BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi,

dokumen-dokumen yang mirip
sehingga siswa perlu mengembangkan kemampuan penalarannya.

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar dalam dunia kampus berbeda dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORI. Slameto (2010:2), bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Segitiga. (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2012), Elly Susanti. Proses koneksi Produktif dalam Penyelesaikan Masalah Matematika,

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

2014 PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN MATEMATIKA-LOGIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan keluarga (in formal), pendidikan di sekolah (formal) maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Andrea Hirata, penulis buku Laskar Pelangi bisa sukses bukan karena ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bentuk-bentuk Gejala Jiwa dan Implikasinya dalam Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah SUMIARTI, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. siswa. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai pengaruh yang dinamis dalam kehidupan

L A M P I R A N. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dinamik dan generatif. Melalui kegiatan matematika (doing math), matematika

ANALISIS KESULITAN SISWA YANG DOMINAN MENGGUNAKAN OTAK KANAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPERASI BILANGAN BULAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring majunya perkembangan jaman, pendidikan sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengajaran yang banyak menggunakan verbalisme atau ceramah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Dengan PISA (Program for International Student Assessment) dan

Available online at Jurnal KOPASTA. Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 13-17

II. TINJAUAN PUSTAKA. bantuan catatan. Pemetaan pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran tradisional kerap kali memosisikan guru sebagai pelaku

2016 PENGARUH MED IA PUZZLE KERETA API D ALAM MENYAMBUNGKAN SUKU KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK D OWN SYND ROM

BAB I PENDAHULUAN. dianggap penting yaitu era globalisasi yang membutuhkan sumber daya

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid

Menyeimbangkan Fungsi Kerja Otak Kanan dan Otak Kiri dalam Pembelajaran Membaca

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. formal, non-formal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya

Santi Widyawati Dosen Prodi Pendidikan Matematika, IAIM NU Metro Abstrak

PERSPEKTIF PENDIDIKAN BERKUALITAS BAGI ANAK

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kecerdasan yang seimbang. Menurut Undang-Undang RI Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

BAB I PENDAHULUAN. dari dalam kandungan maupun sejak dilahirkan ke bumi. Kemampuan yang

Nama : Eka Rezeki Amalia NIM : Matkon IV A

BAB I PENDAHULUAN. efisien. 1 Untuk mempermudah siswa dalam menerima materi

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai makna yang dihubungkan dengan gagasan-gagasan yang diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. pada subyek didik setelah mengalami proses pendidikan. Perubahan-perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI GAYA BELAJAR (VISUAL, AUDITORIAL, KINESTETIK) MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS BUNG HATTA

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan nasional berbunyi bahwa pendidikan. diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pelajar, 2011), hlm Eti Nurhayati, Psikologi Pendidikan Inovatif, (Yogyakarta, Pustaka

PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. penulis akan memaparkan mengenai analisis hasil penelitianyang terdiri dari analisis

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dan musik meningkatkan mutu hidup manusia. (dalam Anggraeni, 2005)

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia terlahir dengan karunia berupa kecerdasan. Kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ghufron dan Risnawita (2010: 38-39) menjelaskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan darikegiatan

BAB I PENDAHULUAN. melalui jalur pendidikan formal (Taman Kanak Kanak, Raudhatul Athfal,

PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aspek yang mendukung siswa untuk mencapai prestasi

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

BAB V PENUTUP. ditemukan pada siswa-siswi tersebut. Gangguan kebahasaan itu meliputi reseptif

BAB I PENDAHULUAN. aspek prestasi belajar yaitu kognitif, psikomotif dan afektif. Susilo (2006:

KONSEP dan MAKNA BELAJAR Belajar dan Pembelajaran Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL ANIMASI EDUKASI SI OTAK KANAN DAN SI OTAK KIRI. Suzanna Romadhona ABSTRAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal. Berikut pernyataan tentang pendidikan anak usia

PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Nanang Erma Gunawan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan

PERBEDAAN KEMAMPUAN MENGINGAT DITINJAU DARI GAYA BELAJAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB IV ANALISIS IMPLIKASI METODE CANTOL ROUDHOH TERHADAP KEMAMPUAN KEGIATAN BELAJAR MEMBACA DAN MENULIS ANAK DI LEMBAGA PENDIDIKAN PRA SEKOLAH ROUDHOH

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB IV DESKRIPSI HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. (Depok: Intuisi Press,1998) Cet 2, hlm. 2-3

BAB II. BENTUK-BENTUK GEJALA JIWA DALAM PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mempelajari sastra di sekolah dasar pada dasarnya adalah membantu

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, baik informasi yang berupa ilmu pengetahuan umum, teknologi, maupun yang lainnya. Informasi-informasi tersebut salah satunya dapat diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan bangsa, dan merupakan wahana utama dalam pembangunan mutu sumber daya manusia yang pada gilirannya menentukan masa depan bangsa. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai sarana pembebasan manusia dari kebodohan dan keterbelakangan. Karena itu, pendidikan dinyatakan sebagai indikator penting dalam indeks pembangunan manusia. Pendidikan dapat terbagi ke dalam tiga jenis yaitu pendidikan formal, informal, dan nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diperoleh individu secara teratur, bertingkat, dan mengikuti syarat-syarat tertentu yang jelas serta dilakukan pada suatu lembaga pendidikan formal dimulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Pendidikan informal diperoleh individu dari pengalaman sehari-hari secara sadar ataupun tidak sejak manusia lahir hingga akhir hayat, mencakup pendidikan yang berlangsung di lingkungan keluarga, pekerjaan, ataupun pergaulan sehari-hari. Sedangkan pendidikan nonformal merupakan jenis pendidikan yang terencana dalam batas tertentu dan dilaksanakan di luar pendidikan formal, seperti kursus.

2 Dalam kegiatan belajar mengajar, ada yang disebut guru sebagai pendidik dan siswa sebagai terdidik. Setiap siswa memiliki karakteristik tertentu yang sifatnya unik antara lain jenis kelamin, usia, taraf kecerdasan, keadaan sosial ekonomi, prestasi yang dicapai, latar belakang kebudayaan, motivasi, dan gaya belajar. Begitu pula halnya dalam belajar, siswa memiliki tampilan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya baik dalam hal cara belajar, cara berfikir ataupun cara mereka dalam memahami suatu pelajaran. Keseluruhan karakteristik siswa ini lazim ditemui dan dihadapi sehari-hari oleh para guru. Oleh karenanya kepekaan guru terhadap karakteristik siswa ini perlu ditumbuhkan guna memudahkan dalam menghadapi beragam permasalahan dan mencari solusi ataupun alternatif pemecahannya, serta diharapkan pula memudahkan guru dalam merancang suatu metode pengajaran yang sesuai dan tepat. Siswa sekolah dasar dengan kisaran usia 7 hingga 12 tahun pada umumnya berada dalam tahap kongkrit operasional. Menurut Piaget dalam tahap ini siswa/anak memiliki beberapa karakteristik/ciri yaitu anak/siswa sudah mampu melakukan reversible operation, sudah mengenal konsep invariance, dan sudah mengenal konsep rangkaian. Karena disebut tahap kongkrit operasional, maka untuk memudahkan belajar harus ada objek yang kongkrit/nyata agar dapat berpikir secara logis. Mulai usia 8 hingga 9 tahun, anak mulai mencoba melakukan pemikiran imajinatif dan juga mulai mencoba berfikir secara abstrak namun masih dalam tahap yang kongkrit. Usia 8 atau 9 tahun biasanya anak berada di kelas tiga SD. Dalam mempelajari materi pelajaran yang diberikan di kelas tiga mulai dibutuhkan kemampuan konsentrasi serta ketelitian yang cukup tinggi dalam mengerjakan tugas-tugas, serta cara berfikir yang lebih imajinatif dan abstrak dibandingkan dengan siswa kelas satu dan dua. Pada usia ini

3 pula seorang siswa biasanya sudah mulai menunjukkan gaya dalam belajarnya walaupun masih memerlukan bimbingan/arahan dari orang-orang di sekitarnya, misalnya guru, orang tua, atau kakak. Saat belajar di rumah ataupun di sekolah, gaya yang digunakan oleh satu siswa dengan siswa lainnya dapat berbeda-beda. Di sekolah misalnya, ada siswa yang dapat duduk tertib dan mendengarkan gurunya menerangkan, ada juga yang tidak dapat duduk diam saat gurunya menerangkan, ada pula yang cepat ataupun lambat dalam menangkap pelajaran. Sedangkan di rumah misalnya, ada yang dapat belajar sambil mendengarkan radio atau televisi, ada yang belajar harus dengan mempraktekkan sesuatu, dan lain-lain. Pada dasarnya setiap individu (termasuk siswa) memiliki gaya tersendiri dalam belajar. Seorang guru pun akan menyampaikan materi pelajaran menurut gayanya sendiri-sendiri.dengan gaya belajar siswa yang khas, siswa dapat dengan khas pula lebih mengerti/paham dalam memproses informasi yang disampaikan oleh gurunya. Beberapa siswa mungkin saja akan mengalami kesulitan dalam memproses informasi dengan gaya yang disampaikan oleh gurunya. Jika siswa mengalami kendala dalam memahami pelajarannya di sekolah, ia harus dapat mengatasinya dan salah satunya adalah dengan menemukan gaya belajar yang sesuai dengan dirinya. Namun terkadang siswa tidak mengalami kendala dalam memahami pelajaran yang diberikan karena kemungkinan mereka sudah menemukan gaya belajar yang sesuai dalam memahami suatu materi. Gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana siswa menyerap informasi (modalitas) dan cara mengolah informasi tersebut (dominasi otak). Porter dan Hernacki (1999) mengemukakan bahwa ada tiga gaya/modalitas belajar, yaitu visual, auditif, dan

4 kinestetik (V-A-K). Secara umum, siswa visual belajar melalui apa yang mereka lihat, misalnya mereka lebih mudah belajar bila melihat atau membaca bahan-bahan pelajaran. Siswa auditif belajar melalui apa yang didengar, misalnya mereka lebih mudah mempelajari sesuatu bila mendengarkan keterangan dari guru. Siswa kinestetik lebih mudah belajar melalui gerak dan sentuhan, misalnya siswa memahami pelajaran apabila dengan menggerakkan tubuhnya atau melakukan praktek langsung. Jika sistem identifikasi V-A-K yang membedakan bagaimana siswa menyerap informasi maka dominasi otaklah yang menentukan bagaimana suatu informasi diproses. Salah seorang professor di bidang kurikulum dan pengajaran yakni Anthony Gregorc (deporter & Hernacki, 1999) dalam kajiannya menyimpulkan adanya dua kemungkinan dominasi otak yaitu persepsi konkret dan abstrak serta kemampuan pengaturan secara sekuensial (linear) dan acak. Kedua kemungkinan ini dapat dipadukan menjadi empat kombinasi kelompok, yaitu sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak.siswa yang termasuk dalam kategori sekuensial cenderung memiliki dominasi otak kiri, sedang siswa yang berpikir secara acak biasanya termasuk dalam dominasi otak kanan. Perbedaan gaya belajar ini akan mempengaruhi bagaimana seorang siswa menangkap, memahami, serta mengolah suatu materi yang telah atau sedang disampaikan gurunya. Berkaitan dengan gaya belajar siswa, salah satu mata pelajaran yang ingin diteliti dalam penelitian ini yakni mata pelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran praktis, dimana banyak peristiwa yang dijumpai dalam keseharian membutuhkan matematika sebagai alat pemecahannya, baik di sekolah, rumah, atau dimanapun siswa berada sehingga dibutuhkan pemikiran yang logis dalam memahami

5 matematika. Saat ini banyak buku cetak matematika yang disajikan dengan menarik dan berkualitas sesuai dengan tingkat perkembangan anak SD, tidak hanya mengasah kemampuan berpikir logis namun mengasah pula kemampuan visual serta kinestetiknya. Dengan begitu akan memudahkan siswa bagi yang memiliki gaya belajar visual maupun kinestetik. Namun dalam realita yang ada, sebagian besar para siswa agaknya mengalami kesulitan untuk dapat menyenangi hingga memahami pelajaran matematika ini walaupun buku-buku yang disajikan sudah cukup berkualitas. Hal ini dinyatakan pula oleh salah seorang guru mata pelajaran matematika di SD X bahwa sebagian besar siswa-siswinya tampak kurang menyenangi mata pelajaran ini. Menurutnya kemungkinan yang terjadi karena banyaknya rumus matematika yang harus dihapalkan sehingga siswa merasa kesulitan dan juga karena pelajaran matematika merupakan salah satu ilmu pasti yang membutuhkan ketelitian yang cukup tinggi serta penalaran yang logis. Kemungkinan lain yang menjadi kendala bagi para siswa dalam memahami pelajaran matematika adalah mereka mungkin belum menemukan gaya belajarnya, atau metode pengajaran guru yang kurang/belum sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki siswa sehingga ada ketidakselarasan antara metode mengajar dengan gaya belajar siswa. Selain kondisi yang tersebut di atas, data yang cukup menegaskan mengapa ingin diteliti masalah gaya belajar siswa kelas I pada mata pelajaran matematika di SD X Bandung adalah ditemukannya nilai matematika yang sangat rendah pada salah satu kelas IIISD X Bandung. Berdasarkan hasil wawancara dengan wali kelas SD yang dimaksud, hanya di SD tersebut saja yang memperoleh nilai matematika sangat rendah untuk setiap siswanya (tidak lebih dari nilai 6). Kondisi ini terjadi pada saat guru/wali kelas yang

6 sebelumnya menjabat/mengajar. Hampir semua siswa kelas III di SD ini belum memiliki pemahaman mengenai konsep dasar matematika. Para siswa belum dapat melakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Sedangkan memahami konsep dasar matematika merupakan suatu hal terpenting untuk mempelajari materi pelajaran lain ataupun dalam menghadapi situasi sehari-hari. Menurut keterangan dari wali kelas yang saat ini mengajar, guru yang bersangkutan kurang peka dengan kondisi siswa dan kurang dapat menyelaraskan gaya mengajarnya dengan gaya belajar siswa sehingga ada kemungkinan siswa kesulitan memahami materi dengan gaya yang disampaikan gurunya. Dari uraian di atas dan berdasarkan fenomena yang ada, maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai gaya belajar siswa-siswi kelas III pada mata pelajaran matematika, di SD X Bandung. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan hal di atas maka peneliti ingin meneliti bagaimana gaya belajar para siswa kelas I pada mata pelajaran matematika, di SD X Bandung 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai gaya belajar siswa-siswi kelas I pada mata pelajaran matematika di SD X Bandung. Sedangkan tujuannya ialah untuk memperoleh data yang lebih rinci mengenai gaya belajar siswasiswi kelas I pada mata pelajaran matematika di SD X Bandung.

7 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Praktis Memberikan informasi kepada orang tua, guru, serta konselor pendidikan mengenai gaya belajar yang dimiliki siswa/anak. Diharapkan informasi ini dapat membantu para orang tua, guru, maupun konselor pendidikan dalam mengembangkan gaya belajar siswa/anak yang dianggap potensial sehingga mereka dapat mengoptimalkan prestasinya, serta mengasah potensi gaya belajar lain yang dimiliki. Bagi siswa sendiri, hal ini pun dapat menjadi informasi baginya agar siswa dapat menyadari dan mengidentifikasi gaya belajarnya sehingga setelah mengetahui hal tersebut diharapkan siswa dapat memanfaatkan secara optimal dalam rangka mencapai prestasi yang optimal pula. 1.4.2. Kegunaan Teoretis Sumbangan bagi Psikologi Pendidikan, sebagai informasi mengenai gaya belajar siswa. Selain itu pula dapat digunakan sebagai informasi bagi penelitian lanjutan mengenai gaya belajar siswa. 1.5. Kerangka Pemikiran Setiap siswa mengalami banyak perkembangan dalam berbagai bidang kehidupannya. Perkembangan ini dimungkinkan karena adanya kemampuan untuk belajar, yaitu mengalami perubahan-perubahan, mulai dari saat lahir hingga mencapai

8 usia lanjut. Menurut Hilgard & Bower (1962), belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang, dan perubahannya tidak dapat dijelaskan atas dasar respon bawaan, kematangan, ataupun kecenderungan lain seperti kelelahan atau pengaruh obat. Sedangkan Morgan (1986) berpendapat bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu hasil latihan dan pengalaman. Secara umum, belajar dapat dikatakan sebagai suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Yang membedakan proses belajar setiap orang adalah cara seseorang dalam memahami apa yang sedang dipelajarinya, sejak ia menerima informasi hingga memproses informasi. Begitupun dengan siswa, dalam belajar di sekolah ataupun di rumah mereka menunjukkan gaya belajar yang unik. Siswa yang satu bisa saja berbeda gaya belajarnya dengan siswa lainnya. Gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih seseorang dalam menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. De Porter dan Hernacki (1999) menjelaskan bahwa secara umum ada dua kategori utama mengenai bagaimana siswa belajar, yaitu cara siswa menyerap informasi dengan mudah (modalitas), dan caranya mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak). Ada tiga modalitas yang paling mudah dikenali, yaitu visual (V), auditif (A), dan kinestetik (K). Sedangkan dominasi otak terbagi menjadi dua jenis yaitu kiri dan kanan. Setiap siswa mengembangkan gaya belajarnya sendiri. Sebagian siswa mungkin lebih mudah belajar matematika secara visual atau belajar melalui apa yang ia lihat, misalnya melihat gambar dan diagram, karena dalam modalitas ini terakses citra visual dengan gambar dan warna yang sangat menonjol. Sebagian lain mungkin lebih mudah

9 secara auditif atau belajar matematika melalui apa yang didengar, misalnya mendengarkan dengan seksama saat guru menerangkan rumus matematika ataupun saat memberikan contoh-contoh yang disampaikan secara lisan, karena modalitas ini mengakses segala jenis bunyi dan kata-kata, dalam hal ini irama, musik, dan dialog internal yang menonjol. Sedangkan siswa dengan modalitas kinestetik akan belajar matematika melalui gerakan atau sentuhan, di sini gerakan, koordinasi, dan kenyamanan fisik sangat menonjol ( deporter & Hernacki, 1999). Misalnya, menggunakan alat peraga untuk dapat dipraktekkan secara langsung, seperti lidi saat belajar tentang sudut, atau menggunakan kancing saat belajar tentang perkalian dan pembagian. Kebanyakan siswa memiliki ketiga modalitas ini yaitu visual-auditif-kinestetik, namun hampir semua siswa cenderung lebih sering menggunakan salah satu modalitas saja. Jika sistem identifikasi V-A-K membedakan bagaimana siswa menyerap informasi, untuk menentukan bagaimana siswa mengolah informasi dapat dilihat dari dominasi otaknya. Menurut Gregorc (deporter & Hernacki, 1999), terdapat empat kombinasi kelompok yang disebut gaya berpikir siswa. Gaya-gaya tersebut adalah sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak. Siswa yang termasuk dalam dua kategori sekuensial cenderung pada dominasi otak kiri. Jika memiliki otak kiri yang kuat maka siswa akan mampu menyerap dengan mudah bila informasi disampaikan secara logis dan linier, karena proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linear, dan rasional. Cara berpikirnya sesuai untuk tugas-tugas teratur, menempatkan detil dan fakta, serta simbolisme. Sedangkan siswa yang berpikir secara acak(non sekuensial) termasuk dalam dominasi otak kanan yangmana cara berpikir otak kanan bersifat intuitif dan holistik. Cara berpikirnya sesuai dengan cara-cara untuk

10 mengetahui yang bersifat nonverbal, seperti perasaan dan emosi, pengenalan bentuk dan pola, dan kreativitas. Siswa dengan dominasi otak kanan sangat menyukai presentasi yang melibatkan visualisasi, imajinasi, musik, seni. Namun dalam penelitian ini pembahasan mengenai abstrak dan konkret pada dua kategori di atas dibatasi hanya pada dominasi otak kiri dan kanan saja, dalam arti tidak akan dibahas satu persatu dari setiap kombinasi kelompok sekuensial-non sekuensial/acak. Hal ini dikarenakan guna memudahkan penelitian mengenai pembahasan dominasi otak kiri dan kanan pada setiap siswa, dan karena dari kedua belahan otak ini masing-masing mempunyai spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu. Beberapa contoh kongkrit yang menggabungkan antara modalitas dan dominasi otak pada siswa, misalnya saja siswa visual dengan dominasi otak kiri, saat belajar matematika siswa cenderung menggarisbawahi atau memberi warna beberapa kata/rumus penting yang sedang dibaca. Siswa ini mencari kata kunci dari materi yang ia baca kemudian diwarnai, dan untuk memahami apa yang tengah dipelajarinya, ia berusaha membuat suatu peta pikiran dari kata-kata yang ia buat. Siswa visual cenderung akan lebih mudah menangkap materi yang disampaikan melalui gelombang cahaya yang masuk ke dalam mata sehingga segala jenis warna, gambar, ataupun bentuk yang tertangkap oleh mata akan lebih mudah diserap. Siswa auditif dengan dominasi otak kiri, misalnya guru menjelaskan bagaimana cara menurunkan suatu rumus tertentu. Siswa auditif cenderung akan lebih mudah menyerap materi yang disampaikan melalui gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga sehingga segala jenis suara/bunyi yang tertangkap oleh telinga akan lebih mudah diserap. Atau siswa kinestetik dengan dominasi otak kiri, misalnya ia dihadapkan pada

11 soal berhitung tentang penjumlahan beruntun. Siswa kinestetik mungkin akan menggunakan alat peraga (seperti kancing) untuk mempraktekkan secara langsung soal penjumlahan tersebut. Siswa kinestetik akan lebih mudah menyerap materi apabila terjadi koordinasi pada motoriknya yang melibatkan aktivitas fisiknya, memanipulasi/mempraktekkan secara langsung. Secara umum, siswa dengan dominasi otak kiri akan mengerjakan soal-soal matematika melalui proses tahap demi tahap. Contoh kongkrit antara modalitas dengan dominasi otak kanan, dalam hal ini contoh mengenai modalitas bisa dikatakan sama tetapi dalam hal pemrosesan informasinya saja yang berbeda (dominasi otaknya). Secara umum, siswa dengan dominasi otak kanan akan mengerjakan soal-soal matematika dengan melihat gambaran keseluruhannya terlebih dahulu (holistik). Mereka menggunakan intuisi dalam pemikirannya dan mempunyai dorongan kuat untuk menemukan beragam alternatif jawaban. Kecenderungan modalitas belajar yang dimiliki oleh siswa serta dominannya otak kiri ataupun kanan, dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal/alamiah (pembawaan/genetik) dan faktor eksternal (lingkungan). Ada hal-hal tertentu yang tidak dapat diubah dalam diri seseorang bahkan dengan latihan sekalipun. Tetapi ada juga halhal yang dapat dilatihkan dan disesuaikan dengan lingkungan. Dominannya otak kiri maupun otak kanan merupakan faktor bawaan/genetik. Sedangkan kecenderungan modalitas belajar visual/auditif/kinestetik dapat ditentukan dari lingkungan (lingkungan sekolah atau rumah), misalnya saat siswa belajar di rumah ia membiasakan dirinya mengulang kembali pelajaran yang sudah diperolehnya di sekolah dengan cara memberi tanda/warna pada setiap kata kunci materi yang sedang dibacanya. Apabila ia merasa

12 mudah memahami materi dengan cara seperti itu maka tidak menutup kemungkinan ia akan mengulang kembali cara yang sama saat mempelajari materi lainnya. Dari proses pengulangan ini akan terbentuk suatu kebiasaan dalam belajar dan pada akhirnya membentuk suatu gaya belajar yang khas dari siswa tersebut. Saat siswa menerima informasi maka modalitas belajarlah yang akan berperan, lalu bagaimana siswa memproses informasi tersebut mulai terjadi pelibatan dominasi otak. Apakah dalam pemrosesan tersebut lebih dominan otak kiri atau dominan otak kanan. Sejak proses menerima informasi hingga pemahaman inilah yang membedakan antara siswa satu dengan yang lainnya. Adapun dalam memproses informasi berkaitan pula dengan tahap perkembangan kognitif. Menurut Piaget pada usia sekolah dasar mulai 7 hingga 11 tahun, seorang anak/siswa berada pada tahapan kongkrit operasional. Pada fase ini seorang anak masih berpikir secara kongkrit agar dapat berpikir logis, namun mulai memasuki masa berpikir yang abstrak hanya saja tingkat/kadar berpikir kongkritnya masih lebih dominan daripada berpikir abstrak sehingga dibutuhkan objek yang kongkrit pula untuk membantunya dalam proses pemahaman suatu materi. Kerangka pemikiran tesebut di atas dapat digambarkan ke dalam bagan sebagai berikut :

13 Informasi/materi tentang pelajaran matematika Siswa kls 3 SD Faktor internal (pembawaan/genetik) Gaya Belajar pada Matematika Faktor eksternal (lingkungan rumah dan sekolah) Visual-kanan Visual-kiri Auditif-kanan Auditif-kiri Kinestetik-kanan Kinestetik-kiri Kombinasi beberapa modalitas belajar dan dominasi otak 1.5. Bagan Kerangka Pemikiran Dari kerangka pemikiran di atas, untuk penelitian ini diturunkan asumsi sebagai berikut : 1. Setiap siswa memiliki kecenderungan gaya belajar yang bisa berbeda dengan siswa lainnya. 2. Gaya belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal (lingkungan). 3. Gaya belajar yang ditunjukkan siswa dapat berupa visual-kiri, visual-kanan, auditifkiri, auditif-kanan, kinestetik-kiri, kinestetik-kanan, maupun kombinasi.