BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gambar 1. Udang Galah (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

dokumen-dokumen yang mirip
Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

TINJAUAN PUSTAKA. (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi ikan nila GIFT menurut. Khoiruman dan Amri (2005) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus von Martens)

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebutnya sebagai Red Belly Pacu karena bagian perutnya yang berwarna

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae.

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berupa potensi hayati maupun non hayati. Sumberdaya kelautan tersebut dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

MOLTING PADA HEWAN CRUSTACEA

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Udang Galah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

Lampiran 1. Tata Letak Wadah Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan untuk konsumsi adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

I. PENDAHULUAN. Gurami merupakan jenis ikan air tawar atau payau dan hidup di dasar

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bryner (1999) mengklasifikasikan C. macropomum ke dalam kingdom

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

I. PENDAHULUAN. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan salah satu jenis udang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA. keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Udang galah atau dikenal juga sebagai Giant Freshwater Shrimp merupakan salah satu jenis Crustacea, dari famili Palaemonidae yang memiliki ukuran terbesar dibandingkan dengan udang air tawar lainnya (Gambar 1). Klasifikasi udang galah menurut De Man (1879) adalah sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili : Palaemonidae Genus : Macrobrachium Spesies : Macrobrachium rosenbergii de Man Gambar 1. Udang Galah (Sumber : Dokumentasi Pribadi) Udang galah merupakan udang air tawar utama yang memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi, ukuran yang besar, kualitas daging yang baik dan pola makan yang omnivora. Budidaya udang galah banyak ditemukan di China, India, Thailand, Vietnam, Bangladesh, Malaysia dan Taiwan, juga ditemukan di Ekuador (Nandlal dan Pickering 2005). 6

7 Tubuh udang galah terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala dan dada (cephalothorax), tubuh (abdomen), dan ekor (uropoda). Udang galah memiliki ciri khusus dibandingkan dengan udang tawar lainnya. Ciri-cirinya yaitu (1) kedua kakinya tumbuh dominan, (2) memiliki rostrum panjang, langsing dan berbentuk seperti pedang, rostrum bagian atas terdapat 11-14 gerigi, rostrum bagian bawah terdapat 8-14 gerigi dan memiliki capit yang besar dan panjang, (3) pada carapas (cangkang) udang muda terdapat garis secara horizontal dan pada badan terdapat bintik hitam, dan (4) tubuh udang galah berwarna biru kehijauan (Suhendra dan Paryono 2004). Udang galah memiliki bentuk tubuh yang khas. Ukuran kepala udang galah lebih besar daripada ukuran tubuhnya. Warna kulit udang galah umumnya biru kehijauan, tetapi terkadang ditemukan udang galah yang berwarna kemerahan. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya, sebagai proses adaptasi fisiologis udang (Khairuman dan Amri 2008) (Gambar 2). Gambar 2. Morfologi Udang Galah (Sumber : New MB 2002) 2.1.1 Kebiasaan Hidup dan Kebiasaan Makan Udang galah dalam siklus hidupnya secara alami memerlukan lingkungan perairan tawar dan payau (Wuwungan 2009). Pada stadia larva hidup di air payau, sedangkan setelah menjadi dewasa hidup di air tawar. Daur hidup udang galah dimulai dari telur-telur yang sudah dibuahi dan dierami oleh induknya selama

8 19-21 hari dan menetas menjadi larva (Ling 1969). Larva yang baru menetas ini memerlukan air payau sebagai tempat hidup. Apabila larva tidak berada di lingkungan air payau selama 3-5 hari semenjak menetas, maka larva tersebut akan mati (Mulyo 1987). Larva akan tumbuh menjadi postlarva (benih) apabila larva yang baru menetas itu menemukan lingkungan hidup yang cocok, maka untuk mencapai tingkatan postlarva, larva tersebut harus memenuhi 11 tahap perkembangan larva dan berlangsung selama 30-35 hari dan pada setiap tahap terjadi pergantian kulit (moulting) dengan perubahan struktur morfologinya (metamorfosa) (Roslani 2007). Frekuensi pergantian kulit pada udang galah berbeda-beda tergantung pada umur, jumlah dan kualitas pakan serta lingkungan hidupnya. Udang galah muda pertumbuhannya lebih pesat, sehingga proses pergantian kulitnya juga lebih cepat dibanding udang dewasa. Udang yang molting kondisi tubuhnya lemah sehingga menjadi mangsa udang lainnya yang tidak sedang molting (Suhendra dan Paryono 2004). Menurut Nandlal dan Pickering (2005), udang galah pada masa benih dan dewasa merupakan hewan omnivora yang biasanya memakan moluska kecil, krustacea kecil, ikan kecil, kacang, biji, buah, alga, daun dan batang dari tanaman air, terkadang juga mengonsumsi cangkangnya sehabis molting. Dimulai dari stadia postlarva, udang galah sudah dapat memakan daging cumi, udang-udang kecil dan pakan yang berbentuk pelet. 2.2 Pakan dan Kebutuhan Nutrisi Pakan merupakan faktor penting dalam menunjang keberhasilan usaha budidaya, akan tetapi biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan pakan relatif besar mencapai 35-70% dari total biaya produksi (Webster dan Lim 2002). Pakan memiliki harga relatif mahal, disebabkan oleh tingginya kandungan protein dalam pakan (Wawa 2006). Protein lebih efektif digunakan sebagi sumber energi pertumbuhan dibandingkan dengan karbohidrat. Hal ini dikarenakan komposisi penyusun tubuh udang terbesar setelah air adalah protein (Takeuchi et al. 2002). Protein merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas makanan, karena protein merupakan zat yang berpengaruh dalam pertumbuhan

9 (Balazs dan Ross 1976). Sick dan Milikin (1983) juga menyatakan bahwa udang galah yang berukuran 0,1-0,3 gram membutuhkan 40% protein, sedangkan udang yang berukuran 4,0-20,0 gram membutuhkan protein sekitar 25-30% (Tabel 1). Tabel 1. Daftar Kebutuhan Nutrisi Udang Galah Nutrisi Stadia Kebutuhan Protein (%) Larva 38-40 Juvenil (2-4 bulan) 35-37 Dewasa 28-30 Karbohidrat (%) Semua stadia 26-35 Lipid (%) Semua stadia 3-7 Asam lemak tak jenuh (%) > 0.08 Kolesterol (%) Semua stadia 0.5-0.6 Vitamin C (mg/kg) Pertumbuhan 100 Kalsium/Fosfor 1.5-2.0 :1 Zn (mg/kg) 90 Mineral lainnya Belum diketahui Energi Larva 3.7-4.0 kkal/g pakan Stadia lain 2.9-3.2 kkal/g pakan Sumber : Aqua Feeds 2005 Menurut Halver (1972) tingkat efisiensi pakan menentukan tinggi rendahnya kualitas pakan. Faktor utama yang menentukan tinggi rendahnya efisiensi pakan ialah nilai nutrisi dalam pakan atau kualitas pakan yang diberikan. Tingginya nilai tingkat efisiensi pakan menentukan tinggi kualitas pakannya, sebaliknya semakin kecil nilai tingkat efisiensi pakan maka semakin rendah kualitas pakannya. 2.2.1 Pakan Alami Pakan alami ialah makanan hidup bagi larva atau benih ikan dan udang. Pakan alami memiliki kelebihan dibandingkan pakan buatan, selain kandungan sumber nutrisinya tinggi, mudah diproduksi secara massal dan gerakannya menarik tetapi tidak terlalu aktif sehingga mudah ditangkap, pakan alami mudah dicerna karena bentuk dan ukuran tubuhnya sesuai dengan lebar bukaan mulut pemangsanya.

10 Pakan alami yang biasa digunakan adalah Artemia sp., Daphnia sp., Moina sp., Culex sp., dan Tubifex sp., keistimewaan Artemia dibandingkan dengan pakan alami lainnya adalah memiliki toleransi pada kadar garam dan kadar oksigen terlarut yang sangat luas dimana tidak ada satupun organisme lain mampu bertahan hidup (Djarijah 1995). Berikut adalah kandungan gizi beberapa pakan alami (Tabel 2). Tabel 2. Kandungan Gizi Pakan Alami Jenis Pakan Alami Kadar Kandungan Gizi (% bobot kering) Air Protein Lemak Serat Kasar Abu Daphnia 94,58 42,65 8,50 2,58 4,00 Larva Chironomus 87,06 50,60 2,86-4,90 Larva Culex 87,22 9,17 3,01 1,17 0,46 Moina 99,60 37,38 13,29-11,00 Nauplii Artemia 81,90 55,00* 18,90* - 7,20 Rotifer 85,70 8,60 4,50-0,70 Tubifex 87,19 57,50 13,50 2,04 3,60 Ket * : Kandungan gizi lebih tinggi Sumber : DKP 2007 Artemia merupakan salah satu pakan alami yang banyak digunakan di hampir semua tempat pembenihan udang. Saluran pencernaan benih ikan dan udang pada stadia awal masih sederhana sehingga memerlukan pakan jasad renik yang sesuai dengan bukaan mulutnya, pergerakannya lambat dan mengandung nilai gizi tinggi untuk pertumbuhannya (Sudaryono dan Agung 2005). Kista Artemia sp. akan menetas pada salinitas 15-35 ppt dalam waktu 24-36 jam. Larva Artemia yang baru menetas dikenal dengan nauplius. Artemia secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30 o C. Kista Artemia kering tahan terhadap suhu -273 hingga 100 o C. Artemia dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi, disebut dengan brine shrimp (Efrizal 2011) (Gambar 3).

11 Menurut Bougis (1979) dalam Kurniastuty dan Isnansetyo (1995) klasifikasi Artemia sp. adalah sebagai berikut: Filum : Anthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Anostraca Famili : Artemidae Genus : Artemia Spesies : Artemia sp. Gambar 3. Artemia sp. (Sumber : http://www.kribensis.kit.net/conteudo/artemia.jpg) Nauplius Artemia merupakan pilihan yang tepat karena memiliki ukuran relatif kecil dengan berat 15 mikrogram, panjang sekitar 400 mikron atau 0,4 mm, dan kandungan protein sekitar 63% dari berat keringnya (Mudjiman 1989 dan Bandol 2004). 2.2.2 Telur Bebek sebagai Bahan Tambahan dalam Pakan Halver (1979) menyatakan bahwa faktor utama yang memengaruhi pertumbuhan adalah ketersediaan pakan baik secara kuantitatif maupun kualitas pakan atau jenis pakan dan asam amino esensial yang terkandung di dalam pakan. Yuliarti (1985) juga menyatakan bahwa ada kecenderungan dengan meningkatnya kandungan protein dalam pakan juga akan memberikan penambahan tingkat kelangsungan hidup.

12 Telur bebek mengandung 10 macam asam amino esensial dari 18 macam asam amino yang ada, yakni histidin, arginin, treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin dan triptofan (Mietha 2008). Berikut adalah kandungan gizi telur puyuh, telur ayam dan telur bebek (Tabel 3). Tabel 3. Kandungan Gizi Telur Puyuh, Telur Ayam dan Telur Bebek per 100 Gram Zat Gizi Telur Puyuh Telur Ayam Telur Bebek Kalori (kkal) 158 143 185* Protein (g) 13,05 12,58 12,81 Total Lemak (g) 11,09 9,94 13,77* Karbohidrat (g) 0,41 0,77 1,45* Kalsium/Ca (mg) 64 53 64 Besi/Fe (mg) 3,65 1,83 3,85* Magnesium/Mg (mg) 13 12 17* Fosfor/P (mg) 226 191 220 Kalium/K (mg) 132 134 222* Natrium/Na (mg) 141 140 146* Seng/Zn (mg) 1,47 1,11 1,41 Tembaga/Cu (mg) 0,062 0,102 0,062 Mangan/Mn (mg) 0,038 0,038 0,038 Selenium/Se (mkg) 0,32 31,7 36,4* Vitamin B6 (mg) 0,143 0,143 0,250* Kolin (mg) 263,4 251,1 263,4 Vitamin B12 (mkg) 1,58 1,29 5,40* Vitamin A (IU) 543 487 674* Vitamin E (mg) 1,08 0,97 1,34* Vitamin K (mkg) 0,3 0,3 0,4* Kolesterol (mg) 844 423 884* Sumber : USDA 2007 Ket * : Kandungan gizi lebih tinggi

13 Gambar 4. Telur Bebek (Sumber : www.indoresep.com) Bagian telur bebek yang digunakan dalam memerkaya Artemia adalah bagian kuning telur atau disebut yolk. Kuning telur dipilih karena kandungan protein dan lemak yang terkandung di dalamnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian telur lainnya yaitu putih telur dan telur utuh, sedangkan kandungan karbohidrat yang setara diantara ketiganya (Tabel 4). Tabel 4. Komposisi Telur Bebek Komposisi Telur Bebek Putih Telur Kuning Telur Telur Utuh Air (%) 88,00 47,00 70,60 Protein (%) 11,00 17,00* 13,10 Lemak (%) 0 35,00* 14,30 Karbohidrat (%) 0,80 0,80 0,80 Abu (%) 0,80 1,20 1,00 Sumber : Winarno dan Koswara 2002 Ket * : Komposisi lebih tinggi 2.3 Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup sebagai salah satu parameter uji kualitas benih adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu. Kelangsungan hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air serta perbandingan antara jumlah pakan dan kepadatannya. Kelangsungan hidup organisme budidaya, terutama pada masa larva dan postlarva sangat ditentukan oleh tersedianya makanan, apabila dalam waktu singkat tidak berhasil mendapatkan makanan maka akan mengalami kematian karena kelaparan dan kehabisan tenaga (Effendie 1997).

14 Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme awal saat penebaran yang dinyatakan dalam bentuk persen dimana semakin besar nilai persentase menunjukkan makin banyak organisme yang hidup selama masa pemeliharaan tertentu dalam suatu wadah budidaya (Effendie 2002). Sedangkan mortalitas adalah kematian yang terjadi dalam suatu populasi organisme yang dapat menyebabkan turunnya populasi. Musa (1982) menyatakan bahwa padat penebaran memiliki pengaruh terhadap mortalitas, pertumbuhan serta keagresifan mencari makan. Pada tingkat padat penebaran yang tinggi udang tersebut akan lebih agresif mencari makanan. Hadie et al. (1992) menambahkan bahwa semakin tinggi padat penebaran semakin tinggi pula mortalitas dan semakin rendah daya kelangsungan hidupnya. Hal ini diduga karena udang bersifat bentik teritorial dan kanibal karena frekuensi ganti kulit yang cukup tinggi. 2.4 Pertumbuhan Menurut Effendie (2002) pertumbuhan adalah proses perubahan individu atau biomassa pada periode waktu tertentu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam sulit dikontrol, meliputi keturunan, jenis kelamin dan umur. Faktor luar antara lain parasit dan penyakit, namun yang utama memengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan. Sedangkan menurut Fujaya (2004) pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat. Pertumbuhan dipengaruhi faktor genetik, hormon dan lingkungan. Meskipun secara umum, faktor lingkungan yang memegang peranan sangat penting adalah zat hara dan suhu lingkungan, akan tetapi, di daerah tropis zat hara lebih penting dibandingkan lingkungan, zat hara yaitu makanan, air, dan oksigen menyediakan bahan mentah bagi pertumbuhan, gen mengatur pengolahan bahan tersebut dan hormon mempercepat pengolahan serta merangsang gen. Tidak semua makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan, sebagian besar energi dari makanan digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi, makanan yang penting bagi pertumbuhan adalah protein, karbohidrat,

15 lipid, mineral, dan vitamin ditambah air dan oksigen. Pertumbuhan jaringan atau organ, selain dipengaruhi oleh kualitas makanan, juga dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan. Pertumbuhan pada crustacea adalah pertambahan panjang dan berat tubuh yang terjadi secara berkala sesaat setelah pergantian kulit, sehingga adanya pertambahan panjang tubuh. Panjang tubuh tidak akan terjadi tanpa didahului oleh pergantian kulit. Udang mengalami pergantian kulit beberapa kali selama hidupnya sehingga panjang tubuhnya bertambah (Hartnoll 1982). Hadie et al. (2001) menambahkan bahwa pertumbuhan udang berpola tidak kontinyu karena pertumbuhan akan terjadi setelah terjadinya pergantian kulit udang sehingga dibatasi oleh eksoskeleton. Molting adalah proses pergantian cangkang pada udang dan terjadi ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara eksoskeleton tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, sehingga untuk menyesuaikan keadaan ini udang akan melepaskan eksoskeleton lama dan membentuk kembali dengan bantuan kalsium (Wickins dan Lee 2002). Proses ganti kulit pada udang terdiri dari 4 tahapan, yaitu fase intermolt, premolt, molt, dan postmolt (Ruppert dan Barnes 1991), dimana: 1. Fase intermolt akhir ialah fase dimana kondisi tubuh udang berada dalam keadaan normal dan ion kalsium terdapat pada hepatopankreas. 2. Fase premolt yakni fase pengumpulan ion kalsium dalam lambung yang berasal dari jaringan kulit maupun dari lingkungan perairan. Akibat dari pengumpulan ion kalsium ini terbentuk kerikil kapur yang berwarna putih yang disebut dengan gastrolith. Setelah pemisahan kutikel tua dari epidermis dan sekresi kutikel baru, udang galah bersiap melakukan molting dan mencari tempat berlindung. 3. Fase molt yakni fase pelepasan cangkang dan pengangkutan ion kalsium untuk memenuhi jaringan kulit baik dari luar maupun dari dalam tubuh udang. Pada saat molting tubuh membengkak akibat pemasukan air yang diserap melalui insang untuk kemudian dengan cepat keluar dari eksoskeleton lama.

16 4. Fase postmolt ialah fase dimana gastrolith yang terbentuk pada lambung diuraikan oleh asam lambung untuk memenuhi kalsium tubuh udang karena telah berkurang setelah digunakan untuk pembentukan eksoskeleton baru. Pada fase ini biasanya udang akan kembali memakan eksoskeleton lama yang telah ditanggalkannya untuk memenuhi kebutuhan kalsium tubuh karena penguraian gastrolith tidak cukup. 5. Fase intermolt awal ialah fase dimana udang akan mengalami pertumbuhan secara numerik dan pengisian material sel. Walaupun eksoskeleton baru sudah terbentuk sempurna akan tetapi sebagian makan akan disimpan untuk molting selanjutnya. 2.5 Rasio Konversi Pakan Rasio konversi pakan menunjukkan pakan yang diperlukan untuk menghasilkan bobot satu kilogram daging ikan. Nilai konversi pemberian pakan berbanding terbalik dengan pertumbuhan bobot ikan, sehingga semakin rendah nilainya, maka semakin baik kualitas pakan dan semakin efisien ikan dalam memanfaatkan pakan yang dikonsumsinya untuk pertumbuhan (Mudjiman 2008). Besar kecilnya nilai konversi pakan dipengaruhi beberapa faktor, antara lain kondisi lingkungan, cara hidup, biologi dan sifat makan ikan serta besar nutrisi yang terkandung dalam pakan (Aquamedia 2009). Kondisi lingkungan berkaitan dengan kondisi ikan yang akan memengaruhi nafsu makan ikan, semakin baik kondisi lingkungan maka semakin baik nafsu makan ikan dalam mengonsumsi pakan yang diberikan, sebaliknya semakin buruk kondisi lingkungan maka semakin menurun nafsu makan ikan dalam mengonsumsi pakan yang diberikan. Ikan karnivora yang cenderung herbivora akan menunjukkan nilai konversi pakan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ikan omnivora yang cenderung karnivora apabila diberi pakan yang kandungan nutrisinya lebih dominan berasal dari bahan-bahan protein hewani, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan kemampuan dari organ pencernaan masing-masing ikan dalam mencerna makanan dari sumber nutrisi yang berbeda.

17 Cara hidup, biologi dan sifat makan ikan juga memengaruhi nilai dari rasio konversi pakan. Faktor lain yang memengaruhi nilai rasio konversi pakan pada ikan adalah besar kandungan nutrisi yang terkandung dalam pakan. Pakan yang memiliki kualitas baik akan memiliki nilai konversi pakan yang rendah. Sebaliknya, pakan yang kualitasnya kurang baik nilai konversinya tinggi (Djarijah 1995). 2.6 Kualitas Air Kualitas air adalah kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya dinyatakan dalam kisaran tertentu (Boyd 1990). Beberapa parameter kualitas air tersebut diantaranya adalah suhu, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (ph) dan amonia (NH 3 ). Baku mutu kualitas air pada benih udang galah disajikan dalam tabel 5. Tabel 5. Baku Mutu Parameter Kualitas Air Parameter Satuan Kandungan Suhu ( o C) 28 31 Oksigen Terlarut (mg/l) > 5 Derajat Keasaman 7,0-8,5 Amonia (mg/l) < 0,3 Sumber : New et al. 2004 Suhu merupakan salah satu kualitas air yang sangat penting bagi hewan air. Suhu sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme dan pertumbuhan organisme serta memengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi organisme perairan (Mulyanto 1992). Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah gas oksigen dalam mg/l yang terlarut dalam air. Kebutuhan oksigen terlarut memengaruhi laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer (Effendi 2003).

18 Derajat keasaman (ph) adalah suatu konsentrasi dari ion hidrogen dan menunjukkan kualitas air tersebut bersifat asam atau basa. Secara alamiah, ph perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbon dioksida (CO 2 ) dan senyawa yang bersifat asam (Mulyanto 1992). Amonia (NH 3 ) diperairan merupakan hasil proses dekomposisi bakteri yang menguraikan protein dan keberadaannya akan menjadi toksik bagi organisme akuatik (Kordi 2007).