II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN KOMPOSISI KIMIA BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L.) SECARA NON-DESTRUKTIF DENGAN METODE NEAR INFRARED (NIR)

Bab II. Tinjauan Pustaka

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Near Infrared (NIR)

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

PENDUGAAN KOMPOSISI KIMIA MODIFIED CASSAVA FLOUR (MOCAF) DENGAN METODE NEAR INFRARED (NIR) SAMUEL FERY PURBA F

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

PENDUGAAN PARAMETER MUTU BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN METODE NEAR INFRARED SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMERAMAN. Oleh : RINI SUSILOWATI F

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN TANAMAN NYAMPLUNG (CALOPHYLLUM INOPHYLLUM L) Oleh H. Marthias Dawi

MBAHASA DAN PEM AF) our (MOCA. penelitian ( nm c ur (MOCAF. ditunjukkan OCAF. substansi A k. komposisi. cak gelomban. ktan.

TANAMAN PENGHASIL PATI

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1 Ekspor komoditas hortikultura tahun Volume. Nilai (US$)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Pakan Ayam Broiler

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

II.TINJAUAN PUSTAKA. produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Badan Pusat Statistik, 200 3). Jenis pisang di

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

BAB I PENDAHULUAN. bunga dan bijinya. Di Indonesia, nyamplung (Calophyllum inophyllum) hidup

BAB I PENDAHULUAN. tanaman dari keluarga Poaceae dan marga Sorghum. Sorgum sendiri. adalah spesies Sorghum bicoler (japonicum). Tanaman yang lazim

II. TINJAUAN PUSTAKA II. 1. TANAMAN NYAMPLUNG

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

Ekonomi Pertanian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu bagian tanaman pepaya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

PETUNJUK PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU NUTRISI TERNAK NON RUMINANSIA. Materi 1 : Formulasi Pakan

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

PETUNJUK PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU NUTRISI TERNAK NON RUMINANSIA. Materi: Formulasi Pakan

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

ANALISIS KONTAMINASI LEMAK BABI DALAM MINYAK GORENG SAWIT (RBD PALM OIL) MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR) DAN KEMOMETRIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia,yang

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

PENDUGAAN PARAMETER MUTU BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN METODE NEAR INFRARED SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMERAMAN. Oleh : RINI SUSILOWATI F

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

PENGOLAHAN UMBI GADUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Anonim (2011), produksi tomat Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Near Infrared (NIR) 1. Tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Tanaman nyamplung dapat ditemukan di Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Tumbuhan ini memiliki nama yang berbeda di setiap daerah, seperti bintangor di Malaysia, hitaullo di Maluku, nyamplung di Jawa, bintangur di Sumatera, poon di India, dan di Inggris dikenal dengan nama alexandrian laurel, tamanu, pannay tree, serta sweet scented calophyllum (Dweek dan Meadows, 2002 dalam Murniasih, 2009). Taksonomi tanaman nyamplung menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Bangsa : Guttiferales Suku : Guttiferae Marga : Calophyllum Jenis : Calophyllum inophyllum L. Nama umum : Nyamplung Tanaman nyamplung mudah dibudidayakan, tumbuh baik pada ketinggian 0-800 meter dpl seperti di hutan, pengunungan dan rawa-rawa, curah hujan antara 1000-5000 mm per tahun, ph tanah 4.0-7.4, tumbuh pada tanah tandus, daerah pantai yang kering dan berpasir atau digenangi air laut. Tinggi tanaman dapat mencapai 30 meter dengan diameter 0.8 meter, daun mengkilap, batang berwarna abu-abu hingga putih, warna kayu bervariasi tergantung spesies. Tanaman nyamplung berbuah sepanjang tahun terutama pada bulan Februari-Maret dan Agustus-September di Indonesia dan di Hawaii April-Juni dan Oktober-Desember. Tanaman nyampung memiliki daya tahan yang tinggi terhadap lingkungan, ditemukan dalam jumlah populasi yang besar, dengan kisaran umur yang lama (1-50 tahun), dan memiliki biji yang banyak (Friday and Okano, 2006). Luas areal tegakan tanaman nyamplung mencapai 255.35 ribu ha yang tersebar dari Sumatera sampai Papua (Balitbang Kehutanan, 2008). Daerah penyebaran nyamplung diantaranya adalah Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, dan NTT. Hutan nyamplung dikelola secara profesional oleh Perum Perhutani Unit I KPH Kedu Selatan Jawa Tengah dengan luas mencapai 196 ha. Nyamplung juga dikembangkan oleh masyarakat Cilacap khususnya di sekitar Kecamatan Patimuan dan daerah Gunung Selok Kecamatan Kroya/Adipala. Mereka memanfaatkan kayu nyamplung untuk pembuatan perahu nelayan. Sejak tahun 2007, Dinas Kehutanan Perkebunan Kabupaten Cilacap telah menanam 135 ha di lahan TNI Angkatan Darat sepanjang Pantai Laut Selatan, tahun 2008 direncanakan menanam seluas 300 ha. 4

Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (2008) Gambar 1. Pohon, kayu, bunga, buah, daun, dan biji nyamplung. Pohon nyamplung dimanfaatkan untuk menahan abrasi dan ancaman tsunami, kayunya yang kuat dan tahan air digunakan sebagai bahan baku pembuatan perahu, bahan konstruksi bangunan, serta minyaknya digunakan sebagai bahan penerangan. Getah daun nyamplung mengandung senyawa costatolide A yang efektif menekan pertumbuhan virus HIV (Murniasih, 2009). Buah nyamplung berwarna hijau, berbentuk bulat, kulit buah tipis dan akan mengelupas ketika mulai mengering. Inti biji yang mengandung minyak berbentuk bulat mancung berwarna kuning, dilindungi tempurung keras mirip tempurung kelapa. Biji nyamplung dapat digunakan sebagai obat kudis, penerangan, dan penumbuhan rambut (Heyne, 1987). Sifat fisiko kimia biodiesel biji nyamplung dibandingkan dengan SNI 04-7182-2006 disajikan pada Tabel 2. 5

Tabel 2. Sifat fisiko kimia biodiesel nyamplung dibandingkan dengan standar SNI 04-7182-2006 Produksi biji nyamplung per tahun mencapai 20 ton/ha. Biji nyamplung mempunyai kandungan minyak tinggi yaitu 55% pada inti segar dan 70.5% pada inti biji kering (Heyne, 1987). Menurut Dweek dan Meadows (2002) yaitu 75%, serta menurut Soerawidjaja (2001) sekitar 40-73%. Menurut Friday and Okano (2006), satu pohon nyamplung dapat menghasilkan 100 kg buah/tahun dan rendemen minyak sebanyak 5 kg. Jika jarak tanam 3 x 3.5 m 2 setiap pohon menghasilkan 30 kg biji atau 5.1 kg minyak maka dalam 1 ha diprediksi menghasilkan 26 973 kg biji atau 4 585 kg minyak biji nyamplung. Sedangkan produktivitas tanaman jarak berkisar antara 3.5-4.5 kg biji/pohon/tahun. Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 1 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman antara 2500-3300 pohon/ha, maka tingkat produktivitas antara 8-15 ton biji/ha. Jika rendemen minyak sebesar 35 % maka setiap ha lahan dapat diperoleh 2.5-4 ton minyak/ha/tahun. Kemudian dilihat dari segi ekonomisnya, harga biji nyamplung Rp 700/kg, sementara itu harga biji jarak antara Rp 3.000 - Rp 4.000/kg. Sehingga biji nyamplung sangat memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai bahan bakar nabati pensubstitusi bahan bakar fosil. Tumbuhan nyamplung (Callophyllum inophyllum L.), di Bali dikenal dengan nama punga atau camplong digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisonal serta mempunyai potensi komersial (Forestry Department, 2007). Sebagai obat tradisional kulit batangnya 6

secara eksternal dapat digunakan untuk mengobati pembengkakan kelenjar sedangkan secara internal dapat digunakan untuk memperlancar buang air kecil (diuretic). Ekstrak daun digunakan sebagai pencuci radang mata dan di Kamboja ekstrak daun nyamplung digunakan dalam pernafasan untuk mengobati vertigo dan migrain. Getahnya yang beracun sering digunakan oleh orang Samoan untuk melumuri anak panah sebagai panah beracun serta dapat digunakan untuk mengobati pembengkakan dan penyakit tumor (Tempesta and Michael, 1993). Minyak biji yang bersifat racun (toksik) cukup kuat (Kriswiyanti dan Narayani, 2000) dapat digunakan untuk memulihkan rambut rontok (Veronika, 2003), sebagai antiparasit (Tempesta and Michael, 1993), dan dapat digunakan sebagai bahan bakar minyak lampu dengan kandungan minyak 70-73% berat biji kering (Anonimous a, 2006). Bagian bunga tumbuhan ini berbau harum sehingga sering dipergunakan sebagai pengharum lemari pakaian. Di daerah Jawa Tengah bagian benang sari yang berwarna kuning dipergunakan sebagai jamu bagi wanita habis melahirkan. Bagian biji mengandung zat seperti damar yang beracun dan diketahui mengandung senyawa inofilum A-E, kalofiloid, asam kalofinat, dan polimer proantosianidin (Tempesta and Michael, 1993), golongan kumarin yaitu senyawa brasimarin A-C sebagai cancer chemopreventive agents (Chihiro et al., 2003), karotenoid, lakton, minyak atsiri, minyak/lemak, sitosterol, takahama, tanin, dan tokoferol. Daunnya diketahui mengandung saponin, dan triterpenoid (Kriswiyanti dan Narayani, 2000). Hasil uji toksisitas pendahuluan dari daging biji dan kulit biji nyamplung terhadap larva udang Artemia salina L., menunjukkan bahwa bagian kulit biji lebih toksik (LC50 = 39.31 ppm) dibandingkan dengan bagian daging biji (LC50 = 154,8 ppm). Sifat fisiko kimia tempurung biji nyamplung disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Sifat fisiko kimia tempurung biji nyamplung Parameter Konsentrasi (%) Kadar Air 9.97 Kadar Abu 0.61 Kadar Ekstraktif 2.59 Kadar Holoselulosa 87.64 Kadar Alphaselulosa 48.66 Kadar Pentosan 24.82 Kadar Lignin 36.69 Sumber: Wibowo (2009) 2. Minyak Nyamplung Produksi minyak nyamplung secara sederhana dilakukan oleh petani di Kebumen untuk pelapisan genting, bahan bantu pembuatan batik, dan pelapis jenazah. Sedangkan di Jawa Barat, TNI AD memanfaatkan minyak nyamplung untuk bahan bakar kapal laut. Minyak nyamplung mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi seperti asam oleat serta komponen-komponen tak tersabunkan diantaranya alkohol lemak, sterol, xanton, turunan kuomarin, kalofilat, isokalofilat, isoptalat, kapelierat, asam pseudobrasilat, dan penyusun triterpenoat sebanyak 0.5 2.0 % yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Menurut Debaut et al., (2005) asam lemak penyusun minyak nyamplung dapat dilihat pada Tabel 4. 7

Tabel 4. Komposisi asam lemak minyak nyamplung Asam Lemak Komposisi (%) Asam Palmitoleat (C16:1) 0.5-1.0 Asam Palmitat (C16) 15.0 17.0 Asam Oleat (C18:1) 30.0 50.0 Asam Linoleat (C18:1) 25.0 40.0 Asam Stearat (C18:0) 8.0 16.0 Asam Arachidat (C20) 0.5 1.0 Asam Gadoleat (C19:1) 0.5 1.0 Sumber: Debaut et al., (2005) 3. Teori Metode Near Infrared (NIR) Metode infra merah dekat atau sering disebut dengan nama near infrared (NIR) merupakan salah satu teknik yang menggunakan wilayah panjang gelombang infra merah pada spektrum elektromagnetik antara 700 sampai 2500 nm (Dryden, 2003). Hal yang terpenting dari teori NIR reflektan dan absorban elektromagnetik ini adalah menganalisis komponen, deteksi kualitas, dan pemasakan (Mohsenin, 1984). Kisaran panjang gelombang NIR telah lama dipelajari dan digunakan sebagai metode analitik. Cahaya tampak diterima oleh mata sesuai dengan besarnya pantulan, seperti halnya warna dihasilkan dari cahaya yang dipantulkan dari suatu objek. Setiap bahan memiliki spektrum gabungan pantulan NIR yang unik dan beragam yang dihasilkan dari efek penyebaran, penyerapan, dan pantulan cahaya oleh bahan. Semua bahan organik terdiri dari atom, karbon, oksigen, hydrogen, nitrogen, phosphor, sulfur dengan sejumlah kecil elemen lain. Atom-atom ini berkombinasi melalui ikatan kovalen atau elektrokovalen membentuk molekul. Karena sifat ikatannya, gaya elektrostatik ada dalam atom dan molekul tersebut. Sehingga molekul bergerak secara konstan, ini dikenal sebagai keadaan stabil. Molekul bervibrasi pada frekuensi yang berkaitan dengan panjang gelombang dalam daerah infra merah dari spektrum elektromagnetik. Setelah dipancarkan maka radiasi ini akan diserap oleh semua bahan organik dan informasi utama yang dapat diekstrak adalah stretching dan bending ikatan kimia C-H (seperti bahan organik turunan minyak bumi), O-H (seperti kadar air, karbohidrat, dan lemak), C-N, dan N-H (seperti protein dan asam amino) yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan-bahan organik. Informasi tersebut dapat dilihat dari pantulan NIR yang dihasilkan dalam bentuk spektrum pantulan. Radiasi infra merah tidak mempunyai energi yang cukup untuk mengeksitasi elektron pada senyawa tetapi dapat menyebabkan senyawa organik mengalami rotasi dan getaran (vibrasi) ikatan inter-atomic (Osborne et al., 1993). Vibrasi stretching adalah pergerakan atom yang teratur sepanjang ikatan antara dua atom sehingga jarak antara atom dapat bertambah atau berkurang. Sedangkan vibrasi bending adalah pergerakan atom yang menyebabkan perubahan sudut ikatan antar dua atau pergerakan dari sekelompok atom terhadap atom lainnya. Cahaya infra merah dekat yang mengenai bahan memiliki energi yang kecil dan hanya menembus sekitar satu millimeter permukaan bahan, tergantung dari komposisi bahan tersebut. Jika cahaya mengalami penyebaran, spektrum tersebut tetap mengandung informasi contoh penyerapan permukaan bahan tetapi terjadi distorsi pada puncak gelombang (Dryden, 2003). 8

Variasi pada ukuran dan suhu partikel sampel mempengaruhi penyebaran radiasi infra merah pada saat melewati sampel. Partikel berukuran besar tidak dapat menyebarkan radiasi infra merah sebanyak partikel kecil. Makin banyak radiasi yang diserap dapat memberikan nilai absorban yang tinggi dan efeknya besar pada panjang gelombang yang diserap lebih kuat (Dryden, 2003). Dalam penyerapannya, metode NIR memiliki beberapa kelebihan, antara lain dapat menurunkan biaya tenaga kerja penganalisis komposisi, penggunaan preparat contoh yang sederhana, waktu pendugaan komposisi kimia yang singkat, analisis yang tidak merusak contoh (non-destructive), tidak menggunakan bahan-bahan kimia (analisis yang bebas limbah), dan dapat menganalisis komposisi dengan kecepatan dan ketepatan tinggi (Williams, 1987). Keunggulan dari gelombang infra merah dekat menurut Osborne et al. (1993) dalam analisis bahan makanan adalah merupakan gabungan antara tingkat ketepatan, kecepatan, dan kemudahan dalam melakukan percobaan (prosedur tidak rumit). 4. Aplikasi Metode Near Infrared (NIR) Metode near infrared (NIR) telah banyak diperkenalkan dan digunakan di beberapa negara maju pada benua seperti Eropa, Amerika Utara, Asia, Australia, dan New Zealand baik dalam bidang industri maupun dalam bidang pertanian. Sedangkan di Indonesia sendiri, metode ini belum banyak digunakan terutama dalam bidang pertanian. Penerapan metode NIR telah lama berkembang terutama untuk keperluan bahan pangan, pertanian, kedokteran, farmasi, dan industri kimia. Untuk bahan pangan dan hasil pertanian seperti kedelai, jagung, beras, daging, ikan, dan hortikultura metode NIR dapat digunakan untuk penentuan komposisi kimia seperti kadar air, lemak, asam, gula, protein, dan berbagai senyawa lainnya. Selain itu metode NIR digunakan dalam industri susu murni dan menentukan kandungan protein yang terdapat dalam tepung susu skim. Berdasarkan sifat absorban dan reflektan dari energi radiasi yang dipancarkan, maka metode NIR dapat digunakan untuk menduga komposisi kimia suatu bahan. Aplikasi metode NIR dalam industri produk pangan dan pertanian telah banyak dilakukan. Diawali oleh Norris dan Hart (1962) yang menemukan bahwa kadar air yang terkandung pada biji-bijian dan bibit tanaman dapat diukur pada panjang gelombang sebesar 1940 nm. Pengaplikasian secara komersil metode NIR pertama diperkenalkan oleh Williams (1973) yang menganalisis gandum dan biji-biji berkadar minyak. Miller (1990) menggunakan turunan pertama pada pantulan spektrum untuk mendeteksi adanya jamur hitam, jamur abu-abu, dan kerusakan lain seperti suncald. Hasilnya menunjukkan bahwa indeks mutu tomat dapat berdasarkan pada nilai turunan pantulan dengan jangkauan panjang gelombang antara 590 710 nm, sehingga nilai ini dapat digunakan untuk memisahkan antara tomat yang baik dari jamur hitam, jamur abu-abu, dan suncald. Metode NIR juga dapat digunakan untuk memperkirakan konsentrasi gula dan asam pada buah-buahan, seperti mangga yang dilakukan oleh Budiastra et al. (1995). Mereka mengklasifikasikan mangga ke dalam tiga jenis rasa, yaitu rasa manis, manis asam, dan asam yang diukur dengan teknologi NIR pada 200 contoh mangga dengan kisaran panjang gelombang 1400 1975 nm. Metode stepwise dari regresi berganda (SMLR) digunakan untuk memiliki panjang gelombang optimal untuk menduga konsentrasi sukrosa dan asam malat. Panjang gelombang terpilih untuk memprediksi sukrosa dengan NIR adalah 1533 nm, 1605 9

nm, 1821 nm, sedangkan untuk asam malat adalah 1621 nm, 1813 nm, 1821 nm, 1933 nm, 1941 nm, 1965 nm, dan 1968 nm. Sugiana (1995) dengan menggunakan NIR Spectrophotometer untuk mendeteksi kememaran buah apel varietas Rome Beauty dengan panjang gelombang 900 1400 nm. Hasil yang diperoleh adalah panjang gelombang NIR yang tepat untuk mendeteksi kememaran buah apel varietas Rome Beauty adalah 930 nm, 940 nm, 950 nm, 960 nm, 1110 nm, dan 1390 nm. Disimpulkan juga bahwa kekerasan buah apel tidak terlalu berpengaruh terhadap pantulan spektrum yang dihasilkan, sehingga hasil pantulan spektrum yang diperoleh dari setiap apel dikatakan mempunyai sifat sama. Victor (1996) dengan menggunakan sistem NIR melakukan pengelompokkan buah apel varietas Manalagi berdasarkan kememaran dengan panjang gelombang 900 2000 nm. Disimpulkan bahwa kedalaman dan diameter memar buah apel tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan, tetapi dipengaruhi oleh ketinggian perlakuan memar yang diberikan serta panjang gelombang 1400 2000 nm tidak dapat digunakan untuk membedakan secara nyata adanya kememaran pada buah apel Manalagi. Chang et al. (1998) melakukan penelitian untuk menduga total padatan terlarut jus jeruk, apel, pepaya, pear, dan pisang. Dari berbagai jus buah tersebut dikembangkan algoritma umum untuk penentuan total padatan terlarut beberapa jus buah. Rosita (2001) menerapkan metode NIR untuk memprediksi mutu buah duku. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa NIR dapat memprediksi kadar gula dan kekerasan buah duku dengan baik. Disimpulkan pula bahwa data absorbansi NIR memberikan nilai korelasi yang lebih tinggi (0.91), standar error lebih rendah (0.87), dan koefisien keragaman yang akurat (5.39). Fontaine et al. (2002) menerapkan NIR dalam menduga kandungan asam amino kedelai. Didapat bahwa 85 98 % variasi asam amino mampu dijelaskan dengan baik menggunakan NIR. Mereka juga telah menggunakan metode tersebut untuk memprediksi kandungan asam amino esensial beberapa bahan pakan yakni kedelai, rapeseed meal, tepung biji bunga matahari, polong, tepung ikan, tepung daging, dan tepung produk samping pemotongan ayam. Munawar (2002) menerapkan metode NIR untuk menduga kadar gula dan kekerasan buah belimbing. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa data absorban NIR dapat menduga kadar gula dan kekerasan buah belimbing dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang tinggi. Mitamala (2003) menerapkan metode NIR untuk menduga kadar air, karbohidrat, protein, dan lemak tepung jagung. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa NIR dapat memprediksi kadar air, karbohidrat, protein, dan lemak tepung jagung dengan baik. Penggunaan data reflektan mampu menentukan kadar protein lebih baik dari data absorban. Data absorban dapat menduga kadar karbohidrat, lemak, dan air lebih baik dari data reflektan. Kusumaningtyas (2004) melakukan pendugaan kadar air, karbohidrat, protein, lemak, dan amilosa pada beras (Oryza sativa L.) dengan metode NIR. Panjang gelombang yang digunakan untuk menduga adalah 900 2000 nm. Data reflektan NIR dapat menduga kadar air, karbohidrat, dan protein lebih baik daripada data absorban. Sedangkan untuk menduga kadar lemak dan amilosa, data absorban lebih baik dibandingkan data reflektan. Marthaningtyas (2005) melakukan pendugaan total padatan terlarut dan kadar asam belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan menggunakan metode NIR dan JST. Penggunaan 10

analisis komponen utama dalam mereduksi hasil data absorbansi dari spektrum infra merah dekat sangat efektif. Andrianyta (2006) menerapkan metode NIR dan jaringan syaraf tiruan (JST) dalam menentukan komposisi kimia jagung non-destruktif. Komposisi kimia yang ditentukan, antara lain kandungan proksimat, lemak, air, karbohidrat, methionin, tyrosin, threonin, arginin, dan leusin. Quddus (2006) melakukan penentuan kandungan energi bruto tepung ikan untuk bahan pakan ternak menggunakan metode NIR. Analisis pendugaan kandungan energi pada tepung ikan tersebut menggunakan metode kalibrasi SMLR dan PCR. Persamaan kalibrasi dengan metode SMLR menyatakan bahwa hasil prediksi nilai EM menggunakan data reflektan dan absorban mendekati hasil uji bioassay. Sedangkan persamaan kalibrasi dengan metode PCR menghasilkan 10 komponen utama dalam tepung ikan tersebut. Adrizal et al. (2007) yang melakukan pendugaan kandungan air, protein, lisin, dan metionin tepung ikan dengan jaringan syaraf tiruan berdasarkan absorban NIR. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa metode JST mampu menduga kandungan air, protein, lisin, dan metionin tepung ikan dengan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan persamaan regresi yang didapatkan melalui metode SMLR. Susilowati (2007) pada panjang gelombang 900 1400 nm dapat menduga total padatan terlarut buah pepaya selama penyimpnanan dan pemeraman dengan metode NIR, tetapi panjang gelombang tersebut tidak dapat digunakan untuk mengukur kekerasan buah. Hubungan antara data absorban NIR dengan total padatan terlarut dan kekerasan pada penelitian tersebut dipelajari dengan kalibrasi menggunakan metode SMLR, PCR, dan PLS. Kelebihan penggunaan metode NIR antara lain disebabkan banyak komposisi kimia dari bahan pangan dan pertanian yang menyerap (absorption) atau memantulkan (reflectance) cahaya pada rentang panjang gelombang 0.7 3.0 µm. Komposisi kimia lainnya memiliki pola serapan yang khas berbeda satu dengan lainnya pada setiap panjang gelombang cahaya yang diberikan (Mohsenin, 1984). Kendala metode NIR adalah biaya investasi alat yang tinggi. Metode ini masih tergolong metode sekunder, karena memerlukan tahapan kalibrasi terutama bagi sampel uji yang belum pernah menggunakan metode ini misalnya tepung ikan, bungkil inti sawit, dedak, tepung singkong, dan sebagainya. Metode NIR sangat membantu pekerjaan analisis yang bersifat rumit dan rutin, seperti kadar air, kadar abu, ph, kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, bilangan asam, dan kadar asam lemak bebas. Metode ini sangat sesuai karena tidak lagi banyak memerlukan tahapan kalibrasi. B. Kalibrasi dan Validasi Osborne et al. (1993) menjelaskan bahwa instrumen NIR berguna dalam menentukan komposisi kimia dengan menggunakan nilai pantulan (R) dan absorban (log (1/R)). Menentukan spektrum pantulan dan absorban NIR maka nilai hasil analisis kimiawi laboratorium diperlukan. Untuk mengetahui hubungan antara spektrum-spektrum tersebut dengan nilai referensi dari analisis kimiawi di laboratorium (metode konvensional), maka perlu menggunakan metode matematika dengan cara mengkalibrasinya. Untuk tahap kalibrasi sering digunakan untuk sampel yang memiliki karakteristik yang hampir mendeteksi sama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kalibrasi adalah tanda-tanda menyatakan pembagian skala. Kalibrasi dalam teknik spektroskopi diperoleh dengan mengukur hubungan antara absorban dan reflektan dari panjang gelombang yang dihasilkan dari spectrometer dengan 11

konsentrasi larutan unsur yang akan dianalisis (Nur dan Adijuwana, 1989 dalam Rumahorbo, 2004). Kesulitan dalam mengkalibrasi menurut Osborne et al. (1993) adalah masalah informasi alam yang kompleks dalam spektrum infra merah contohnya setiap puncak spektrum hampir selalu tumpang tindih oleh satu atau lebih puncak-puncak yang lain. Berbagai macam metode kalibrasi spektrum NIR telah tersedia tetapi dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu metode kalibrasi untuk panjang gelombang terpilih atau sering disebut metode lokal dan metode yang melibatkan seluruh spektrum atau sering disebut metode global atau juga disebut dengan metode kalibrasi spektrum penuh (full spectrum calibration methods), seperti principal component regression (PCR) dan partial least squares (PLS). Metode full spectrum banyak digunakan karena data dalam spektrum direduksi untuk mencegah masalah overfitting tanpa mengurangi dan menghilangkan satu atau beberapa informasi yang sangat berguna. Jumlah sampel yang digunakan untuk tahap kalibrasi harus lebih banyak daripada untuk keperluan tahap validasi. Validasi bertujuan menguji ketepatan pendugaan komposisi kimia regresi kalibrasi yang telah dibangun. Selain itu, dikenal pula beberapa perlakuan data sebelum spektrum dianalisis seperti smoothing, normalisasi, derivatif pertama dan kedua, standard normal variate (SNV) dan detrending (DT) (Osborne et al., 1993). Setiap perlakuan data mempunyai fungsi yang berbedabeda terhadap data spektrum. Pada penelitian ini perlakuan data yang akan diberikan adalah smoothing, derivatif kedua Savitzky-Golay, kombinasi kedua perlakuan data tersebut, dan normalisasi. Prosedur derivatif kedua yang paling umum digunakan yaitu prosedur Savitzky-Golay yang dikelaskan oleh Norris dan William (1990). Data spektrum sering diubah menjadi bentuk smoothing dan derivatif, secara umum untuk memperbaiki bentuk dan model regresi kalibrasi. Smoothing berfungsi untuk memilih penghalusan fungsi dengan teliti tanpa menghilangkan informasi spektrum yang ada dan mengurangi guncangan (noise) dan memperkecil galat/kekeliruan yang terjadi selama pengukuran NIR dan analisis kimiawi laboratorium. Derivatif kedua Savitzky-Golay berfungsi untuk mereduksi efek basis dari adanya pertambahan dari proses absorban (shoulder effect) serta menghilangkan masalah basis kemiringan persamaan regresi. Kombinasi antara smoothing dan derivatif kedua Savitzky-Golay dapat diterapkan dan akan mendapatkan bentuk dan model regresi kalibrasi yang optimum, layak, dan dapat dipercaya (Blanco dan Villarroya, 2002 dalam Yogaswara, 2005). Normalisasi data spektra kedalam rentang 0-1 dimaksudkan untuk menghilangkan pengaruh perbedaan ukuran partikel sampel uji dan memperbesar rentang nilai reflektan. Perlakuan normalisasi diharapkan dapat mengurangi error yang terjadi selama pengambilan data spektra dan dapat memperjelas data spektra tersebut. Perlakuan normalisasi akan memperlebar nilai spektra serta memproporsionalkan nilai spektra dari dua nilai spektra dengan kandungan yang sama. C. Metode Kalibrasi Multivariatif Analisis data NIR dapat dimanfaatkan dengan mempelajari hubungannya dengan sifat bahan yang diukur. Kegiatan mempelajari hubungan tersebut pada umumnya dilakukan dengan beberapa metode kalibrasi, antara lain stepwise multiple linear regression (SMLR), principal component regression (PCR), backward dan partial least squares (PLS). 12

Lammertyn et al., (1998) menganalisis data NIR Spectroscopy menggunakan metode kalibrasi multivariatif seperti principal component regression dan partial least squares dalam memprediksi sifat-sifat kimiawi seperti keasaman dan total padatan terlarut pada buah apel Jonagold. Metode kalibrasi multivariatif yang akan digunakan pada penelitian yang berjudul pendugaan komposisi kimia biji nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) secara non-destruktif dengan metode near infrared (NIR) adalah principal component regression (PCR) dan partial least squares (PLS). 1. Metode Principal Component Regression (PCR) Metode principal component regression merupakan suatu metode kombinasi antara analisis regresi dan analisis komponen utama (Principal Component Analysis, PCA). Prinsip analisis komponen utama adalah mencari komponen utama yang merupakan kombinasi linear dari variabel asli. Metode regresi komponen utama (PCR) ditetapkan bila dalam pembentukan model pendugaan variabel bebas yang digunakan banyak dan terdapat hubungan yang erat antar variabel bebasnya. Metode tersebut dapat digunakan untuk pendugaan kalibrasi peubah ganda dan mengatasi kolinear ganda. Menurut Miller & Miller (2000), komponen-komponen utama yang dipilih sedemikian rupa sehingga komponen utama pertama memiliki variasi yang terbesar dalam set data, sedangkan komponen utama kedua tegak lurus terhadap komponen utama pertama dan memiliki variasi terbesar berikutnya. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Pearson (1901) dan secara terpisah oleh Hotelling (1933). Pemikiran dasar metode analisis ini adalah mendeskripsikan variasi sebuah set data multivariatif dengan sebuah set data baru dimana variabel-variabel baru tidak berkolerasi satu sama lain. Variabel-variabel baru adalah kombinasi linear dari variabel asal. Variabel baru diturunkan dalam arah menurun sehingga beberapa komponen pertama mengandung sebanyak mungkin variasi data asal (Pearson, 1901 dalam Marthaningtyas, 2005). Siska dan Hurburgh (1996) dalam Andrianyta (2006), menggunakan metode principal component regression (PCR) untuk mengidentifikasi variasi-variasi utama pada spektrum absorban sampel jagung. Sedangkan Quddus (2006) menentukan kandungan energi bruto tepung ikan untuk bahan pakan ternak dengan data reflektan dan absorban menggunakan metode kalibrasi multivariatif yaitu PCR. 2. Metode Partial Least Squares (PLS) Metode regresi kuadrat terkecil parsial atau sering disebut partial least squares (PLS) pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold (1982). Model partial least squares didefinisikan dari dua persamaan linear yang disebut model struktural dan metode pengukuran (Wold, 1982 dalam Wulandari 2000). Metode PLS digunakan untuk memperkirakan serangkaian variabel tidak bebas (respon) dari variabel bebas (prediktor) yang jumlahnya sangat banyak, memiliki struktur sistematik linear atau non-linear, dengan atau tanpa data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Metode ini membentuk model dari variabel yang ada untuk merangkai respon dengan menggunakan regresi kuadrat terkecil dalam bentuk matriks (Lindblom, 2004 dalam Saragih, 2007). 13

Metode tersebut juga mempunyai keuntungan, yaitu dapat mengoptimalkan hubungan prediktif antara 2 kelompok peubah bebas dan tidak bebas dan pemodelannya tidak mengasumsikan sebaran dari peubah bebas saja tetapi peubah tidak bebas ikut diasumsikan (Wold, 1982 dalam Wulandari 2000). Jensen et al. (2001) mengevaluasi perubahan mutu butir walnut (Junglens regia L.) dengan menerapkan metode NIR dan partial least square sebagai metode kalibrasi. Metode tersebut dapat melakukan kalibrasi NIR dengan hasil yang tepat pada panjang gelombang 400 2490 nm. Selain itu, NIR dapat menjelaskan kandungan heksanal kacang walnut sebesar 72%. Pada dasarnya pendekatan PLS adalah penggabungan model pendugaan sebagai pengembangan model-model kalibrasi yang melibatkan lebih dari dua peubah laten (bebas dan tidak bebas). Proses pendugaan menggunakan metode kuadrat terkecil yang diaplikasikan pada persamaan hubungan model struktural dan model pengukuran (Ratnaningsih, 2004). Metode kuadrat terkecil parsial (PLS) tidak memerlukan asumsi-asumsi yang ketat terhadap sebaran dari peubah, sisaan dan parameter, sehingga metode ini sering disebut metode lunak (Ratnaningsih, 2004). Metode tersebut diperoleh secara iteratif dan tidak memiliki formula tertutup untuk mencari ragam koefisien regresi. 14