BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu program pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh sesuatu informasi agar saling memahami satu sama lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. terbatas oleh usia, ruang, dan waktu. Dalam situasi dan kondisi apapun apabila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, budayanya serta budaya orang lain. Pembelajaran bahasa juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian

Oleh Sri Rahayu

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk karya yang bereaksi langsung secara kongkret (Hasanuddin, 2009:1).

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam proses pembelajaran ditentukan oleh bagaimana seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu: keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. pukul 09:00 WIB untuk menanyakan kendala atau hambatan pada saat. pembelajaran Mendengarkan Pementasan Drama di dalam kelas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesusastraan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kemampuan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan.

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB I PENDAHULUAN. oleh siswa. Sastra terbagi menjadi beberapa jenis misalnya puisi, cerpen, novel,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membaca tidak hanya sekadar memandangi lambang-lambang tertulis,

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah sangat erat dengan teknik mengajar guru agar mampu memotivasi siswa

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai. Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dery Saiful Hamzah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendapat Sumardjo (Mursini 2010:17) yang mengemukakan bahwa sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain

BAB I PENDAHULUAN. selalu diupayakan pemerintah dengan berbagai cara, seperti penataan guru-guru,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kognitif yang diperlukan, tetapi menekankan perkembangan karakter.

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, pengalaman, kreatifitas imajinasi manusia, sampai pada penelaahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam bidang pendidikan di sekolah peranan seorang guru sangat

BAB I PENDAHULAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki empat aspek keterampilan utama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanty Tiarareja, 2013

realita dan fiksi. Kita hidup dalam keduanya. Sastra memberikan kesempatan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog (Sudjiman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia sangat penting peranannya bagi kehidupan

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. didik lebih memfokuskan pada teori sastra karena tujuan pembelajaran sastra

I. PENDAHULUAN. diajarkan agar siswa dapat menguasai dan menggunakannya dalam berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. upaya dalam pencerdasan peserta didik. Peningkatan kualitas pendidikan,

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

BAB I PENDAHULUAN. keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sugono, 2011: 159). Pembelajaran sastra

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PEMENTASAN DRAMA MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS X AKUNTANSI 2 SMK NEGERI 1 BANYUDONO TAHUN 2009/ 2010

BAB I PENDAHULUAN. Drama merupakan gambaran kehidupan sosial dan budaya masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dibedakan atas empat aspek keterampilan, yaitu keterampilan menyimak,

BAB I PENDAHULUAN. dan gaya penulisan. Menulis merupakan suatu kemampuan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya

BAB I PENDAHULUAN. berekspresi dan salah satunya adalah menulis puisi. Puisi dalam Kamus Besar. penataan bunyi, irama, dan makna khusus; sajak.

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

Oleh Indah Fajrina

BAB I PENDAHULUAN. membangun rasa percaya diri, dan sarana untuk berkreasi dan rekreasi. Di

BAB I PENDAHULUAN. tidak lain sebagai alat menanamkan nilai-nilai atau moral dan budi pekerti, agar

BAB I PENDAHULUAN. lebih terfokus. Pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran. Guru berusaha mengatur lingkungan belajar agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam undang-undang No. 20

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003).

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA DAERAH (JAWA) SMP/ MTs

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra mengandung pesan moral tinggi, yang dapat menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hesti Pratiwi, 2013

KEMAMPUAN MENULIS PUISI PADA PROSES PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE SISWA KELAS X MIPA SMA NEGERI 9 BATANGHARI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berbahasa yang baik. Bentuk bahasa dapat dibagi dua macam, yaitu

MATA PELAJARAN MULOK BAHASA JAWA

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

SILABUS. Mendengarkan diskusi Merangkum seluruh isi pembicaraan. Menanggapi rangkuman yang dibuat teman. Mendengarkan pendapat seseorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi dalam hidup bermasyarakat bukan hanya melalui lisan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menitik beratkan pada empat

BAB I PENDAHULUAN. empat aspek keterampilan yang terbagi dalam dua kelompok, yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup empat jenis yaitu keterampilan menyimak (listening skill),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu : keterampilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra di dunia pendidikan kita bukanlah sesuatu yang populer. Sastra dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan mengarahkan peserta didik untuk mendengarkan,

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan bahwa pendidikan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia karena

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dunia pendidikan memiliki peranan penting dalam peningkatan sumber daya manusia dan dalam menjamin pertumbuhan, perkembangan serta kelangsungan hidup suatu bangsa. Peranan pendidikan diutamakan untuk membina manusia menjadi kader pembangunan. Peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari proses belajar bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa dan sastra Indonesia baik secara tulisan maupun lisan. Sastra merupakan hasil cipta yang mengungkapkan pribadi manusia berupa pengalaman, dan keyakinan dalam suatu gambaran konkret yang mampu membangkitkan gairah yang dapat tersalurkan dengan alat bahasa. Dengan melihat dan mendengarkan karya sastra yang indah, maka keindahan tersebut dapat menggetarkan sukma, dapat menimbulkan keharuan, kebencian atau pandangan hati, gemas dan dendam bagi penikmatnya. Hasil dari karya sastra yang baik yang berupa puisi, prosa maupun drama telah diajarkan melalui bangku sekolah pada pengajaran bahasa Indonesia yang tidak hanya bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan dan pengalaman, tetapi

juga kemampuan untuk mengapresiasi dari hasil karya sastra tersebut. Salah satu hasil dari karya sastra ialah drama, di mana drama adalah salah satu genre sastra yang hidup dalam dua dunia, yaitu seni sastra dan seni pertunjukkan atau teater. Drama dalam pembelajarannya di Sekolah Menengah Atas telah diajarkan di kelas XI semester II dengan Standar Kompetensi (SK) Berbicara : Mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama. Di mana salah satu Kompetensi Dasar (KD) yang diharapkan yaitu 14.2 Penggunaan gerakgerik, mimik, serta intonasi, sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama. Berdasarkan KD tersebut, maka pembelajaran drama tidak sekedar pada penyampaian materi melainkan lebih kepada kemampuan siswa dalam melakukan pementasan drama. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian khusus dalam pengajarannya agar tercapai kompetensi dasar sesuai apa yang diharapkan. Disamping itu dalam Silabus mata pelajaran bahasa Indonesia Kelas XI Semester genap tahun pembelajaran 2014/2015. Jumlah kompetensi dasar yang berkaitan dengan kesusasteraan di kelas XI semester genap sebanyak 7 KD dari jumlah keseluruhannya, yaitu 17 KD. Perbandingan ini menunjukkan alokasi waktu untuk materi sastra lebih sedikit dibanding dengan keterampilan berbahasa, termasuk pembelajaran drama yang hanya berjumlah 2 KD dari 7 KD materi sastra, dengan alokasi waktu 4x45 menit. Menurut penelitian yang dilakukan Siregar ( 2013:2) dengan judul Efektifitas Teknik Akting Stanislavisky dalam Meningkatkan kemampuan Bermain Drama Siswa Kelas XI MAN 1 Medan Tahun Pembelajaran 2008/29 mengatakan bahwa rendahnya kemampuan bermain drama siswa, khususnya

dalam memerankan watak tokoh disebabkan oleh keterbatasan alokasi waktu dalam pembelajaran di kelas. Selain itu, siswa juga kurang berminat dalam pembelajaran drama dikarenakan guru yang mengajar menggunakan metode/model konvensional. Guru beranggapan bahwa untuk bermain drama di atas pentas cukup dengan memberikan naskah drama saja kepada siswa tanpa menindaklanjutinya. Hal tersebut membuat siswa merasa bosan dan kurang tertarik dalam bermain drama. Dan hasilnya siswa hanya mampu mendapat nilai 68.00. Dengan demikian, hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran bermain drama adalah bahwa pembelajaran drama harus dirancang sebaik-baiknya agar dapat menumbuhkan kemampuan dan minat siswa dalam pembelajaran drama. Menumbuhkan kemampuan dan minat siswa dalam pembelajaran drama perlu pemilihan metode atau model pengajaran sebagai salah satu solusi yang tepat guna mengatasi permasalahan dalam pembelajaran drama di sekolah. Syafaruddin ( 2013: 3) dalam Efektivitas Metode Hipnosis Terhadap Kemampuan Bermain Drama Oleh Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang 2012/2013 penggunaan metode hipnosis mampu meningkatkan kemampuan dan minat siswa dalam pembelajaran drama. Dalam hal ini apresiasi nilai rata-rata kepada siswa dengan model Hipnosis terhadap kemampuan bermain drama sekitar 75.00. Berangkat dari penelitian tersebut, penelitian kali ini akan menerapkan model Quantum Teaching dalam pembelajaran drama terkhususnya untuk

meningkatkan kemampuan siswa dalam memerankan watak tokoh. Hal ini didasarkan pada fenomena dilapangan, untuk dapat mementaskan sebuah drama dibutuhkan persiapan yang lama (minimal satu bulan), namun hal ini bertolak belakang dengan pembelajaran drama di sekolah yang hanya menyediakana alokasi waktu 2X45 menit, tentunya Kompetensi Dasar dalam pembelajaran drama di sekolah akan sulit terealisasi. Oleh karena itu, perlu diupayakan penyelesaian masalah tersebut. Model Quantum Teaching merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang bermakna yang bermuara pada pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Menurut De Porter (2010:9), Quantum teaching adalah model yang melibatkan siswa secara aktif, baik segi fisik, mental dan emosionalnya dengan TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan) diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif tercapainya Kompetensi Dasar pelajaran drama khususnya memerankan watak tokoh di Sekolah. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pemaparan pada latar belakang masalah, peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Alokasi waktu 2 X 45 menit dirasa kurang kurang cukup untuk melaksanakan pembelajaran drama secara maksimal. 2. Penggunaan model masih bersifat konvensional, guru hanya memberi naskah dan siswa langsung bermain drama sehingga siswa merasa bosan 3. Pembelajaran drama kurang diminati oleh siswa 4. Hasil pembelajaran drama rendah

C. Batasan Masalah Berdasarkan keseluruhan identifikasi masalah yang ditemukan, untuk membatasi masalah maka dipilihlah identifikasi masalah nomor 2 dimana Penggunaan Model yang masih bersifat konvensional, Peneliti memilih menggunakan Model Quantum Teaching, alasan peneliti menggunakan Model Quantum Teaching karena Model ini berusaha untuk meningkatkan bakat siswa, membangkitkan motivasi dan menambah rasa percaya diri pada siswa untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memerankan watak tokoh. D. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan memerankan watak tokoh siswa sebelum menggunakan model Quantum Teaching di SMA Negeri 1 Kualuh Hulu Kabupaten Labuhan Batu Utara? 2. Bagaimana kemampuan memerankan watak tokoh siswa sesudah menggunakan model Quantum Teaching SMA Negeri 1 Kualuh Hulu Kabupaten Labuhan Batu Utara? 3. Apakah Model Quantum Teaching berpengaruh terhadap kemampuan memerankan watak tokoh? E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui Kemampuan memerankan watak tokoh sebelum menggunakan model Quantum Teaching

2. Untuk mengetahui Kemampuan memerankan watak tokoh sesudah menggunakan model Quantum Teaching 3. Untuk mengetahui Pengaruh model Quantum teaching terhadap kemampuan memerankan watak tokoh. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi konkret dalam pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesia, penelitian ini juga dapat dijadikan bahan pijakan untuk mendukung, memperkuat, juga melakukan pengembangan pada penelitian selanjutnya. 2. Manfaat secara praktis a. Bagi Penulis Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman yang berarti bagi penulis sebagai calon pendidik. Selain itu melatih penulis agar dapat menemukan dan menerapkan teknik yang inovatif dalam pembelajaran. b. Bagi Guru Dapat menambah referensi dan alternatif penerapan teknik yang digunakan dalam pembelajaran sastra, khususnya memerankan watak tokoh. Hal ini tentunya akan membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran dan upaya meningkatkan kualitas pengajaran.

c. Bagi siswa Siswa memperoleh pengalaman belajar yang baru, sehingga diharapkan dapat memunculkan minat terhadap siswa. Selain itu adanya peningkatan kemampuan siswa dalam memerankan watak tokoh. d. Bagi Pembaca Penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai model Quantum Teaching yang dapat digunakan dalam pembelajaran memerankan watak tokoh.