Panduan Untuk Pengusaha

dokumen-dokumen yang mirip
Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN TENTANG MENYUSUI. Better Work Indonesia. Betterworkindo. Better Work Indonesia funded by :

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI

K102. Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

TINJAUAN ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MENYUSUI ANAK SELAMA WAKTU KERJA DI TEMPAT KERJA BAGI PEKERJA PEREMPUAN. Marlia Eka Putri A.T.

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

R-180 REKOMENDASI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

R197 REKOMENDASI MENGENAI KERANGKA PROMOTIONAL UNTUK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

4. Metoda penerapan Konvensi No.111

Persoalan dan strategi penting

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

Jakarta, 6 September Nina Tursinah, S.Sos.MM. Ketua Bidang UKM-IKM DPN APINDO

Kode Etik Pemasok. Pendahuluan

5. Prinsip penting dalam mengelola sumberdaya manusia secara nondiskriminatif

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

K98 BERLAKUNYA DASAR-DASAR DARI HAK UNTUK BERORGANISASI DAN UNTUK BERUNDING BERSAMA

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMENUHAN DAN PELINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN. (Studi di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Riau) Sali Susiana

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: KEP. 68/MEN/IV/2004

Situasi Global dan Nasional

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184)

K187. Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

PERATURAN BERSAMA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, DAN MENTERI KESEHATAN

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

Pasal 76 berisi larangan untuk mempekerjakan pekerja/buruh perempuan yang berumur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting

2. Konsep dan prinsip

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K103 Konvensi tentang Perlindungan Wanita Hamil (Disempurnakan tahun 1952)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

R-90 REKOMENDASI PENGUPAHAN SETARA, 1951

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

K181 Konvensi tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

K19 PERLAKUKAN YANG SAMA BAGI PEKERJA NASIONAL DAN ASING DALAM HAL TUNJANGAN KECELAKAAN KERJA

K89 Konvensi tentang Kerja Malam bagi Wanita yang dipekerjakan di Industri. (Hasil Revisi tahun 1948)

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, DAN MENTERI KESEHATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Standar Ketenagakerjaan Internasional tentang Kesetaraan dan Non Diskriminasi

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

Kerangka Analisis untuk Mengintegrasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan Kewajiban Pemenuhan Hak-hak Asasi Manusia untuk di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

K 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA. Organisasi Perburuhan Internasional

Transkripsi:

Panduan Untuk Pengusaha Tentang Perlindungan Ibu Hamil di Tempat Kerja Better Work Indonesia Betterworkindo www.betterwork.org/indonesia Better Work Indonesia didanai oleh:

DAFTAR ISI Pendahuluan 1. Apa itu Perlindungan Maternitas / Perlindungan terhadap Pekerja yang Hamil di Tempat Kerja? 1.1. Definisi 1.2 Tantangan-Tantangan Praktis pada Perlindungan Maternitas di Industri Garmen Indonsia 2. Mengapa Perlindungan terhadap Pekerja Hamil adalah sebuah Kekhawatiran di Tempat Kerja? 2.1. Pengakuan oleh Instrumen Nasional 2.2. Pentingnya dan Manfaat 3. Hak-Hak Pekerja yang Hamil 3.1. Cuti Hamil dan Cuti Terkait Lainnya 3.2. Manfaat Uang Tunai dan Medis 4. Pengaturan Menyusui di Tempat Kerja 4.1. Apa itu Menyusui? 5. Perlindungan Kesehatan di Tempat Kerja untuk Pekerja yang Hamil 5.1. Menilai Resiko pada Kesehatan dan Kehamilan 6. Praktek-Praktek yang baik pada Keselamatan dan Kesehatan untuk Pekerja yang Hamil 7. Perlindungan Pekerjaan dan Non-Diskriminasi 7.1. Definisi 7.2. Persyaratan dan prosedur selama kerja dan perekrutan 8. Pertanyaan-Pertanyaan yang Sering Ditanya 9. Daftar Pustaka 1

PANDUAN UNTUK PENGUSAHA TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS DI TEMPAT KERJA Pendahuluan: Untuk perempuan yang bekerja, kehamilan dan persalinan adalah saat-saat yang rentan. Cuti melahirkan dan rehat menyusui di tempat kerja dilindungi oleh Undang-Undang nasional dan hukum internasional di kebanyakan negara, tetapi pada kenyataannya, hak-hak ini seringkali dihiraukan atau seringkali sifatnya bersyarat sesuai dengan informasi yang salah dari para pengusaha. Diskriminasi yang berkaitan dengan kehamilan didorong oleh segudang alasan yang mencakup ketakutan akan berkurangnya produktivitas yang belum dapat dibuktikan kebenarannya atau mungkin pandangan paternalistic bahwa perempuan yang sedang hamil tidak dapat atau tidak seharusnya bekerja. Perlindungan khusus dibutuhkan di tempat kerja untuk ibu yang yang sedang menunggu persalinan dan ibu yang sedang menyusui untuk mencegah bahaya terhadap kesehatan mereka atau kesehatan anak mereka, dan mereka membutuhkan waktu yang memadai untuk melahirkan, pemulihan, dan merawat anak mereka. Mereka juga membutuhkan perlindungan sosial untuk menjamin adanya kepastian pekerjaan yang mencegah pemberhentian pekerjaan yang didasarkan oleh kehamilan atau cuti hamil. Perlindungan semaam itu tidak hanya menjamin kesetaraan akses perempuan terhadap pekerjaan, tetapi seringkali juga menjamin keberlanjutan penghasilan penting, yang sangat dibutuhkan untuk kesejahteraan seluruh anggota keluarga mereka. Melindungi kesehatan ibu yang sedang menanti persalinan dan ibu yang sedang merawat anak mereka dan melindungi mereka dari diskriminasi pekerjaan, adalah sebuah prasyarat untuk mencapai kesetaraan kesempatan dan perlakuan yang sesungguhnya antara laki-laki dan perempuan di tempat kerja, dan memungkinkan pekerja untuk memelihara keluarga dalam suatu kondisi yang memiliki kepastian. Kesetaraan gender mendorong efisiensi ekonomi. Perempuan memiliki potensi besar sebagai agen ekonomi dalam mengurangi kemiskinan, memperkuat ekonomi, memberikan kontribusi terhadap bisnis, dan merubah masyarakat. Pada kenyataannya, banyak pegawai di dunia telah melaporkan bahwa dengan mengimplementasi perlindungan maternitas di tempat kerja (contohnya memberikan cuti, kepastian pekerjaan dan non-diskriminasi, pengaturan pada menyusui,dll.) telah membawa manfaat nyata dan penghematan biaya pada bisnis mereka yang berkaitan dengan perputaran karyawan yang lebih rendah, tingkat kembali kerja setelah cuti, biaya kesehatan yang lebih rendah, dan tingkat loyalitas dan moral pekerja yang lebihg tinggi. Di Indonesia, sebagian besar pekerja yang bekerja di pabrik garmen adalah perempuan berusia muda yang baru memiliki anak atau berencana untuk mempunyai anak dalam waktu dekat. Walaupun banyak panggilan dan komitmen untuk perlindungan maternitas untuk semua pekerja, banyak perempuan yang ditolak untuk diberikan hak semacam ini dan tetap menjadi rentan selama kehamilan. Pada beberapa kasus, pekerja perempuan masih kurang memiliki perlindungan kehamilan di tempat kerja, karena walaupun mereka berhak mendapatkan hak tersebut secara hukum, hak-hak ini tidak diakui oleh banyak pengusaha atau hak-hak seperti ini sulit untuk didapatkan. Salah satunya, mereka takut pekerjaan mereka akan membahayakan kesehatan kehamilan mereka atau takut bahwa cuti hamil akan mengancam kesejahteraan dan jaminan ekonomi mereka. Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB pada Penghapusan Diskriminasi Seluruh Perempuan (CEDAW) pada 28 Februari 2000; dan Konvensi Diskriminasi ILO (Pekerjaan dan Jabatan) tahun 1958 (No. 111) pada 7 Juni 1999. Diskriminasi terhadap pekerja yang hamil dilarang oleh banyak Undang- Undang nasional. Undang-Undang No.13 pada Ketenagakerjaan, dan peraturan terkaitnya, adalah Undang-Undang besar yang berkenaan dengan perlindungan pekerja yang hamil di Indonesia. Akan tetapi, tingkat perlindungan terhadap pekerja yang hamil secara relatif masih rendah di Indonesia karena pemerintah masih belum meratifikasi Konvensi ILO pada Perlindungan maternitas, tahun 2

2000 (No.183), yang merupakan standar yang paling komprehensif. Perlindungan hukum ini tidak selalu dilaksanakan dalam prakteknya. Menurut laporan penilaian Better Work Indonesia (Better Work Indonesia 2012), Menurut laporan penilaian BWI (Better Work Indonesia 2012), satu pabrik mewajibkan perempuan untuk menjalani tes kehamilan sebagai suatu persyaratan untuk perekrutan pekerja. Menyusui, khususnya, adalah salah satu hak yang seringkali dihiraukan karena berbagai alasan budaya dan alasan yang berkaitan dengan produktivitas yang sudah dianggap. Tujuan dari Panduan ini adalah untuk memberikan pedoman praktis dan memberikan saran untuk para pengusaha tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerja yang sedang hamil di tempat kerja. Panduan ini secara garis besar terdiri dari dua bagian: 1) Hak-hak pekerja perempuan cuti hamil dan jenis cuti yang berkaitan; menyusui; uang tunai dan manfaat medis; dan non-diskriminasi yang berkenaan dengan kehamilan; dan 2) Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk pekerja yang sedang hamil. Dasar Hukum: Kerangka hukum nasional dan internasional menetapkan hak-hak perlindungan maternitas di Indonesia. Secara internasional, Indonesia adalah pihak dalam Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Semua Perempuan (CEDAW); Perjanjian Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR); dan, Konvensi Hak-Hak Anak (CRC). Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi ILO tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 (No. 111), namun belum meratifikasi Konvensi ILO tentang Perlindungan Maternitas, 2000 (No. 183). Di tingkat nasional, hakhak perlindungan maternitas telah ditetapkan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, diadopsi pada tahun 1984 (Organisasi Buruh Internasional 1984). Kerangka Global Perlindungan Maternitas: Penyusunan Pedoman ini didasarkan pada kerangka hukum nasional dan internasional ini, HAM dan standar perburuhan, serta peraturan perundang-undangan yang relevan, antara lain: 1. Perjanjian Hak Asasi Manusia: Bersama, negara-negara di dunia telah berulang kali menegaskan pentingnya perlindungan maternitas bagi hak asasi manusia, hak perempuan, hak anak, dan untuk kesetaraan gender. Beberapa instrument HAM global memuat ketentuan-ketentuan terkait perlindungan maternitas, termasuk diantaranya: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR), 1948; Perjanjian Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), 1966; Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Semua Perempuan (CEDAW), 1979; dan Konvensi Hak-Hak Anak (CRC), 1989. 3

Ketentuan-Ketentuan dari instrumen terkait perlindungan ditunjukkan di bawah ini. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR), 1948 (PBB 2014) Pasal. 25(2): Ibu dan anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus. Perjanjian Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), 1966 (PBB HAM 1966) Pasal. 10(2): Perlindungan khusus harus diberikan kepada para ibu selama periode yang wajar sebelum dan sesudah melahirkan. Selama periode tersebut, para ibu yang bekerja harus diberikan cuti atau cuti dengan tunjangan jaminan sosial yang memadai. Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Semua Perempuan (CEDAW), 1979 (PBB Perempuan 1979) Pembukaan: Hak perempuan atas non-diskriminasi, termasuk dalam hal kehamilan dan persalinan: secara implisit mengarah ke perlindungan maternitas di tempat kerja, cuti ayah dan orang tua, serta untuk memahami tanggung jawab masyarakat terhadap perempuan mengenai maternitas. Pasal. 11: Non-diskriminasi dalam pekerjaan; kesehatan dan keselamatan di tempat kerja; melarang pemecatan selama kehamilan dan cuti hamil; cuti hamil yang dibayar; layanan yang memungkinkan perempuan untuk menggabungkan kewajiban keluarga dan bekerja (fasilitas perawatan anak); perlindungan terhadap jenis pekerjaan yang berbahaya selama kehamilan. (1): Pihak Pemerintahwajib melakukan segala langkah yang diperlukan untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang kerja untuk menjamin, atas dasar kesetaraan laki-laki dan perempuan, kesamaan hak-hak, khususnya: [...] (f) Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk perlindungan fungsi reproduksi. (2): Untuk mencegah diskriminasi terhadap perempuan atas dasar perkawinan atau kehamilan dan untuk menjamin hak efektif mereka untuk bekerja, Pihak Pemerintahwajib membuat peraturan-peraturan yang tepat: (a) Untuk melarang, pengenaan sanksi, pemecatan atas dasar kehamilan atau cuti hamil dan diskriminasi dalam pemberhentian atas dasar perkawinan; (b) Untuk memberlakukan cuti hamil yang dibayar atau dengan tunjangan sosial yang sepadan tanpa kehilangan pekerjaan sebelumnya, senioritas atau tunjangan sosial; 4

(c) Untuk mendorong ketentuan pelayanan sosial yang diperlukan guna memungkinkan orang tua untuk menggabungkan kewajiban keluarga dengan tanggung jawab pekerjaan dan partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dengan meningkatkan pembentukan dan pengembangan jaringan tempat-tempat penitipan anak; (d) Memberikan perlindungan khusus kepada perempuan selama kehamilan dalam jenis pekerjaan yang terbukti berbahaya bagi mereka. Pasal. 12.2: Pihak Pemerintahharus menjamin pelayanan yang tepat bagi perempuan sehubungan dengan kehamilan, persalinan dan masa pasca-persalinan, pemberian layanan gratis jika diperlukan, serta gizi yang cukup selama masa kehamilan dan menyusui. Konvensi Hak-Hak Anak (CRC), 1989 (PBB 1989) Pasal. 18(2): Untuk tujuan menjamin dan meningkatkan hak-hak yang dinyatakan dalam Konvensi ini, maka Pihak Pemerintah harus memberikan bantuan yang tepat kepada orang tua dan wali hukum, dalam melaksanakan tanggung jawab membesarkan anak mereka, dan harus menjamin perkembangan berbagai lembaga, fasilitas dan pelayanan bagi pengasuhan anak-anak. Pasal. 18(3): Pihak Pemerintah harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa anak-anak dari orang tua yang bekerja berhak atas keuntungan dari pelayanan-pelayanan dan fasilitasfasilitas pengasuhan anak, yang untuknya mereka memenuhi syarat. 2. Standar Perburuhan Internasional Konvensi ILO tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 (No. 111) Indonesia meratifikasi Konvensi ILO No. 111 tahun 1999. Konvensi No. 111 mempromosikan kesetaraan dan melarang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan. Konvensi tersebut mendefinisikan diskriminasi sebagai 'setiap pembedaan, pengecualian atau preferensi yang dibuat atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, opini politik, keturunan atau asal usul sosial, yang memiliki efek meniadakan atau merusak kesetaraan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan'. (Psl.1 (1a)). Diskriminasi terjadi ketika diferensial dan perlakuan yang kurang menyenangkan diadopsi berdasarkan salah satu alasan tersebut di atas pada setiap tahap siklus kerja, mulai dari pendidikan dan pelatihan kerja, mencarian kerja, rekrutmen, saat bekerja, sampai setelah meninggalkan pasar tenaga kerja. Konvensi No. 111 tidak secara langsung melarang diskriminasi atas dasar kehamilan dan persalinan. Namun, mengingat bahwa perempuan hamil yang hanya diskriminasi atas dasar ini, maka dapat dianggap sebagai diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. 5

; Konvensi ILO tentang Perlindungan Maternitas, 2000 (No. 183) (Organisasi Buruh Internasional 2014) Konvensi Perlindungan Maternitas terbaru (No. 183) dan Rekomendasi (No. 191) diadopsi pada tahun 2000 membentuk kerangka perlindungan paling komprehensif untuk perlindungan maternitas bagi pekerja di seluruh dunia. Kerangka tersebut memberikan: 14 minggu cuti maternitas, termasuk enam minggu cuti wajib pasca persalinan; Tunjangan tunai pada tingkat yang menjamin perempuan dapat mempertahankan diri dan anaknya dalam kondisi kesehatan yang layak dan dengan standar hidup berkelanjutan; Akse perawatan kesehatan gratis, termasuk perawatan prapersalinan, pada saat persalinan, dan pasca-persalinan, serta perawatan rumah sakit bila diperlukan; 3. Instrumen Nasional Perlindungan kesehatan: Hak perempuan hamil atau menyusui untuk tidak melakukan pekerjaan yang merugikan kesehatan mereka atau anak mereka; Menyusui: minimal istirahat satu jam sehari, dengan tetap dibayar; dan Perlindungan kerja dan non-diskriminasi. Konstitusi Indonesia: Bab XA Hak Asasi Manusia Pasal. 28D(1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil di hadapan hukum; dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam pekerjaan. Pasal. 28G(1): Setiap orang berhak atas perlindungan bagi dirinya sendiri, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, dan berhak untuk merasa aman dan menerima perlindungan dari ancaman ketakutan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang merupakan hak asasi manusia. Pasal. 28H(1): Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Pasal. 28I(2): Setiap orang berhak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun berdasarkan apapun, dan berhak atas perlindungan dari perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. 6

Undang-Undang Ketenagakerjaan (2003): [Perlindungan Kerja dan Non-Diskriminasi] Bab III Kesempatan dan Perlakuan yang Sama: Pasal. 5: Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Pasal. 6: Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari perusahaan. BAB XII Pemutusan Hubungan Kerja Pasal. 153: (1) Perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan: [...] e. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya. [Tunjangan Tunai dan Medis] Bab X Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan SUBBAGIAN 4 WAKTU KERJA, Pasal. 84: Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c dan d, Pasal 80 dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh. [Cuti Maternitas dan jenis-jenis cuti terkait] Bab X Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan SUBBAGIAN 4 WAKTU KERJA, Pasal. 82: Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. 7

SUBBAGIAN 4 WAKTU KERJA, Pasal. 93: Tetapi, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku dan perusahaan wajib membayar upah apabila if the pekerja/buruh tidak melaksanakan pekerjaan dengan alasan berikut: [...] c. Pekerja/buruh tidak masuk kerja karena: menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut, [...] e. Apabila isteri pekerja/buruh melahirkan atau keguguran kandungan, berhak dibayar untuk selama 2 (dua) hari; [Perlindungan Kesehatan di Tempat Kerja] Bab X Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan SUBBAGIAN 3 PEREMPUAN, Pasal 76: (2) Perusahaan dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. [Pengaturan Menyusui pada waktu Kerja] Bab X Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan SUBBAGIAN 4 WAKTU KERJA, Pasal. 83: Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. 8

Undang-Undang Keselamatan (1970) Bab Ⅲ Syarat-syarat keselamatan Pasal. 3: (1) Dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk: a. Mencegah dan mengurangi kemungkinan kecelakaan; [...] b. Menyediakan sarana untuk menyelamatkan diri dari kebakaran dan bahaya lainnya; c. Memberi pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan; [...] d. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran; e. Mencegah atau mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikologis; keracunan; infeksi; atau, penularan; f. Memberikan penerangan yang cukup dan sesuai; g. Memberikan suhu dan tingkat kelembaban yang memuaskan; h. Memberikan sirkulasi udara yang memuaskan; i. Menjaga kebersihan, kesehatan dan ketertiban. Pasal. 4: Syarat-syarat keamanan dalam kaitannya dengan perencanaan, produksi, transportasi, sirkulasi, pemasaran, instalasi, penggunaan, aplikasi, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan alat-alat produksi, yang melibatkan atau dapat menyebabkan bahaya kecelakaan, ditetapkan dengan peraturan perundangan. (2) Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknik ilmiah yang disusun menjadi suatu kumpulan ketentuan yang teratur, jelas dan praktis serta mencakup berbagai bidang termasuk konstruksi, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda merek pada bahan, barang, produk teknis dan alat-alat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum. 9.

Bab Ⅵ Komite Keselamatan dan Kesehtan Kerja Pasal. 10: Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi. Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. 1. Apa itu Perlindungan maternitas / Perlindungan terhadap Pekerja yang Hamil di Tempat Kerja? 1.1 Definisi Perlindungan maternitas di tempat kerja adalah elemen yang penting pada kesetaraan kesempatan dan perlakuan dan perlindungan kesehatan (International Labour Organisation 2012). Perlindungan maternitas memiliki dua tujuan: Untuk memelihara kesehatan ibu dan anaknya yang baru lahir; dan, Untuk memberikan kepastian pekerjaan dan penghasilan; perlindungan dari pemberhentian kerja dan diskriminasi; hak untuk lanjut bekerja setelah cuti; dan, untuk mempertahankan upah dan penghasilan selama kehamilan. Perlindungan maternitas di tempat kerja, dan panduan ini, ditujukan untuk tempat kerja manapun yang mempekerjakan pekerja perempuan yang sedang hamil atau kembali bekerja setelah cuti hamil. 1.2 Tantangan-tantangan praktis pada Perlindungan maternitas di industri garmen Indonesia Angkatan kerja pada industri garmen Indonesia yang disurvei oleh Better Work Indonesia pada tahun 2012 92,2 persennya adalah wanita. Proporsi pekerja perempuan yang luar biasa ini mencerminkan komposisi gender yang secara umum diamati di industri garmen Indonesia, dimana sejak tahun 2008, 78 persen dari total 500.000 pekerja adalah perempuan. Sebagian besar pekerja juga berusia muda; Sebanyak 80.3 persen pekerja berusia 21-35, yang biasanya dianggap sebagi usia yang reproduktif. Akan tetapi, walaupun terdapat banyak panggilan, dan komitmen untuk perlindungan maternitas bagi seluruh pekerja, banyak perempuan yang masih kurang memiliki hak semacam itu dan tetap menjadi rentan selama kehamilan. Pada beberapa kasus, pekerja perempuan menolak atau ditolak untuk diberikan hak semacam ini walaupun mereka berhak mendapatkan hak tersebut secara hukum. Beberapa perempuan melaporkan bahwa mereka takut pekerjaan mereka akan membahayakan kesehatan kehamilan mereka atau takut bahwa kehamilannya akan mengancam kesejahteraan dan jaminan ekonomi mereka. Menurut laporan penilaian BWI (Better Work Indonesia 2012), satu pabrik mewajibkan perempuan untuk menjalani tes kehamilan sebagai suatu persyaratan untuk perekrutan pekerja. 10.

Menyusui, khususnya, adalah salah satu hak yang seringkali dihiraukan karena berbagai alasan budaya dan alasan yang berkaitan dengan produktivitas yang sudah dianggap. Tujuan dari Panduan ini adalah untuk memberikan pedoman praktis dan memberikan saran untuk para pengusaha tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerja yang sedang hamil di tempat kerja. Panduan ini secara garis besar terdiri dari dua bagian: 3) Hak-hak pekerja perempuan cuti hamil dan jenis cuti yang berkaitan; menyusui; uang tunai dan manfaat medis; dan non-diskriminasi yang berkenaan dengan kehamilan; dan 4) Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk pekerja yang sedang hamil. 2. Mengapa Perlindungan terhadap Pekerja Hamil adalah sebuah Kekhawatiran di Tempat Kerja? 2.1 Pengakuan oleh Instrumen Nasional silahkan merujuk pada Global Frameworks on Maternity Protection untuk perincian yang lebih jauh. 2.2 Pentingnya dan Manfaat Perlindungan maternitas penting karena alasan-alasan berikut: Perlindungan maternitas adalah hak asasi manusia yang mendasar: hak untuk hidup bebas dari diskriminasi dan pelecehan dan bekerja dengan martabat dan keamanan pada kondisi yang baik di tempat kerja adalah sebuah hak asasi manusia. Perlindungan maternitas sudah jelas sangat sangat signifikan dalam perwujudan hak-hak asasi manusia ini. Perlindungan maternitas secara eksplisit memberikan hak kepada semua perempuan pada usia reproduktif untuk berpartisipasi pada pekerjaan yang dibayar tanpa adanya ancaman diskriminasi dan, dalam kasus kehamilan, hak perempuan untuk bekerja pada suatu kondisi yang memungkinkan adanya jaminan ekonomi dan kesetaraan kesempatan, serta mengambil manfaat dari kondisi di tempat kerja yang baik. Perlindungan maternitas adalah sebuah komponen yang penting dari kesetaraan gender: perlindungan maternitas juga merupakan suatu landasan untuk kesetaraan gender, yang tidak hanya penting dalam hal hak dan keadilan, tetapi juga penting dalam hal efisiensi ekonomi. Hal ini merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi dan penguranan kemiskinan, dan perlindungan maternitas juga meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, dan fisik bagi perempuan, anak-anak, dan rumah tangga mereka, serta masyarakat sekitar mereka. Perlindungan maternitas diperlukan untuk memungkinkan perempuan untuk melaksanakan peran biologis mereka, seperti menjalani persalinan dan menyusui, tanpa harus termarjinalisasi pada pasar tenaga kerja dalam perlakuan yang mengancam peran produktif mereka sebagai pekerja dan merongrong kepastian ekonomi mereka. Maka, kehamilan adalah suatu kondisi yang membutuhkan perlakuan yang berbeda untuk mencapai kesetaraan yang sesungguhnya dan, dalam pengertian ini, perlindungannya adalah sebuah alasan pencapaian prinsip kesetaraan kesempatan dan perlakuan di tempat kerja. 11.

Perlindungan maternitas membantu meningkatkan kesehatan ibu dan akan: cuti hamil bertujuan untuk mengamankan kesehatan seorang perempuan dan anaknya selama masa sebelum persalinan. Cuti yang bertujuan untuk melindungi ini sangat penting untuk mendorong tingkat kesehatan yang lebih baik, dalam hal permintaan psikologis khusus yang berkenaan dengan kehamilan dan persalinan anak. Perlindungan ini juga mengatasi resiko kesehatan dan mencegah keikutsertaan pada praktek pekerjaan yang berbahaya yang dapat menghambat atau mempengaruhi kondisi perempuan dan anak selama masa kehamilan, setelah persalinan dan selama masa menyusui. Perlindungan maternitas memiliki peran penting pada pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan: perlindungan maternitas memperkuat peran ekonomi perempuan dan keterikatannya terhadap tenaga kerja atau LFA, yang mengacu pada kurangnya keterlibatan penuh pada pendidikan dan pekerjaan. Memberikan cuti hamil dan perlindungan terhadap diskriminasi adalah suatu cara untuk mendorong perempuan muda pada usia reproduktif untuk berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja. Hal ini juga sangat bermanfaat bagi ibu-ibu muda untuk tetap mempertahankan keterikatan terhadap pasar tenaga kerja dan kembali bekerja setelah cuti selesai. Keterikatan terhadap angkatan kerja yang meningkat akan menghasilkan manfaat produktivitas dan menstimulasi bisnis. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa keterampilan perempuan dan investasi pada pendidikan dan pelatihan mereka dapat digunakan secara efisien. Dengan begini, perlindungan maternitas dapat menghasilkan manfaat bagi para pengusaha untuk dapat merekrut dan tetap mempekerjakan pekerja perempuan yang memiliki keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman. Perlindungan maternitas adalah bagian dan paket dari Decent Work Agenda, yang tujuan keseluruhannya adalah untuk menghasilkan perubahan positif pada kehidupan masyarakat melalui penciptaan pekerjaan, menjamin hakhak pada pekerjaan, memperluas perlindungan sosial, dan mendukung adanya dialog sosial. Banyak perempuan yang masih kurang memiliki akses terhadap pekerjaan yang layak yang memungkinkan mereka untuk bangkit dari kemiskinan dan bekerja pada lingkungan yang aman di tempat kerja; banyak perempuan yang berada di luar sistem hukum tradisional dan perlindungan sosial yang melindungi mereka dari kerentanan dan memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan. Melalui Decent Work Agenda, suatu bagian yang mendasar yang mana adalah perlindungan maternitas, ILO memiliki sasaran untuk memastikan bahwa perempuan memiliki manfa at yang setara dari pekerjaan, hak, perlindungan sosial, serta dialog untuk mewujudkan pekerjaan yang layak bagi semuanya. 12.

Manfaat bagi Perusahaan-Perusahaan terdiri dari: Pekerja yang sedang hamil yang memiliki kesehatan yang baik dan kepastian ekonomi akan lebih mungkin untuk kembali bekerja setelah cuti hamil; Pekerja yang hamil dapat terus bekerja secara produktif; Perlindungan maternitas adalah investasi yang cerdas untuk para pengusaha agar dapat mempertahankan pekerja mereka yang merupakan ibu untuk tetap menjadi produktif dan terlibat dalam pekerjaan, karena apabila manfaat kehamilan mereka dilindungi, pekerja perempuan akan lebih mungkin untuk melihat pabrik sebagai suatu tempat yang baik untuk bekerja; dan, Para pengusaha dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan moral karyawan, mengurangi tingkat perputaran karyawan, mengurangi tingkat kesakitan, dan mengurangi biaya pelatihan dan perekrutan melalui angkatan kerja yang lebih sehat dan bugar pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Manfaat untuk Pekerja yang Hamil Pekerja yang sedang hamil memperoleh kualitas hidup yang lebih baik, merasakan lingkungan kerja yang lebih baik, memiliki kepastian pekerjaan yang lebih baik, merasakan masa kehamilan yang lebih sehat, persalinan yang lebih aman, mengalami komplikasi yang lebih sedikit, meraskan manfaat emsional dan kesehatan dari pemberian makanan kepada bayi, dan peningkatan kesehatan di masa yang akan datang dan kemungkinan hidup. Anak-anak memiliki awal hidup yang lebih sehat, lebih kuat, dan lebih aman; dan meningkatnya kemungkinan terciptanya kesehatan yang lebih baik di kemudian hari, karena manfaat diberikan ASI. Manfaat untuk Masyarakat Secara garis besar, masyarakat akan mendapatkan manfaat dari populasi yang lebih sehat, biaya yang lebih rendah bagi masyarakat yang biasanya tinggi akibat tingkat kematian bayi dan kehamilan yang tinggi, angkatan kerja yang lebih produktif, dan kualitas hidup yang lebih baik melalui kesehatan yang lebih baik dan kemungkinan hidup yang lebih panjang. 13.

3. Hak-Hak Pekerja yang Hamil Berbagai jenis kerangka internasional, standar ketenagakerjaan, dan panduan telah membahas pelindungan terhadap ibu hamil di tempat kerja. Konvensi ILO pada Perlindungan teradap Ibu Hamil Tahun 2000 (N0.183) adalah salah satu standard ketenagakerjaan inetrnasional yang paling komprehensif. Konvensi ini sepakat bahwa ibu memiliki hak untuk suatu periode istirahat yang berkaitan dengan persalinan, dengan manfaat uang tunai dan manfaat medis, kepastian pekerjaan dan non-diskriminasi, perlindungan kesehatan dan hak untuk menyusui. Akan tetapi, pemerintah Indonesia belum meratifikasi Konvensi ini; maka, hak-hak untuk oekerja yang hamil masih sangat terbatas pada Undang- Undang di Indonesia. Tabel di bawah ini menunjukkan hak-hak pekerja yang hamil berdasarkan Undang-Undang Nasional Indonesia, seperti Undang-Undang Ketenagakerjaan: Table 3.1 Hak-Hak Pekerja yang Hamil sesuai dengan Undang-Undang di Indonesia Cuti Hamil Kondisi dan Cakupan yang Memenuhi Syarat Pekerja yang hamil dan pasangannya, berdasarkan keterangan kehamilan dari dokter. Tingkat Bantuan & Waktu Masing-masing 1,5 (satu setengah) bulan sebelum dan sesudah melahirkan, Total 3 bulan dengan 100% upah, yang merupakan kewajiban pengusaha (International Labour Organisation 2012) (Pasal. 82 (1) dan Pasal. 84, Bab 10 No. 13, 25 Maret 2003 tentang Ketenagakerjaan). Kehamilan & Persalinan Pasangan, berdasarkan keterangan kehamilan dari dokter (diperbolehkan 2 hari cuti yang dibayar untuk pekerja yang pasangannya melahirkan atau keguguran seperti yang ada pada undang-undang Ketenagakerjaan Indonesia. 2 hari untuk pasangan (Pasal. 93 (2)(C) dan (4)(e), Bab 10 No. 13, 25 Maret 2003 tentang Ketenagakerjaan). 14.

Larangan pada Shift Malam Pekerja yang hamil, berdasarkan catatan referensi dokter yang menganjurkan pelayanan kesehatan untuk pekerja yang hamil dan janin. Shift malam antara jam 23:00 dan 07:00 dilarang. (Pasal. 76, Bab 10 No. 13, 25 Maret 2003 tentang Ketenagakerjaan). Cuti Keguguran & Cuti Kelahiran Janin Mati Pekerja yang hamil, berdasarkan catatan referensi dokter yang menyatakan keguguran atau kelahiran dengan janin yang mati 1,5 bulan untuk ibu (Pasal. 82 (2), ayat 10 dari Bab 10 No. 13, 25 Maret 2003 tentang Ketenagakerjaan). Pasangan, berdasarkan keterangan kehamilan dari dokter*. 2 hari untuk pasangan (Pasal. 93 (2)(C) dan (4)(e), Bab 10 No. 13, 25 Maret 2003 tentang Ketenagakerjaan). Setelah Persalinan & Perawatan Anak Rehat Menyusui Pekerja yang menjalani persalinan. Selama jam kerja, rehat selama 30 menit pada masing-masing pagi hari dan siang hari (dua kali sehari, total 1 jam) untuk memberikan ASI dan menyusui bayi yang berusia d bawah 6 bulan (Pasal. 83, Bab 10 No. 13, 25 Maret 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Kesehatan No. 36/2009 Article 128). 3.1 Cuti Hamil dan Cuti Terkait Lainnya Pemberian cuti mencakup inti dari perlindungan maternitas dan kebijakan pekerjaankeluarga. Dasar pemikiran untuk cuti hamil adalah untuk mendukung perempuan dalam mengatasi kebutuhan fisik dan psikologis dari kehamilan, persalinan, dan menyusui. Selain cuti hamil, terdapat juga cuti jenis lainnya yang terkait seperti misalnya cuti istri melahirkan, cuti kelahiran janin mati dan cuti keguguran, di Indonesia. 15.

3.1.1 Cuti Hamil Cuti hamil adalah hak perempuan untuk mendapatkan masa istirahat dari pekerjaan mereka karena kehamilan, persalinan, dan masa setelah persalinan. Cuti hamil mencakup masa sebelum, selama, dan setelah persalinan. Tujuannya adalah untuk melindungi kesehatan ibu dan anak selama masa sebelum persalinan, mengingat kebutuhan khusus yang bersifat fisik maupun psikologis yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Di Indonesia, hak pekerja untuk memperoleh cuti hamil diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku untuk semua pekerja perempuan, yaitu perempuan yang bekerja untuk mendapatkan upah atau imbalan bentuk lainnya. Total lama cutinya paling sedikit tiga bulan; satu setengah bulan sebelum persalinan dan satu setengah bulan setelah persalinan. a) Cuti hamil sebelum persalinan Walaupun kehamilan dan persalinan memiliki tuntutan fisik yang besar, kehamilan bukanlah suatu penyakit dan sangat sedikit aspeknya yang akan mempengaruhi perempuan untuk bekerja karena kehamilannya. Akan tetapi, dalam setiap kehamilan, terdapat suatu jangka waktu dimana tidak dianjurkan secara medis bagi perempuan untuk bekerja. Dalam hal ini, masa cuti sebelum persalinan penting bagi perempuan untuk mempersiapkan diri dengan memadai untuk kelahiran bayinya. Lamanya masa cuti hamil yang dibutuhkan akan berbeda untuk setiap perempuan dan tergantung pada sejauh mana komplikasi an kondisi medis yang sudah ada sebelumnya. Cuti hamil juga bergantung pada bahaya pekerjaan yang tidak dapat dihapuskan atau ditangani dengan menyesuaikan kondisi lingkungan kerja seorang pekerja perempuan yang hamil atau memindahkannya ke bagian pekerjaan lain. Kesepakatan medis menyatakan bahwa untuk kehamilan tunggal, dan tanpa komplikasi, cuti hamil yang berkaitan dengan kesehatan mungkin akan dibutuhkan untuk memulai jangka waktu dua hingga enam bulan sebelum tanggal yang diperkirakan untuk persalinan (International Labour Organisation 2012). b) Cuti hamil setelah persalinan Cuti hamil setelah persalinan sangat penting untuk kesehatan ibu dan bayi yang baru lahir. jam-jam awal, hari-hari, dan minggu-minggu awal setelah persalinan sangat penting untuk pengikatan jalinan antara ibu dan anak, pemulihan untuk ibu, dan untuk menentukan pondasi yang kuat untuk perkembangan anak. Waktu-waktu ini juga membawa resiko kesehatan yang cukup besar bagi ibu dan bayi yang baru lahir. Dua pertiga kematian ibu dan bayi yang baru lahir terjadi pada dua hari pertama setelah persalinan, sementara empat persen kematian ibu dan hamper tiga puluh persen kematian bayi yang baru lahir terjadi antara minggu kedua dan keenam setelah persalinan. Masa cuti setelah persalinan yang diatur dalam Undang-Undang Indonesi adalah satu setengah bulan. Waktu yang diperpanjang mungkin terjadi sesuai dengan masing-masing kasus. Perpajangan cuti hamil yang berkaitan dengan menyusui harus didasarkan pada keterangan dokter 16.

dan perjanjian tertulis lainnya antara perusahaan dan pekerja yang bersangkutan dan/atau serikat pekerja, misalnya melalui perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan/atau perjanjian perundingan bersama (Better Work Indonesia 2012). ~ Perpanjangan cuti: lamanya masa cuti hamil dapat diperpanjang apabila dibutuhkan. Hal ini harus disahkan dengan pernyataan tertulis dari dokter kandungan atau bidan, sebelum atau sesudah persalinan (Catatan penjelasan untuk Pasal 82 Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003). ~ Cuti yang disebabkan oleh penyakit atau komplikasi: tidak terdapat hak umum untuk cuti yang disebabkan oleh penyakit atau komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan. Akan tetapi, pekerja yang mengalami keguguran berhak mendapatkan masa cuti selama satu setengah bulan, atau masa cuti seperti yang tertera pada surat pernyataan medis dari dokter kandungan atau bidan (Pasal 82 Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003). Manfaat Cuti Hamil Mengambil cuti hamil memiliki banyak manfaat untuk ibu dan anak. Cuti hamil membantu mengurangi tingkat kematian dan morbiditas bayi, dan membantu untuk meningkatkan kesehatan secara keseluruhan. Cuti hamil penting untuk memungkinkan ibu untuk: ~ Mendeteksi dan melaporkan komplikasi setelah persalinan dan resiko kesehatan yang mungkin akan timbul; ~ Menjalani proses penyembuhan, istirahat, dan pemulihan fisik setelah proses persalinan, dan termasuk kekurangan atau gangguan tidur yang berkaitan dengan persalinan, dan pusing yang menyertainya; ~ Melakukan dan mempertahankan pemberian ASI eksklusif, yang artinya anak hanya diberi ASI dan bukan jenis makanan dan minuman lainnya; ~ Dengan ayah bayinya, mengatur dan menyesuaikan keadaan secara fisik dan psikologis karena telah menjadi orangtua; ~ Membangun jalinan dengan anak dan belajar untuk memenuhi kebutuhannya untuk menjamin perkembangan bayi yang optimal; dan, ~ Mendapatkan waktu untuk layanan kesehatan setelah persalinan dan layanan kesehatan untuk bayi yang baru lahir dari ahli medis. 3.1.2 Cuti terkait lainnya a) Cuti Istri Melahirkan: Di Indonesia, dua hari cuti yang dibayar diperbolehkan untuk pasangan yang memiliki istri yang melahirkan atau mengalami keguguran ini adalah bagian dari hak paternitasnya. Cuti ini bertujuan untuk memungkinkan para ayah untuk menghabiskan waktu dengan ibu dan bayinya yang baru lahir selama persalinan; untuk berpartisipasi pada acara atau perayaan yang berhubungan dengan persalinan; dan untuk melaksanakan formalitas lainnya. Cuti istri melahirkan juga memberikan 17.

kesempatan bagi para ayah untuk merawat dan membangun jalinan dengan anaknya; untuk member dukungan ibu dari anaknya dalam mengatasi kebutuhan fisik dan psikologis yang banyak yang berhubungan dengan persalinan; dan untuk menyesuaikan diri dengan tanggung jawab baru sebagai orangtua. b) Cuti keguguran: Keguguran adalah istilah yang digunakan untuk kematian janin pada kandungan. Indonesia memberikan cuti selama satu setengah bulan pada kasus keguguran. c) Cuti Orangtua: Tidak ada Undang-Undang yang ditemukan di Indonesia terkait hal ini. Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia tidak bersuara pada hak adopsi dan hak perwalian, tetapi pada kasus hak adopsi, selama semua dokumen yang sah diberikan kepada pengusaha, orangtua dari anak yang diadopsi memiliki hak-hak maternal dan paternal seperti orangtua dari anak yang lahir secara alami. Terkait dengan hak perwalian, cuti mungkin dapat diberikan pengusaha sebagai cuti yang tidak dibayar. Hal ini juga berlaku untuk pengasuhan darurat untuk tanggungan dari pekerja, pasangan, atau anggota keluarga dekat. Pekerja mungkin dapat diberikan ijin untuk mendapatkan cuti yang tidak dibayar (Thomson Reuters Legal Solutions 2014). 18.

3.2 Manfaat uang tunai dan medis 3.2.1 Manfaat uang tunai a) Manfaat yang diperoleh pada cuti hamil: Setiap pekerja yang menggunakan haknya untuk mengambil cuti hamil harus menerima upahnya secara penuh (Pasal 84 Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003). Hak untuk memperoleh bayaran selama cuti hamil berlaku untuk semua pekerja, yaitu orang yang bekerja untuk memperoleh upah atau imbalan bentuk lainnya, yang menggunakan haknya untuk mengambil cuti hamil (Pasal 82 and 84 Undang-Undang Ketenagakerjaan). Manfaat uang tunai diberikan selama cuti hamil yang diambil oleh pekerja, yang sesuai dengan undang-undng di Indonesia. Masa pemerolehan hak utama adalah hingga tiga bulan. Masa cuti hamil pekerja dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan yang tertera pada pernyataan tertulis dari dokter kandungan atau bidan. Masih belum jelas apakah pekerja perempuan berhak mendapatkan upah penuh untuk masa cuti yang diperpanjang (Pasal 82 and 84 Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003) b) Manfaat yang diperoleh pada cuti istri melahirkan: Apabila seorang pekerja tidak masuk kerja karena pasangannya menjalani persalinan atau karena pasangannya mengalami keguguran, pekerja tersebut berhak mendapatkan bayaran untuk dua hari kerja selama ketidakhadirannya (Pasal 93(4)(e) Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003). Hak untuk diberikan bayaran saat cuti istri melahirkan berlaku pada pekerja yang dipekerjakan oleh pengusaha. Seorang pekerja adalah orang yang bekerja untuk memperolah upah atau bentuk imbalan lainnya. Pekerja berhak memperoleh cuti yang dibayar apabila pasngannya menjalani persalinan atau mengalami keguguran (Pasal 93(2)(c) dan 93(4)(e) Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003). Hak untuk memperoleh bayaran pada saat cuti istri melahirkan adalah untuk jangka waktu dua hari (Pasal 93(2)(c) dan 93(4)(e) Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003). Pekerja berhak menerima bayaran untuk dua hari kerja selama ketidakhadirannya (Pasal 93(4)(e) Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003). Manfaat ini harus dibayarkan oleh pengusaha (Pasal 93 Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003). (International Labour Organisation 2011). Seorang pengusaha adalah: a. Seorang individu (pemilik), kemitraan, atau badan hukum yang menjalankan sebuah perusahaan yang dimilikinya; b. Seorang individu, kemitraan, atau badan hukum yang secara independen menjalankan sebuah perusahaan yang bukan miliknya. c. Seorang individu, kemitraan, atau badan hukum yang bertempat di Indonesia tetapi mewakilkan sebuah perusahaan seperti yang dirujuk oleh poin a) dan poin b), yang memiliki basis di luar teritori Indonesia (Pasal 1 (3), 1(5), 93(2) Undang-Undang 19.

Ketenagakerjaan tahun 2003). c) Manfaat yang diperoleh pada cuti adopsi: Tidak ada Undang-Undang terkait yang ditemukan di Indonesia. 3.2.2 Manfaat Medis a) Pekerja berhak mendapatkan manfaat medis sesuai dengan yang diatur pada Undang-Undang jaminan sosial nasional. ~ Pelayanan kesehatan sebelum persalinan, saat persalinan, dan setelah persalinan: Pekerja, pasangannya, dan hingga tiga anaknya berhak untuk mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan, termasuk pemeriksaan ibu hamil dan proses persalinan. Seorang pekerja yang membutuhkan pemeriksaan kehamilan dan/atau membutuhkan bantuan di tempat kerja harus mendapatkan layanan ini dari rumah sakit ibu dan anak yang sudah ditunjuk sebelumnya (Pasal 16 Undang-Undang tentang Jaminan Sosial Pekerja; Pasal 33 dan 42 Peraturan Pemerintah No.14 tentang implementasi program jaminan sosial pekerja). ~ Pembiayaan manfaat: Pembiayaan manfaat ini termasuk program jaminan sosial pekerja. Pemberian kontribusi pada bagian Jaminan Pemeliharaan Kesehatan harus ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha. Hanya pengusaha yang mempekerjakan 10 pekerja atau lebih, atau menghabiskan paling sedikit Rp 1.000.000 untuk upah setiap bulannya, yang diwajibkan untuk menjamin pekerjanya pada program jaminan sosial pekerja (Pasal 6 Undang-Undang tentang Jaminan Sosial Pekerja; dan, Pasal 2 dan 9(2) of the Government regulation No. 14 Peraturan Pemerintah No. 14 te n t a n g i m p l e m e n t a s i p r o g r a m j a m i n a n s o s i a l p e k e r j a ). 20.

4. Pengaturan menyusui di tempat kerja (Better Work Indonesia 2012) ASI adalah makanan terbaik yang dapat diperoleh bayi dan menyusui dapat memberikan anak awal yang terbaik dalam hidup. 4.1 Apa itu Menyusui? Anthony Lake, UNICEF Executive Director, Juli 2010 Proses menyusui memberikan makanan yang diproduksi secara alami untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat untuk bayi; proses menyusui juga merupakan bagian yang terintegrasi dengan proses reproduksi dengan dampak yang penting bagi kesehatan sang ibu. Pemberian ASI eksklusif untuk enam bulan pertama usia bayi adalah cara pemberian makann yang optimal, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Amerika Serikat. Penelitian ini mengemukakan bahwa selama bulan-bulan awal dalam kehidupan, bayi yang diberikan ASI eksklusif mendapatkan perlindungan yang lebih kuat dari infeksi disbanding dengan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif (Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat tahun 2000). Menyusui bayi pada jangka waktu yang lebih panjang juga memberikan perlindungan yang lebih kuat terhadap infeksi. Maka dari itu, penting bagi suatu tempat kerja untuk memiliki ruang menyusui yang layak dan memberikan waktuyang dibutuhkan ibu yang bekerja untuk memberikan ASInya. Pada Undang-Undang Kesehatan Indonesia, ibu dianjurkan untuk menyusui anaknya secara eksklusif dari sejak lahir hingga usia enam bulan. Diharapkan anggota keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk mendukung ibu menyusui dengan memberikan waktu dan tempat untuk mereka agar dapat menyusui anaknya di tempat kerja dan tempattempat umum. Peraturan ini sesuai dengan dua peraturan gabungan yang dikeluarkan pada tahun 2008 oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan. Pihak manapun yang dengan sengaja mengganggu proses menyusui akan menerima kewajiban hukuman penjara hingga satu tahun dan denda hingga Rp 100.000.000. Apabila tindakan yang melanggar hukum ini dilakukan oleh sebuah perusahaan, dendanya dapat dilipatgandakan sebanyak tiga kali. Selain itu, ijin usaha dan/atau status badan hukum dari perusahaan tersebut dapat dicabut. Untuk perincian yang lebih jauh tentang menyusui, silahkan mengacu pada dokumen Better Work Indonesia, Tempat Kerja yang Ramah untuk Menyusui: Panduan untuk Pengusaha, yang dapat diperoleh di halaman situs BWI. Manfaat Menyusui: Manfaat untuk Pekerja ~ Memperoleh fasilitas yang layak, baik, dan bersih untuk memberikan ASI. ~ Melindungi hak anak-anak pekerja untuk memiliki nutrisi yang terbaik dan paling lengkap, yang dapat diperoleh dari ASI. ~ Dengan memenuhi hak anak untuk memperoleh ASI, kesehatan anak akan lebih terjamin, yang akan mengurangi penggantian biaya kesehatan untuk pekerja di masa yang akan datang pada karir mereka. ~ Pekerja yang menyusui memperoleh manfaat fisik dan psikologis, yang pada akhirnya memberikan dampak positif pada kinerja dan produktivitasnya di tempat kerja. ~ Anak-anak yang memperoleh ASI lebih sehat dan lebih tidak rentan terhadap penyakit. 21.

Manfaat untuk Perusahaan ~ Biaya Kesehatan yang Lebih Rendah Menyusui dapat mengurangi biaya kesehatan untuk ibu dan anak. Untuk setiap 1.000 bayi yang tidak mendapatkan ASI, terdapat 2.033 kunjungan tambahan ke dokter, 212 hari di rumah sakit, dan 609 resep obat. ~ Ketidakhadiran yang Lebih Rendah Ketidakhadiran selama satu hari untuk merawat anak-anak yang sakit terjadi dua kali lebih sering pada ibu yang memberikan bayinya susu formula dibandingkan dengan ibu yang menyusui bayinya. ~ Mempertahankan Pekerja yang Berharga Tingkat perputaran pegawai yang tinggi memiliki biaya yang tinggi bagi perusahaan. Pengusaha ingin mempertahankan pekerja yang berharga, termasuk mereka yang sedang mengambil cuti hamil. Memberikan program yang berfokus pada keluarga untuk membantu pekerja menyeimbangkan keluarga dan komitmen pekerjaan dapat menghasilkan dampak positif pada tingkat retensi, yang mengakibatkan kemungkinan adanya penghematan biaya bagi perusahaan. Sebuah studi yang meneliti berbagai perusahaan yang memiliki program untuk mendukung menyusui memiliki tingkat retensi rata-rata sebesar 94 persen. ~ Hubungan Masyarakat yang Positif Kebijakan menyusui dapat membantu pengusaha untuk membangun itikad baik di antara masyarakat. Selain itu, pengakuan apapun terhadap tempat kerja yang ramah untuk menyusui dapat menjadi bernilai karena hal ini memberikan perusahaan suatu keunggulan keunggulan bersaing dalam perekrutan dan mempertahankan pekerja. 5. Perlindungan kesehatan di tempat kerja untuk pekerja yang hamil (International Labour Organisation 2012.) Salah satu aspek penting dari perlindungan maternitas di tempat kerja adalah untuk memastikan bahwa ibu hamil tidak terpapar lingkungan kerja atau zat-zat yang dapat menimbulkan resiko tertentu pada saat kehamilan. karena pekerja yang hamil dianggap sebagai kelompok resiko yang spesifik, kondisi di tempat kerja yang mungkin dianggap dapat diterima pada situasi normal mungkin saja tidak dapat diterima pada saat kehamilan. maka, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah pertimbangan yang penting, dan tindakan-tindakan yang perlu harus dilakukan dengan mengingat keselamatan dan kesehatan pekerja yang hamil. Pengusaha memiliki tugas yang sah menurut hukum untuk memenuhi kebutuhan pekerja yang hamil. Para pekerja dilindungi selama kehamilannya sejak pengusaha diberikan informasi tentang kondisi pekerja. Memenuhi persyaratan ini akan menguntungkan untuk pabrik maupun pekerja. 22.

5.1 Menilai Resiko pada Kesehatan dan Kehamilan Untuk perlindungan maternitas, sangat penting untuk dilakukan penilaian resiko untuk pekerja yang hamil di tempat kerja. Pada saat pengusaha menerima pemberitahuan bahwa seorang pekerja sedang hamil, pengusaha harus menilai resiko-resiko spesifik untuk pekerja tersebut dan melakukan tindakan untuk memastikan bahwa dia tidak terpapar apapun yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatannya, atau membahayakan janinnya yang sedang berkembang. Penilaian resiko harus diawasi seiring dengan berjalannya kehamilan karena kondisi dapat berubah-ubah selama kehamilan. perubahan signifikan apapun pada kesehatan seorang individu (atau komplikasi pada kehamilan atau persalinan) atau perubahan-perubahan yang diajukan untuk pekerjaan, peralatan pekerjaan, angkatan kerja atau tempat kerja juga harus dinilai resikonya untuk mengukur dampaknya terhadap kesehatan pekerja, penilaian semacam itu memberikan kesempatan untuk mencegah resiko dan bahaya, dan untuk terlibat dalam pendidikan dan pelatihan tentang kehamilan yang aman di tempat kerja. pekerja di industri garmen terpapar debu kapas pada kadar yang tinggi di tempat kerja; tingkat kebisingan yang tinggi di area penenunan; proses penyelesaian; panas yang ekstrim; debu dari serat tekstil; dan, bahaya ergonomis (Lu 2011). Bagan di bawah ini memberikan contoh untuk mengatasi resiko yang mungkin timbul di industri garmen. Secara umum, prosesproses di pabrik pabrik garmen terdiri dari enam langkah: menyimpan bahan mentah, pemotongan, penjahitan, penyeterikaan, inspeksi/pengemasan, dan pengiriman. 1 Masingmasing langkah memiliki resiko seperti yang ada di bawah ini: Menyimpan bahan mentah Pemotongan Penjahitan Penyeterikaan Inspeksi/Peng emasan Pengiriman Penyakit tulang dan otot Debu, penyakit tulang dan otot Cahaya, debu, penyakit tulang dan otot Terbakar, debu,penyakit tulang dan otot Cahaya, penyakit tulang dan otot Terjatuh, penyakit tulang dan otot Penyakit tulang dan otot Debu, penyakit tulang dan otot Cahaya, debu, penyakit tulang dan otot Terbakar, debu,penyakit tulang dan otot Cahaya, penyakit tulang dan otot Terjatuh, penyakit tulang dan otot Terdapat banyak jenis bahaya reproduktif di tempat kerja yang dapat mempengaruhi ibu dan anak. Kelompok bahaya yang berbeda-beda tersebut adalah: zat biologis, zat kimia dan zat berbahaya lainnya, sumber fisik, kebutuhan fisik dan mental, kondisi di tempat kerja, dan kesehatan di tempat kerja linnya, masalah keselamatan dan kebersihan. Bagian ini akan memberikan contoh bagaimana zat dan kondisi di tempat kerja dapat mempengaruhi kesehatan reproduktif, dengan penekanan khusus dalam efek pada kehamilan. 1 Badan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Korea (KOSHA), Penilaian Resiko K3 pada pabrik garmen, 2012, P.2 23.