JURNAL ILMIAH MATEMATIKA DAN PEMBELAJARANNYA Volume 1 Nomor 2 (2015)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

KOMUNIKASI MATEMATIKA TERTULIS DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, salah satunya adalah kemampuan dalam bidang matematika.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ine Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memajukan daya pikir manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. matematika. Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Rosdakarya, 2010), Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 2.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB I PENDAHULUAN. situasi belajar dengan minat, latar belakang, dan kematangan peserta didik.

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. matematika di sekolah memiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

PROSES BERPIKIR DALAM PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari

Amira Yahya. Guru Matematika SMA N 1 Pamekasan. & Amira Yahya: Proses Berpikir Lateral 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika wajib diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAGAIMANA MENGOPTIMALKAN OLIMPIADE MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR?

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP DAN GAYA BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

Contoh Penalaran Induktif dan Deduktif Menggunakan Kegiatan Bermain-main dengan Bilangan

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA

PEMAHAMAN SISWA SMA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN PERBEDAAN GAYA BELAJAR

PROSES BERPIKIR SISWA DENGAN KECERDASAN LINGUISTIK DAN LOGIS MATEMATIS DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dunia hampir di semua aspek kehidupan manusia, berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

44. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. keterkaitannya dengan perkembangan ilmu sosial sampai saat ini. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia). Matematika juga

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nora Madonna, 2013

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pendapat sangatlah kurang. Seseorang tidak akan pernah mendapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika,

Transkripsi:

JURNAL ILMIAH MATEMATIKA DAN PEMBELAJARANNYA Volume 1 Nomor 2 (2015) ISSN: 2460-3481 PROSES PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 JAYAPURA DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN KUADRATDITINJAU DARI GAYA BELAJAR Marsintauli Marpaung 1 Ronaldo Kho 2 Yosefin Rianita Hadiyanti 2 e-mail: ronaldoankho@gmail.com 1) SMP Negeri 5 Jayapura 2) Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Cenderawasih Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-eksploratif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan proses pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan persamaan kuadrat. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pemberian tes, wawancara. Subjek dalam penelitian adalah 3 siswa SMA Negeri 2 Jayapura sebagai subjek penelitian yang masing-masing memiliki gaya belajar visual, auditori dan kinestetik. Berdasarkan tujuan penelitian yang dipaparkan, hasil penelitian subjek yang memiliki gaya belajar visual, Auditory, dan Kinestetik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah menunjuk bahwa dalam memahami masalah, subjek LV, DA, RK membaca soal hingga dua kali. Subjek LV, DA dan RK menerima informasi tentang petunjuk soal dan memahami informasi yang diberikan dengan menjelaskan petunjuk soal dan informasi yang diberikan dengan kalimat sendiri. Dalam membuat rencana penyelesaian, subjek LV menggambarkan sketsa kebun dan langsung mengingat akan memakai persamaan kuadrat dalam menyesaikan soal. Dalam melaksanakan rencana penyelesaian masalah, subjek LV menyelesaikan persamaan kuadrat dengan cara memfaktorkan. Subjek LV, DA, dan RK memeriksa kembali jawaban dari langkah awal yaitu membaca dengan suara pelan dan waktu yang tidak terlalu lama serta sangat yakin dengan jawabannya. Dalam menyusun rencana penyelesaian subjek DA merencanakan penyelesaian dengan membuat perbandingan antara luas pertama dan luas kedua, subjek hanya merencanakan satu rencana dalam menyelesaikan soal dan menggunakan seluruh informasi yang digunakan dalam soal tersebut. Dalam melaksanakan rencana, subjek melaksanakan rencana penyelesaian soal sesuai dengan tahap rencana penyelesaian.yaitu dengan menggambar sketsa kebun dan selanjutnya membuat persamaan dari luas kebun semula dan luas kebun setelah di bangun kolam. Dalam menyelesaikan persamaan kuadrat subjek DA menggunakan cara memfaktorkan. Dalam menyusun rencana subjek RK merencanakan penyelesaian dengan luas kebun semula dan luas kebun setelah dibuat kolam. Subjek RK hanya merencanakan satu rencana dalam menyelesaikan soal dan menggunakan seluruh informasi yang diberikan dalam soal. Dalam tahap melaksanakan rencana subjek RK melaksanakan rencana penyelesaian soal sesuai dengan tahap rencana yang dibuat. Kata kunci: proses, pemecahan masalah matematika, persamaan kuadrat, gaya belajar. 1. Pendahuluan Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu sektor pembangunan yang sangat memerlukan perhatian. Oleh karena itu di Indonesia mewajibkan rakyatnya untuk menempuh wajib belajar 9 tahun. Pendidikan di Indonesia terdiri atas pendidikan formal yaitu melalui jalur sekolah dan ditempuh secara berjenjang mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Perguruan Tinggi (PT) serta pendidikan non formal yaitu pendidikan yang ditempuh melalui jalur luar sekolah seperti kursus dan lembaga-lembaga sejenisnya. Ada banyak mata pelajaran yang

diajarkan pada pendidikan formal, salah satunya adalah matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas dengan frekuensi jam pelajaran yang lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya (PERMEN No. 69 Tahun 2013: 9). Dengan mempelajari matematika, siswa diharapkan dapat bernalar dan berpikir secara logis, analitis, kritis, dan kreatif. Lebih jauh dari itu, dengan mempelajari matematika, siswa diharapkan dapat memecahkan segala persoalan yang dihadapi, baik masalah itu sendiri maupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika dalam KTSP (Kemendiknas 2009) antara lain, yaitu: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Pemecahan masalah (problem solving) menjadi sentral dalam pembelajaran matematika. Hal ini dapat dimaklumi karena pemecahan masalah dekat dengan kehidupan sehari-hari, juga karena pemecahan masalah melibatkan proses pemecahan masalah secara optimal. Hal ini terjadi karena untuk menyelesaikan masalah, seseorang perlu menciptakan aturan untuk mengatasi masalah. Menurut Polya (1973: 5) terdapat 4 langkah dalam pemecahan masalah, yaitu: (1) memahami masalah; (2) merencanakan pemecahannya; (3) menyelesaikan masalah sesuai rencana; dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Pada saat menyelesaikan masalah matematika, setiap siswa pastilah mempunyai proses pemecahan masalah yang berbeda. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan gaya belajar siswa. Menurut DePorter dan Hernacki (2001: 110-112), gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Gaya belajar yang dimiliki setiap individu merupakan modal yang dapat digunakan pada saat siswa belajar. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality). Ketiga gaya belajar tersebut adalah gaya belajar Visual (belajar dengan cara melihat), Auditory (belajar dengan cara mendengar), dan Kinesthetic (belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh). Guru hendaknya mengetahui gaya belajar yang dimiliki oleh setiap siswanya. 25

Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengetahui gaya belajar yang dimiliki setiap siswa, adalah dengan memberikan daftar pertanyaan gaya belajar kepada siswa untuk menentukan gaya belajar masing-masing siswa. Mengetahui gaya belajar siswa sangatlah penting. Jika siswa mempunyai kecenderungan gaya belajar, maka guru juga mempunyai kecenderungan gaya dalam mengajar. Siswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual, maka guru harus memfasilitasi gaya belajar mereka dengan cara memilih gaya mengajar yang memungkinkan siswa dengan gaya belajar visual mudah dalam memahami informasi atau pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Dalam mengajar siswa yang bergaya belajar visual guru dapat menggunakan beragam bentuk grafis (film, slide, ilustrasi, coretan atau kartu-kartu gambar berseri) untuk menyampaikan informasi atau materi pelajaran. Untuk siswa yang bergaya belajar auditori guru dapat menggunakan tape recorder untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan dan dengarkan rekaman tersebut, dan untuk siswa yang bergaya belajar kinestetik guru dapat menggunakan benda-benda untuk mengilustrasikan ide, kunjungan lapangan, ke laboratorium, dan sebagainya. Hal itu terjadi secara alamiah. Namun, kenyataannya sebagian siswa mungkin memiliki gaya belajar yang sesuai dengan gaya mengajar guru, namun mungkin banyak yang tidak demikian. Bagi siswa yang memiliki gaya belajar yang tidak sesuai dengan gaya mengajar guru, kemungkinan tidak dapat menangkap informasi atau pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Untuk itulah, guru harus mengetahui gaya belajar setiap siswanya, sehingga guru dapat menyesuaikan gaya mengajar yang dapat mengakomodasi gaya belajar yang dimiliki masing-masing siswa dalam satu kelas. Seorang siswa juga harus memahami jenis gaya belajarnya. Dengan demikian, ia telah memiliki kemampuan mengenal diri yang lebih baik dan mengetahui kebutuhannya. Pengenalan gaya belajar akan memberikan pelayanan yang tepat terhadap apa dan bagaimana sebaiknya disediakan dan dilakukan agar pembelajaran dapat berlangsung optimal. Salah satu cara yang dipakai untuk melihat kemampuan siswa yaitu dengan cara melihat proses pemecahan masalahnya. Hasil penelitian Laili (2009) mengatakan bahwa proses pemecahan masalah matematika siswa dalam menyelesaikan masalah matematika berbeda antara siswa berdasarkan gaya belajar dan berdasarkan gender. Sedangkan Setyorini (2010) mengatakan bahwa ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa yang berbeda gaya belajar. Dari kedua hasil penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa setiap gaya belajar siswa akan mempengaruhi siswa dalam memecahkan masalah. Meskipun masalah yang diberikan sama pada siswa, tetapi dalam memecahkan masalah siswa memiliki cara-cara yang berbeda sehingga dimungkinkan hasil pemecahan masalah juga akan berbeda antara siswa. Berdasarkan penjelasan di atas perlu dilakukan penelitian tentang Proses pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Jayapura dalam menyelesaikan persamaan kuadrat ditinjau dari gaya belajar. Mengacu pada Kurikulum 2013, pokok 26

bahasan persamaan kuadrat merupakan salah satu pokok bahasan matematika yang diajarkan pada siswa kelas X SMA semester 2. Hasil pengamatan Ambo Saka (1998:51) bahwa masih sering siswa di sekolah menengah yang tidak bisa menyelesaikan persamaan kuadrat. Selanjutnya hasil prasurvei yang dilakukan Arti (1993: 5) mengungkapkan bahwa siswa kesulitan menyelesaikan persamaan kuadrat dan, dengan cara melengkapkan kuadrat sempurna. Didasarkan gambaran siswa tersebut, guru dituntut mencari alternatif pembelajaran untuk membantu siswa agar dapat menyelesaikan persamaan kuadrat dengan benar. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk mengatasi kesulitan siswa adalah dengan mengetahui proses pemecahan masalah matematika siswa, guru tahu kelemahan siswa dan kekuatan siswa dalam pemecahan masalah persamaan kuadrat sehingga dapat digunakan guru sebagai bahan pertimbangan dalam merancang atau menyempurnakan pembelajaran dalam menyelesaikan persamaan kuadrat. Berdasarkan uraian di atas untuk mengetahui bagaimana proses pemecahan masalah matematika siswa dalam menyelesaikan persamaan kuadrat, perlu dilakukan penelitian dengan judul Proses pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Jayapura dalam menyelesaikan persamaan kuadrat ditinjau dari gaya belajar. 2. Metode Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif yang data utamanya berupa kata-kata yang dirangkaikan menjadi kalimat, tidak berupa angka atau nilai sehingga dianalisis tanpa menggunakaan teknik statistik. Penelitian deskriptif bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyakbanyaknya berupa gambaraan atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif sedngkan penelitian eksploratif bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan terlebih dahulu. Metode kualitatif dipilih karena penentuan proses pemecahan masalah matematika berlatar alamiah dan instrumen utama penelitian adalah peneliti sendiri. Analisis dilakukan secara mendalam pada siswa tentang proses pemecahan masalah matematika, setelah siswa dibagi berdasarkan gaya belajar. 3. Hasil Dan Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data dapat dilihat proses pemecahan masalah matematika yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah dalam menyelesaikan persamaan kuadrat ditinjau dari langkah-langkah polya. Berikut disajikan proses pemecahan masalah dengan langkahlangkah polya peserta didik: 1. Tahap memahami masalah Berdasarkan profil pemecahan masalah siswa LV, DA dan RK yang telah dijelaskan dibagian E, dalam menerima informasi dan menarik kesimpulan, tidak ada perbedaan antara ketiganya. Subjek LV, DA dan RK menerima informasi dengan membaca soal sampai dua kali untuk memahami informasi tentang petunjuk tugas dan informasi yang diberikan. LV, DA dan RK dapat menceritakan kembali soal tersebut dengan urut dan lengkap meskipun menyisipkan kata- 27

kata yang tidak terdapat dalam soal. LV, DA dan RK dapat menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal. Cara LV memahami soal dengan membacakan ulang, membuat sketsa berpikir, DA dalam memahami soal dengan membuat sketsa sedangkan RK dalam memahami soal dengan membayangkan. 2. Tahap menyusun rencana penyelesaian masalah. Ada perbedaan antara ketiga subjek dalam menyusun rencana penyelesaian. LV sudah memikirkan bahwa rencana penyelesaian masalah yang pertama adalah dengan menggunakan persamaan kuadrat dan menggambarkan sketsa. LV hanya mempunyai satu penyelesaian. DA dalam rencana penyelesaian membuat perbandingan antara luas pertama, luas kedua dan hanya merencanakan hanya satu penyelesaian. RK dalam rencana penyelesaian yang pertama mencari luas semula dan luas kedua setelah dibuat kolam, setelah itu membuat menjadi sebuah persamaan dan menghasilkan peersamaan kuadrat. 3. Tahap melaksanakan rencana penyelesaian masalah. LV dalam melaksanakan rencana penyelesaian masalah dengan menuliskan apa yang diketahui dan menggambarkan sketsa kebun. LV menentukan luas persegi panjang dengan memakai persamaan L = dan menghasilkan persamaan kuadrat, LV menyelesaikan persamaan kuadrat dengan cara memfaktorkan yang menghasilkan nilai dan. Menurut LV tidak ada cara lain untuk menyelesaikan persamaan kuadrat. LV memisalkan lebar kolam dengan x. LV masih keliru dalam memilih nilai x yang mau diambil. DA dalam melaksanakan rencana penyelesaian soal sesuai dengan yang diungkapkan pada tahap rencana. DA menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, menggambarkan sketsa dan menuliskan L 1 = L 2 dengan maksud bahwa L 1 adalah luas kebun setelah dibuat kolam dan L 2 adalah luas kebun semula. Dalam menyelesaiakan persamaan kuadrat DA hanya mengingat pemfaktoran saja. Subjek DA memisalkan dan sebagai lebar kolam. Subjek DA sangat yakin dengan jawabannya dengan memilih lebar kolam yaitu. Subjek RK melaksanakan rencana sesuai dengan apa yang diungkapkan pada tahap rencana yaitu: menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, menggambarkan sketsa selanjutnya subjek RK menentukan luas kebun semula, luas kebun setelah dibuat kolam. Subjek RK menuliskan sebuah persamaan dan menyelesaikan sampai di persamaan kuadrat. Dalam menyelesaikan persamaan kuadrat subjek RK memakai rumus abc yang walaupun RK mengetahui ada cara lain dalam menyelesaikan yaitu dengan memfaktorkan. Alasan subjek memakai rumus abc kerena lebih mudah. Subjek RK memisalkan lebar kolom dengan dan. Subjek RK sangat yakin dengan jawabannya dengan menjelaskan bahwa tidak mungkin lebar kolam yang akan dibuat lebih besar dari kolam semula, dan mengambil lebar kolam yang akan di buat adalah. 4. Tahap memeriksa kembali. Subjek LV memeriksa kembali jawabannya dengan suara pelan dari langkah awal dan yakin dengan jawabannya ketika ditanya. Subjek DA memeriksa jawabannya dari langkah awal dan ketika ditanya yakin dengan 28

jawabannya, sedangkan subjek RK juga membacanya dari langkah awal sampai akhir dan ketika ditanya sangat yakin dengan jawabannya. 4. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1.1. Persamaan proses pemecahan masalah matematika subjek penelitian berdasarkan gaya belajar sebagai berikut: a. Tahap memahami masalah. Subjek visual, auditori dan kinestetik dapat menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam masalah tersebut. b. Tahap menyusun rencana penyelesaian. Subjek visual, auditori dan kinestetik hanya merencanakan satu rencana dalam menyelesaikan masalah dan menggunakan semua informasi yang diberikan dalam masalah tersebut. c. Tahap melaksanakan rencana penyelesaian masalah. Subjek visual, auditori dan kinestetik melaksanakan rencana sesuai dengan yang diungkapkan pada tahap rencana. d. Tahap memeriksa kembali. Subjek visual, auditori dan kinestetik memeriksa kembali jawabannya. 1.2. Perbedaan proses pemecahan masalah matematika subjek penelitian berdasarkan gaya belajar sebagai berikut: a. Tahap memahami masalah. Subjek visual menceritakan kembali masalah dengan kurang baik dengan kata-kata sendiri. Subjek auditori dapat menceritakan kembali masalah dengan baik meskipun ada kata-kata yang dihilangkan dan ada yang ditambahkan. Subjek kinestetik dapat menceritakan kembali soal meskipun menyisipkan kata-kata yang tidak terdapat dalam soal. b. Tahap menyusun rencana penyelesaian. Subjek visual menyusun rencana penyelesaian dengan menggambar dulu, kemudian mencari luas semula dan mencari luas yang tersisa. Subjek auditori menyusun rencana penyelesaian dengan mencari luas mula-mula, luas yang tersisa, kemudian mencari lebar yang ditanyakan. Subjek kinestetik menyusun rencana penyelesaian dengan mencari luas persegi panjang mula-mula, lalu mencari luas akhir, kemudian mencari lebar yang ditanyakan. c. Tahap melaksanakan rencana penyelesaian masalah. Subjek visual dapat menyelesaikan dan menjelaskan kembali penyelesaian masalah yang telah dikerjakan dengan baik dan memberikan alasannya, menyelesaikan masalah secara urut dan dapat dipahami dengan baik. Subjek auditori dan kinestetik cara penyelesaiannya sama-sama kurang dapat dipahami dengan baik. d. Tahap memeriksa kembali. Subjek visual memeriksa jawabannya dengan memasukkan jawaban pada persamaan dan jawabannya salah. Subjek auditori memeriksa jawaban dari langkah awal sangat lama dan sangat yakin dengan jawabanya. Subjek kinestetik memeriksa jawaban dari langkah awal dan yakin ketika ditanya apa sudah cocok dengan jawabannya. 5. Daftar Pustaka 29

Depdikbud. 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: DEPDIKNAS. DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike. 2001. Quantum Learning. Bandung: Mizan Pustaka. Etta Mamang Sungadji, M.Si. & Dr. Sopiah MM.,S.Pd. 2010. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta : Andi. Fadjar Shadiq, 2014. Pembelajaran Matematika: Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa. Yogjakarta. Fathani, Abdul Halim. 2008. Hakikat dan Logika Matematika. Jogjakarta: Ar- Ruzzmedia Gunawan, Adi W. 2006. Genius Learnimg Strategy. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hudoyo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Malang University Press. Ibrahim, Muslimin dan Nur, Mohamad, (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah, Surabaya, Unesa-University Press Kho, Ronaldo. 2011. Penjenjangan Penalaran Visuospasial Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Geometri. Surabaya: UNESA. Disertasi. Y. 2002. Implementasi Pendidikan Matematika Realistik di Indonesia. Makalah disampaikan pada seminar sehari: Penerapan Pendidikan Matematika Realistik pada Sekolah dan Madrasah, tanggal 5 Nopember 2001, Medan. Polya, G. 1973. How to Solve It. Second Edition. New Jersey: Princeton University Press. Princeton. Ratumanan, T. G. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: University Press. Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta. Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Bandung: Sukino. 2013. Matematika SMA Kelas X Kelompok Wajib Semester 2. Jakarta: Erlangga. Suparno, Paul. 2000. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius. 30