BAB IV INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN GRAVITASI Salah satu metode geofisika yang digunakan dalam menentukan potensi suatu daerah panas bumi adalah metode gravitasi. Dengan metode gravitasi diharapkan dapat diketahui keadaan struktur geologi, batuan dasar (basement), potensi sumber panas dan siklus hidrologinya (diketahui dari sesar-sesar di sekitar daerah tersebut). Untuk melakukan pengukuran gaya berat, digunakan alat gravimeter La Coste & Romberg tipe G-802. Jumlah keseluruhan titik yang diamati adalah sebanyak 245 titik amat gaya berat, seperti yang terlihat pada gambar 4.1. Hasil perhitungan gravimeter diolah di Micorosoft Excel (terlampir). Kemudian data diolah dengan software Surfer 8 sehingga menghasilkan peta penyebaran anomali Bouguer lengkap, atau disebut juga Complete Bouguer Anomaly. Peta penyebaran anomali regional juga didapat dari hasil pengolahan data gravitasi, yang ditampilkan pada Surfer 8 dalam bentuk regresi dari peta anomali Bouguer lengkap (CBA). Sedangkan peta penyebaran anomali residual diperoleh dari hasil pengurangan data anomali Bouguer lengkap (CBA) dengan data anomali regional, yang juga ditampilkan dalam program Surfer 8. Ketiga peta tersebut berupa peta kontur anomali dengan satuan miligal. 31
Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu Seperti yang tertulis pada bab 2, pada umumnya sumber panas bumi di Indonesia merupakan batuan beku. Maka untuk menentukan daerah yang berpotensi sebagai sumber panas bumi, harus diperhatikan daerah yang litologinya berupa batuan beku. Berdasarkan analisis laboratorium yang dilakukan, diketahui bahwa pada daerah penlitian, nilai densitas tertinggi terdapat pada batuan andesit, yaitu 2,83 gr/cm3, sedangkan nilai densitas terendah terdapat pada batuan granit, yaitu 2,56 gr/cm3. Kisaran nilai densitas batuan pada daerah studi adalah antara 2,56-2,83 gr/cm3. Kemudian, dari hasil analisa contoh batuan tersebut, dicari nilai densitas ratarata batuan, dan didapat angka 2,64 gr/cm3. Untuk membandingkan hasil perhitungan laboratorium, dilakukan metode penghitungan lain, yaitu metode Parasnis, yaitu dengan memanfaatkan anomali Bouguer dan terrain dengan metode korelasi g-h. Melalui hasil penghitungan dengan metode Parasnis, didapat nilai densitas rata-rata 2,68 gr/cm3. Namun, nilai densitas yang tetap dipakai adalah nilai densitas dari analisa laboratorium, yaitu 2,64 gr/cm3 32
4.1. Interpretasi Anomali Bouguer Pada peta anomali Bouguer (gambar 4.2) dapat kita lihat anomali negatif (berwarna biru/gelap) yang terdapat baratlaut dan utara daerah studi, yang menunjukkan bahwa kontras densitas bawah permukaan pada zona ini kecil (baik dangkal maupun dalam), sehingga dapat disimpulkan bahwa pada zona anomali negatif ini tidak terdapat batuan beku yang berpotensi menjadi sumber panas bumi. Sedangkan zona berwarna merah, menunjukkan daerah anomali positif, yang kontras densitas bawah permukaannya tinggi. Zona ini diperkirakan mengandung batuan beku, yang berpotensi sebagai sumber panas. Daerah ini terdapat di daerah timur, tenggara dan selatan daerah penelitian. Nilai anomali Bouguer pada daerah studi, berkisar dari 53-81 mgal. Pada peta dapat diamati bahwa pola persebaran nilai memperlihatkan arah umum barat dayatimur laut. Nilai anomali meninggi menuju daerah timur, tenggara dan selatan, dan merendah ke daerah utara, barat laut dan barat. Pengamatan yang dilakukan pada peta anomali Bouguer dan dibandingkan dengan peta geologi, dapat diketahui bahwa daerah dengan anomali Bouguer yang tinggi, mempunyai litologi berupa batuan granit, diorit dan andesit. Sedangkan daerah dengan anomali rendah terdiri dari litologi aluvial, endapan pantai, dan batupasir. Disekitar manifestasi air panas Tambu, juga ditemukan nilai anomali yang rendah, dengan litologi berupa aluvial dan endapan pantai. 33
Gambar 4.2. Peta anomali Bouguer daerah panas bumi Tambu 34
4.2. Interpretasi Anomali Regional Peta penyebaran anomali regional (gambar 4.3) merupakan tampilan hasil pengolahan atau penyaringan data anomali Bouguer lengkap (CBA), dengan menggunakan perhitungan polinomial regresi orde-2. Pemisahan dilakukan dengan cara mensubstraksi anomali Bouguer dengan permukaan polinom yang dianggap mewakili kecenderungan permukaan regional. Dipilih polinom orde-2 karena daerah penelitian yang tidak terlalu luas dan kecenderungan pola regional yang dapat dikenali pada anomali Bouguer yang menunjukkan bidang sederhana orde-2. Pada peta anomali regional, nilai anomali regional, berkisar antara 50-82 mgal, nilai anomali paling rendah ditunjukkan angka 50-58 mgal, nilai anomali rendah ditunjukkan angka 58-66 mgal, nilai anomali sedang ditunjukkan angka 66-74 mgal, sedangkan nilai anomali yang tinggi ditunjukkan nilai >74 mgal. Pada peta dapat dilihat, daerah sebaran anomali rendah terdapat di bagian barat laut, barat dan utara daerah penelitian. Sedangkan daerah yang dengan nilai anomali yang tinggi terdapat pada daerah timur, tenggara dan selatan daerah penelitian. Nilai anomali yang paling rendah terdapat di daerah barat laut penelitian, semakin kecil ke tengah, dan nilai anomali terendah ditemukan di bagian tenggara daerah penelitian. Daerah dengan nilai anomali rendah diisi oleh endapan aluvial dan endapan pantai, sedangkan daerah dengan anomali tinggi terdiri dari litologi granit, metamorf, dan andesit. Sedangkan apada daerah manifetasi air panas, nilai anomalinya rendah. 35
Gambar 4.3. Peta anomali regional daerah panas bumi Tambu 36
4.3. Interpretasi Anomali Residual Peta penyebaran anomali residual (gambar 4.4) daerah Tambu merupakan tampilan data hasil pengurangan data anomali Bouguer lengkap (CBA) yang merupakan gabungan respon anomali gravitasi dangkal dan dalam dengan data anomali regional respon anomali gravitasi dalam, sehingga pada peta penyebaran anomali residual ini dapat diamati efek atau respon anomali gravitasi dangkal. Sama seperti kedua peta tersebut, peta penyebaran anomali residual menggunakan koreksi densitas atau densitas rata-rata sebesar 2,64 miligal. Zona anomali rendah terletak di sebelah utara, timur laut, barat daya, tenggara, dan ke bagian tengah semakin terisolasi, begitupula yang berada di ujung sebelah barat daerah penyelidikan. Zona anomali tinggi muncul di sebelah tengah ke arah tenggara, timur dan barat daya daerah penyelidikan. Pada peta anomali residual dapat terlihat tiga zona yang berpotensi sebagai sumber panas. Lokasinya berada pada bagian baratdaya, selatan dan timur daerah penelitian. Daerah yang berpotensi sebagai sumber panas ini, mempunyai nilai densitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya, yaitu sekitar diatas 4 mgal. Namun belum dapat diketahui kedalaman sumber panas pada daerah ini, karena diperkirakan sumber panas yang memanaskan reservoir saat ini bukanlah intrusi batuan beku yang terdapat pada daerah penelitian, karena intrusi yang terdapat pada daerah penelitian berumur cukup tua, yaitu Pliosen, sehingga diperkirakan sudah dingin dan tidak dapat dijadikan sumber panas untuk sistem panas bumi daerah Tambu. 37
Gambar 4.4. Peta anomali residual daerah panas bumi Tambu 38
Berdasarkan hasil interpretasi anomali residual dibuat dua buah penampang yaitu A-B dan C-D yang melalui mata air panas Tambu. Pada peta sebaran anomali residual ini menggunakan nilai densitas rata-rata 2,64 gram/cm 3. Penampang A-B (gambar 4.5) mempunyai panjang sekitar 6450 m. Pada penampang A-B dapat diamati adanya beberapa bodi batuan dengan densitas yang berbeda. Bagian paling barat dari penampang terdapat bodi dengan nilai densitas yang rendah yaitu 2,34 gram/cm 3, yang diperkirakan berupa aluvial dan granit yang telah lapuk. Selanjutnya ke arah tengah ditemukan bodi dengan densitas yang sama dengan densitas rata-rata yaitu 2,64 gram/cm 3, diperkirakan litologinya berupa granit. Di bagian tengah ditemukan bodi berupa intrusi dengan densitas 2,84 gram/cm 3, diperkirakan litologinya adalah andesit atau diorit. Bodi ini muncul pada kedalaman sekitar 750 m hingga kedalaman yang tidak diketahui. Antara bodi pertama di bagian barat dengan bodi ketiga dibagian tengah diperkirakan terdapat sesar dengan kemiringan ke arah barat. Selanjutnya di timur, terdapat bodi dengan densitas 2,63 gram/cm 3, diperkirakan litologinya berupa granit yang telah lapuk. Di bagian paling timur ditemukan pula bodi yang densitasnya sama dengan densitas bodi basement, yaitu 2,64 gram/cm 3, litologinya berupa granit. Penampang C-D (gambar 4.6) yang berarah barat laut-tenggara mempunyai panjang sekitar 7500 m. Dari penampang C-D dapat diamati beberapa bodi batuan dan struktur. Bagian paling barat laut dari penampang, pada bagian yang dangkal (kurang dari 300 m) dapat ditemukan bodi dengan densitas 2,34 gram/cm 3. Bodi ini diperkirakan adalah aluvial. Dibawahnya, masih di daerah paling barat laut, didapatkan bodi dengan densitas 2,54 gram/cm 3, litologi bodi ini diperkirakan berupa granit yang telah lapuk. Kemudian dibawahnya dengan ke arah tengah ditemukan bodi yang densitasnya sama dengan densitas rata-rata atau densitas basement, yaitu 2,64 gram/cm 3, litologinya berupa granit. Antara bodi densitas basement dengan dua bodi sebelumnya terdapat dua sesar yang miring ke arah barat. Selanjutnya di bagian tengah dan barat, ditemukan bodi dengan densitas 2,84 gram/cm 3. Bodi ini diperkirakan adalah bodi intrusi dengan litologi andesit atau diorit. Bodi ini muncul pada kedalaman 680 m hingga kedalaman yang tidak diketahui. Pada penampang 2-D dapat diketahui terdapat struktur yang mengontrol manifestasi mata air panas Tambu, yaitu berupa sesar normal yang berarah relatif 39
utara-selatan. Sesar ini miring ke arah barat dan membentuk zona depresi pada daerah manifestasi. Gambar 4.5. Pemodelan gravitasi bawah permukaan penampang A-B Gambar 4.6 Pemodelan gravitasi bawah permukaan penampang C-D 40
Gambar 4.7 Zona potensi sumber panas 41