN DAN TPG PUSKESMAS

Zakiyah,et al, Hubungan antara Peran Petugas Kesehatan dengan Cakupan Imunisasi per Antigen...

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama khususnya di Indonesia. Kondisi balita kurang

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

ABSTRAK GAMBARAN PENCAPAIAN PROGRAM KEGIATAN PEMBINAAN GIZI PADA BALITA DI KOTA KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

Abstract. Abstrak. Verdiana, et al, Kajian Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)...

STUDI MANAJEMEN PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DI DINAS KESEHATAN KOTA SALATIGA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Maria Kareri Hara. Abstract

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Balita BGM di Desa Karangpasar Wilayah Kerja Puskesmas Tegowanu

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. merupakan strategi pemerintah yang ditetapkan pada kementrian kesehatan untuk. segera dapat diambil tindakan tepat (Mubarak, 2012).

Status Gizi. Sumber: Hasil PSG Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul tahun

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM KESEHATAN IBU YANG DIDANAI BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN DI PUSKESMAS BANDARHARJO KOTA SEMARANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anak usia bawah lima tahun (balita) adalah anak yang berusia 0 59 bulan.

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PADA BALITA GIZI KURANG USIA 6-48 BULAN TERHADAP STATUS GIZI DI WILAYAH PUSKESMAS SEI TATAS KABUPATEN KAPUAS

SISTEM STUDI TENTANG. Disusun Oleh SRI III GIZI FAKULTAS

EFEKTIVITAS PROGRAM PMT PEMULIHAN TERHADAP KENAIKAN BERAT BADAN PADA BALITA STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN BANYUMAS

Evaluasi Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan pada Balita Kurang Gizi di Kabupaten Wonogiri Ditinjau dari Aspek Input dan Proses

PERBANDINGAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN INDEXS ANTROPOMETRI BB/ U DAN BB/TB PADA POSYANDU DI WILAYAH BINAAN POLTEKKES SURAKARTA

ANALISIS PELAKSANAAN MANAJEMEN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN 2015 TESIS.

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan karena mengancam kualitas sumber daya manusia yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional menurut Radiansyah (dalam

Program Pemberian Makanan Tambahan untuk Peningkatan Status Gizi Ibu Hamil dan Balita di Kecamatan Cilamaya Kulon dan Cilamaya Wetan, Karawang

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

Anisia Mikaela Maubere ( ); Pembimbing Utama: Dr. dr. Felix Kasim, M.Kes ABSTRAK

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013

ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

Pemberian Modisco Meningkatkan Status Gizi Balita Kabupaten Purworejo

GAMBARAN PELAYANAN KUNJUNGAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

TESIS. Oleh MARIA POSMA HAYATI /IKM

Kenaikan Berat Badan Balita Usia 6-12 Bulan Berdasarkan Jenis Makanan Pendamping Air Susu Ibu

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Faktor yang berkontribusi terhadap kejadian BGM di Provinsi Lampung

Lampiran 1. Pedoman Wawancara untuk TPG

TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PLERET

PENINGKATAN PENGETAHUAN KADER POSYANDU TENTANG PMT DALAM UPAYA PENCEGAHAN GIZI BURUK PADA BALITA

STUDI TENTANG MANAJEMEN SISTEM PELAKSANAAN PENAPISAN GIZI BURUK DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. apabila prasyarat keadaan gizi yang baik terpenuhi. Masalah gizi yang sering

GAMBARAN KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI PUSKESMAS CARINGIN BANDUNG PERIODE SEPTEMBER 2012 SEPTEMBER 2013

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya bayi dan balita. Tujuan Posyandu adalah menunjang penurunan Angka

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT

Sulistinah, et al., Kajian Kesiapan Dokumen Akreditasi Kelompok Kerja Administrasi Manajemen...

VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM REVITALISASI Identifikasi SWOT pada Revitalisasi Posyandu di Kecamatan Pekanbaru Kota

Kepatuhan Kunjungan Posyandu dan Status Gizi Balita di Posyandu Karangbendo Banguntapan, Bantul, Yogyakarta

OLEH: S. HINDU MATHI NIM

PEDOMAN WAWANCARA. A. Pedoman Wawancara dengan Kepala Puskesmas Berohol Kota Tebing Tinggi

BAB 1 GAMBARAN PROGRAM PUSKESMAS KALIPARE TAHUN 2015

GAMBARAN STATUS GIZI BALITA DI DESA BANDUNG KECAMATAN DIWEK KABUPATEN JOMBANG

BUPATI PAMEKASAN TENTANG BUPATI PAMEKASAN, pembangunan perdesaan sehat, diperlukan

HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI IBU MENGIKUTI POSYANDU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA MULUR RT 03/VI BENDOSARI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN KEGIATAN POSYANDU HARUM SARI RT.01/ RW.05 KELURAHAN TANGKERANG SELATAN KECAMATAN BUKIT RAYA PEKANBARU

PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SOSIAL (BANSOS) PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. diupayakan, diperjuangkan dan tingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI DENGAN PERTUMBUHAN BADUTA USIA 6-24 BULAN (Studi di Kelurahan Kestalan Kota Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

TINGKAT PENGETAHUAN BIDAN DESA DI KABUPATEN JEMBER TERHADAP PROGRAM JAMPERSAL

Kata Kunci: Pengetahuan, Keaktifan, Perilaku Sehat.

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN PELAKSANAAN TUGAS KADER DENGAN KINERJA POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANDANARAN SEMARANG TAHUN 2016.

BAB I PENDAHULUAN. Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan bentuk partisipasi. masyarakat yang membawa arti yang sangat besar bagi kesehatan dan

EVALUASI PROSES PELAKSANAAAN KELAS IBU HAMIL DI KABUPATEN BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

JUKNIS PELAKSANAAN KELAS GIZI TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

ABSTRAK. Annisa Denada Rochman, Pembimbing I : Dani dr., M.Kes. Pembimbing II : Budi Widyarto Lana dr., MH.

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DI PUSKESMAS KELURAHAN KAYUMANIS JAKARTA TIMUR Page 61

ABSTRAK. RickyRicardo Nalley ( ); Pembimbing Utama: Evi Yuniawati, dr., MKM

STUDI PELAKSANAAN PROGRAM MP-ASI DI PUSKESMAS JONGAYA KECAMATAN TAMALATE. Study of Implementation Program MP-ASI Puskesmas Jongaya Tamalate District

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROFIL STATUS GIZI ANAK BATITA (DI BAWAH 3 TAHUN) DITINJAU DARI BERAT BADAN/TINGGI BADAN DI KELURAHAN PADANG BESI KOTA PADANG

ANALISIS PROSES PENGADAAN OBAT DI PUSKESMAS KOMBOS KOTA MANADO Try Putra. I. Tampongangoy*, Grace D. Kandou*, Febi K. Kolibu*

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN KADER TENTANG BUKU KIA DI POSYANDU WILAYAH KELURAHAN DEMANGAN KECAMATAN GONDOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kader merupakan tenaga non kesehatan yang menjadi. penggerak dan pelaksana kegiatan Posyandu. Kader merupakan titik sentral dalam

BAB I PENDAHULUAN. utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. 1 Keadaan gizi yang baik

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan dan gizi merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak janin

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status

BAB 1 PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat. sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

PEDOMAN WAWANCARA. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

Transkripsi:

Evaluasi Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) pada Balita BGM Tahun 2013 (Studi Kasus di Desa Sukojember Wilayah Kerja Puskesmas Jelbuk Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember) [Evaluation of Recovery Supplement Feeding's Program for Under Red Line Weight in 2013 (Case Study in Sukojember Jelbuk Community Health Center, Jember)] Warda Arumsari, Sri Utami, Eri Witcahyo Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember Jln. Kalimantan 37 Kampus Tegal Boto Jember 68121 e-mail korespondensi: warda_arumsari@yahoo.co.id Abstract In order to improve the children under five years old nutritional status and to increase the role and participation of the society especially the mother of them to handling under red line weight at the Jelbuk Community Health Center (CHC) and one of the effort was by holding recovery supplement feeding s program for under red line weight. The program of PMT-P has been done in severals years but the number of BGM still around 5%. The study was conducted to evaluate the PMT-P program at Jelbuk CHC by system approach. The type of the study was descriptive. The results of the study show that on input there were many aspect appropiate by the guidelines of PMT-P Ministry of Health and the guidelines of PMT-P Jember District, but the implementation of the method was not appropriate by the guidelines of PMT-P Ministry of Health and guidelines of PMT-P Jember District, on process there were many aspect appropriate by the guidelines of PMT-P Ministry of Health and guidelines of PMT-P Jember District, but the planning and organizing aspect about coordination was not appropriate, on output for the successfully of PMT-P was not appropriate by the guidelines of PMT-P Ministry of Health and guidelines of PMT-P Jember District in 2013 was still under target was 44%. Keywords: evaluation, PMT-P Program, Under red line weight (BGM) Abstrak Abstrak Dalam rangka peningkatan status gizi anak balita dan meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat khususnya ibu balita dalam kegiatan penanganan balita BGM di Puskesmas Jelbuk, salah satu upayanya adalah dengan mengadakan Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P). Program PMT-P sudah dilaksanakan bertahun-tahun namun angka balita BGM masih tetap tinggi yaitu >5 %. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program PMT-P di Puskesmas Jelbuk dengan pendekatan sistem. Jenis penelitian adalah deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa aspek input sudah sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember namun aspek metode pelaksanaan tidak sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember, pada proses beberapa aspek sudah sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember, namun aspek perencanaan dan pengorganisasian terkait koordinasi tidak sesuai Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember, dan pada output untuk keberhasilan program PMT-P tidak sesuai Juknis Kabupaten Jember yaitu pada tahun 2013 masih dibawah target keberhasilan PMT-P yaitu sebesar 44%. Kata kunci: evaluasi, Program PMT-P, balita BGM

Pendahuluan Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) adalah program intervensi bagi balita yang menderita kurang gizi dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan status gizi anak serta untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak agar tercapainya status gizi dan kondisi yang baik sesuai dengan umur anak tersebut [1]. Program PMT-P sudah dilaksanakan bertahun-tahun di Kabupaten Jember tetapi angka BGM masih tinggi yaitu masih di atas keberhasilan program sebesar 5%[2]. Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa keberhasilan Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Kabupaten Jember masih terbilang kurang dari indikator keberhasilan peningkatan status gizi berdasarkan penimbangan berat badan BB/TB dan BB/U yaitu lebih dari 60% karena angka balita BGM belum mencapai target keberhasilan yaitu kurang dari 5%, salah satunya di Puskesmas Jelbuk Kabupaten Jember. Dari data laporan bulanan 3 gizi tahun 2012 Puskesmas Jelbuk jumlah balita BGM di Puskesmas Jelbuk Kabupaten Jember pada tahun 2012 sebesar 6,25%, tahun 2013 sebesar 6,41% padahal target keberhasilan balita BGM adalah kurang dari 5% dan Desa Sukojember merupakan desa dengan angka balita BGM tertinggi [3]. Berdasarkan referensi yang didapat menunjukkan bahwa perlunya dilakukan kajian mengenai evaluasi program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P). Evaluasi merupakan cara membandingkan informasi tentang kegiatan pelaksanaan program atau hasil kerja dengan kriteria atau tujuan yang ditetapkan [4]. Evaluasi Program PMT-P meliputi evaluasi terhadap faktor input, proses, dan output. Hal ini didasarkan pada pendapat Azwar yang mendeskripsikan model pendekatan sistem yaitu unsur utama suatu sistem adalah input, process, dan output [5]. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) melalui 3 faktor yaitu faktor input meliputi SDM Kesehatan, pendanaan, sarana prasarana, bahan paket, cara penyelenggaraan, sasaran dan target waktu pencapaian hasil, faktor proses meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pelaksanaan, serta pengawasan, pengendalian dan penilaian. Faktor output yaitu indikator keberhasilan program PMT-P dengan peningkatan status gizi balita berdasarkan penimbangan BB/TB dan BB/U. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan balita BGM di Desa Sukojember wilayah kerja Puskesmas Jelbuk Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember Tahun 2013. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilakukan di Desa Sukojember wilayah kerja Puskesmas Jelbuk Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember pada bulan Juni 2014. Informan penelitian sebanyak 7 informan yaitu 1 Kepala Puskesmas, 1 penanggung jawab program PMT-P, 1 bidan desa, 1 kader kesehatan, 2 ibu balita sasaran dan 1 pendukung program. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah pedoman wawancara, tape recorder serta alat tulis. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah pedoman wawancara, tape recorder serta alat tulis. Hasil Penelitian Input Dalam pelaksanaan program PMT-P di puskesmas memerlukan suatu masukan (input) berupa tenaga atau SDM Kesehatan. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa SDM yang tersedia di Puskesmas Jelbuk terkait pelaksanaan program PMT- P meliputi 1 orang dokter sebagai kepala puskesmas, 1 orang ahli gizi sebagai penanggung jawab program PMT-P dan 1 orang sebagai bidan desa serta 35 kader kesehatan di Desa Sukojember. Hal ini sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes RI. Tenaga yang dianalisis berdasarkan latar belakang pendidikan, lama bekerja, dan pelatihan yang pernah diikuti. Kepala Puskesmas adalah seorang dokter yang telah bertugas lebih dari dua tahun sebagai Kepala Puskesmas Jelbuk. Penanggung jawab program PMT-P telah bertugas selama 4 tahun sebagai penanggung jawab program PMT-P di Puskesmas Jelbuk namun belum pernah mengikuti pelatihan terkait program PMT-P. Bidan desa telah bekerja selama 5 tahun sedangkan kader kesehatan telah bekerja selama 27 tahun. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin lama orang bekerja pada suatu organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga kecakapan kerjanya semakin baik [5]. Pendidikan pelaksana Program PMT-P rata rata Diploma 3 Kebidanan, Diploma 3 Gizi, dan profesi dokter. Hal ini sudah sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes bahwa untuk TPG yaitu ahli gizi sangat diperlukan dalam pelaksanaan PMT-P. Untuk pelatihan petugas pelaksana program PMT-P terkait pelaksanaan PMT-P tidak pernah dilaksanakan. Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM

(human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai [6] Dana mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanakan program PMT-P. Menurut hasil wawancara, sumber dana PMT-P didapatkan dari BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) maupun DAU (Dana Alokasi Umum). Hal ini sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Petunjuk Teknis PMT-P Kabupaten Jember. Dana yang disediakan telah cukup untuk sasaran program PMT-P. Hal ini sesuai dengan Petunjuk Teknis PMT-P Kabupaten Jember. Berdasarkan hasil wawancara yang didapat, sarana yang terdapat dalam pelaksanaan program PMT-P adalah kartu pencatatan dan formulir pelaporan, alat timbangan balita, buku pantau bidan serta Panduan PMT-P Kemenkes 2011 dan Petunjuk Teknis PMT-P Kabupaten Jember. Prasarana yang ada yaitu Polindes maupun Posyandu. Hal ini sudah sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes RI dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember. Sasaran penerima PMT-P adalah balita BGM usia 6-59 bulan di Desa Sukojember wilayah kerja Puskesmas Jelbuk. Sasaran diprioritaskan Balita BGM berdasarkan hasil penimbangan BB/TB sangat kurus ataupun kurus. Hal ini sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember. Cara penyelenggaraan PMT-P di Desa Sukojember wilayah kerja Puskesmas Jelbuk dilaksanakan setiap hari selama 90 hari dan kader yang memasak menu untuk PMT-P dan mengantarkan ke sasaran. Hal ini belum sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT- P Kabupaten Jember. Ketersediaan bahan paket program PMT-P di Desa Sukojember seperti kacang hijau, biskuit, gula, susu, telur yang dapat diperoleh dari daerah setempat. Bahan paket tersebut dipilih karena berdaya beli rendah dan mudah diperoleh di wilayah sekitar. Hal ini sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes. Target waktu pencapaian hasil PMT-P adalah 90 hari yaitu saat diberikan PMT-P dan selama 90 hari PMT-P berlangsung. Dalam waktu 90 hari tersebut terdapat balita yang mengalami peningkatan status gizi, namun ada pula yang tidak mengalami peningkatan status gizi. Target waktu pencapaian hasil untuk program PMT-P di Puskesmas Jelbuk telah sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis Kabupaten Jember. Proses Tujuan dari PMT-P adalah meningkatkan status gizi balita dan meningkatkan peran serta partisipasi masyarakat dalam kegiatan penanganan balita kurang gizi. Hal ini sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam Panduan PMT-P Kemenkes [1] dan Juknis Kabupaten Jember [7]. Prosedur dalam penentuan balita sasaran PMT-P dan dalam prosedur penentuan balita sasaran, pihak Puskesmas yaitu pada penanggung jawab program PMT-P yang mempunyai kewenangan dalam penentuan sasaran PMT-P. Hal ini sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes RI dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember. Pembagian pekerjaan yaitu tugas masingmasing petugas terkait PMT-P sudah jelas, mulai dari penanggung jawab dengan tugasnya hingga pelaksana di lapangan seperti bidan desa dan kader kesehatan dengan tugasnya masing-masing. Hal ini sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes RI dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember. Koordinasi terkait PMT-P di Puskesmas Jelbuk meliputi koordinasi antara kepala Puskesmas dengan penanggung jawab program dan bidan desa serta kader kesehatan. Koordinasi yand dilakukan Kepala Puskesmas dengan lintas sektor atau pendukung program kurang berjalan dengan baik. Terkait koordinasi dengan lintas sektor belum sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes RI Petugas yang melapor terkait hasil kegiatan PMT-P terdiri dari beberapa kader kesehatan di wilayah Desa Sukojember, bidan desa Sukojember dan penanggung jawab program PMT-P yang melaporkan hasil kegiatan ke[ada Kepala Puskesmas. Hal ini sudah sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes. Rentangan kendali di Puskesmas Jelbuk kader kesehatan melapor kepada bidan desa kemudian bidan desa melaporkan kepada penanggung jawab program PMT-P kemudian dilaporkan pada kepala Puskesmas setelah itu kepala Puskesmas melaporkannya pada Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Hal ini sudah sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes. Pendelegasian tugas dan pekerjaan terkait pelaksanaan program PMT-P di Puskesmas Jelbuk hanya dilakukan Kepala Puskesmas kepada penanggung jawab program yaitu dengan adanya surat tugas yang diberikan oleh Kepala Puskesmas. Hal ini sesuai dengan Juknis PMT-P Kabupaten Jember. Kepala Puskemas sebagai pemimpin di Puskesmas memengaruhi penanggung jawab program PMT-P untuk melaksanakan tugasnya agar dapat mencapai tujuan program PMT-P. Begitu juga dengan penanggung jawab program yang mepengaruhi bidan dan kader agar bekerja semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan PMT-P.

Hal ini sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember. Motivasi yang diberikan dari Kepala Puskesmas maupun dari penanggung jawab program kepada bidan desa ataupun kader serta kepada pendukung program dalam bentuk semangat atau dorongan sehingga berdampak pada hasil pelaksanaan PMT-P. Hal ini sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes. Komunikasi yang dilakukan terkait pelaksanaan program PMT-P di Puskesmas Jelbuk dilakukan secara langsung yaitu dengan interpersonal ataupun dengan pertemuan secara bersama antara pelaksana program PMT-P maupun dengan pendukung program. Hal ini sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember. Pencatatan dan pelaporan terkait PMT-P di Puskesmas Jelbuk disediakan dari pihak Puskesmas berupa formulir pelaporan dan kartu pencatatan yang diberikan kepada bidan dan juga kader kesehatan. Seluruh pelaksana program PMT-P melakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan terkait hasil kegiatan PMT-P. Hal ini sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes. Kegiatan supervisi untuk program PMT-P di Puskesmas Jelbuk rutin sebulan sekali dilakukan oleh Kepala Puskesmas, penanggung jawab program PMT-P maupun bidan desa dengan turun ke lapangan langsung. Hal ini sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes. Output Indikator keberhasilan program PMT-P adalah dengan melihat peningkatan status gizi berdasarkan penimbangan berat badan BB/TB dan BBU. Pada saat program PMT-P ini masih berlangsung, terjadi peningkatan status gizi balita meskipun tidak semuanya, namun setelah program PMT-P berhenti terjadi penurunan status gizi balita. Pada tahun 2013 dari 9 kasus balita BGM yang mendapatkan PMT-P, terdapat 4 balita yang mengalami peningkatan status gizi berdasarkan penimbangan berat badan BB/TB dan BB/U. Hal ini belum sesuai dengan tujuan dari program PMT-P yang tercantum dalam Panduan PMT-P Kemenkes maupun Juknis PMT-P Kabupaten Jember. Pembahasan Beberapa aspek dalam faktor input sudah sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember di antaranya adalah SDM Kesehatan meliputi usia, masa kerja, dan pendidikan pelaksana program PMT-P. Usia seluruh pelaksana program PMT-P di Puskesmas Jelbuk di atas 30 tahun, masa kerja dari seluruh pelaksana program PMT-P yaitu 2-27 tahun, dan pendidikan dari pelaksana program PMT-P adalah D3 ahli gizi, sarjana kedokteran dan D3 kebidanan serta tamat SMA. Ketiga hal tersebut sudah sesuai dengan Panduan PMT-P dan Juknis PMT-P yang menyatakan bahwa untuk pelaksana program PMT-P minimal harus ada 1 orang TPG yaitu seorang ahli gizi dan umur di atas 30 tahun serta masa kerja yang lama akan memengaruhi pelaksanaan PMT-P. Aspek lain yang sesuai dengan Panduan dan Juknis PMT adalah dana. Sumber dana untuk pelaksanaan program PMT-P di Puskesmas Jelbuk berasal dari BOK maupun DAU, dan dana tersebut sudah cukup untuk jumlah sasaran PMT-P yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan Panduan maupun Juknis yang menyatakan bahwa dana berasal dari DAU maupun BOK dan digunakan untuk sejumlah sasaran PMT-P. Hal lain yang sesuai dengan Panduan maupun Juknis PMT-P adalah sasaran. Sasaran PMT-P di Puskesmas Jelbuk adalah balita BGM usia 6-59 bulan dengan status gizi kurus maupun sangat kurus berdasarkan penimbangan berat badan BB/TB dan BB/U. Hal ini sesuai dengan Panduan dan Juknis PMT-P yang menyatakan bahwa sasaran PMT-P adalah balita BGM usia 6-59 bulan sangat kurus ataupun kurus. Ketersediaan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan PMT sudah sesuai dengan Juknis maupun Panduan PMT-P. Ketersediaan sarana di Puskesmas Jelbuk meliputi formulir pencatatan dan pelaporan, KMS sedangkan prasarana yang ada adalah Posyandu dan Polindes dan hal ini sudah sesuai dengan Panduan maupun Juknis PMT-P bahwa ketersediaan sarana PMT-P meliputi adanya kartu pencatatan dan pelaporan dan KMS yang dimiliki ibu balita sedangkan prasarana adalah adanya Posyandu. Bahan paket yang tersedia di Puskesmas Jelbuk seperti kacang hijau, telur, dan susu. Hal ini sesuai dengan Panduan maupun Juknis PMT-P bahwa bahan paket PMT-P adalah bahan lokal daerah setempat seperti kacag hijau dan telur serta buah-buahan. Target waktu pencapaian hasil di Puskesmas Jelbuk adalah 90 hari hal ini sudah sesuai dengan Panduan dan Juknis PMT-P yang menyatakan target waktu keberhasilan PMT-P adalah 90 hari. Beberapa aspek dalam input yang sudah sesuai dengan Panduan maupun Juknis sama dengan penelitian sebelumnya terkait pelaksanaan PMT-P yang dilakukakan Handayani dkk di Puskesmas Mungkid yang menyatakan bahwa untuk SDM kesehatan pelaksana program PMT-P dilihat dari usia, masa kerja, dan pendidikan. Menurut penelitian Handayani dkk, untuk usia pelaksana program PMT- P di atas 30 tahun dan masa kerja berkisar diatas 5 tahun dan untuk pendidikan pelaksana program

PMT-P yaitu terdapat TPG yang berlatar belakang pendidikan D III Gizi. Hal ini sesuai dengan Panduan maupun Juknis PMT-P. Berkaitan dengan dana sama dengan penelitian yang dilakukan Handayani dkk bahwa dana untuk pelaksanaan pogram PMT-P di Puskesmas Mungkid berasal dari DAU dan BOK. Untuk sasaran PMT-P di Puskesmas Jelbuk sama dengan di Puskesmas Mungkid bahwa sasarannya adalah balita BGM usia 6-59 bulan dengan prioritas sangat kurus/ kurus. Hal lain yang sama dengan penelitian Handayani dkk adalah ketersediaan sarana dan prasarana. Menurut hasil penelitian Handayani dkk bahwa ketersediaan sarana prasarana di Puskesmas Mungkid meliputi kartu pencatatan dan pelaporan serta KMS. Untuk bahan paket PMT di Puskesmas Jelbuk sama dengan Puskesmas Mungkid. Menurut hasil penelitian di Puskesmas Mungkid bahwa bahan paket PMT-P adalah bahan yang diperoleh di daerah meliputi kacang hijau dan telur. Terkait target waktu pencapaian hasil PMT-P di Puskesmas Jelbuk sama dengan penelitian Handayani dkk. Menurut penelitian Handayani dkk bahwa target waktu pencapaian hasil program PMT-P adalah 90 hari [8]. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya di Puskesmas Mungkid. Hal ini disebabkan oleh (1) ketersediaan SDM kesehatan merupakan kebijakan dari Dinas Kesehatan untuk memenuhi kecukupan pelaksana program PMT-P, (2) ketersediaan sarana seperti formulir pencatatan dan pelaporan merupakan syarat penting untuk merekap data dan hasil kegiatan yang selanjutnya dilaporkan ke Dinas Kesehatan Jember dan ketersediaan prasarana Posyandu karena dapat memudahkan balita dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, (3) bahan paket PMT-P didapatkan dengan membeli di pasar setempat dari dana BOK maupun DAU, (4) sasaran PMT-P merupakan kebijakan dari Dinas Kesehatan Kabupaten yang menetapkan untuk sasaran prioritas penerima PMT-P, (5) target waktu pencapaian hasil diharapkan dalam waktu 90 hari dapat meningkatkan status gizi balita dan merubah perilaku ibu balita sasaran agar memasak makanan yang sehat untuk balitanya. Salah satu aspek input yang tidak sesuai dengan Panduan maupun Juknis PMT-P adalah metode pelaksanaan PMT-P. Hasil penelitian di Puskesmas Jelbuk yaitu kader memasak makanan tambahan pemulihan sendiri dan mengantarkan ke rumah balita masing-masing. Hal ini tidak sesuai dengan Panduan dan Juknis PMT-P yang menyatakan bahwa metode pelaksanaan PMT-P adalah ibu balita sasaran bersama dengan kader memasak bersama di tempat tertentu karena hal ini bertujuan sebagai media pembelajaran untuk ibu balita sasaran. Metode pelaksanaan PMT-P di Puskesmas Jelbuk tidak sama dengan metode pelaksanaan pada penelitian Handayani dkk bahwa di Puskesmas Mungkid Magelang untuk metode pelaksanaanya ibu balita dan kader memasak bersama menu makanan tambahan pemulihan dan hal ini sesuai dengan Panduan maupun Juknis PMT-P. Oleh karena itu, penelitian di Puskesmas Jelbuk dan Mungkid tidak sama. Hal ini karena di Puskesmas Jelbuk untuk ibu balita sasaran tidak dapat menjangkau tempat untuk memasak bersama dengan alasan biaya transportasi untuk ke tempat tersebut membutuhkan biaya yang mahal dan juga kurangnya sosialisasi kepada ibu balita sasaran terkait pelaksanaan PMT-P sehingga ibu balita sasaran kurang mendapatkan informasi. Beberapa aspek pada faktor proses yang sesuai dengan Panduan maupun Juknis PMT-P adalah aspek perencanaan meliputi tujuan dan prosedur penentuan balita sasaran, aspek pembagian pekerjaan, koordinasi, rentangan kendali, rentangan komando, pendelegasian wewenang, kepemimpinan, motivasi, komunikasi, pencatatan dan pelaporan serta supervisi. Tujuan PMT-P di Puskesmas Jelbuk adalah meningkatkan status gizi balita dan hal ini sudah sesuai dengan Juknis dan Pandun PMT-P yang juga menyatakan bahwa tujuan PMT-P adalah meningkatkan status gizi balita. Untuk prosedur penentuan sasaran dilakukan penanggung jawab program PMT-P. Hal ini sudah sesuai dengan Panduan maupun Juknis bahwa penentuan status gizi balita oleh TPG berdasarkan prioritas status gizi balita. Pembagian pekerjaan di Puskesmas Jelbuk terkait tugas pelaksana program mulai dari penanggung jawab program hingga kader. Hal ini sudah sesuai Panduan dan Juknis PMT-P yaitu pelaksana program PMT-P mulai dari penanggung jawab program sampai kader mempunyai pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing. Terkait koordinasi yang dilakukan Kepala Puskesmas Jelbuk dengan pertemuan bersama atau secara interpersonal dan hal ini sudah sesuai dengan Panduan dan Juknis PMT-P. Menurut Panduan dan Juknis PMT-P, bahwa koordinasi antara Kepala Puskesmas dengan pelaksana program dilakukan dengan mengadakan pertemuan atau dengan pertemuan interpersonal. Hal lain terkait faktor proses yang sesuai dengan Panduan maupun Juknis adalah rentangan kendali dan rentangan komando. Menurut hasil penelitian di Puskesma Jelbuk, rentangan kendali dan komando di Puskesmas Jelbuk berkaitan jumlah dan siapa pelaksana program yang melaporkan hasil kegiatan PMT-P kepada penanggung jawab program dan Kepala Puskesmas. Terkait pendelegasian wewenang di Puskesmas Jelbuk yaitu Kepala Puskesmas memberikan wewenang kepada penanggung jawab program PMT-P untuk bertanggung jawab terhadap pelaksanaan PMT-P dan hal ini sesuai dengan

Panduan maupun Juknis yang menyatakan bahwa pendelegasian wewenang dilakukan Kepala Puskemas kepada bawahannya. Kepemimpinan yang dilakukan Kepala Puskesmas kepada pelaksana program PMT-P di Puskesmas Jelbuk adalah pemberian arahan maupun bimbingan yang dilakukan untuk memengaruhi pelaksana program PMT-P agar bekerja dengan baik. Hal ini sesuai dengan Panduan maupun Juknis bahwa kepemimpinan yang dilakukan Kepala Puskemas perlu dilakukan agar pelaksana program PMT-P dapat menjalankan tugas secara maksimal. Aspek komunikasi yang dilakukan antar pelaksana program PMT-P di Puskesmas Jelbuk adalah dengan mengadakan pertemuan/ interpersonal yang dilakukan setiap hari dan hal ini sesuai dengan Panduan dan Juknis PMT-P yang menyatakan bahwa untuk komunikasi dilakukan oleh pelaksana program PMT-P dengan pertemuan/interpersonal. Motivasi yang dilakukan Kepala Puskesmas kepada pelaksana program yang lain adalah dengan memberikan semangat maupun dorongan setiap hari secara personal maupun pertemuan. Hal ini sesuai dengan Juknis maupun Panduan bahwa motivasi dilakukan Kepala Puskesmas dan penanggung jawab program dalam bentuk semangat. Pencatatan dan pelaporan terkait hasil kegiatan PMT-P yang dilakukan pelaksana program PMT-P adalah dari kader kesehatan mencatat hasil penimbangan kemudian bidan desa merekap dan menyerahkan kepada penanggung jawab program. Hal ini sesuai dengan Panduan maupun Juknis PMT-P bahwa pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan PMT-P dilakukan dari kader hingga penanggung jawab proram. Supervisi yang dilakukan Kepala Puskesmas Jelbuk yaitu sebulan sekali dengan turun langsung ke lapangan dan hal ini sesuai dengan Panduan dan Juknis yang menyatakan bahwa supervisi dilakukan sebulan sekali oleh Kepala Puskesmas dengn melakukan pemantauan di lapangan. Beberapa aspek dalam faktor proses yang sesuai dengan Panduan maupun Juknis PMT-P sama dengan penelitian yang dilakukan Handayani dkk terkait pelaksanaan PMT-P di Puskesmas Mungkid. Aspek tujuan dan prosedur penentuan balita sasaran di Puskesmas Jelbuk sama dengan penelitian yang dilakukan Handayani dkk. Menurut hasil penelitian Handayani dkk bahwa tujuan PMT-P adalah meningkatkan status gizi balita dan untuk prosedur penentuan balita yang menentukan adalah penanggung jawab program. Hal ini juga sesuai dengan Panduan maupun Juknis. Untuk aspek pembagian pekerjaan, koordinasi, rentangan kendali dan komando serta pendelegasian wewenang juga sama dengan penelitian Handayani dkk. Untuk pembagian pekerjaan, menurut hasil penelitian Handayani dkk di Puskesmas Mungkid, bahwa masing masing pelaksana program PMT-P diberikan tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan PMT- P. Untuk koordinasi di Puskesmas Mungkid yaitu dilakukan Kepala Puskesmas dan pelaksana program yang lain secara personal maupun pertemuan. Berkaitan dengan rentangan kendali dan rentangan komando di Puskesmas Mungkid dilakukan dari kader kesehatan yang melapor kepada bidan selanjutnya bidan kepada penanggung jawab program kemudian kepada Kepala Puskesmas. Pembagian wewenang yang dilakukan Kepala Puskesmas Mungkid yaitu langsung kepada penanggung jawab program PMT-P. Hal lain yang sama dengan penelitian di Puskesmas Jelbuk yaitu terkait kepemimpinan. Menurut hasil penelitian di Puskesmas Mungkid kepemimpinan dilakukan oleh Kepala Puskesmas dalam bentuk pemberian bimbingan dan arahan. Untk motivasi terkait pelaksanaan PMT-P di Puskesmas Jelbuk sama dengan Puskesmas Mungkid yaitu dengan pemberian semangat dan dorongan setiap hari maupun pada waktu pertemuan. Hal yang sama juga terkait pencatatan dan pelaporan serta supervisi. Menurut hasil penelitian Handayani, pelaporan dan pencatatan di Puskesmas Mungkid yaitu dari kader kesehatan hingga penanggung jawab program dan supervisi yang dilakukan juga sebulan sekali.[8] Kesamaan antara penelitian di Puskesmas Mungkid dan Puskesmas Jelbuk berkaitan dengan tujuan dan prosedur didukung alasan yaitu dengan meningkatkan status gizi balita maka akan mengurangi jumlah balita BGM dan terkait prosedur penentuan sasaran karena TPG yang memegang dana dan data jumlah sasaran. Terkait kesamaan pembagian pekerjaan, koordinasi, rentangan kendali dan komando, pendelegasian wewenang, kepemimpinan, motivasi, komunikasi, pencatatan dan pelaporan serta supervisi antara Puskesmas Jelbuk dan Mungkid didukung alasan karena beberapa aspek dalam proses pengorganisasian penting dilakukan untuk keberhasilan program dan jika pengorganisasian dilakukan dengan baik maka perencanaan berjalan dengan baik pula. Ada beberapa aspek dalam faktor proses yang tidak sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes maupun Juknis PMT-P Kabupaten Jember yaitu perencanaan metode pelaksanaan, perencanaan penerimaan dana dan perencanaan penggunaan prasarana Posyandu terkait pelaksanaan PMT-P. Aspek perencanaan metode pelaksanaan di Puskesmas Jelbuk yaitu perencanaan terkait cara penyelenggaraan PMT-P yaitu ibu balita dan kader memasak bersama. Hal ini tidak sesuai Panduan dan Juknis yang menyatakan bahwa perencanaan metode pelaksanaan yaitu ibu balita dan kader memasak

bersama. Terkait perencanaan penerimaan dana penggunaan prasarana yaitu penerimaan dana dari pusat yang sering terlambat dan penggunaan prasarana Posyandu yang tidak dimanfaatkan untuk pelaksanaan PMT-P. Hal ini tidak sesuai dengan Panduan dan Juknis yang menyatakan bahwa perencanaan dalam penerimaan dana secara tepat waktu sehingga membuat pelaksanaan PMT-P tepat waktu dan prasarana Posyandu dimanfaatkan untuk pelaksanaan PMT-P. Hal lain berkaitan dengan koordinasi lintas sektor yang tidak berjalan dengan baik dan hal ini tidak sesuai Juknis dan Panduan yang menyatakan bahwa koordinasi lintas sektor sangat perlu dilakukan untuk keberhasilan program. Beberapa aspek tersebut tidak sama dengan penelitian Handayani dkk yaitu untuk perencanaan metode pelaksanaan kader dan ibu balita memasak bersama, perencanaan penerimaan dana yaitu tidak mengalami keterlambatan dan penggunaan prasarana posyandu dimanfaatkan untuk pelaksanaa PMT-P [8]. Oleh karena itu penelitian di Puskesmas Jelbuk dan Mungkid tidak sama. Hal ini karena terkait perencanaan metode pelaksanaan karena ibu balita tidak dapat menjangkau tempat untuk pelaksanaan PMT-P dan kurangnya sosialisasi dan terkait penerimaan dana dan penggunaan prasarana di Puskesmas Jelbuk merupakan kebijakan Dinas Kesehatan sebagai pemegang kebijakan terkait pelaksanaan PMT-P. Selain itu terkait koordinasi antar lintas sektor yang tidak berjalan dengan baik karena tidak ada dukungan dari lintas sektor dan kurangnya pengetahuan lintas sektor/pendukung program terkait PMT-P. Faktor output dari program PMT-P adalah peningkatan status gizi balita berdasarkan penimbangan berat badan BB/TB dan BB/U. yaitu sebesar >60%. Untuk peningkatan status gizi di Puskesmas Jelbuk pada tahun 2013 adalah 44%. Hal ini tidak sesuai dengan Panduan maupun Juknis PMT- P yang menyatakan bahwa indikator keberhasilan PMT-P adalah peningkatan status gizi balita >60%. Hal ini sama dengan penelitian Handayani dkk yang menyatakan bahwa untuk peningkatan status gizi setelah diberikan PMT-P di Puskesmas Mungkid adalah 47% yaitu dari status gizi buruk menjadi baik. Kesamaan antara hasil penelitian di Puskesmas Jelbuk dan Puskesmas Mungkid terkait output pelaksanaan PMT-P didukung alasan bahwa masih banyaknya balita BGM setelah dilaksanakannya program PMT-P disebabkan masyarakat yang sangat tergantung pada program PMT-P dan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam meningkatkan dan mempertahankan status gizi balita. Status gizi kurang maupun buruk dapat disebabkan oleh kurang seimbangnya asupan gizi sehari-hari akibat kurangnya daya beli maupun kekurangpahaman masyarakat terhadap makanan bergizi [9]. Simpulan dan Saran Kesimpulan penelitian adalah beberapa aspek dalam faktor Input PMT-P di Desa Sukojember wilayah Kerja Puskesmas Jelbuk telah sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember, namun untuk aspek metode pelaksanaan belum sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember serta adanya kendala terkait pendanaan dan pemanfaatan prasarana yang ada, aspek dalam faktor Proses PMT-P di Desa Sukojember wilayah Kerja Puskesmas Jelbuk telah sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember, namun untuk aspek perencanaan metode pelaksanaan, prasarana yang digunakan dan dana terkait tujuan PMT-P serta aspek pengorganisasian terkait koordinasi lintas sektor belum sesuai dengan Panduan PMT-P Kemenkes dan Juknis PMT-P Kabupaten Jember, serta output program PMT-P adalah peningkatan status gizi balita yang dilihat melalui laporan penimbangan balita berdasarkan penimbangan berat badan BB/TB dan BB/U didapatkan hasil pada tahun 2012 keberhasilan program PMT-P sebesar 60% yaitu tepat sesuai target, namun tahun 2013 keberhasilan program sebesar 44% artinya masih di bawah target keberhasilan program Rekomendasi dalam penelitian ini membentuk CFC (Community Feeding Center) dimana ibu-ibu balita sasaran dapat melakukan sharing penanganan balita BGM dengan program PMT-P, memanfaatkan prasarana Posyandu untuk memasak bersama menu makanan tambahan pemulihan, melibatkan partisipasi masyarakat dalam Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), melibatkan pendukung program terkait dukungan dana dari Pokja 4, mengadakan pelatihan kepada pelaksana program PMT-P, memberikan dana Panjar atau uang muka untuk program PMT-P, meningkatkan kerja sama lintas sektor dengan instansi lain seperti Dinas Sosial. Daftar Pustaka [1] Kemenkes RI. Panduan Penyelenggaraan PMT Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; 2011. [2] Dinkes Jember. Data Balita BGM Kabupaten Jember tahun 2012 dan 2013. Jember; 2014. [3] Puskesmas Jelbuk. Data Laporan Bulanan 3 Gizi Tahun 2013. Jember; 2013.

[4] Sudjana N. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung : Remaja Rosdakarya; 2006. [5] Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 2010. [6] Simanjuntak P. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI; 2005. [7] Dinkes Jember. Petunjuk Teknis Kegiatan PMT Pemulihan Gizi Program Perbaikan Gizi Masyarakat tahun 2013. Jember; 2014. [8] Handayani dkk. Evaluasi Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Balita. Yogyakarta. 2008. [9] Persagi. Direktori Gizi Indonesia dalamrangka Mensuksesikan Program Perbaikan Gizi Indonesia. Jakarta. 1999