BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang tidak riil atau yang tak terbayangkan secara nyata, yang disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak diketahui. Penyerta fisiologis mencakup denyut jantung bertambah cepat, kecepatan pernapasan tidak teratur, berkeringat, gemetar, lemas dan lelah. Sedangkan penyerta psikologis meliputi perasaan-perasaan akan ada bahaya, tidak berdaya, terancam dan takut (Dorland, 2002). Kecemasan merupakan suatu kondisi yang dirasakan oleh individu dimana bersifat kompleks dan berorientasi terkait hal yang akan muncul di masa mendatang sehingga individu akan melakukan persiapan untuk menghadapi hal yang dirasa memicu kecemasan tersebut. Kecemasan juga merupakan salah satu bentuk respon individu untuk mengantisipasi stimulus yang dirasa sebagai ancaman oleh individu. Kecemasan merupakan bentuk sinyal peringatan adanya bahaya yang mengancam sehingga memungkinkan seseorang mempersiapkan tindakan untuk mengatasi ancaman tersebut (Durand & Barlow, 2006). Kecemasan merupakan suatu kondisi tidak menyenangkan dialami individu yang ditandai dengan adanya perasaan khawatir, tidak enak dan prarasa sesuatu yang buruk akan terjadi dan tidak dapat dihindari (Hurlock, 1998). Kecemasan juga digambarkan sebagai ketakutan, keadaan yang dirasa tidak menentu, kebingungan akan suatu hal yang tidak jelas akan terjadi, hidup yang dirasa penuh tekanan dan ketidakpastian (Priest, dalam Adhisty, 2012). 11
12 Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi yang berkenaan dengan adanya perasaan terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak jelas. Kecemasan dengan intensitas wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, namun apabila intensitasnya tinggi dan bersifat negatif dapat menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu keadaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan (Durand & Barlow, 2006). Kecemasan dapat dikatakan sebagai respon umum yang menunjukkan suatu kondisi individu waspada dan mendorong individu untuk menunjukkan kreativitasnya. Pada tingkatan kecemasan yang sedang, persepsi individu akan memfokuskan pada hal yang penting yang dialami individu pada saat itu saja, sedangkan hal kecil lainnya akan diabaikan. Sedangkan pada tingkat kecemasan yang tinggi, persepsi individu akan menjadi turun, hanya mampu memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikan hal lainnya, pikiran individu akan terpecah dan tidak dapat berpikir dengan tenang. Kecemasan menghadapi ujian dipicu oleh kondisi pikiran, perasaan dan perilaku kognitif yang tidak terkendali. Manifestasi kondisi kognitif yang tidak terkendali menyebabkan pikiran siswa menjadi tegang, manifestasi afektif yang tidak terkendali menyebabkan siswa menjadi merasa akan terjadi sesuatu yang buruk sedangkan manifestasi perilaku motorik yang tidak terkendali menyebabkan siswa menjadi gugup dan gemetar saat menghadapi ujian khususnya Ujian Nasional (Tresna, 2011). Maramis (2009) mengartikan kecemasan sebagai ketegangan, rasa tidak nyaman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya tidak diketahui. Nevid juga menjelaskan bahwa kecemasan juga merupakan suatu keadaan individu khawatir dan mengeluhkan sesuatu yang buruk akan terjadi. Hal-hal yang dapat menjadi sumber kecemasan misalnya kesehatan, relasi, sekolah, ujian dan kondisi lingkungan. Adapula faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
13 seperti faktor biologis, tingkah laku, kognitif emosional dan lingkungan sosial (Nevid, 2005). Ujian merupakan salah satu sumber kecemasan bagi siswa. Umumnya, siswa akan merasa cemas ketika akan menghadapi ujian di sekolah, terutama berkaitan dengan ujian nasional (Cassady and Johnson dalam Slavin, 2009). Kecemasan dalam hal kaitannya dengan proses pembelajaran, seringnya dikatakan sebagai bentuk kecemasan akademis. Menurut Viliante dan Pajares (dalam Pratiwi, 2009) kecemasan akademis merupakan suatu bentuk perasaan tegang dan takut pada sesuatu yang akan terjadi, dimana perasaan tersebut mengganggu pelaksanaan tugas dan beragam aktivitas dalam situasi akademis. Kecemasan akademis paling sering dialami ketika siswa berada dalam suatu situasi latihan yang bersifat rutinitas dan dalam kondisi sebaik mungkin ketika performa ditunjukkan, serta saat sesutau yang dipertaruhkan bernilai sangat tinggi, seperti misalnya menghadapi Ujian Nasional, karena yang dipertaruhkan adalah masa depan siswa selanjutnya terkait kelulusan mencapai jenjang perguruan tinggi (O Connor, dalam Pratiwi, 2009). Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah perasaan takut, khawatir, serta suatu bentuk keluhan akan terjadi hal yang buruk yang akan terjadi dan dalam bentuk perilaku memunculkan kegugupan serta perilaku gemetar yang menganggu pelaksanaan tugas serta aktivitas dalam hal ini dikaitkan dengan yang dialami siswa menjelang Ujian Nasional. 2. Dimensi Kecemasan Spielberg (2006) mengartikan kecemasan sebagai suatu gejala kognitif, emosional dan fisiologis yang dialami oleh individu dalam suatu kejadian yang dianggap stressful. Ada dua dimensi kecemasan menurut Spielberg, yaitu a. State Anxiety, yaitu suatu kondisi yang tidak menyenangkan yang dirasakan oleh individu karena rasa takut, tegang, gugup atau khawatir yang dirasakan individu saat
14 individu mengalami suatu kejadian tertentu dan sering disertai dengan aktivasi sistem saraf otonom. Kondisi ini mencerminkan seberapa jauh individu mempersepsikan lingkungannya sebagai sesuatu yang mengancam. b. Trait Anxiety, yaitu disposisi kepribadian yang menggambarkan kecenderungan seseorang untuk melihat situasi sebagai ancaman dan karena hal tersebut individu mengalami kondisi cemas dalam situasi yang dianggap stresful. Trait anxiety tidak dapat diobservasi secara langsung namun hal ini diekspresikan melalui state anxiety ketika individu mengalami situasi yang stresful. Jadi dapat disimpulkan bahwa state anxiety adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan karena persepsi individu saat mengalami situasi yang dirasa mengancam dan trait anxiety yang lebih mengarah kepada disposisi kepribadian yang dimiliki oleh individu secara umum dalam mempersepsikan lingkungan disekitarnya sebagai suatu hal yang mengancam. B. Keikutsertaan dalam Bimbingan Belajar. 1. Definisi Keikutsertaan dalam Bimbingan Belajar Keikutsertaan dalam bimbingan belajar merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh siswa untuk mengembangkan diri dalam hal sikap serta kebiasaan belajar yang baik dan keterampilan diri dalam mengatasi berbagai kesulitan serta tuntutan belajar di sekolah (Kebudayaan, 1995). Selain itu menurut Sukardi (1993), keikutsertaan dalam bimbingan belajar merupakan sebuah proses dimana siswa mendapat bantuan memecahkan masalah belajar sehingga nantinya siswa mampu menyesuaikan diri dengan cara belajarnya dan membentuk kebiasaan belajar yang sistematis dan konsisten agar dapat mencapai prestasi yang maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
15 Jadi dapat dikatakan bahwa keikutsertaan dalam bimbingan belajar ialah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh siswa di lembaga bimbingan belajar secara terusmenerus sebagai suatu upaya untuk menemukan cara belajar yang cepat dan tepat, dalam memilih program studi yang sesuai dengan kemampuan peserta didik dan dalam mengatasi kesulitan yang muncul terkait tuntutan belajar di institusi pendidikan untuk dapat mencapai prestasi yang baik dan maksimal. 2. Jenis Bimbingan Belajar yang Dapat Diikuti Terdapat dua jenis bimbingan belajar yang dapat dipilih yaitu melalui lembaga bimbingan belajar dan secara privat. Pada lembaga bimbingan belajar, metode belajar yang digunakan adalah klasikal. Jumlah siswanya dibatasi dan materi pelajaran sudah disiapkan oleh lembaga bimbingan belajar tersebut. Sedangkan privat menggunakan metode dimana pengajar yang mendatangi siswanya. Jumlah siswa lebih sedikit dan materi pelajaran ditentukan oleh siswanya sendiri (tabloidnova.com, 2009). 3. Manfaat Mengikuti Bimbingan Belajar Adapun manfaat yang dapat diperoleh siswa dalam mengikuti bimbingan belajar yaitu, membantu memahami pelajaran yang masih belum dipahami di sekolah, membantu untuk lebih mempersiapkan mental menghadapi persaingan dalam menghadapi ujian, mendapatkan bekal materi dengan membahas soal-soal ujian sehingga siswa terbiasa dalam berlatih menghadapi ujian dan lebih percaya diri, serta wadah siswa untuk mengkonsultasikan pemilihan jurusan yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan sehingga siswa dapat memperhitungkan persaingan dan mendapat wawasan tentang perguruan tinggi (Esagama, 2009).
16 C. Efikasi diri 1. Definisi Efikasi diri Efikasi diri merupakan keyakinan individu secara umum dalam meregulasi dan mengorganisasikan kemampuannya baik dalam hal kognitif, kehidupan sosial, emosional dan perilaku untuk mencapai berbagai tujuan hidup yang dimiliki oleh individu agar berjalan secara efektif. Keyakinan individu ini dilihat dari bagaimana individu dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan tertentu dalam berbagai situasi dan kondisi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki (Bandura, 1997). Pervin, dkk. (2005) juga mengemukakan bahwa efikasi diri merupakan persepsi individu terhadap kemampuan diri sendiri yang dapat mempengaruhi individu untuk melakukan sejumlah perilaku tertentu dalam mencapai tujuan yang dimiliki. Efikasi diri tidak hanya sebagai penggerak akan perilaku tertentu tetapi juga mempengaruhi motivasi akademik individu, perilaku belajar dan pencapaian akan tujuan hidup individu (Pajares & Schunk, 2001). Hal ini juga sejalan dengan pendapat dari Bandura (1997) bahwa keyakinan akan kemampuan diri berpengaruh pada pemilihan beban tugas, usaha, ketekunan, daya juang (resiliensi) serta sejauh mana tujuan yang ingin dicapai oleh individu. Mawanti (2011) juga mengemukakan bahwa efikasi diri merupakan bentuk keyakinan individu bahwa ia mampu menyelesaikan tugas yang dimiliki dengan baik. Efikasi juga dikatakan efektif apabila individu memiliki penilaian positif bahwa dirinya mampu untuk menghasilkan sesuatu sesuai tujuan dan keinginannya. Baron & Byrne (2003) mengartikan efikasi diri sebagai suatu bentuk evaluasi individu terhadap kemampuan atau kompetensi yang dimiliki untuk melakukan suatu tugas tertentu, mencapai tujuan yang diinginkan dan mengatasi hambatan.
17 Efikasi diri juga diartikan sebagai bentuk keyakinan yang dimiliki individu terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan, mencapai tujuan dan mengerjakan tugastugas. Individu dengan keyakinan diri yang tinggi akan siap dan yakin untuk dapat berhasil mengerjakan tugas-tugas yang dimiliki, sebaliknya individu dengan keyakinan diri yang rendah akan merasa cemas ketika mengerjakan tugas-tugas dan cenderung mengalami kegagalan (Supriyatin, 2013). Menurut Engelica (2008), efikasi diri merupakan keyakinan yang dimiliki individu akan kemampuannya dalam memutuskan suatu perilaku dengan tepat saat menghadapi situasi khusus agar dapat mencapai hasil nyata sesuai tujuan individu. Efikasi diri dalam hal akademik merupakan keyakinan individu untuk dapat mengerjakan tugas-tugas sekolah dan mampu untuk berperan dengan baik sebagai seorang pelajar yang memiliki tujuan untuk dapat mencapai prestasi akademik yang baik di sekolah (Klassen, 2004). Individu dengan keyakinan diri yang tinggi akan melihat kesulitan dalam suatu tugas sebagai hal yang menantang dan sebaliknya individu yang ragu akan kemampuannya dalam mengerjakan sesuatu akan melihat tugas atau pekerjaan sebagai suatu hal yang mengancam. Individu juga akan memiliki komitmen yang rendah untuk mencapai tujuan mereka (Bandura, 1994). Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan individu akan kemampuan dirinya dalam mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan tertentu dan keyakinan akan mampu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2. Dimensi Efikasi diri Terdapat tiga dimensi menurut Bandura (1997) dalam pembentukan efikasi diri individu diantaranya :
18 a. Tingkat (Level) Level dalam hal ini merupakan suatu dimensi yang terkait dengan tingkat kesulitan tugas yang dihadapi. Tingkat kesulitan (level) dari tugas yang dihadapi bervariasi dari tugas yang paling mudah hingga yang paling sulit dikerjakan atau berdasarkan tingkat tuntutan kinerja dalam domain atau fungsi tertentu. Individu akan mengerjakan suatu tugas sesuai dengan batas kemampuan yang dimiliki dan dirasa mampu untuk memenuhi tuntutan perilaku yang ada di setiap tingkat kesulitan tugas tersebut. Individu memiliki kecenderungan untuk mengerjakan tugas yang dirasa mampu untuk dilakukan dan menghindari tugas-tugas diluar kemampuan dirinya. b. Keluasan (Generality) Generality merupakan dimensi yang terkait dengan keyakinan individu akan kemampuannya dalam menguasai beberapa bidang atau spesialisasi keahlian sejenis dalam menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan tertentu. Individu mampu untuk mengerjakan tugas yang berbeda dengan kemiripan tugas yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Semakin luas bidang kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan tertentu, semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki oleh individu. Keluasan atau generality dapat dilihat dari derajat aktivitas yang dilakukan, kemampuan yang ditunjukkan dari segi perilaku, pola berpikir ungkapan emosi atau perasaan, kualitas pengerjaan tugas individu di setiap situasi serta karakteristik tiap individu dalam memunculkan suatu perilaku. c. Kekuatan (Strenght) Strenght merupakan dimensi yang terkait dengan tingkat kematangan atau kemantapan individu akan keyakinannya dalam mengerjakan tugas atau menghadapi tuntutan pekerjaan meskipun dihadapkan pada kesulitan atau hambatan tertentu. Individu yang memiliki efikasi diri lemah akan mudah goyah sebelum menghadapi tuntutan suatu
19 tugas serta sebaliknya, individu dengan keyakinan diri yang kuat akan mantap dalam menghadapi tuntutan pekerjaan dan melihat tuntutan tersebut sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi. Dimensi ini mencakup sejauh mana individu yakin dan mantap akan kemampuannya sehingga nantinya kedua hal ini yang akan menentukan individu tekun dan ulet dalam mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan tertentu. 3. Sumber Efikasi Diri Bandura (1997) mengemukakan bahwa terdapat empat sumber informasi yang dapat diperoleh, dipelajari dan dikembangkan untuk lebih memberikan inspirasi atau pembangkit positif dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Keempat sumber informasi tersebut diantaranya; a) Hasil yang telah dicapai (performance accomplishment) yaitu bukti nyata kemampuan seseorang dalam mencapai keberhasilan b) Pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri oleh individu (vicarious experience) dimana hal ini diperoleh melalui model sosial dengan melihat keberhasilan dari orang lain (figure panutan) yang sekiranya memiliki kemampuan yang sama dengan diri individu c) Persuasi sosial (social persuation) dimana hal ini berlandaskan atas kepercayaan terhadap pemberi persuasi serta hal realistik yang dipersuasikan d) Keadaan emosi atau fisik (emotional or psychological), emosi-emosi yang kuat baik itu positif maupun negatif dapat mempengaruhi efikasi diri individu.
20 D. Ujian Nasional Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun 2009 tentang Ujian Nasional, Ujian Nasional atau UN merupakan suatu pengukuran penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ujian Nasional memiliki tujuan menilai pencapaian kompetensi kelulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi (Permen Dik Nas, 2009) Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun 2009, pasal 3, hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu satuan atau program pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik dari program atau satuan pendidikan dan pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. E. Hubungan antar Variabel Ujian Nasional seperti yang dikatakan Nevid (2005) merupakan salah satu sumber yang menimbulkan kecemasan bagi siswa. Kecemasan tersebut dinilai normal, namun sejauh mana siswa dapat mengatasi rasa cemasnya, tergantung pada kemampuan mereka untuk merespon kecemasan yang dialami. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan lebih meningkatkan lagi porsi belajar misalnya dengan mengikuti bimbingan belajar atau dengan mengadakan belajar kelompok. Bagi para siswa, mengikuti ujian terutama ujian nasional merupakan kejadian hidup yang stresfull. Ujian nasional menimbulkan berbagai kecemasan yang di dasari oleh faktorfaktor yang terkait dengan tuntutan akan kelulusan dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Bimbingan belajar memberikan banyak manfaat untuk lebih
21 mempersiapkan diri individu menghadapi berbagai kecemasan yang dirasakan oleh individu sendiri. Keikutsertaan dalam bimbingan belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu bentuk kegiatan pendidikan jalur non formal yang diikuti oleh siswa di luar sekolah dan diselenggarakan oleh lembaga bimbingan belajar. Tujuan umum dari keikutsertaan dalam bimbingan belajar adalah untuk membantu siswa menemukan cara belajar yang tepat, mengembangkan keterampilan belajar, memilih program studi yang sesuai dengan kemampuan siswa dan memecahkan masalah atau kesulitan yang berkaitan dengan tuntutan belajar di suatu institusi pendidikan (Suherman, 2012; Sukardi, 2008) Menurut Sukardi (2008), keikutsertaan dalam bimbingan belajar memberikan bantuan pada siswa untuk menemukan kesulitan-kesulitan dalam proses belajar serta arahan dalam memilih dan menentukan program studi dan perguruan tinggi yang sesuai dengan minat dan kemampuan siswanya. Sehingga dengan ikut serta dalam bimbingan belajar menjadikan siswa memiliki nilai tambah dalam menghadapi Ujian Nasional karena menjadikan siswa lebih siap baik secara akademik maupun psikologis serta meningkatkan keyakinan diri siswa untuk mampu menghadapi Ujian Nasional dengan baik. Keyakinan diri atau efikasi diri dalam kaitannya dengan akademik merupakan suatu keyakinan yang dimiliki individu akan kemampuannya mengerjakan suatu tugas pembelajaran tertentu dengan baik. Hal ini mengacu pada seberapa besar kemampuan individu untuk mengerjakan sejumlah tugas belajar dan menyelesaikannya dengan baik yang berdasar atas konsep pentingnya pendidikan, nilai dan harapan terhadap hasil akhir dari kegiatan pembelajaran tersebut (Bandura dalam Alwisol, 2005). Keyakinan diri yang tinggi akan membuat siswa menjadi lebih percaya diri akan kemampuan yang dimiliki sehingga siswa tidak akan merasa takut dan cemas akan tugas-tugas maupun tuntutan dalam kegiatan belajar salah satunya ujian (Bandura, 1994).
22 Sedangkan bagi siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar, selain belajar dirumah, siswa melakukannya dengan belajar kelompok dan mempersiapkan ujian hanya melalui kemampuan yang dimiliki saja. Hal ini akan menimbulkan perasaan cemas, ditambah lagi dengan kurangnya persiapan yang matang dari siswa menjelang ujian nasional dan rendahnya keyakinan diri siswa akan kemampuanya untuk menjawab soalsoal ujian. Dengan tidak ikut serta dalam bimbingan belajar, siswa akan berusaha lebih keras dan mendapat tekanan yang lebih besar untuk mengatasi ancaman kegagalan akan ujian nasional karena siswa tidak diajarkan cara-cara cepat dan tepat seperti layaknya di tempat bimbingan belajar (Hilma, 2010). Idealnya siswa yang mengikuti bimbingan belajar memiliki kesiapan yang baik untuk menghadapi ujian nasional sehingga tingkat kecemasan yang muncul menjelang ujian nasional pun rendah. Hal ini semakin didukung apabila siswa memiliki keyakinan diri yang tinggi untuk dapat menghadapi dan menyelesaikan soal-soal ujian nasional dengan baik dan sebaliknya siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar memiliki kesiapan yang lebih rendah untuk menghadapi ujian nasional sehingga tingkat kecemasan yang muncul pun akan lebih tinggi. Hal ini juga didukung apabila keyakinan yang dimiliki siswa pun rendah untuk dapat menghadapi ujian nasional dengan baik. Berdasarkan tinjauan terhadap dinamika ketiga variabel dalam penelitian ini, maka dapat diasumsikan mengenai adanya perbedaan tingkat kecemasan siswa kelas III SMA di Denpasar ditinjau dari efikasi diri dan keikutsertaan dalam bimbingan belajar menjelang ujian nasional.
23 Gambar.1. Skema Hubungan antar Variabel Siswa Kelas III SMA Ujian Nasional Keikutsertaan dalam Bimbingan Belajar Efikasi Diri Kecemasan Keterangan : : arah interaksi
24 E. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Mayor Ho: Tidak ada perbedaan tingkat kecemasan siswa kelas III SMA di Denpasar ditinjau dari efikasi diri dan keikutsertaan dalam bimbingan belajar menjelang ujian nasional. Ha: Ada perbedaan tingkat kecemasan siswa kelas III SMA di Denpasar ditinjau dari efikasi diri dan keikutsertaan dalam bimbingan belajar menjelang ujian nasional. 2. Hipotesis Minor a) Ada perbedaan efikasi diri antara siswa kelas III SMA di Denpasar yang ikut bimbingan belajar dan tidak ikut bimbingan belajar b) Ada hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan siswa kelas III SMA di Denpasar menjelang ujian nasional.