BAB IV TINJAUAN KARYA 4.1. Pembahasan Karya Dalam pengkajian Tugas Akhir ini saya melakukan kajian dengan menggunakan pendekatan analisis. Pengkajian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, tahap pertama adalah tahap deskripsi formal, pada tahap ini saya mencoba mendeskripsikan atau menceritakan kembali apa yang tampak secara visual pada karya. Pada tahap kedua adalah tahap analisa formal, pada tahap ini saya menmcoba mengkaji keseluruhan bentuk rupa dari karya tersebut, seperti warna, bentuk, pemilihan objek dan tata cara pendisplayan yang akan ditampilkan. Pada tahap ketiga adalah tahap interpetasi, dimana pada tahap ini menggabungkan mengenai analisa pertama (tahap deskripsi formal) dan analisa kedua (tahap analisa formal), melalui interpetasi atau deskrispsi karya secara visual dari analisa formal dan wujud karya, konsep karya pada tahap ini juga dilakukan pengkajian dengan melakukan pendekatan di luar pendekatan estetis dikarenakan karena karya-karya ini dalam kajian konsep menggunakan kajian-kajian lain seperti kajian budaya untuk membahas persoalan yang menjadi gagasan berkarya. Pada tahap ke empat yaitu penilaian tidak dapat dilakukan oleh saya pribadi karena karya yang dinilai adalah karya yang dibuat oleh saya sehingga dirasakan tidak objektif. 4.1.1. Karya 1 Pada karya pertama ini saya membuat sarung tinju dengan bahan yang berbulu bermotifkan garis-garis yang berwarna ungu putih. Pemilihan bulu dengan motif ini ingin mengganti bahan asli dari sarung tinju tersebut yang tadinya berwarna biru dari bahan
kulit yang bersifat keras dan dingin menjadi bahan bulu bermotif garis ungu putih yang bersifat lebih lembut dan centil. Pada tali dan detail listnya juga dilakukan perubahan warna yang senada dengan motif sarung tinjunya. Sarung tinju ini memiliki ukuran yang sama dengan ukuran yang sebenarnya yaitu 1:1. Sarung tinju ini juga berfungsi sama seperti aslinya. Penggunaan sarung tinju disini disimbolkan sebagai suatu bentuk olahraga yang mengandalakan kekuatan dan kekerasan fisik dimana olah raga tersebut diperuntukan bagi laki-laki. Pada karya saya ini mengangkat tentang dunia olah raga yang saat ini sudah banyak dirambah oleh wanita seperti olah raga tinju. Sebenarnya olah raga tinju ini bukan olah raga yang diperuntukan bagi wanita karena penuh dengan kekerasan dan kekuatan fisik namun seiring dengan berkembangnya zaman maka hal ini menjadi wajar dilakukan oleh wanita. Perubahan material pada sarung tinju yang dilakukan disini agar kesan dari kekuatan fisik dan memiliki citra yang menakutkan tidak terlihat lagi bahkan terlihat sebaliknya. Penggunaan warna pink juga menyimbolkan bentuk atau kesan wanita serta bahan bulu memiliki karakter kelembutan sesuai dengan karakter wanita sehingga ada sifat kekerasan dalam kelembutan. Gambar foto yang terdiri dari tiga orang petinju yaitu George Foreman, Joe Micelli, dan Max Schmeling dipasang dibelakang karya sarung tinju dengan ukuran 100 X 70 cm. Gambar ini dihadirkan sebagai perbandingan dari bentuk sarung tinju yang sudah dirubah materialnya. Gambar foto petinju ini menggambarkan bentuk dari kemaskulinan di masa lampau. Ketiga petinju ini merupakan petinju terbaik pada tahun 80-an dimana pada saat itu seorang petinju adalah seorang olahragawan dengan sosok
yang benar-benar maskulin. Mereka hadir sebagai sosok seorang yang gagah sebagai profesinya seorang petinju. Lain halnya dengan petinju saat ini, dimana olahragawan kini sudah mulai memasuki dunia selebritis. Penampilan menjadi hal terpenting. Meski mereka tetap memiliki fisik yang gagah dan berotot seperti umumnya petinju di masa lalu namun mereka kini tampil dengan image yang lain. Ketika mereka berada di luar ring mereka tidak lagi tampil sebagai seorang olahragawan tapi cenderung ke arah selebritis. Mereka tampil dengan dandanan yang glamor jika berada di luar ring. Karena alasan itulah saya lebih memilih foto petinju pada tahun 80-an dibanding dengan foto petinju terkenal saat ini. 4.1.2. Karya 2 Pada karya yang berjudulkan Put a Pink Print On My Shoes ini terdiri dari sebuah sepatu tentara dengan pola warna yang dipakai pink, bisa dilihat mulai dari motif lorengnya, tali sepatunya sampai sol sepatunya. Pada bagian bahan untuk badan sepatu yang awalnya bermotif loreng tentara dengan warna hijau hitam diganti menjadi warna pink begitu pula bagian badan sepatu yang menggunakan bahan kulit hitam diganti menjadi bahan kulit warna pink. Perubahan juga dilakukan pada detai-detail sepatu seperti sol yang diberi list berwarna pink dan tali sepatu yang diganti menjadi warna pink pula. Perubahan-perubahan ini ditujukan agar kesan yang dimunculkan oleh sepatu army yang awalnya berkesan sangar, gagah, berwibawa, kuat berubah image-nya menjadi lembut, centil, halus meski bentuk dasarnya sama. Sepatu ini memiliki ukuran yang sama dengan ukuran yang sebenarnya yaitu 1:1.
Pemilihan objek yang saya pilih adalah sepatu militer karena meski sepatu hanya sebagai sebuah alas kaki tapi memiliki pengaruh yang besar dalam penampilan seseorang. Sama halnya dengan sepatu berhak pada wanita. Meski sepatu tersebut sebenarnya kurang nyaman untuk dipakai namun banyak wanita tetap memakainya karena status yang diberikan oleh sepatu tersebut hanya dengan memakainya. Begitu pula yang terjadi pada sepatu militer ini, meski dari segi kenyamanan kurang enak dipakai tapi karena sepatu tersebut memberikan tampilan gagah dan maskulin saat dikenakan maka orang tetap memakainya. Perubahan image atau citra pada sepatu militer ini merujuk pada sebuah kehidupan dimana sebuah penampilan memiliki posisi yang penting dalam eksistensi di lingkungannya untuk tetap hidup dan diterima. Militer sudah memiliki keeksistensiannya dalam sepatu militernya dimana seseorang yang mengenakan sepatu tersebut meski bukan orang yang berasal dari militer tapi hanya dengan mengenakannya saja ia akan tampak seperti seseorang yang berkecimpung dalam bidang militer. Dengan perubahan warna loreng pada sepatu militer yang tadinya berwarna hijau menjadi pink saya ingin menghilangkan identitas dari sepatu militer tersebut. Awalnya sepatu ini memiliki kesan militer yang gagah dan maskulin berubah sifatnya menjadi centil dan tidak gagah lagi. Perubahan ini juga menimbulkan ketidakjelasan pada objek karena objek tersebut tidak jelas lagi untuk siapa eksistensinya diberikan. Pada cara pendisplayan sepatu army tersebut di taruh di atas tumpukan sepatu army asli yang sudah usang. Ditumpuk sedemikian hingga membentuk gunungan sepatu kemudian sepatu yang sudah di-custom tersebut ditaruh di puncak tumpukan sepatu. Tumpukan sepatu army sebenarnya untuk menunjukan bentuk dari kemaskulinan pada
zaman dulu kemudian munculah sepatu army dengan loreng pink yang menunjukan bentuk dari kemaskulinan saat ini. 4.1.3. Karya 3 Pada karya ketiga ini saya membuat sebuah toolbox yang berisikan alat-alat pertukangan seperti palu, obeng, tang, dll. Dibuat dengan tampilan yang sama seperti karya-karya sebelumnya yaitu memiliki nuansa yang feminin. Untuk pemilihan bentuk dasar dari toolbox ini tidak kotak seperti bentuk toolbox biasanya tapi memilih bentuk oval dikarenakan bentuk oval lebih luwes dan feminin dibandingkan bentuk kotak yang kaku. Pada bagian luar toolbox ini saya melapisnya dengan vinil berwarna putih kemudian ditimpa lagi manik-manik berwarna biru dengan tambahan detail manik-manik merah serta merek toolbox itu sendiri yaitu Pumpkin Land yang menggunkan payet berwarna kuning. Kemudian untuk bagian dalam dari toolbox itu sendiri saya lapis dengan kain berbulu berwarna coklat. Untuk bagian perkakasnya setiap perkakas saya lapis lagi dengan benang wol berwarna pink di setiap bagian gagangnya kemudian saya beri detail dengan manik-manik berwarna biru. Karya saya yang ketiga ini saya buat berukuran 1:1 baik kemasan maupun perkakas yang ada di dalamnya. Untuk lemari perkakas saya hadirkan seperti aslinya. Dimana lemari dan isi perkakas di dalamnya adalah benda yang sudah dipakai sehingga tampak sudah usang. Lemari ini didisplay sama seperti lemari-lemari perkakas pada umumnya. Kotor, berantakan, atau tidak tampak seperti barang yang masih baru yang ada di toko. Pada karya ketiga ini saya memilih toolbox karena toolbox sangat dekat dengan pekerjaan tukang yang biasanya dilakukan oleh para laki-laki. Namun pada
perkembangan zaman saat ini pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh lakilaki banyak diambil alih oleh wanita dan begitu pula sebaliknya. Penggunaan toolbox itu sendiri menggambarkan kondisi saat ini dimana pekerjaan sudah tidak lagi terbatasi oleh gender. Pekerjaan laki-laki sudah direbut oleh wanita dan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh wanita sudah dilakukan pula oleh laki-laki. Misalnya pekerja di pom bensin saat ini sudah banyak dikerjakan oleh wanita padahal tadinya ini pekerjaan lakilaki. Begitu juga pekerjaan di salon yang banyak dikerjakan oleh laki-laki. Lemari perkakas ini dihadirkan untuk menyimbolkan bentuk dari kemaskulinan zaman dulu. Lain halnya dengan toolbox yang menyimbolkan bentuk maskulin saat ini dimana gender sudah samar. 4.1.4. Karya 4 Pada karya keempat saya membuat model kepala yang dicetak sebanyak lima buah namun model kepala tersebut tidak jelas apakah dia laki-laki atau perempuan. Yang kemudian Dihadirkan dengan kalung-kalung untuk laki-laki dan kalung-kalung untuk perempuan. Disini saya ingin menunjukan bahwa model kepala yang tidak jelas gendernya ini menggambarkan kondisi masyarakat saat ini. Dimana laki-laki sudah masuk ke wilayah perempuan dan perempuan masuk ke wilayah laki-laki. Sebagai contoh adalah tren pakaian saat ini. Sekarang makin banyak laki-laki yang mengenakan pakaian perempuan dan perempuan mengenakan pakaian laki-laki. Berbeda dengan barangbarang yang sudah jelas bahwa barang tersebut adalah barang unisex yang dapat digunakan laki-laki dan perempuan namun tren saat ini adalah mengenakan pakaian yang sudah jelas identitas bahwa pakaian itu dibuat untuk digunakan bagi laki-laki namun tetap digunakan perempuan dan sebaliknya. Hal ini membuat posisi dari gender semakin bias. Bahwa sudah tidak ada lagi gender karena barang-barang yang sudah jelas identitasnya pun masih tetap diperlakukan sebagai objek yang unisex. Artinya saat ini baik barang, pekerjaan, atapun pendidikan tidak lagi menjadi sebuah patokan untuk gender. Padahal bila kita lihat lagi pengertian dari gender adalah semua atribut sosial mengenai laki-laki dan perempuan. Jika, hal-hal tersebut sudah bukan merupakan patokan dari gender maka sama saja artinya gender sudah tidak ada dalam masyarakat.
4.2. Rencana Display Keterangan 1. karya 1 3. karya 3 2. karya 2 4. karya 4